Sendiri Itu Dingin - a novel...

By EndikKoeswoyo

2K 63 0

Sebuah novel romantis yang di tulis oleh Endik Koeswoyo. Dengan gaya tutur surealis ekpresife, cerita cinta i... More

BAB - 1 - SENDIRI ITU DINGIN
BAB - 2 - SENDIRI ITU DINGIN
BAB - 3 - SENDIRI ITU DINGIN
BAB - 4 - SENDIRI ITU DINGIN
BAB - 5 - SENDIRI ITU DINGIN
BAB - 6 - SENDIRI ITU DINGIN
BAB - 7 - SENDIRI ITU DINGIN
BAB - 8 - SENDIRI ITU DINGIN
BAB - 9 - SENDIRII ITU DINGIN
BAB - 10 - SENDIRI ITU DINGIN
BAB - 12 - SENDIRI ITU DINGIN
BAB - 13 - SENDIRI ITU DINGIN

BAB - 11 - SENDIRI ITU DINGIN

46 2 0
By EndikKoeswoyo

Mataku terbuka saat aku mencium aroma yang sangat khas dan sangat dekat dengan hidungku, saat kubuka mataku aku melihat sepasang mata bening dan sesuatu yang hangat dibibirku.

"Mas aku ingin jalan-jalan," ucap Am manja.

"Kemana?"

"Kemana saja asal bersamamu."

"Tapi aku ingin tidur lagi," kataku sambil membalikkan tubuhku dan memeluk guling yang ada didekatku.

"Ah...kok gitu sih!" dengan nada manja dia berusa membalikkan tubuhku yang membelakanginya.

Aku pura-pura tidur, aku suka bila dia bertingkah manja. Aku jadi ingat saat bersama dengannya beberapa tahun lalu, aku selalu membuatnya tertawa dengan tingkahku yang lucu, tapi itu dulu. Sekarang aku lebih suka diam, dan melamun seperti orang yang kesepian.

Begitulah...beberapa hari ini aku jarang main kekampus, aku lebih suka berdua dengannya. Entah kenapa aku tidak berpikir bahwa itu semua adalah salah. Hatiku damai bila bersamanya, bahkan beberapa hari ini aku tidak menulis apa-apa. Hanya jalan-jalan, makan, lalu masuk kekamar, nonton film kartun atau drama romantis sambil makan kentang goreng dan segelas coklat panas. Bersandar ditepi ranjang atau merebahkan kepalaku diatas pangkuannya. Aku juga sempat merasa cemburu saat ponselnya berdering dan dia berbicara cukup lama, aku tau pasti, itu adalah suaminya. Walau sebenarnya aku ingin bertanya tentang itu namun aku menahannya, aku hanya tersenyum agak pahit setelah dia kembali kesisiku.

"Mas...aku pernah membaca cerpenmu dengan judul 'Aku Dan Tujuh Manusia Yang Menangis' apa itu benar-benar terjadi, apa itu kisah nyata?"

"Aku tidak ingin menjawabnya," kataku seperti biasa ketika memang itu aku anggap tidak perlu untuk dijawab.

"Please...!" bisiknya manja sambil memegang pundakku dan mengguncang-guncangkannya, seperti anak kecil yang merengek pada ibunya untuk dibelikan sebungkus es cream coklat saat jalan-jalan.

"Kamu senang ya ...kalau aku sedih?" aku memberikan sebuah plihan.

"Tidak, tapi aku ingin tau apa itu cerita nyata?"

"Ya," sahutku pelan.

"Jadi kamu sudah menikah, mempunyai seorang anak laki-laki, dan kini sudah pisah?" tanyanya lagi meykainkan atas cerpen yang pernah aku tulis itu.

"Ya," sahutku pelan.

"Kenapa?"

"Aku tidak ingin menjawabnya," kataku sekali lagi.

"Karena orang tuanya tidak setuju?"

"Hampir seperti itu."

"Mas..."

"Apa?"

"Dimana anakmu?"

"Mungkin bersama mereka.''

"Pasti mirip kamu?"

"Mungkin."

"Kamu benar-benar datang dengan tujuh orang temanmu?"

"Ya."

"Semua berpakaian hitam dan memakai hiasan dimata mereka sehingga tampak seperti menangis darah?" tanyanya meyakinkan.

"Tidak, itu hanya majas!"

"Kamu tidak menyalami istrimu saat itu?"

"Ya."

"Kenapa?"

Aku melihat gadis itu, betapa dia ingin tau tentang apa yang pernah kutuliskan, tapi dia sepertinya tau semua dan mengetahui akhir cerita pahit itu.

"Mungkin aku terlalu sakit hati padanya. Mungkin pula aku terlalu mencintainya. Mungkin pula aku terlalu kecewa. Bahkan kalau mau jawaban yang lain mungkin pula aku saat itu teringat kamu!"

"Tapi alternative terakir itu tidak mungkin,'' sergahnya sambil tersenyum.

"Ya...anda benar!" candaku sambil berpaling dan kini aku menghadapnya.

Aku berusaha menghibur diriku sendiri dengan mengucapkan kata-kata seorang presenter sebuah kuis di televisi itu, tapi dia kelihatannya dia tidak tersenyum sedikitpun dengan guraunku.

"Kenapa kamu ingin tau itu?'' lanjutku sesaat kemudian untuk memecah kesunyian.

"Apa kamu benar-benar mencintainya?" Am bertanya lagi.

"Ya," jawabku lirih.

"Apa melebihi cintamu padaku dulu?"

"Jawaban yang jujur atau asal?"

"Jawaban yang jujur!"

"Ya."

"Kenapa dia menikah lagi?"

"Aku tidak tau, mungkin dia telah jenuh denganku, mungkin pula dia ingin membahagiakan kedua orang tuanya."

"Kapan kalian menikah?"

"Dua tahun yang lalu."

"Dimana?"

"Disini."

"Apa orang tuanya datang?"

"Tidak, tapi mereka tau kalau kami menikah."

"Apa sekarang kamu rindu padanya?"

"Apa kamu akan bersedih bila sekarang aku pergi?"aku dengan tiba-tiba saja melontarkan pertanyaan itu dengan nada agak keras, mungkin aku sudah terlalu dongkol dengan semua pertanyaannya. Kulihat dia terdiam, lalu tanganku membelai rambutnya, "maaf ya...sayang, aku terlalu emosi bila mengingat itu semua, lupakanlah semua. Kini dia adalah dia, aku adalah aku dan kamu adalah kamu. Seandainya ada pertemuan diantara salah satunya maka semua yang terjadi adalah bukan sebuah rencana, mungkin itu adalah jalan yang harus kita lalui. Jangan pernah bersedih, kita diciptakan selalu berpasang-pasangan dan kita tidak bisa menetukan dengan seenaknya siapa pasangan kita!" ucapku diplomatis.

"Tapi kenapa kamu tidak suka membicarakannya?"

"Aku tidak tau, tapi aku masih ragu dengan suami barunya, dalam benakku selalu saja muncul pikiran-pikiran buruk tentang apa yang akan terjadi pada kehidupan mereka dan ada anakku diantaranya."

"Kenapa anakmu tidak kamu bawa kesini?"

"Seandainya saja boleh, dia pasti bersamaku saat ini."

Dia menatapku lalu merebahkan kepalanya kepangkuanku, aku tidak tahu apa yang sedang dipikirnya aku juga tidak tahu apa yang akan ditanyakannya setelah itu? Mungkin kami telah terbawa kedunia maya dimana kami bisa menjadi apapun yang kami inginkan, diam seakan kami adalah bongkahan batu yang tidak bernyawa. Sesekali hanya terdengar desahan nafas pelan laksana angin semilir yang berusaha merobohkan batu karang yang sangat kokoh. Seperti tetes embun yang ingin memadamkan kobaran api abadi yang tidak pernah mati. Namun bila aku ingin bercerita tentang hatiku ini, pada siapa? Seakan aku sudah tidak mampu lagi mengingat apa yang pernah aku alami, semua seakan telah melebur menjadi satu, menyatu dengan kebohongan yang kubangun bersama hayalanku yang sudah tidak terbendung. Suatu saat nanti masih adakah anak cucuku yang percaya dengan ceritaku, atau aku tidak akan sempat cerita lagi karena malaikat kematian telah menjemputku, atau barangkali aku akan segera terbaring dan terbujur kaku karena meneguk secangkir kopi yang telah kucampur dengan racun yang paling ganas, atau aku akan menjadi gila seperti kata teman-temanku?

Seorang wanita diciptakan dari tulang rusuk, bukan tulang kepala atau tulang kaki karena mereka adalah teman bukan atasan atau bawahan kita, tapi kenapa aku tidak bisa menjadikan mereka seperti itu, aku hanya bisa menjadikannya teman dalam mimpiku saja. Ataukah aku yang tidak pernah bersyukur atas semua yang aku terima, ataukah aku yang terlalu congkak ingin mendapatkan semuanya dengan utuh, ataukah ini adalah jalan untuk menemukan teman hidup yang akan menemaniku sampai aku benar-benar mati, saat aku benar-benar kedinginan dan menggigil sampai tulangku ini benar-benar remuk dan menyatu menjadi tanah.

"Dek...kapan kamu pulang?"

"Mungkin minggu depan."

"Apa kamu tidak rindu dengan suamimu?"

"Aku tidak tau Mas, tapi aku lebih teringat anakku dari pada suamiku."

"Apa dia menyayangimu?"

"Aku rasa iya."

"Lalu kenapa kamu kesini dan mau berdua denganku, orang yang mungkin telah menyakitimu dulu?"

"Aku tidak tau, aku benar-benar rindu denganmu. Bahkan bila mungkin aku ingin bersamamu untuk selamanya, tapi aku tau itu tidak mungkin, tapi setidaknya aku sangat puas bisa bersamamu beberapa hari ini."

"Sebenarnya aku ingin kejadian ini tidak pernah terjadi, aku lebih suka bisa bersamamu dalam hayalanku saja, kalau seperti ini aku merasa tidak nyaman."

"Kenapa?"

"Karena sebentar lagi kamu akan pergi dan itu akan membuatku semakin tidak bisa melupakanmu."

"Aku juga memikirkan hal yang sama, dimana aku tidak pernah bisa melupakanmu, sedangkan setiap hari aku harus bersama dengan orang lain, walau mereka sangat menyayangiku, tapi aku selalu berharap itu adalah kamu."

"Mudah-mudahan kamu bisa berbahagia denga keluargamu."

"Lalu bagaimana dengan dirimu sendiri?"

"Aku tidak tau, tapi aku akan berkelana mencari makna dari semua yang aku alami."

"Tidak ingin pulang?"

"Aku sudah terlalu malu untuk pulang, aku malu pada keluargaku dan aku sudah bosan ucapan mantan mertuaku yang selalu saja berkata ''jangan kamu ganggu dia lagi!' dan itu membuatku sangat muak dan ingin membunuhnya saja."

"Ini mungkin pertanyaanku yang terakhir, apa yang akan kamu lakukan bila istrimu datang kesini dan menunggumu disebuah kamar hotel?"

"Kenapa kamu bertanya seperti itu?"

"Karena itu sangat mungkin terjadi."

"Dengan alasan apa?"

"Jawab dulu!"

"Aku tidak akan datang."

"Kenapa?"

"Aku sudah berkata padanya sebelum dia melakukan pernikahan."

"Berkata apa?"

"Aku tidak mau berhubungan dengannya lagi bila dia benar-benar menikah, dan dia menikah bahkan mengundangku untuk datang."

"Itu yang mebuatmu sangat membencinya?"

"Ada banyak hal selain itu, walau sebenarnya aku sangat mengharapkannya untuk datang tapi sudah terlalu dalam duri yang ditancapkannya."

"Apa yang membuatmu menanyakan hal itu?"

"Karena setiap wanita hampir mepunyai kesamaan perasaan, mereka akan sulit melupakan seseorang yang pernah menyayangi, dan meperhatikan mereka, dan aku yakin kamu dulu sangat sayang dan perhatian, bahkan suaminya yang sekarang kemungkinan besar tidak mampu memberikan apa yang pernah kamu berikan padanya, contohnya."

Dia menunjuk dirinya sendiri, dan itu langsung membawaku kemasa lalu saat aku sangat menyayangi dia, saat aku selalu memberikan apa yang dia inginkan saat aku benar-benar takluk dan seakan bersimpuh dikakinya.

"Tapi kamu banyak berubah Mas, kamu tidak seperti dulu lagi, kemanakah sifatmu yang lembut itu?'

"Kupendam dalam-dalam."

"Untuk apa?"

"Untuk seseorang yang mungkin akan datang dalam kehidupanku setelah ini, biarpun itu tidak mungkin tapi aku terkadang masih berharap untuk mendapatkannya"

"Untuk seseorang yang sekarang dekat denganmu?"

"Siapa?"

"Teman kampus yang sering bersamamu."

"Dari mana kamu tau aku punya teman dekat?"

"Aku sudah lama mengamati jalan hidupmu, aku sudah sering datang kekota ini bersama suamiku, dan kadang-kadang aku juga melihatmu berdua dibangku taman kota, tapi kamu tidak tulus mencintainya kan?"

"Aku belum pernah menyatakan cinta, kami hanya kebetulan saja mempunyai beberapa kesamaan dan itu membuatku sedikit nyaman bersamanya."

"Apa kamu akan tetap menulis?"

"Ya, karena dengan menulis aku bisa menjadi siapa saja."

"Sudah cukup kita membicarakan semuanya, aku ingin kamu melupakannya dan jadilah dirimu sendiri, mungkin kita bisa menikmati sedikit waktu ini, mungkin pula kita bisa tertawa walau setelah itu kita harus menangis, aku tidak ingin merayumu atau menyakitimu tapi aku hanya ingin berbagi denganmu."

"Apa dengan berpetualang kamu bisa berbahagia?"

"Mungkin seperti itu."

Aku berharap itu adalah benar-benar pertanyaan terakhir darinya, aku ingin menjalani sisa waktu yang sebentar ini dengannya. Melupakan semua yang pernah terjadi, melupakan semua kenangan yang telah menghiasi kehidupanku dan juga kehidupannya. Menyongsong malam yang indah, menyongsong mentari pagi yang cerah dan meniti jalan bersama walau jalan itu jelas-jelas bercabang dan kami harus memilih jalan yang berbeda. Tapi aku berusaha untuk melalui jalan itu bersama dengan senyum yang indah, dengan tawa lepas yang keras tanpa isak tangis, tanpa kepedihan yang telah lama menyelimutiku.

Continue Reading

You'll Also Like

9.9M 500K 199
In the future, everyone who's bitten by a zombie turns into one... until Diane doesn't. Seven days later, she's facing consequences she never imagine...
6.5M 179K 55
⭐️ ᴛʜᴇ ᴍᴏꜱᴛ ʀᴇᴀᴅ ꜱᴛᴀʀ ᴡᴀʀꜱ ꜰᴀɴꜰɪᴄᴛɪᴏɴ ᴏɴ ᴡᴀᴛᴛᴘᴀᴅ ⭐️ ʜɪɢʜᴇꜱᴛ ʀᴀɴᴋɪɴɢꜱ ꜱᴏ ꜰᴀʀ: #1 ɪɴ ꜱᴛᴀʀ ᴡᴀʀꜱ (2017) #1 ɪɴ ᴋʏʟᴏ (2021) #1 IN KYLOREN (2015-2022) #13...
1M 56.4K 58
𝐒𝐜𝐞𝐧𝐭 𝐨𝐟 𝐋𝐨𝐯𝐞〢𝐁𝐲 𝐥𝐨𝐯𝐞 𝐭𝐡𝐞 𝐬𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 〈𝐛𝐨𝐨𝐤 1〉 𝑶𝒑𝒑𝒐𝒔𝒊𝒕𝒆𝒔 𝒂𝒓𝒆 𝒇𝒂𝒕𝒆𝒅 𝒕𝒐 𝒂𝒕𝒕𝒓𝒂𝒄𝒕 ✰|| 𝑺𝒕𝒆𝒍𝒍𝒂 𝑴�...
11.5M 297K 23
Alexander Vintalli is one of the most ruthless mafias of America. His name is feared all over America. The way people fear him and the way he has his...