BAB - 7 - SENDIRI ITU DINGIN

51 2 0
                                    


Saat mataku terbuka, aku masih melihatnya berada dipelukanku. Seperti tujuh tahun lalu dia masih sangat-sangat cantik. Berbantal sebelah lenganku dia tampak pulas. Dan aku mengecup keningnya. Matanya yang sayu mulai terbuka dan seuntai senyumnya memaksa hatiku untuk berdebar sekali lagi.

"Mas...boleh minta sesuatu?"

Aku hanya menganggukkan kepalaku tanda setuju.

"Aku ingin mandi bersamamu," ucapnya lirih.

Begitu romantiskah kami, atau begitu beruntungkah aku ditemani wanita cantik, orang yang aku cintai ini? Sepertinya berjuta rasa bergolak dalam hatiku. Antara benar dan salah, antara takut dan senang, antara sedih dan bahagia. Yeach...semua berlalu berlalu begitu saja, tanpa ada yang tau apa yang kami lakukan, tanpa ada yang tau siapa kami saat ini, atau siapa kami dulu. Hanya kami berdua yang tau bahwasannya kami saat ini sedang melepas rindu yang telah terpendam tujuh abad lamanya. Sebenarnya aku tau bahwa aku salah, aku tau itu tapi rasa rinduku tak mampu menolak apa pun yang terjadi. Aku tau ini dosa, tapi jiwa manusiaku lebih kuat. Entah sampai kapan aku berada didalam ruangan ini, sampai aku mati atau sebentar lagi? Kalaupun aku menceritakan apa yang aku alami pada salah satu teman dekatku, dia pasti akan tertawa dan berkata "sudah kubilang cepatlah melakukan terapi otak, pergi ke dokter jiwa dan turuti apa yang disarankannya, mana ada gadis cantik yang menunggumu dikamar hotel dan kalian bercinta?" Apa akan ada yang percaya padaku, bahkan pacarku yang sekarang, saat aku bercerita bahwa dulu aku punya pacar dia hanya tersenyum dan aku tau arti senyumannya itu. Tidak percaya. Aku tidak tau lagi kenapa semua orang yang mengenalku tidak pernah mau percaya bahwa aku mempunyai cerita nyata yang sangat indah, sangat romantis, mereka akan percaya bila aku bilang bahwa aku belum makan dari pagi tadi. Kenapa semua memaksaku kedalam dunia maya yang sebenarnya nyata, nyata bagiku maya bagi mereka, tidak pantaskah aku berbicara tentang sesuatu yang aku alami, atau sekedar berbagi tentang kisah cintaku? Apa salah bila kini aku lebih mempercayai secarik kertas dan sebatang pena dari pada aku harus banyak bicara dan mereka hanya tersenyum, apa salah bila aku lebih suka memejamkan mata dan berkelana didalamnya bila aku ingin mengingat kenangan indahku dari pada aku bercerita pada orang lain yang mereka pastinya akan tertawa bila mendengar ceritaku? Apa yang membuat mereka tidak pernah mempercayaiku, terlalu indahkah pengalaman yang aku alami, pernahkah aku berbicara yang merugikan mereka? Rasanya aku tidak bebohong aku berusaha jujur dalam berbagai hal tapi kenapa tak seorangpun yang percaya?

"Mas, apa yamg sedang kamu lakukan?" tanya Am ketika melihatku menulis pada sebuah buku kecil diatas dimeja kamar hotel itu.

"Menuliskan apa yang baru saja aku alami,'' sahutku sambil tersenyum padaku.

"Kenapa?"

"Aku ingin mengenangnya menjadi sebuah kisah yang hanya aku sendiri yang tau."

"Bagaimana denganku, apa aku mengijinkan untuk kau jadikan tokoh dalam ceritamu?" ucapnya tersenyum sambil menyorkan secangkir teh hangat untukku pagi itu.

"Aku rasa kamu mau, karena tak seorangpun yang tau siapa kamu, hanya aku yang tau bahwa kamu adalah seseorang yang selalu ada didalam hatiku," kataku sedikit merayu.

"Dari dulu kamu hanya menulis dan menulis, apa kamu tidak pernah merasa bosan?" lanjutnya sambil duduk dikursi hadapanku.

"Aku juga tidak tau, kenapa aku memilih menulis sebagai sebuah hoby. Tapi yang jelas dengan menulis aku akan bisa melakukan apapun, aku seperti seorang raja dengan kekuasaan mutlak atas tokoh-tokoh yang aku ciptakan, aku bisa melakukan apa saja tanpa harus menyakiti seseorang!"

"Dan dengan teman-temanmu?"

"Dari dulu sampai sekarang aku belum pernah mempunyai seorang teman yang mau mempercayaiku, paling hanya kamu yang benar-benar percaya dengan apa yang aku alami, bahkan hubungan kita ini, tak seorangpun yang percaya saat aku menceritakannya!"

"Kamu pernah menceritakan hubungan kita pada seseorang?"

"Ya...dan bisa dibilang dia adalah teman terdekatku?" ucapku lirih.

"Kekasihmu?"

"Begitulah, tapi dia juga tidak percaya," kataku lagi dengan senyum kecut.

Dia memelukku dengan erat, seakan tau tentang kepedihan yang aku alami, tentang rasa kecewaku pada semua orang yang tak pernah mempercayiku. Sesaat aku dan dia diam, menembus batas waktu dan kembali kemasa lalu. Memilah-milah kisah indah yang pernah kami alami lalu mengumpulkannya menjadi satu.

"Dek...sepertinya aku harus pulang sekarang," ucapku sesaat kemudian.

"Silahkan...tapi kamu harus cepat kembali kesini!"

"Kenapa?"

"Karena aku sangat membutuhkanmu," katanya manja.

"Sampai kapan?" tanyaku ragu.

"Aku tidak tau tapi yang jelas aku akan tiga bulan berada disini, jadi manfaatkanlah waktu yang singkat itu untuk menjadi dirimu, karena hanya aku yang mengerti dirimu! Itu kan yang sering kamu ucapkan untuk merayuku?''

Aku kemudian berlalu, meninggalkannya dalam ruangan itu. Aku tidak tau apa aku akan kembali lagi atau akan meninggalkan semua kenanganku di ruangan ini.

Sendiri Itu Dingin - a novel by Endik Koeswoyo (FULL)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora