Guardian Angel

By dessirusliana

274K 8K 85

Dua hari lalu kehidupan Fernando Suryantara masih baik-baik saja. Ayah dan bundanya masih bisa tersenyum baha... More

PROLOG
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 12
PART 13
PART 14
PART 15
PART 16
EPILOG
Promoted My New Story :)

PART 11

19.6K 416 1
By dessirusliana

-Part 11-

            Sebagai seorang pria yang tinggal sendiri, aku sudah terbiasa terbangun di pagi hari tanpa menunggu seseorang membangunkan. Entah sejak kapan aku mendapatkan kebiasaan tersebut, mungkin saja sejak ayah dan bunda meninggal. Mau tidak mau hidup sebagai seorang sebatang kara membuatku harus mandiri dan dewasa sebelum saatnya.

            Mataku beralih pada seorang wanita cantik yang masih terlelap dengan damainya dalam pelukanku. Berbeda denganku yang sudah terbiasa hidup sendiri, Kayra mungkin masih sering mengandalkan orang-orang di rumahnya. Lihat saja, disaat suaminya sudah terjaga ia masih asyik dengan dunia mimpinya. Aku sama sekali tidak keberatan. Melihat Kayra terlelap dalam pelukanku seperti ini sudah menjadi kebahagian tersendiri untukku.

            Apakah dengan menatap seseorang yang sedang terlelap dapat membuatnya terbangun? Tiba-tiba saja tubuh Kayra bergerak-gerak dalam pelukanku dan tidak lama kemudian matanya mengerjap-ngerjap sebelum ia benar-benar membuka matanya. Mata sayunya yang terlihat masih mengantuk bertemu pandang dengan mataku yang sudah benar-benar terbuka lebar tanpa menyisakan rasa kantuk.

            “Selamat pagi istriku.” Jari-jari panjangku menelusuri wajah mulus milik Kayra.

            “Pagi mas. Tidur nyenyak tadi malam?” balas Kayra dengan pertanyaan yang sama setiap pagi. Aku tidak akan pernah merasa bosan jika Kayra yang menanyakannya.

            “Aku akan selalu tidur nyenyak jika ada kamu di sampingku, sayang.” Aku merasakan tubuh Kayra bergetar pelan dalam pelukanku.

            “Kamu pintar sekali merayu, mas.” tidak ada balasa apapun dariku. Aku lebih memilih mengetatkan pelukanku pada tubuh Kayra. Aku hirup dalam-dalam aroma strawberry yang sudah bercampur dengan keringat Kayra. Aroma tubuh Kayra seakan menjadi zat adiktif tersendiri untukku.

            “Sampai kapan kamu akan memelukku seperti ini mas?” gumam Kayra dalam pelukanku.

            “Apa kamu tidak suka aku peluk seperti ini?” alih-alih menjawab pertanyaannya aku malah menanyakan pertanyaan baru pada Kayra.

            “Kay tidak akan pernah merasa keberatan jika harus dipeluk seperti ini setiap 5 menit sekali oleh mas Ando. Tapi sekarang Kay harus menyiapkan sarapan untuk kamu, mas.”

            “Hahaha.. kamu mulai pintar membalas rayuanku, Kay.” Aku cium puncak kepala Kayra.

            “Kalau begitu aku mandi dulu. Kamu masak yang enak ya.”

            “Seperti biasanya, Tuan.” Tawaku kembali menggema setelah mendengar jawaban Kayra yang seolah menjadi asisten rumah tangga yang sedang menghadap majikannya.

***

            Setelah membuat Kayra menjadi milikku seutuhnya tidak pernah henti-hentinya aku mengucap syukur karena telah dijodohkan dengan Kayra. Apapun yang dipilihkan orangtua pasti memang yang terbaik untuk anaknya. Mengingat perjalanan hidup dan cintaku yang bisa dibilang sedikit rumit, tetapi sekarang terbayar dengan hadirnya Kayra sebagai istriku yang sangat aku cintai dan juga sangat mencintaiku.

            Jodoh memang misteri. Monic yang aku kira sengaja Tuhan ciptakan untuk berada di sisiku sepanjang sisa umurku justru meninggalkanku dan memilih untuk  bersama pria lain. Namun, setelah itu Tuhan menghadirkan Kayra, seorang dari masa lalu yang akhirnya menjadi masa depanku sekarang. Dan Monic pasti juga sudah bahagia bersama Nick di London. Senyumku mengembang saat teringat Monic.

            “Masak apa hari ini, Kay?” Setelah selesai dengan ritual mandiku, aku segera menyusul Kayra yang berada di dapur.

            “Soup beef roll sama ada perkedel kentang.”

            “Hhmmm.. dari baunya saja sudah enak.”

            “Tiap hari komentarmu selalu sama mas.” Dengus Kayra.

            “Karena memang semua masakan yang kamu masak selalu memuaskan lidahku, sayang.” Aku rengkuh tubuh istriku ke dalam pelukanku.

            “Jangan memelukku seperti ini mas. Kamu sudah rapi sedangkan aku masih bau keringat.” Kayra bergerak-gerak tidak nyaman dalam pelukanku, namun tidak aku hiraukan.

            “Memangnya kenapa kalau kamu bau kringat, Kay? Bau kringatmu adalah favoritku. Aku selalu ingin menerkammu saat melihat kulitmu mengkilap oleh kringat seperti ini. Kamu sangat seksi, Kayra.”

            Entah sejak kapan aku menjadi pria mesum seperti ini. Tapi yang aku katakan memang benar adanya. Gairahku selalu naik jika melihat Kayra sedang berkeringat, apalagi saat Kayra berkeringat di bawah tubuhku.

            “Hentikan rayuanmu mas!” ketus Kayra.

            Saat ini pasti wajah Kayra sedang bersemu merah. Karena aku memeluk Kayra dari belakang, aku hanya dapat melihat telinganya yang sudah berubah warna menjadi merah tomat.

            “Hahaha.. baiklah. Aku akan menjadi anak manis dengan duduk diam sampai istriku selesai menyiapkan sarapan untukku.”

***

            Sudah sebulan lebih aku menjadi Nyonya Suryantara, istri mas Ando. Dan selama menjalani kehidupan sebagai istri mas Ando aku sering dibuat pusing oleh tingkah suamiku sendiri yang senang sekali merayuku. Seperti yang dilakukannya barusan.

            Sepulangnya dari bulan madu mas Ando memang langsung aktif bekerja lagi. Sebagai seorang pimpinan perusahaan besar dan memiliki cabang di mana-mana pasti pekerjaan mas Ando sudah bertumpuk ketika ditinggal berbulan madu selama seminggu. Sehingga aku sama sekali tidak keberatan jika harus ditinggal bekerja seusai bulan madu.

            Beginilah kehidupanku sekarang. Setiap pagi harus memasakkan sarapan untuk suamiku. Siang hari kadang aku habiskan dengan berbelanja keperluan sehari-hari di hypermart, atau hanya untuk bermalas-malasan di rumah dan merawat taman di belakang rumah mas Ando yang cukup luas. Sedangkan sore hari aku kembali di sibukkan dengan kegiatan memasak makan malam untuk mas Ando.

Sejak sebelum menikah, mas Ando sudah memiliki asisten rumah tangga yang bertugas membersihkan rumah, jadi tugasku sebagai ibu rumah tangga sedikit berkurang berkat bantuan mbak Nur, asisten rumah tangga mas Ando.

            “Sarapannya udah siap, mas.”

            Mas Ando yang sedang asyik membaca surat kabar langsung menghentikan kegiatannya dan menatap masakkan yang sudah tertata apik dengan pandangan lapar.

            “Masakkanmu selalu bisa membuat air liurku keluar, Kay.” Seperti biasa mas Ando melebih-lebihkan pujiannya untuk masakanku.

            Senyumku mengembang setelah mendengar pujian dari suamiku. Walaupun sudah setiap hari mas Ando memuji masakanku tapi aku tidak pernah merasa bosan mendengarnya. Awalnya sempat merasa tidak nyaman dengan pujiannya yang terlalu berlebihan, tetapi sekarang aku mulai mengerti. Ini adalah salah satu cara mas Ando menunjukkan cintanya padaku, dengan menghargai apapun yang aku masakkan untuknya. Hatiku menghangat mengetahui kenyataan bahwa aku mememiliki suami yang melimpahiku dengan cinta.

            “Ini mas.” Aku mengulurkan piring yang sudah penuh dengan nasi beserta lauk pauknya.

            “Makasih, Kay.” Mas Ando mengambilnya dan langsung menyantapnya dengan lahap. Senyumku kembali mengembang saat memperhatikan mas Ando yang selalu dengan lahap menyantap masakanku.

            “Hari ini mungkin aku pulang agak telat, Kay. Jadi jangan menungguku ya.”

            “Ada meeting, mas?”

            “Iya. Dengan klien baru yang ingin mengajak kerja sama. Dan nanti akan diadakan meeting untuk membicarakan kontrak kerjanya. Nggak papa kan?”

            Baru kali ini mas Ando meminta ijin untuk pulang terlambat. Ada sedikit rasa tidak rela sebenarnya mendapati kenyatakan kalau nanti malam aku akan makan malam sendiri. Namun sebagai seorang istri dari pengusaha sukses bukankah ini sudah menjadi resiko? Aku sudah bukan gadis remaja lagi. Oke masih, tapi statusku sekarang sudah menjadi seorang istri. Jadi aku harus bisa lebih bijaksana, bukan?

            “Iya mas nggak papa kok. Bukankah kedepannya aku juga akan sering kamu tinggal? Mulai sekarang aku harus belajar.”

“Makasih sayang kamu mau ngerti. Akan aku usahakan weekend selalu menjadi waktu untuk kita berdua.” Mas Ando menggenggam tanganku seolah memberikanku kekuatan dan matanya seolah mengatakan bahwa ia benar-benar akan menepati janjinya.

            Setelah mengahabiskan sarapannya, mas Ando bersiap berangkat ke kantor. Mas Ando memang terbiasa berangkat pagi. Untuk menghindari macet alasannya.

Seperti biasanya aku membantu mas Ando memasangkan dasinya. “Mas, aku kangen mama.”

Sepulang dari bulan madu aku langsung tinggal di rumah mas Ando. Dan selama ini aku sama sekali belum bertemu kembali dengan mama. Karena kebetulan mas Ando nanti pulang terlambat tidak ada salahnya bila aku nanti pergi menemui mama sebentar.

“Kamu mau pulang mengunjungi mama?”

Aku menggeleng pelan. “Hari ini jadwal mama ke butik yang ada di Jakarta. Kalau boleh aku ingin mengunjungi mama di butiknya.” Ijinku sambil merapikan kemeja mas Ando setelah selesai memasang dasi.

“Tentu saja boleh, Kay. Mau berangkat bersama?” tawar mas Ando.

“Masih terlalu pagi mas. Aku juga belum mandi. Nanti aku berangkat sendiri saja naik taksi.” Sekarang aku membantu mas Ando mengenakan jas kerjanya.

“Sepertinya aku harus mulai mencari supir pribadi untukmu, Kay. Aku sedikit khawatir kalau kamu harus naik taksi sendiri.”

“Di Bandung Kay udah biasa kemana-mana sendiri, mas. Jangan terlalu khawatir.”

“Tapi ini Jakarta, sayang. Berbeda dengan di Bandung.”

“Terserah kamu aja mas, Kay nurut.” Akhirnya aku mengalah. Mungkin memang ada baiknya aku menggunakan jasa supir pribadi, karena sebenarnya aku belum terlalu mengenal jalanan di ibu kota ini.

“Pinter. Yaudah aku berangkat dulu ya. Kamu hati-hati nanti ke butik mamanya. Salam untuk mama.”

“Iya mas. Kamu juga hati-hati.” Mas Ando mengecup singkat keningku sebagai salam perpisahan.

***

            “Selamat pagi. Ada yang bisa dibantu? Anda menca.. ri.. Kayra? Ini bener kamu, Kay?” Maysha yang melihatku tiba-tiba muncul di depan pintu butik sangat terkejut karena aku memang jarang mengunjungi butik yang ada di Jakarta.

            “Iya, Sha. Ini aku Kayra.” Aku langsung menghambur ke dalam pelukan Maysha. “Aku sangat merindukanmu.”

            “Aku juga, Kay. Bagaimana kabarmu?”

            “Baik, Sha. Dan kelihatannya kamu juga.”

            “Hahaha tentu saja. Kamu mencari tante Anita?”

            “Iya. Mama sudah datang?”

            Maysha mengalihkan perhatiannya pada jam tangan Guess yang melingkar di pergelangan tangannya. “Mungkin sebentar lagi, Kay. Kita naik ke kantorku saja ya, sambil menunggu tante Anita datang.”

“Tutik, tolong jaga butik sebentar ya. Saya sedang ada tamu.” Sebelum menggiringku ke lantai dua yang telah disulap menjadi kantor untuk pengelola butik, Maysha menitipkan butik kepada salah satu pramuniaga yang sedang bertugas.

            Maysha memang tertarik pada dunia fashion sejak masih remaja. Mama melihat bakat Maysha saat itu hingga akhirnya menyarankan Maysha untuk melanjutkan pendidikan yang berhubungan dengan mode. Bisa dibilang Maysha seorang designer muda sekarang. Walaupun ia belum pernah memamerkan hasil karyanya dalam peragaan busana, tetapi beberapa hasil karyanya sudah dijual di butik mama. Hasilnya memuaskan. Semua hasil rancangannya selalu menjadi incaran para konsumen. Dan sekarang Maysha membantu mama untuk memonitor butik yang berada di Jakarta karena mama tidak bisa selalu datang ke sini sekaligus menyediakan lahan untuk Maysha berkreasi membuat rancangan-rancangan barunya.

            “Bagaimana kabar suamimu?” Tanya Maysha sesampainya di ruangan kantornya.

            “Baik. Dia sudah mulai sibuk bekerja sekarang.”

            “Apa kamu merasa kesepian karena ditinggal suamimu bekerja? Ah iya.. kamu mau minum apa, Kay?”

            “Apa saja.” Jawabku acuh.

“Kadang aku memang merasa kesepian, Sha. Tapi selalu aku alihkan untuk melakukan kegiatan di rumah. Seperti mengatur bunga-bunga di taman belakang. Atau mencoba resep baru bersama mbak Nur, asisten rumah tanggaku di rumah mas Ando.” Tanpa sadar aku mulai bercerita.

            “Kamu bisa main ke seni kalau kamu merasa bosan, Kay. Atau mampir ke apartemenku. Nanti aku kasih alamatnya. Ini diminum.”

            “Makasih, Sha.” Aku terima mug berukuran sedang yang diberikan Maysha.

            “Lalu bagaimana bulan madu kalian? Sudah ada tanda-tanda aku akan mendapat keponakan baru?” wajahku langsung terasa panas mendengar pertanyaan Maysha. Bagi Maysha yang sudah berusia 23 tahun membicarakan hal semacam ini mungkin sudah biasa. Tapi bagiku yang baru berusia 19 tahun membicarakan hal seperti ini terasa sangat memalukan.

            “Hey.. tidak perlu merasa malu.” Seakan tahu apa yang sedang aku pikirkan, Maysha jalan mendekatiku dan merangkul pundakku dengan hangat. “Walaupun kamu masih 19 tahun sekarang, tapi kamu sudah menikah, Kay. Membicarakan hal seperti ini bukan hal yang tabu lagi.” Maysha menaik-turunkan alisnya menggodaku.

            “Bulan maduku.. baik.. baik saja.” Jawabku sedikit terbata, tidak tahu harus menggambarkannya dengan kalimat seperti apa. “Tanda-tanda akan punya momongan.. entahlah Sha, sepertinya belum ada. Aku belum merasakan apa-apa.”

            “Tapi kalian sudah melakukannya kan?” aku sedikit takut melihat wajah Maysha yang penuh keingintahuan seperti ini. Seperti sedang diinvestigasi oleh polisi saja.

            “Melakukan apa?” ketusku. “Itu sangat memalukan untuk dibahas.” Aku lepaskan rangkulan Maysha pada bahuku dan membanting tubuhku pada sofa malas yang ada di dalam ruangan.

            “Hahaha baiklah pengantin baru. Biasanya jam-jam segini tante Anita sudah ada di ruangannya. Mau mengecek ke sana?” ajakan Maysha langsung aku angguki dengan antusias. Selain tidak sabar untuk bertemu dengan mama juga untuk melarikan diri dari pertanyaan-pertanyaan Maysha yang bisa saja semakin membuatku merasa tidak nyaman.

***

            “Kayra? Kapan kamu datang ke sini?” Mama langsung memelukku ketika aku memasukki ruangannya.

            “Satu jam yang lalu ma. Tadi Kay di ruangan Maysha dulu sambil nungguin mama dateng.” nyaman sekali berada dalam pelukan mama seperti ini.

            “Gimana kabar mama?”

            “Baik, Kay, alhamdulilah. Kalau tidak, mama tidak akan ada di sini.” Canda mama.

            “Hahaha benar juga. Papa gimana ma di Bandung? Sehat juga?”

            “Papamu juga sehat, Kay. Sangat sehat. Kamu sendiri bagaimana? Kamu bahagia dengan pernikahanmu?”

            “Ehem.. Sepertinya kehadirianku ku di sini sudah tidak dibutuhkan lagi. Sasa turun ke bawah dulu ya tan, Kay. Mau jagain butik.” Belum sempat aku menjawab pertanyaan mama, Maysha menyelanya.

            Maysha yang daritadi hanya diam menyaksikan adegan kangen-kangenan yang terjadi diantara aku dan mama mungkin merasa kurang nyaman dan akhirnya memilih untuk pergi menjaga butik di bawah.

            “Sasa turun dulu. Selamat berkangen-kangen ria, hahaha.” Ujar Maysha seraya berjalan menuju pintu untuk keluar dari ruangan mama.

            “Bagaimana, Kay?” mama kembali menanyakan pertanyaannya setelah Maysha keluar dari ruangannya.

            “Oh.. Iya Kay baik kok mah, mas Ando juga sehat. Setelah pulang dari bulan madu mas Ando langsung aktif bekerja karena banyak pekerjaan yang sudah menumpuk selama ditinggal bulan madu.”

            “Lalu bagaimana dengan pernikahan kalian? Apa kamu bahagia?”

            “Kay bahagia ma.” Senyumku mengembang saat menjawab pertanyaan mama satu ini. Aku benar-benar bahagia dengan pernikahanku. Mas Ando mengubah pandanganku tentang kehidupan pernikahan yang merepotkan menjadi kehidupan pernikahan yang menyenangkan dan dilimpahi dengan penuh cinta.

            “Syukurlah kalau begitu. Mama ikut bahagaia kalau kamu bahagia sayang.” Mama tampak menghembuskan nafas lega saat mendengar jawabanku tadi. Ada apa sebenarnya? Apa mama takut aku tidak bahagia dengan kehidupan pernikahanku?

            “Kenapa ma? Mama khawatir dengan rumah tanggaku?” tanganku meraih tangan mama dan menggenggamnya erat.

            Mama tampak mengangguk. “Pernikahan kalian bukan dilandasi oleh cinta, Kay, tapi oleh perjodohan. Mama takut kalau Ando tidak memperlakukanmu dengan baik.”

            Ternyata selama ini mama mengkhawatirkanku. Seharusnya selama ini aku lebih sering memberi kabar kepada mama agar mama tidak khawatir seperti ini.

            “Mas Ando memperlakukan Kay dengan sangat baik, ma. Mama jangan khawatir.”

            “Syukurlah kalau begitu. Ando memang kalihatan anak yang baik.”

            Sisa waktu dihabiskan dengan percakapan-percakapan ringan antara aku dan mama. Tidak jarang mama menanyakan hal pribadi tentang kehidupan rumah tanggaku. Aku hanya dapat tersenyum malu dan mama menertawakan tingkahku yang menurut mama sangat lucu. Mama juga memintaku untuk segera memberinya cucu. Menurutnya mengurus anak kecil sangat menyenangkan. Saat aku dan mas Revan sudah bertumbuh dewasa mama merasa sangat kehilangan bayi kecilnnya.

            Sejak bersama Maysha tadi dan sekarang  bersama mama selalu saja disinggung soal anak. Hal itu membuatku sadar kalau sekarang sudah memasuki akhir bulan dan aku belum mendapatkan haidku yang biasanya aku dapatkan di minggu-minggu pertama. Mungkinkah? Ah jangan membuat kesimpulan seenaknya. Ini baru telat beberapa minggu. Bukankah itu masih dalam kategori wajar?

            Siang harinya mama mentraktirku makan bersama Maysha di restoran kecil yang berada dekat dari butik mama. Walaupun restoran kecil tapi menurut mama dan Maysha masakannya tidak kalah enak dengan masakan di restoran besar yang berkelas. Maysha bilang makan siang kali ini berlangsung sangat menyenangkan karena ada aku. Biasanya ia melewatkan makan siangnya hanya berdua dengan mama itu juga kalau mama datang ke butik.

            “Kamu sering-sering deh Kay main ke butik, biar aku ada yang nemenin makan.” Dengan mulut masih penuh Maysha kembali membujukku agar sering datang mengunjungi butik untuk menemaninya.

            “Makanya kamu cari pacar sana! Biar ada yang ngajakin makan siang bareng.” Goda mama yang langsung disambut dengan manyunnya bibir Maysha.

            “Hahaha.. bener tuh ma. Kamu mau jomblo sampai kapan, Sha?” beberapa tahun terakhir aku memang tidak pernah mendengar Maysha dekat dengan pria manapun. Dan aku mendukung ide mama yang menganjurkan Maysha segera mencari pacar. Usianya sudah 23 tahun, sudah saatnya ia mencari teman pendamping hidup.

            “Jodoh udah ada yang ngatur tante, Kay. Kalau udah waktunya pasti pangeran berkuda putih itu dateng kok buat Sasa.” Selalu itu jawaban yang diberikan Maysha saat disinggung soal pacar.

            Baik aku dan mama sama-sama tahu pengalaman masa lalu Maysha. Pria yang dulu sempat dibangga-banggakan Maysha di depan keluarga ternyata justru meninggalkan Maysha untuk menikahi wanita lain. Kenyataan yang lebih menyakitkan adalah pria tidak bertanggung jawab tersebut merencanakan pernikahannya saat masih bersama Maysha dan pesta pernikahan megah yang ia gelar sebagian besar menggunakan uang Maysha. Waktu itu Maysha sangat terpukul dan selama seminggu mengurung diri di kamarnya. Saat keluar dari kamarnya, saat itu juga Maysha angkat kaki dari rumahnya untuk menetap di Jakarta seorang diri. Tante Karin, mama Maysha menangis sejadinya saat itu, sedangkan om Yudha, papanya marah dan tidak setuju dengan keputusan Maysha. Namun, papa dan mama memberi pengertian kalau Maysha memang butuh waktu untuk sendiri untuk menenangkan pikirannya. Akhirnya om dan tante mengijinkan Maysha tinggal di Jakarta dengan berat hati.

***

Entah sudah berapa kali aku menyingsingkan sedikit lengan kemejaku untuk melihat dimana letak jarum jam saat ini. Hari ini aku pertama kali pulang terlambat setelah menikah dengan Kayra. Selama jam kerja biasa saja aku sudah sangat merindukan Kayra dan ingin segera pulang apalagi sekarang yang harus pulang terlambat karena meeting sialan ini.

“Ehemm.. maaf, bisa dipercepat? Intinya saja.”

Daritadi aku sudah bersabar mendengarkan meeting yang terlalu bertele-tele ini. Untuk apa mereka memberikanku berkas kemarin kalau tidak untuk dipelajari. Dan sekarang kenapa mereka membahasnya lagi? Tidak perlu dijelaskan lagi aku sudah memahaminya di luar kepala.

“Saya sudah mempelajari bagian itu dan isinya sudah bagus. Tidak perlu dijelaskan lagi sekarang. Anda tahu? Saya pengantin baru dan sekarang saya sangat merindukan istri saya.”

“Ah.. hahaha.. baiklah pak, akan saya percepat.”

Seharusnya sejak tadi aku mengatakan kalau merindukan Kayra, sehingga meeting ini bisa berjalan dengan cepat. Aku tahu ini sangat tidak professional dan bukan gayaku sama sekali. Tapi rasa rinduku kepada Kayra sudah tidak bisa ditahan lagi. Sungguh.

“Eheemm..” Zio berdehem sambil sedikit melirik ke arahku.

Aku tahu maksud lirikanmu, Zi. Tapi tetap saja di sini aku bosnya. Untuk kali ini persetan dengan profesionalitas. Pikiranku sudah sangat tidak bisa berkonsentrasi karena merindukan Kayra. Lain kali aku akan menolak jadwal meeting yang berlangsung setelah jam kerja usai kalau tidak sangat terpaksa.

Setelah mengutarakan rasa rinduku pada Kayra beberapa menit setelahnya meeting diakhiri. Hal pertama yang aku lakukan setelah keluar ruangan meeting adalah menghubungi Kayra.

“Halo Kay. Kamu sudah makan malam?” kalau Kayra belum makan aku bisa membelikankan makan malam untuknya dan untukku di jalan saat pulang nanti.

“Kebetulan sekali mas Ando telfon. Kay masih bersama mama. Apa mas Ando sudah selesai meeting? Kalau sudah bergabung saja, makan malam bersama.” Rasanya lega sekali bisa mendengar suara merdu Kayra setelah seharian bekerja.

“Baiklah, Kay. Kalian masih di butik? Tiga puluh menit lagi aku sampai.” Jarak dari kantor ke butik mama yang berada di Jakarta memang tidak terlalu jauh. Dan sekarang sudah lewat jam sibuk. Aku rasa tidak perlu waktu lama untuk sampai ke butik mama.

“Baik mas, Kay tunggu. Tidak usah buru-buru, hati-hati di jalan.”

“Iya istriku.” Walaupun aku tidak dapat melihat Kayra, tapi aku bisa merasakan kalau Kayra sedang tersenyum sekarang. “Ya sudah, sampai jumpa nanti di sana.”

***

            “Gimana kerjaan kamu di kantor Ndo? Semuanya lancar?” Tanya mama ditengah acara makan malam.

            “Alhamduliah ma, semua berjalan lancar seperti biasanya.”

            “Syukurlah kalau begitu.”

            Selanjutnya acara makan malam berjalan meriah karena adanya Maysha di tengah-tengah kami. Ini untuk ke dua kalinya aku bertemu Maysha. Yang pertama kali saat resepsi pernikahanku barsama Kayra. Saat itu tidak banyak kesempatan untuk berkenalan dengannya sehingga aku tidak tahu kalau ternyata Maysha perempuan modern yang menyenangkan. Dia selalu menceritakan cerita-cerita lucu selama makan malam berlangsung membuat suasana terasa semakin hidup.

            Karena malam semakin larut dan mama harus segera kembali ke Bandung, setelah semuanya selesai dengan menunya masing-masing kami memutuskan untuk segera pulang. Kasian mama kalau nanti kemalaman.

            “Mama pulang dulu ya, Kay. Kamu baik-baik di sini bersama sauamimu.” Dengan sayang mama menarik Kayra ke dalam pelukannya.

            “Mama titip Kayra ya, Ndo.” Setelah selesai bercengkrama dengan Kayra, sekarang giliranku yang mendapat pelukan hangat dari mama. Nyaman sekali rasanya mendapat pelukan dari seorang ibu.

            “Tante pulang dulu, Sa. Titip butik ya.”

            “Siap tan! Tante hati-hati di jalan.” Gumam Maysha dalam pelukan mama.

            “Ya sudah, mama pamit dulu ya. Kalian juga segera pulang ke rumah.” Ujar mama sebelum masuk ke dalam audinya.

            Setelah mobil mama melaju meninggalkan restoran, gantian Maysha yang berpamitan untuk pulang. Kami pun menyusul di belaknagnya untuk pulang ke rumah. Seharian bekerja membuatku ingin segera mandi karena kegerahan harus terbungkus rapat di dalam setelan jas ini.

“Apa yang kamu lakukan seharian ini, Kay?” tanyaku setelah berada di dalam mobil.

“Hanya untuk mengobrol bersama mama dan Maysha, mas.”

“Lalu apakah kamu masih merindukan mama?”

Kayra tampak mengangguk, “Rasanya seharian bersama mama terasa tidak cukup. Hehehe mungkin karena ini pertamakalinya aku terpisah dari mama dalam jangka waktu yang lama.”

“Bagaimana kalau akhir pekan nanti kita menginap di rumah mama?” tawarku sambil sambil melirik ke arah Kayra untuk melihat ekspresinya.

Benar saja, wajah Kayra sekarang seperti wajah anak berusia lima tahun yang baru saja dibelikan mainan baru. Lucu sekali.

“Apa mas Ando tidak sibuk?” tanyanya penuh harap.

“Aku rasa tidak. Kalaupun sibuk aku bisa meminta Zio untuk membereskannya selama kita pergi. Bagaimana?”

Tidak ada jawaban apapun yang keluar dari mulut Kayra, tapi seketika tubuhku merasa mendapat tubrukan dari arah samping, Kayra memelukku.

Senyumku langsung mengembang melihat tingkah Kayra. “Kamu senang?”

“Sangat. Makasih, mas.” Kayra mengetatkan pelukannya pada tubuhku.

My pleasure, babe.”

-TBC-

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 42.6K 62
Menikahi duda beranak satu? Hal itu sungguh tak pernah terlintas di benak Shayra, tapi itu yang menjadi takdirnya. Dia tak bisa menolak saat takdir...
187 53 12
Kisah lanjutan dari cerita wattpad The Perfect Man 2
85.3K 3.1K 28
Setelah tahun-tahun berlalu, akhirnya waktu mempertemukan lagi Laras dengan Arya, lelaki yang telah menghancurkan hatinya dulu. Tak ingin menyia-nyia...
171K 8K 43
Dan jika itu artinya aku akan memasuki masa lalu mu yang kelam. Maka izin kan aku menjadi pundak mu. Dan izinkan aku menjadi semua jawaban pertanyaa...