Gemelo Twins

Von MaharaniTasya

481K 44.8K 2K

Rafael meninggalkan Farrell, dan Farrell mengejarnya. Selalu seperti itu. Hingga suatu hari Farrell lah yang... Mehr

Gemelo Twins
Gemelo Twins • 1
Gemelo Twins • 2
Gemelo Twins • 3
Gemelo Twins • 4
Gemelo Twins • 5
Gemelo Twins • 6
Gemelo Twins • 7
Gemelo Twins • 8
Gemelo Twins • 9
Gemelo Twins • 10
Gemelo Twins • 11
Gemelo Twins • 12
Gemelo Twins • 13
Gemelo Twins • 14
Gemelo Twins • 15
Gemelo Twins • 16
Gemelo Twins • 17
Gemelo Twins • 18
Gemelo Twins • 19
Gemelo Twins • 20
Gemelo Twins • 21
Gemelo Twins • 22
Gemelo Twins • 23
Gemelo Twins • 25
Gemelo Twins • 26
Gemelo Twins • 27
Gemelo Twins • 28
Gemelo Twins • 29
Gemelo Twins • 30
Gemelo Twins • 31
Gemelo Twins • 32
Gemelo Twins • 33
Gemelo Twins • 34
Gemelo Twins • 35
Guys...
Info
Gemelo Twins • 36
Gemelo Twins • 37
Gemelo Twins • 38
Gemelo Twins • 39
Gemelo Twins • 40
Gemelo Twins • 41

Gemelo Twins • 24

9.7K 1K 59
Von MaharaniTasya

Rafael sudah berada di atas motor dengan helm yang terpasang sempurna di kepalanya, dan satu buah helm yang lain di atas tangki bensin motornya.

Rafael sengaja membawa helm dua untuk hari ini, ia sangat niat mengajak Chika pulang bersama. Bukan karna ia mulai tertarik dengan perempuan itu, ia hanya merasa dirinya perlu sedikit berkorban melakukan hal yang sebenarnya tidak pernah ia inginkan sedikitpun demi menjawab semua rasa penasarannya kepada Chika prihal percakapan perempuan itu dengan 4 preman yang kemarin berhasil di bawa ke kantor polisi.

Chika yang sudah berada di belakangnya sebenarnya merasa was-was saat Rafael secara sangat tiba-tiba mengajaknya pulang bersama. Ia senang, tapi merasa ada sesuatu yang tidak beres sekaligus.

"Gue bawa motor, mobil sama Farrell. Gapapa kan?"

Chika tersenyum lalu mengangguk dengan kaku.

"Nih," Rafael menyodorkan satu helm yang baru di beli olehnya kemarin malam.

Chika menerima helm itu, lalu mengenakannya kemudian naik ke atas motor Rafael.

Sesuai dengan alamat Chika yang masih ia ingat, Rafael menghidupkan mesin motornya dan langsung tancap gas ke rumah Chika.

Selama perjalanan Chika dan Rafael tidak bersuara sama sekali. Tangan Chika berpegangan pada pinggang Rafael, Rafael sebenarnya agak risih, tapi ia tau diri karna memang daritadi dirinya membawa motornya dengan kecepatan diatas rata-rata, wajar jika Chika berpegangan karna takut jatuh.

Sesampainya Rafael di depan rumah bertingkat dua dengan nomor rumah 247 di sebuah perumahan elit, ia menghentikan motornya lalu menunggu Chika turun.

Setelah Chika turun dan mengembalikan helm, Rafael menerimanya masih dengan wajah tanpa ekspresi seperti biasanya.

Chika menyelipkan beberapa helai rambutnya yang menutupi wajah karna tertiup angin ke belakang telinga lalu tersenyum. "Makasih ya Raf, jujur, gue ngga nyangka lo mau ngajak gue balik bareng kayak gini."

Rafael melepas helmnya lalu merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Tanpa peduli bagaimana lemasnya kaki Chika saat melihat itu.

"Sebenernya ada yang mau gue omongin sama lo,"

Chika membeku. Perasaannya masih sama, takut sekaligus senang. Tapi saat Rafael mengucap, "Soal kemarin..," rasanya Chika ingin langsung terbang ke kamarnya di lantai dua sana.

"Ehm, gue harus masuk deh, omonginnya besok aja ya? Bye Raf!"

Belum sempat Chika mengambil langkah untuk pergi, Rafael menarik pergelangan tangannya sampai tubuh mereka hampir bertubrukan.

Chika menelan salivanya susah payah. Matanya bergerak ke arah dimana Rafael menggenggam pergelangan tangannya, tidak terlalu kencang, tapi rasanya Chika lemas dan tidak bisa melepaskan diri.

"Gue perlu ngomong sekarang, ini penting, dan gue harus tau semuanya dari mulut lo langsung."

"Tau apa?"

Rafael menatap Chika tepat di mata, ia tau tatapannya itu bisa membuat Chika semakin lemah dan tidak ada tenaga untuk melarikan diri.

"Gue mau lo jujur soal ini,"

"So—al apa?"

Berhasil. Chika sudah mulai gelagapan seperti kurang pasokan oksigen.

"Gue sempet denger percakapan lo sama preman yang kemarin culik lo, gue denger soal bayaran sama celakain orang, gue mau tau apa maksudnya itu?"

Chika membulatkan matanya. Ia tidak tau harus apa. Kakinya sudah lemas bukan main, rasanya ia ingin terduduk karna tidak sanggup berdiri.

Rafael masih menggenggam pergelangan tangan Chika lalu dengan sengaja mengusapkan ibu jarinya disana, memberikan kesan hangat dan nyaman yang malah membuat Chika semakin merasa bersalah jika ia mengatakan semua kebenarannya sekarang.

"Gue mau lo jujur sama gue, gue ngga akan bilang ke siapapun kalo lo jujur."

Chika mengatur nafasnya lalu tanpa terkendali matanya mulai berkaca-kaca, membuat Rafael tau, sesuatu yang sebenarnya terjadi pasti adalah masalah yang sangat besar.

"Gue.., gue dalangnya."

Alis Rafael terangkat. "Dalang apa?"

Chika menghembuskan nafasnya dengan air mata yang perlahan menetes di pipinya. "Gue.., gue yang buat Elisa di cap sebagai pembawa sial."

Rafael masih diam, alisnya masih terngakat. Ia tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya Chika katakan, otaknya tidak sampai.

"Gimana, gimana? Coba lo ngomong yang jelas, otak gue ngga nyampe."

Chika memejamkan matanya lalu air mata itu kembali menetes. "Gue minta maaf, gue tau lo pasti marah, tapi sumpah soal kucing itu gue ngga nyuruh anak buah gue, mereka ngelakuin itu diluar suruhan gue."

Elisa?

Kucing?

Diluar suruhan?

Tiba-tiba otak Rafael bekerja dengan lancar. Dadanya seperti di hantam bola bowling hingga rasanya sangat sesak. Orang yang membunuh James jelas tidak ada hubungannya dengan Elisa dan ia malah menjauhi Elisa yang tidak salah apa-apa. Lebih parahnya lagi, ternyata orang dihadapannya ini adalah Devil berparas Angel.

Chika menunduk saat menyadari bahwa Rafael mulai mengerti apa yang ia bicarakan.

"Kenapa?" Hanya kata itu yang keluar dari bibir Rafael setelah diam beberapa detik karna memang ia tidak tau harus mengatakan apa lagi.

Chika tidak bisa membendung tangisannya. Ia sangat merasa bersalah, apalagi saat melihat postingan Instagram Rafael tentang betapa kehilangannya ia karna kucing kesayangannya mati.

"Gue.., gue minta maaf, sumpah itu diluar rencana Raf."

Rafael melepaskan genggamannya pada pergelangan tangan Chika lalu mengusap wajahnya dengan kasar. Mengatur nafasnya yang jadi tidak karuan karna fakta yang baru saja Chika ungkap.

"Gue emang nyuruh mereka buat teror lo, tapi gue gatau kalo mereka bakalan sampe ngebunuh kucing lo, kesayangan lo."

"Gue tanya, kenapa?"

Chika menutup wajahnya dengan telapak tangannya sendiri. "Gue.., gue iri sama Elisa. Dia dapetin semua yang gak bisa gue dapetin."

"Terus kasus Andre, itu ulah lo juga?"

Chika diam.

"Jawab, Chik."

"Gue gatau lo percaya atau enggak, tapi sumpah rencana gue bukan supaya Andre meninggal. Dulu gue suka sama dia, dia selalu bersikap buruk sama gue dan sebaliknya, dia bersikap baik sama Elisa. Makanya gue nyari orang suruhan buat ngelakuin hal yang sama kayak apa yang gue lakuin ke lo, gue nyuruh mereka neror Andre. Waktu itu, gue tau mereka mau jalan karna sempet denger percakapan Andre sama temennya di kantin, dan gue langsung nyuruh orang suruhan gue buat ganggu mereka, tapi ternyata cara orang suruhan gue ngeganggu malah ngebuat Andre gak fokus nyetir dan kecelakaan."

Fuck. Rafael mengumpat dalam hatinya karna tidak ingin memotong cerita Chika yang jelas sangat penting untuknya.

"Andre nggak pakai seat belt, dan itu yang ngebuat Andre meninggal di tempat kejadian karna pas kecelakaan Andre terpental keluar. Elisa baik-baik aja karna dia pakai seat belt."

Tangis Chika semakin jadi setelah menceritakan semuanya. Menceritakan rahasia yang selama ini ia simpan rapat-rapat sendirian.

"Berarti lo berencana buat nyelakain gue juga? Dan.., Jino juga, dan Mario juga?"

Chika menggeleng cepat. "Gue ngga pernah ada niatan buat nyelakain orang, gue cuma mau teror orang yang deket sama Elisa supaya orang yang gue teror nantinya mikir kalo Elisa itu pembawa sial dan langsung ngejauhin Elisa.., gue minta maaf Raf.."

"Lo.., lo sakit!"

Chika menutup wajahnya lagi lalu menangis sejadi-jadinya. "Gue nyesel, maafin gue, gue salah, maafin gue.."

Rafael diam. Jelas tidak mungkin ia langsung memaafkan, karna yang Chika lakukan sudah temasuk tindakan kriminal, dan merenggut nyawa, terlebih merenggut nyawa kucing kesayangannya, Jamesnya.

"Gue mohon lo jangan bilang ke siapa-siapa soal ini. Gue janji, gue akan nyerahin diri nantinya, tapi setelah semua urusan gue di sekolah selesai, seenggaknya setelah gue lulus, dan gue juga janji ngga akan ada korban lagi setelah lo dan Jino. Gue minta maaf Raf..,"

"Lo perlu ke psikolog, kejiwaan lo gak beres." Rafael memakai helmnya lalu tanpa pamit langsung tancap gas meninggalkan Chika yang terlihat tidak mampu mencegah sama sekali.

Ia sempat berhenti sebentar di sebuah tempat pembuangan sampah lalu melempar helm yang tadi di pakai oleh Chika sebelum akhirnya benar-benar pulang.

Karna jika ia tidak buru-buru pulang, mungkin saja ia meledak disana, dan mencelakai atau dengan kata lain berbuat kasar kepada Chika yang jelas bukan tandingannya.

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

5.6M 241K 56
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
2.4M 159K 50
FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!! "𝓚𝓪𝓶𝓾 𝓪𝓭𝓪𝓵𝓪𝓱 𝓽𝓲𝓽𝓲𝓴 𝓪𝓴𝓾 𝓫𝓮𝓻𝓱𝓮𝓷𝓽𝓲, 𝓭𝓲𝓶𝓪𝓷𝓪 𝓼𝓮𝓶𝓮𝓼𝓽𝓪𝓴𝓾 𝓫𝓮𝓻𝓹𝓸𝓻𝓸𝓼 𝓭𝓮𝓷𝓰𝓪�...
6.2M 120K 30
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...
2.3M 235K 58
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?