Setelah masuk ke dalam lift Aldrich menekan tombol nomor empat agak lama, tujuannya adalah agar sidik jarinya bisa terbaca.
Tempat yang sekarang akan ia tuju adalah tempat khusus yang hanya orang tertentu saja yang tahu, berada empat lantai di bawah tanah. Bukan lantai empat yang sesungguhnya.
Sedetik kemudian pintu tertutup karena sidik jari Aldrich terbaca, ia sebenarnya agak heran. Setelah beberapa tahun ia keluar ternyata sidik jarinya belum dihapus dari data perusahaan.
Lift membawanya turun dengan cepat, tak lama pintu kembali terbuka dan menampakkan lorong panjang berwarna putih tanpa noda. Jika dilihat sekilas lorong itu akan mengingatkanmu dengan lorong yang berada di rumah sakit. Karena sama-sama putih dan bersih.
Ia berjalan dengan tenang, walaupun jauh di lubuk hatinya ia merasa khawatir. Bukan karena khawatir tentang dirinya yang bisa diibaratkan sedang masuk ke dalam kandang harimau yang kelaparan, tetapi mengenai Yura. Bisa saja hal yang tidak diinginkan terjadi pada perempuan itu.
Benjamin yang berdiri di luar pintu utama lantai rahasia itu tersenyum kecil ketika melihat kedatangan Aldrich.
"Iblis muda kita sudah datang," ucapnya lantang. Mendengar itu Aldrich tidak begitu senang.
"Masuklah, ayahmu sudah menunggu." Aldrich mendengus kasar. "Bukankah sudah kukatakan bahwa jangan sebut dia ayahku? Menjijikkan."
"Tetapi aku senang mengucapkan hal itu." Aldrich menatap Benjamin tajam, tetapi laki-laki itu bertindak seolah tidak terjadi apa-apa.
"Cepatlah masuk Aldrich, kau kan tahu dia tidak suka menunggu."
Aldrich mendorong pintu itu dan masuk ke dalam ruangan yang luas, di tengahnya terdapat ruangan lagi yang dikelilingi oleh kaca tebal anti peluru. Di sana terlihat seorang laki-laki paruh baya yang duduk di kursi besar, ia menyeringai ketika melihat Aldrich masuk.
Aldrich tetap memasang wajah datarnya, tanpa harus menoleh pun ia bisa tahu ada beberapa orang yang bersembunyi di balik berbagai benda besar yang sengaja diletakkan di sana. Mereka menggenggam pistol kecilnya masing-masing. Tetapi ia berani bertaruh, walaupun benda itu kecil tetapi efeknya jika ditembakkan tidak akan main-main.
Apa setan tua itu khawatir jika Aldrich melakukan sesuatu? Diam-diam Aldrich tertawa dalam hati karena merasa geli.
"Kau sudah datang?" tanya Jonathan saat pintu kaca itu terbuka secara otomatis.
"Apa kau buta? Aku berdiri di hadapanmu." Jonathan tersenyum tipis, menyadari bahwa Aldrich tidak berubah sama sekali. Anaknya itu tetap saja bersikap dingin dan ketus padanya.
"Duduklah, aku ingin berbicara padamu mengenai sesuatu." Aldrich duduk dengan malas-malasan di kursi yang ditunjuk.
"Mengapa kau memaksaku untuk datang ke tempat laknat ini? Dan berani-beraninya kau mengancamku mengenai sesuatu yang seharusnya tidak ada campur tanganmu." Jonathan malah terkekeh.
"Sopan sedikit jika berbicara dengan yang lebih tua, apalagi aku ini ayahmu." Aldrich berdecih. "Aku tidak sudi mengakuimu sebagai ayah."
"Terserahlah, aku tidak mengundangmu untuk membicarakan status keluarga." Aldrich mendengus. "Katakan saja apa tujuanmu mengundangku ke sini keparat."
"Baiklah." Jonathan menyodorkan sebuah kertas yang bertuliskan berbagai kalimat yang justru membuat Aldrich tertawa.
"Aku serius Aldrich Bale." Aldrich menggelengkan kepalanya. "Tapi aku tidak peduli sama sekali."
"Kembali bekerja denganmu? Jangan harap," lanjutnya.
"Seharusnya kau tersanjung mendapatkan kesempatan ini lagi," jawab Jonathan dengan suara tenang luar biasa. Sepertinya keluarga Bale memang memiliki bakat untuk menyembunyikan emosi.
"Tapi nyatanya tidak," balas Aldrich enteng.
"Bukankah pekerjaan ini menyenangkan untukmu?"
"Tetapi itu tidak akan menyenangkan jika aku bekerja denganmu, aku lebih suka kebebasan." Jonathan menggelengkan kepalanya prihatin.
"Apa sulitnya kau menerima tawaranku ini? Kau mendapat uang, sekaligus melakukan hal yang kau suka."
"Tidak."
Jonathan mendengus. "Bukankan pekerjaan ini begitu mudah? Mengapa kau bersikeras untuk menolaknya?"
Bukannya menjawab, Aldrich malah membalas pertanyaan Jonathan dengan pertanyaan lagi. "Lalu mengapa kau menawarkan ini padaku? Bukankah 'prajuritmu' itu banyak jumlahnya?" Aldrich sengaja menekankan pada salah satu kata.
"Aku benci mengatakan ini, tetapi kemampuanmu di atas rata-rata." Aldrich tersenyum tipis. "Lalu?"
"Kau yang terbaik Aldrich, aku ingin kau meneruskan apa yang aku kerjakan selama ini." Aldrich menggeleng tidak setuju.
"Aku tidak mau."
"Mengapa kau selalu menolak perkataanku?" Suara Jonathan mulai terdengar menuntut karena kesal.
"Karena aku ingin bebas, lagipula aku ingin hidup lebih normal." Mendengar itu Jonathan malah tertawa.
"Normal kau bilang? Sungguh sulit untuk dipercaya."
"Jadi, kau menolaknya?" Aldrich mengangguk mantap.
"Apa kau lupa ada hal yang harus dibayar jika kau menolak tawaranku?"
"Dan dalam kesempatan ini, mungkin yang bisa aku gunakan adalah... wanitamu." Alis Aldrich bertaut tidak suka.
"Apa maksudmu?"
"Lihat, aku baru menyebut wanitamu saja kau sudah tertarik."
"Jika kau menolak, aku ragu dengan keselamatan perempuan cantik itu. Siapa namanya? Yura? Shin Yura?"
Tangan Aldrich mengepal tanpa sadar. "Jangan berani-beraninya kau menyentuh dia."
"Aku tidak bisa berjanji Aldrich."
"Sekarang keputusan ada di tanganmu, bergabung kembali denganku atau kehilangan perempuanmu itu." Aldrich menatap Jonathan dengan tatapan benci.
"Seharusnya kau tahu, jangan pernah untuk mencoba menjalin hubungan yang serius dengan orang lain. Itu bisa menjadi kelemahanmu."
"Sekarang, kau terima atau tidak?" Aldrich tetap menggeleng.
"Aku tidak akan pernah sudi untuk bekerja lagi denganmu, tidak akan pernah." Jonathan berdecak beberapa kali.
"Baiklah, keputusan memang berada di tanganmu."
"Tetapi coba pikirkan, bagaimana keadaan Yura-mu itu sekarang? Apakah ia masih menunggu di atas? Atau sudah... pergi?" Aldrich bangkit dengan urat yang tercetak jelas di dahi dan di lehernya.
"Sekarang kau jadi sedikit ceroboh dan bodoh, mungkin kau perlu pelatihan lagi."
Mau tak mau Aldrich teringat apa yang dimaksud oleh Jonathan mengenai pelatihan. Ia memejamkan matanya sebentar, lalu membuka matanya kembali dan menatap Jonathan dengan pandangan penuh kebencian.
"Sebaiknya kau lihat apa yang terjadi pada gadismu sekarang Aldrich." Aldrich memilih berbalik dan segera keluar dari ruangan sialan itu.
"Bagaimana? Lancar?" tanya Benjamin ketika melihat Aldrich tergesa-gesa.
Laki-laki itu memilih mengambil ponselnya di saku ketimbang menjawab pertanyaan yang tidak berguna, ia mencoba menghubungi Yura tetapi tidak tersambung sama sekali. Yang menjawan tetap suara operator yang mengatakan bahwa nomor Yura sedang tidak aktif.
Aldrich memencet tombol untuk kembali naik dengan tidak sabar, ia tidak akan memaafkan Jonathan atau dirinya sendiri jika terjadi sesuatu pada Yura.
Setelah pintu lift terbuka Aldrich segera menghampiri pegawai yang tadi ditinggalkannya bersama Yura, laki-laki itu sedang berdiri di depan pintu masuk sekaligus keluar.
"Di mana perempuan yang tadi bersamamu?" Yang ditanya sempat terkejut sebentar.
"Aku tidak tahu."
"Apa?"
"Aku tidak tahu."
"Bagaimana kau bisa tidak tahu jika tadi dia kutinggalkan bersamamu?" Suara Aldrich mulai meninggi.
"Tadi ada panggilan untukku ke lantai atas, jadi aku tinggalkan dia di kursi tadi."
"Keparat!" Aldrich memukul perutnya dengan kecepatan luar biasa, hingga laki-laki itu kesakitan dan meringis.
Aldrich menoleh kesana-kemari, mencoba melihat semua kursi yang ada di sana tetapi Yura tidak ditemukannya sama sekali.
Dengan perasaan kacau ia mencari Yura kesana kemari, mulai dari ruang pegawai, keluar gedung, bahkan ia sampai masuk ke dalam toilet perempuan. Tidak menghiraukan jeritan kaget mereka karena ada laki-laki yang masuk ke sana.
Tetapi Yura tidak bisa ditemukan.
"Sial!" Nomor Yura masih tidak aktif.
Apa yang diancam Jonathan sudah terjadi? Bahwa jika ia menolak tawaran setan tua itu maka hidup Yura akan dalam bahaya?
Ia jadi menyesal, sangat.
Aldrich mengacak-acak rambutnya karena marah.
"Yura... kau di mana?"
∆∆∆
QOTD : Apa scene/adegan yang paling kamu benci di cerita My Psychopath Boyfriend ini?
Maaf ya harusnya kemarin update malah tadi subuh, gara-gara ketiduran soalnya sebelumnya ada kegiatan wkwk
Pasti di-update sampe tamat kok, MPB nggak akan bernasib minta vote cover terus tiba-tiba terbit tanpa dilanjut.
Ok, see you.