Sendiri Itu Dingin - a novel...

By EndikKoeswoyo

2K 63 0

Sebuah novel romantis yang di tulis oleh Endik Koeswoyo. Dengan gaya tutur surealis ekpresife, cerita cinta i... More

BAB - 1 - SENDIRI ITU DINGIN
BAB - 2 - SENDIRI ITU DINGIN
BAB - 3 - SENDIRI ITU DINGIN
BAB - 4 - SENDIRI ITU DINGIN
BAB - 5 - SENDIRI ITU DINGIN
BAB - 6 - SENDIRI ITU DINGIN
BAB - 7 - SENDIRI ITU DINGIN
BAB - 8 - SENDIRI ITU DINGIN
BAB - 9 - SENDIRII ITU DINGIN
BAB - 10 - SENDIRI ITU DINGIN
BAB - 11 - SENDIRI ITU DINGIN
BAB - 12 - SENDIRI ITU DINGIN

BAB - 13 - SENDIRI ITU DINGIN

113 4 0
By EndikKoeswoyo


Aku duduk pada deretan paling depan diantara bangku yang berjajar di ruang tunggu bandara. Sepertinya mataku ini penuh dengan air hangat, tapi aku sangat malu untuk menumpahkannya. Kulihat gadis yang duduk disampingku itu tersenyum saat aku menatapnya, kupegang dengan erat tangannya lalu kuletakkan didadaku. Aku tau senyumnya adalah senyum yang sangat dipaksakan, aku juga tau bahwa sebentar lagi dia akan menangis saat aku melambaikan tangan. Kami terdiam dan hanya suara detak jantung kami yang seakan ber-irama semakin kencang. Akankah kepergiannya kali ini membuatku benar-benar gila? Setelah sekian tahun takpernah berjumpa tapi kini kami bersama dan itu sebuah kebahagian ataukah sebuah kepedihan yang terpendam dari kisah kami yang terpenggal?

"Mas...aku harus berangkat."

Aku hanya berdiri tanpa menjawab kata-katanya, tanganku seakan kaku untuk melepaskan pegangan tangannya. Aku benar-benar tak percaya dengan apa yang terjadi, dengan apa yang akan terjadi nanti dan dengan apa yang sudah terjadi, aku seperti mengalami mimpi yang sangat pedih. Benakku ini seakan melayang jauh entah kemana? Berputar-putar lalu jatuh lagi diwajahnya yang ayu itu sebelum kemudian benar-benar jatuh kelantai. Kakiku seakan terpaku saat dia memelukku, menciumku dan membalikkan tubuhnya lalu melangkah tanpa menoleh.

"Dek..."

Dia berhenti mendengar panggilanku, lalu aku menghampirinya, memegang bahunya dan mencium keningnya.

"Selamat jalan,'' ucapku lirih dengan nada berat.

Dia mengeluarkan sebuah kotak dari dalam tasnya, memberikankannya padaku.

"Ini buatmu, bukalah bila nanti sudah sampai dirumah!"

Aku melihat ada air mata yang mengalir diantara pipinya, aku mengusapnya dan mengecup keningnya sekali lagi, aku mengamatinya sampai dia benar-benar menghilang saat masuk kedalam pesawat, bahkan setelah dia benar-benar terbang bersama halusinasiku dan suara yang menderu itu aku tetap berdiri terpaku. Kini dia benar-benar pergi. Entah berapa lama aku berdiri ditempat itu.

Kini aku sudah berjalan dalam kesendirianku menelusuri rel kereta api yang tak pernah berujung, memegang sebuah kotak yang berwarna biru dengan pita warna merah.

* * *

Setelah sampai dirumah aku merebahkan tubuhku yang lunglai ini keatas ranjang, ingin segera membuka kotak yang dari tadi berada dipelukanku. Saat aku mulai membuka bungkusnya, aku teringat dengan sebuah bungkusan dalam plastik yang pernah diberikan oleh seseorang yang tidak kukenal ditaman kota sekitar Tiga bulan yang lalu. Kubuka lemari pakaianku dan aku menemukan plastik itu diantara baju-baju yang tersusun tak-rapi. Kini aku dihadapkan pada dua bungkusan yang jauh berbeda, satu dibungkus sangat rapi, yang satunya lagi dibingkus dengan plastik, satu dari seseorang yang sangat kukenal walau itu dulu dan satunya lagi dari seseorang tidak pernah kukenal sebelumnya.

Aku membuka bungkusan plastik itu terlebih dahulu, didalamnya ada sesuatu tapi masih dibungkus dengan kertas koran. Anehnya Koran itu bertulisan sebuah bom mobil meledak di Jakarta, aku sempat ragu untuk membukanya karena aku teringat akan cerita lelaki itu yang selalu membicarakan tentang sebuah ledakan.Tapi aku yakin bungkusan itu bukan bom seperti yang baru saja terlintas di otakku. Kubuka dan aku sangat terkejut dengan apa yang aku lihat, setumpuk uang ada dibalik kertas koran itu, ada selembar kertas putih dengan beberapa coretan dan aku membacanya.

'Sepertinya kamu akan mengalami hal yang sangat sulit bila kamu membuka bungkusan ini setelah kamu tiba dirumahmu'

Aku belum paham tentang apa yang dituliskannya, lalu aku membuka bungkusan yang satunya lagi. Kotak biru dari Am. Lagi-lagi aku mengalami hal yang sama yaitu terkejut dan kaget, 'uang' itu yang ada didalam bungkusan. Lalu aku juga menemukan secarik kertas.

'Mas...hanya sepatah kata 'maaf' yang aku harapkan darimu, aku tidak tau apakah aku salah atau benar, tapi yang jelas aku bahagia, ini ada sedikit uang dan buatkan aku sebuah buku tentang cerita kita yang pernah kita alami dulu. Anggaplah apa yang telah terjadi adalah mimpi, terimakasih atas detik detik dan detak cintamu. Itu tulus Mas, aku sedih tapi aku juga bahagia. Aku dan suamiku sudah lama tinggal di Singapura! Nanti kalau ceritanya sudah jadi, aku dikabari ya! Tapi lewat apa? Ya, nanti aku kirim surat. Sekali lagi terimakasih atas kebahagan ini.'

Aku meletakkan kertas itu, mengamati dua tumpukan uang yang entah berapa jumlahnya? Sepetinya ada yang aneh dengan uang-uang itu, aku mencari-cari sesuatu yang barang kali ada diantara tumpukan itu dan memang benar, aku menemukan secarik kertas lagi.

'Aku tidak tau harus bilang terima kasih ataukah mengacungkan jari tengahku ke-mukamu, tapi yang jelas ada sedikit kebahagian dihatiku karena kamu telah membuat istriku berbahagia, aku berhak atas gambar yang kau ambil tempo hari'

Aku melihat lagi kertas yang kubaca tadi, tulisan dan tanda tangan yang sama, ya...lelaki yang memberiku bungkusan plastik itu adalah suaminya Am. Wanita yang telah tidur bersamaku selama hampir Tiga bulan, wanita yang beberapa menit lalu kuantarkan kebandara. Tapi apa yang baru saja aku alami benar-benar tidak bisa aku pahami, kenapa mereka melakukan itu padaku? Kenapa mereka sama-sama memberiku uang? Apa yang terjadi pada keluarga itu sehingga seorang suami membiarkan istrinya tidur dengan lelaki lain yang mungkin tidak dikenalnya? Kenapa dengan aku, apakah aku telah menjadi mainan mereka? Ataukah kini aku benar-benar gila, karena terhanyut dalam hayalanku? Tapi tidak! Aku masih ingat semua yang terjadi, aku masih dapat merasakan kehangatan tubuhnya saat bercinta, aku masih bisa merasa sedih saat dia pergi. Tapi kenapa dengan semuanya? Kenapa dia tidak bercerita bahwa suaminya ada ditempat ini juga? Ah...ingin rasanya aku mengulang waktu sebentar saja agar aku bisa bertanya padanya tentang ini semua. Aku berdiri mengambil kameraku, kulihat kaset didalamnya telah hilang, kapan dia mengambilnya? Lalu kuraih handphone yang ada di dekatku kucari-cari nama Imel, mungkin dia bisa menjelaskan semuanya.

"Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi, mohon periksa kembali nomor tujuan anda!"

Lalu kucari nomornya si gendut Neni, lagi-lagi jawaban yang sama, aku melangkah keluar menghentikan sebuah angkot dan cepat-cepat naik. Aku benar-benar dihantui rasa penasaran, setelah turun dari angkot aku bergegas masuk kesebuah gang, menghampiri sebuah rumah mewah yang Tiga bulan lalu pernah kudatangi. Tapi rumah itu sepi, hanya ada lelaki setengah baya didalam pagar yang sedang menyapu halaman.

"Pak...Pak..."

Setelah aku memanggilnya, lelaki itu menghampiriku yang berdiri diluar pagar.

''Ada apa Mas?"

"Imel ada?"

"Imel siapa?"

"Yang tinggal disini, yang cantik itu lho?"

"Oh...sudah pergi tadi pagi?"

"Pulangnya kapan?"

"Saya tidak tau Mas, mereka cuma menyewa tempat ini setahun,'' jawabnya pasti.

"Menyewa?"

"Iya Mas."

"Yang bapak maksud mereka tadi, siapa?"

"Ya, mereka yang tinggal disini!" kata lelaki itu menjelaskan.

"Siapa saja Pak?"

"Waktu pertama datang sih berempat, tapi salah satunya tidak pernah kelihatan, baru tadi pagi kesini itupun hanya sebentar."

"Cewek ya Pak?"

"Iya," sahut lelaki itu yakin.

"Kulitnya putih, rambut sebahu, pakai baju lengan panjang warna biru dan rok panjang batik?"

"Iya," sekali lagi pria itu mengangguk pasti.

'Ternyata saat aku tidur tadi pagi, Farah datang ketempat ini.'' gumanku pelan, "terus yang lainya siapa?" tanyaku lagi.

"Saya tidak kenal mereka Mas, mereka jarang ada dirumah ini kalau siang, tapi ada seorang lelaki dan dua orang wanita," jelasnya lagi.

"Lelaki dengan rambut panjang?" tanyaku meyakinkan.

"Iya."

"Apa wanita itu cantik dan satunya lagi tubuhnya besar?"

"Iya Mas, mbak Ine namanya!"

"Ine apa Neni? Ah ya sudah Pak! Terimakasih..."

"Mas ini temannya mereka?" tanya lelaki itu sebelum aku melangkah pergi.

''Teman lama,'' sahutku putus asa, "mari Pak!" aku mengangguk hormat padanya.

"Iya, mari-mari silahkan!"

Kini aku benar tidak mengerti dengan permainan mereka, aku berjalan kembali kerumah, menyimpan sejuta pertanyaan atas misteri yang tak tersibak walau aku berusaha menyibaknya dalam hayalanku, tapi selalu menemukan jalan yang gelap. Sesuatu yang kuanggap sebuah kebetulan adalah sebuah rencana yang tersusun sangat rapi, tapi siapa dalang dari semua cerita ini? Dalang dari semua dalang? Ataukah Tuhan yang mendalanginya?

----SEKIAN----

Sanggar Misteri Darikeam Indonesia. Yogyakarta, menjelang lebaran 2004

Continue Reading

You'll Also Like

490K 26.8K 18
𝐒𝐡𝐢𝐯𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐑𝐚𝐣𝐩𝐮𝐭 𝐱 𝐑𝐮𝐝𝐫𝐚𝐤𝐬𝐡 𝐑𝐚𝐣𝐩𝐮𝐭 ~By 𝐊𝐚𝐣𝐮ꨄ︎...
55.1M 1.8M 66
Henley agrees to pretend to date millionaire Bennett Calloway for a fee, falling in love as she wonders - how is he involved in her brother's false c...
1.2M 14.9K 52
NOT EDITED YET Gracie Owen's a headstrong journalist major rooms with her childhood best friend JJ Anderson for junior year, little does she know she...
1.9M 112K 42
"You all must have heard that a ray of light is definitely visible in the darkness which takes us towards light. But what if instead of light the dev...