BAB - 11 - SENDIRI ITU DINGIN

46 2 0
                                    

Mataku terbuka saat aku mencium aroma yang sangat khas dan sangat dekat dengan hidungku, saat kubuka mataku aku melihat sepasang mata bening dan sesuatu yang hangat dibibirku.

"Mas aku ingin jalan-jalan," ucap Am manja.

"Kemana?"

"Kemana saja asal bersamamu."

"Tapi aku ingin tidur lagi," kataku sambil membalikkan tubuhku dan memeluk guling yang ada didekatku.

"Ah...kok gitu sih!" dengan nada manja dia berusa membalikkan tubuhku yang membelakanginya.

Aku pura-pura tidur, aku suka bila dia bertingkah manja. Aku jadi ingat saat bersama dengannya beberapa tahun lalu, aku selalu membuatnya tertawa dengan tingkahku yang lucu, tapi itu dulu. Sekarang aku lebih suka diam, dan melamun seperti orang yang kesepian.

Begitulah...beberapa hari ini aku jarang main kekampus, aku lebih suka berdua dengannya. Entah kenapa aku tidak berpikir bahwa itu semua adalah salah. Hatiku damai bila bersamanya, bahkan beberapa hari ini aku tidak menulis apa-apa. Hanya jalan-jalan, makan, lalu masuk kekamar, nonton film kartun atau drama romantis sambil makan kentang goreng dan segelas coklat panas. Bersandar ditepi ranjang atau merebahkan kepalaku diatas pangkuannya. Aku juga sempat merasa cemburu saat ponselnya berdering dan dia berbicara cukup lama, aku tau pasti, itu adalah suaminya. Walau sebenarnya aku ingin bertanya tentang itu namun aku menahannya, aku hanya tersenyum agak pahit setelah dia kembali kesisiku.

"Mas...aku pernah membaca cerpenmu dengan judul 'Aku Dan Tujuh Manusia Yang Menangis' apa itu benar-benar terjadi, apa itu kisah nyata?"

"Aku tidak ingin menjawabnya," kataku seperti biasa ketika memang itu aku anggap tidak perlu untuk dijawab.

"Please...!" bisiknya manja sambil memegang pundakku dan mengguncang-guncangkannya, seperti anak kecil yang merengek pada ibunya untuk dibelikan sebungkus es cream coklat saat jalan-jalan.

"Kamu senang ya ...kalau aku sedih?" aku memberikan sebuah plihan.

"Tidak, tapi aku ingin tau apa itu cerita nyata?"

"Ya," sahutku pelan.

"Jadi kamu sudah menikah, mempunyai seorang anak laki-laki, dan kini sudah pisah?" tanyanya lagi meykainkan atas cerpen yang pernah aku tulis itu.

"Ya," sahutku pelan.

"Kenapa?"

"Aku tidak ingin menjawabnya," kataku sekali lagi.

"Karena orang tuanya tidak setuju?"

"Hampir seperti itu."

"Mas..."

"Apa?"

"Dimana anakmu?"

"Mungkin bersama mereka.''

"Pasti mirip kamu?"

"Mungkin."

"Kamu benar-benar datang dengan tujuh orang temanmu?"

"Ya."

"Semua berpakaian hitam dan memakai hiasan dimata mereka sehingga tampak seperti menangis darah?" tanyanya meyakinkan.

"Tidak, itu hanya majas!"

"Kamu tidak menyalami istrimu saat itu?"

"Ya."

"Kenapa?"

Aku melihat gadis itu, betapa dia ingin tau tentang apa yang pernah kutuliskan, tapi dia sepertinya tau semua dan mengetahui akhir cerita pahit itu.

Sendiri Itu Dingin - a novel by Endik Koeswoyo (FULL)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن