Sweet Dream

By nanaanayi

620K 45.4K 6.2K

Bagai bumi dan langit, seperti mentari dan rembulan. Perbedaan keduanya begitu kentara, hingga sebuah takdir... More

01. Hinata
02. Naruto
03. Benang Merah
04. Tragedi Karaoke
05. Pandangan Pertama
06. Cabe Merah
07. Tiga Hati
08. Permainan Hati
09. Jodoh ?
10. Pertemuan Keluarga
11. Keberhasilan yang Tertunda
12. Pelarian dan Umpan
13. Langkah Awal
14. Calon Mertua
15. Mengenal Mereka
16. Kesal Tapi Bahagia
17. Bersamamu...
18. Bersamamu Lagi...
19. Bujukkan
20. Perjanjian Untung/Rugi
21. Kencan Ramai-Ramai
22. Bimbang
23. Nyaman
24. Harapan
25. Undangan
26. Sebuah Tanggung Jawab
27. Lavender dan Bunga Matahari
28. Ini Benar-Benar Cinta
29. Familly Gathering 1
30. Familly Gathering 2
31. Benteng Takeshi Gagal
32. Goyah -1-
33. Goyah -2-
35. Rindu Yang Tertahan -2-
36. Ketika Hati Harus Memilih -1-
37. Ketika Hati Harus Memilih -2-
38. Hari Manis Terakhir Dimusim Ini -1-
39. Hari Manis Terakhir Di Musim Ini -2-
40.Sesuatu Yang Salah -1-
41. Sesuatu Yang Salah -2-
42. Maaf Harus Melibatkan Mu -1-
43. Maaf Harus Melibatkan Mu -2-
44. Rencana Pengkhianatan -1-
45. Rencana Pengkhianatan -2-
46. Orang Yang Benar-Benar Mencintaimu -1-
47. Orang Yang Benar-Benar Mencintaimu -2-
48. Pantaskah Dipertahankan? -1-
49. Pantaskah Dipertahankan? -2-
50. Petaka Besar -1-
51. Petaka Besar -2-
52. Cinta Yang Terlambat -1-
53. Cinta Yang Terlambat -2-
54. Perjuangan Terakhir -1-
55. Perjuangan Terakhir -2-
56. Restu Yang Pupus -1-
57. Restu Yang Pupus -2-
58. Ketika Rasa Sayang Itu Terkikis -1-
59. Ketika Rasa Sayang Itu Terkikis -2-
60. Kesempatan Terakhir
61. Pembuktian Cinta -1-
62. Pembuktian Cinta -2-
63. Akhir Mimpi Indah Yang Menjadi Nyata
64. Epilog
65. Dokumentasi

34. Rindu Yang Tertahan -1-

7.5K 700 49
By nanaanayi

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata

Song Fic : Become Me Each Other's Tears

...

Aku takut, aku akan bolak-balik dalam kenangan

Aku takut, kau akan menjadi kerinduan jika aku menghapusmu

Jadi aku tak bisa membiarkanmu pergi

Kau dan aku, meski kita menjadi air mata satu sama lain

Tapi kita kembali ke dalam waktu, di hari yang menyilaukan

Ketika kita berpelukan dengan erat, seperti mimpi

Ingatlah kita pada hari-hari itu, pada waktu itu

Jendela kecil di dalam hatiku
penuh dengan kerinduan yang menyedihkan

Bahkan dalam mimpiku, adalah warnamu

Tidak ada awal sehingga tidak akan ada akhirnya

Bahkan jika kau mengatakan selamat tinggal

hatiku mengatakan, tidak

...

Setitik air mata menetes dari balik kelopak lentik yang membingkai iris keunguan nan meneduhkan miliknya. Memalingkan wajah cantiknya dari layar ponsel berlogo apel itu. "Bodoh, kenapa aku harus menangis membaca pesan murahan seperti ini." Gerutunya pelan. Tapi hasratnya seolah tak dapat di sangkal.

Kendati mulutnya mengumpat pesan yang dikirimkan oleh sang Inspektur keponsel pintarnya sebagai pesan murahan, tapi ia tetap tergelitik untuk melirik layar ponselnya dan membaca kembali pesan yang dikirimkan oleh Naruto.

Membohongi hatinya sendiri. Itulah yang dilakukan Hinata selama beberapa hari ini. Menutup diri untuk tak berkomunikasi dengan Naruto membuat dadanya terasa ngilu.

Tapi ego yang menang atas perasaannya membuat ia enggan untuk sedikitpun membuka hati atau memberi kesempatan pada Naruto untuk menjelaskan semuanya. Menjadi kesayangan dalam keluarganya membuat rasa sensitif terhadap perasaannya di pupuk hingga subur. Baginya menjual cinta untuk sebuah kepentingan pribadi adalah kesalahan tak termaafkan.

Tok Tok Tok.

Mengalihkan pandangannya dari layar ponsel pintarnya ketika pintu besar diujung meja kerjanya di ketuk. "Masuk..." Jawabnya singkat sambil mengalihkan perhatiannya ke note book digitalnya yang berwarna ungu muda.

"Ada tamu untukmu..." Gadis bertubuh sintal dengan surai pirang pucatnya yang tergerai sampai ke panggul berdiri di ambang pintu.

Hinata mendesah pelan. Sedikit kesal ketika gadis bernama Shion itu kembali mengulang kalimat yang sama seperti yang ia ucapkan beberapa hari yang lalu.

"Sudah ku katakan Shion jika Naruto atau Toneri datang katakan aku tak ingin menemui mereka-"

"Bukan mereka yang datang Hinata," Shion sedikit bergeser. Mempersilahkan wanita paruh baya yang berdiri di belakangnya untuk maju. "Nyonya Namikaze yang ingin menemuimu...."

Bibir mungil Hinata terbungkam ketika menatap sosok wanita paruh baya bersurai merah berdiri diambang ruang kerjanya. Sosok wanita yang mampu membuat relung hatinya menghangat. Namikaze Kushina. Wanita yang telah melahirkan pria yang kini membuat pergolakan hebat dalam hatinya.

"Apa aku mengganggumu Hinata-chan..." Wanita yang pernah menyandang marga Uzumaki di depan namanya sewaktu gadis itu tersenyum amat ramah padanya. Senyum yang begitu mirip dengan pria yang beberapa hari ini membuat Hinata tak fokus dalam pekerjaannya.

Kepala bermahkotakan surai sekelam langit malam itu menggeleng cepat. Tidak, ia sama sekali tidak terganggu dengan kehadiran wanita yang sudah ia anggap sebagai ibunya sendiri. Beranjak dari kursi kebesarannya, Hinata berjalan menghampiri wanita dengan senyum cerah itu.

Tangan putihnya menggamit tangan yang sama putihnya dengan tangannya. Menarik Kushina masuk kedalam ruangannya. "Masuklah bu..."

...

"Apa Kaa-chan suka tehnya...?"

Kushina meletakan cangkir klasik berisikan teh dengan seduhan bunga mawar didalamnya pada meja antik yang ada dihadapannya. Tersenyum tipis menatap wajah cantik Hinata yang tersenyum penuh kasih sayang padanya.

"Apa Kaa-chan mengganggu?"

"Kaa-chan ini bicara apa, mana pernah Kaa-chan menggangguku, kenapa tidak menelepon dulu, biar Hinata bisa menyambut Kaa-chan dengan lebih baik..."

"Tak perlu memaksakan diri, Kaa-chan tahu kau sedang sibuk mempersiapkan desainmu untuk Tokyo Fashion Week. Naruto bilang begitu, itulah sebabnya kau jarang main kerumah kami. Itulah kenapa Kaa-chan memutuskan untuk mengunjungimu. Habis bagaimana ya... Kaa-chan sudah terlalu rindu padamu."

Deg. Jantung Hinata berdetak lebih cepat. Hatinya terenyuh. Ia baru sadar merenggangnya hubungannya dengan Naruto bukan hanya berdampak pada mereka berdua. Ada pihak lain yang bisa terluka. Keluarga mereka.

...

"Inspektur Namikaze?"

Kepala kuningnya yang sedari tadi menunduk memandangi layar ponsel pintarnya, seketika mendongak ketika nama keluarganya dipanggil.

"Kuperhatikan sejak rapat dimulai kau hanya fokus pada layar ponselmu, kau tak tampak seperti seorang Inspektur terbaik Jepang akhir-akhir ini."

Teguran Asuma, pemimpin tertinggi Kepolisian Negeri Macan Asia ini, membuat sang Inpektur tertunduk malu. Terlebih lagi Asuma menegurnya dihadapan bawahan.

Sebenarnya bukan kali ini saja Naruto tampak tak fokus dalam rapat evaluasi kesatuannya. Sejak masalah runyam yang melanda hubungannya dengan desaigner muda ternama itu, Naruto kerap kali tertangkap basah sibuk dengan ponselnya baik dalam rapat ataupun saat berada di meja kerja.

"Aku harap kau tak membawa masalahmu ke ranah pekerjaanmu, Inspektur. Kau tahu semua polisi menginginkan posisi yang kini kau tempati. Bersikaplah profesional."

Naruto tersenyum tipis seraya mengangguk kecil, menerima teguran sang Komisaris yang di tujukan langsung pada dirinya. Pria tinggi besar berkulit kecokelatan ini tahu jelas yang dimaksud sang atasan dengan bersikap profesional.

Bukan hanya menyangkut tentang sikapnya yang terlihat tidak fokus di kantor akhir-akhir ini. Tapi juga tentang kasus yang sedang ia tangani yang hampir mencapai batas waktu maksimalnya. Ini adalah waktu terlama yang di habiskan Naruto untuk menangani sebuah kasus.

Dan ketika semua jalan telah terbuka. Ada satu hal yang menghalanginya. Hati. Hatinya yang terikat pada Hinata membuatnya tak sampai hati menggeledah butik Hinata untuk mengambil barang bukti dan melanjutkan penyelidikan.

Ia tak setega itu untuk menghancurkan kebanggan yang telah susah payah dibangun oleh Hinata. Penyelidikan yang akan ia lakukan akan berdampak besar pada nama baik, reputasi Hinata dan butiknya. Tapi tugasnya sebagai penegak hukum tak bisa ia kesampingkan.

"Jadi kapan kau bisa menurunkan satuan untuk menggeledah tempat itu?"

Tak seperti dalam rapat sebelumnya dimana Asuma masih memberi kelonggaran pada Naruto untuk memutuskan waktu yang tepat. Kali ini pertanyaan Asuma terdengar seperti tuntutan yang harus ia jawab saat ini juga.

"Malam ini juga."

"Aku akan menerbitkan surat izin penggeledahan."

"Izinkan saya melakukan penyelidikan ini secara tersembunyi."

"Bawa anggotamu Inspektur Namikaze. Aku ragu jika kau melakukan penyelidikan secara tersembunyi."

...

Mengetuk ngetuk pulpen dengan hiasan kepala Hello Kitty di puncaknya ke meja. Membuat Hinata tampak seperti orang yang tak mempunyai pekerjaan. Padahal diatas mejanya sudah bertumpuk desain yang harus ia revisi untuk di kirimkan ke perhelatan besar bagi para perancang busana bertaraf internasional.

"Apa kau sudah menentukan desain yang akan di kirim ke Tokyo Fashion Week."

Hinata menggeleng pelan ketika pertanyaan diajukan oleh asistennya.

"Memilih modelnya?"

"Ino saja. Setiap tahun juga seperti itu." Jawab Hinata sekenanya.

"Demi Kami-sama Hinata..." Shion menjambak pelan rambutnya sendiri. Ia mulai merasa frustasi dengan tingkah Hinata yang mengabaikan semua pekerjaannya beberapa hari ini.

Tapi gadis bersurai indigo itu tetap tak bergeming. Bayang-bayang obrolan singkatnya dengan Kushina masih terekam jelas di otaknya. Membuat isi kepalanya yang di penuhi oleh Inspektur pirang itu kini betambah lagi.

"Nona Hinata, Tokyo Fashion Week tinggal satu minggu lagi, dan kau belum mempersiapkan apapun..., kau bisa di diskualifikasi dari nominasi. Dan satu lagi. Kau sepertinya lupa jika Nona Yamaka sahabat mu itu akan melangsungkan pernikahan dua minggu lagi?"

"Kau saja pilihkan desainnya. Jika Ino tidak mau kau saja yang jadi modelnya." Jawab Hinata lesu.

"Kyaaaaa jadi model Hime Collectionnnn!!!" Bola mata keunguan Shion membulat berkaca-kaca mendengar ucapan Hinata yang berniat menjadikannya model busana rancangannya. Suatu kesempatan yang selama ini ia tunggu-tunggu.

...

Mutiara lavendernya terbelalak ketika ia membalikkan tubuhnya setelah mengunci pintu kayu butik peninggalan sang ibu. Keyakinannya yang tadi bulat menyimpulkan bahwa Naruto hanya memanfaatkannya kini goyah. Beberapa hari pria bersurai kuning itu absen menyambangi butiknya membuat Hinata semakin yakin bahwa memang Naruto hanya mempergunakannya sebagai pemulus penyelidikannya.

Tapi hari ini, ketika melihat Naruto berdiri di depan butiknya lengkap dengan tunggangan besi yang selalu ia bawa membuat batin Hinata semakin terenyuh.

"Syukurlah Kaa-chan kira kalian bertengkar...., kau tahu... Hinata-chan akhir-akhir ini Naruto tampak tak bersemangat. Tadinya aku pikir ada sesuatu diantara kalian. Tapi jika memang itu karena kesibukan kalian masing-masing Kaa-chan dapat memaklumi. Kalian baik-baik ya... Jika ada masalah jangan pernah menunda menyelesaikannya."

Sekelebat ingatan Hinata, tentang pesan Kushina sebelum meninggalkan butiknya, membuat mutiara lavender Hinata berkaca-kaca ketika melihat Naruto yang berdiri menunggunya dengan motor sportnya. Terharu, karena pria itu tidak benar-benar meninggalkannya. Entah perasaan aneh apa yang ada di dalam hatinya.

Ia begitu bahagia ketika menemukan eksistensi sang Inspektur dihadapannya. Sebuah rasa rindu yang membuncah. Ia seolah ingin berlari dan masuk kedalam pelukan hangat Naruto.

Naruto tersenyum tipis sambil berjalan pelan kearahnya. Ia mengulurkan tangan ketika sudah berada dihadapan Hinata. "Hime..., ku antar pulang ya...?"

Sebuah senyum kecil tersungging di bibir Hinata ketika Naruto menyatakan penawarannya. Hati kecilnya seolah berkata untuk mengulurkan tangannya dan menyambut tangan kecokelatan milik sang Inspektur.

"Honey..." Suara lain kini memenuhi pendengarannya. Pria lain dari arah yang sama juga kini tengan menantinya. Toneri baru saja turun dari Lamborgini hitam yang begitu berkilau. "Aku akan bicara pada ayahmu hari ini."

Kata-kata yang seharusnya sejak lama di lontarkan oleh pria bersurai perak itu. 'Kenapa baru sekarang kau ucapkan Toneri-kun..' Batin Hinata meringis. Sudah lama ia menantikan kata-kata itu dari Toneri. Harusnya ia bahagia mendengar hal ini. Tapi ada rasa ngilu ketika ia menatap lekat safir biru Naruto yang menyendu.

"Naruto sangat membutuhkanmu Hinata-chan.. tolong jangan abaikan dia sesibuk apapun dirimu.., dia begitu nampak kacau akhir-akhir ini..."

Ucapan Kushina kembali terngiang di kepalanya. Ada rasa hangat ketika uluran tangannya di sambut oleh Naruto. Rasa hangat yang tak dapat ia rasakan saat sedang bersama Toneri. Cinta pertamanya.

"Maaf Toneri-kun..., tapi hari ini aku sepertinya sedang bosan naik mobil..."

Senyum manis ala kadarnya yang Hinata suguhkan pada Toneri, hanya mendapat senyuman miring dari gembong narkoba kelas kakap ini. 'Kau menolakku lagi Honey? Khe tunggu saja kau akan kembali ke pelukanku dengan menangis tersedu-sedu karena polisi itu. Dan dengan senang hati aku akan menjadikanmu boneka untuk menghancurkan Inspektur sialan itu."

...

"Maaf...." Kepala kuningnya tertunduk dihadapan gadis yang sangat ia cintai.

Naruto dan Hinata kini duduk di taman belakang mansion megah milik keluarga Hyuuga. Duduk di kursi yang sama dimana beberapa bulan mereka membuat sebuah kesepakatan di bawah sinar temaram rembulan. Kesekapakatan selama tiga bulan untuk mereka saling mengenal dan menentukan mengenai nasib hubungan mereka.

Hinata menengadahkan pandangannya ke langit jingga sore itu. "Ini sudah bulan ke tiga kan?"

Naruto menunduk pasrah sambil mengusap tengkuknya.

"Apa Naruto-kun akan benar-benar kembali pada Shizuka jika aku memutuskan untuk menolak semuanya."

Naruto mendongak, menatap lekat mutiara lavender Hinata dengan safir birunya. "Setelah semua yang kita lalui bersama, kebahagiaan orang tuaku, orang tuamu..., aku tahu kau bukan gadis jahat yang tega menyakiti banyak hati. Dan mata cantikmu itu, aku bisa melihat bayangan diriku terpancar disana. Berhenti membohongi dirimu Hime, kau mencintaiku, seperti aku mencintaimu. Aku tahu itu." Tangan kecokelatannya dengan perlahan membelai pipi bulat yang memerah itu.

"Kau sudah membohongiku..." Air bening bak embun lolos dari kelereng keunguannya.

"Demi Kami-sama Hime," Naruto mengangkat telapak tangannya, mengisyaratkan bahwa ia tengah bersumpah. "Aku tak pernah berbohong tentang pernyataan cintaku." Naruto meraih tangan Hinata dan meletakkannya di dada kirinya yang terlapis kemeja putih. "Tiap detaknya hanya terdengar namamu..."

"Kau berjanji akan menjelaskan semuanya...., tentang kasusmu, aku tak mau lagi ada rahasia diantara kita."

"Apa artinya...?" Safir biru Naruto membulat penuh cahaya. Tak ada yang dapat menyangkal pancaran kebahagiaan dari kelereng sewarna langit siang hari milik Inspektur muda ini.

"Asal tak ada yang kau tutupi lagi....." Jawab Hinata sambil menatap sendu biru safir sang kekasih.

Hatiku tak pernah berhenti

Terus berjalan hanya menuju dirimu

Hatiku hanya ingin melihatmu saja

Hatiku tak mendengarkanku.

Dimanapun di udara
Dalam angin yang menyenangkan

Cerita dari kisah cinta kita

Aku juga tahu ini

Kau juga tahu ini

Dunia juga tahu ini

Cinta kita satu sama lain tak kan berkurang

つづく
Tsudzuku

Continue Reading

You'll Also Like

6.8K 840 45
Aku hanya ingin bahagia apakah itu serakah? jangan bilang tidak apa2 karena itu tidak baik jangan tinggalkan aku sendiri itu sangat menyakitkan -k...
34.8K 1.6K 35
Seorang lelaki asing yang tiba-tiba meminta Kim Jiwon untuk menjadi kekasihnya selama sehari. Maukah Kim Jiwon melakukannya untuk orang asing tersebu...
144K 13.6K 29
Sebenarnya saya gak terlalu bisa membuat deskripsi, tapi saya akan berusaha sebaik mungkin membuat deskripsi disini. ... Hinata. Gadis lugu dan polos...
384K 4.1K 83
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...