My Love is You (Ending Soon)

By OchieTelekinetics

38.1K 2.1K 655

~Kevin Woo~ Laki-laki baik, ceria, sabar, penyayang, dan masih banyak lagi kesempurnaan yang ia miliki. Saya... More

Chapter 1~ Pertemuan yang Menjengkelkan
Chapter 3 ~ Kenyataan Hidup
Chapter 4 ~ What's Wrong?
Chapter 5 ~ He was in Pain
Chapter 6 ~ Pukulan Terberat
Chapter 7 ~ Comeback
Chapter 8 ~ Who is He?
Chapter 9 ~ I'm Beginning To Love Her
Chapter 10 ~ For you
Pemberitahuan
Chapter 11 ~ Jealous
I'm Sorry
Chapter 12 ~ Kebencian yang tiada akhir
Chapter 13 ~ Maaf Telah Membuatmu Terluka
Chapter 14 ~ Hate
Chapter 15 ~ Guilt
Busy
Chapter 16 ~ Mianhae
Chapter 17 ~ Bersaing
Chapter 18 ~ Kecewa
Chapter 19 ~ Meet My Mom
Chapter 20 ~ Luka
Chapter 21 ~ Broken Heart
Chapter 22 ~ Bertahanlah Untuk Hyung
Chapter 23 ~ The Power of Love
Chapter 24 ~ A Big Problem
Chapter 25 ~ Bermuka Dua
Chapter 26 ~ Happiness
Terpaksa
Chapter 27 ~ Sakit Namun Tidak Berdarah
Chapter 28 ~ Rintangan Awal
Chapter 29 ~ Ketakutan
Chapter 30 ~ Aku Percaya Padamu
Chapter 31 ~ Retak
Chapter 32 ~ Pembuktian
Chapter 33 ~ Hilangnya kepercayaan
Chapter 34 ~ Cinta Kasih Ibu
Chapter 35 - Ketakutan Lagi
Chapter 36 ~ Tersadar
Chapter 37 - Selalu Bersama
Chapter 38 ~ Bad Insident
Chapter 39 ~ Kacau
Chapter 40 ~ Terungkap
Chapter 41 ~ Mencoba Berdamai

Chapter 2 ~ Terpesona

2.2K 106 31
By OchieTelekinetics

Author POV

Seoul National University terlihat mulai ramai meski jam masih menunjukkan pukul 09.00 KST. Mahasiswa-mahasiswi berlalu lalang memenuhi koridor kampus. Beberapa sedang sibuk dengan kepentingan masing-masing. Ada yang mengobrol, membaca buku, mengerjakan tugas, dan masih banyak lagi. Saat lainnya sedang sibuk mempersiapkan mata kuliah yang akan diterima hari ini, Kevin justru berjalan dengan lemas di koridor ruang kuliah setelah menyelesaikan hukuman yang diberikan dosen Jang. Sudah tidak sarapan, terlambat, dihukum pula. Ya Tuhan, tidak adakah yang lebih buruk dari ini?

2 menit...

5 menit...

8 menit...

Kevin mulai pusing, pandangannya mengabur. Ia merintih kesakitan sambil meremas perutnya.
"Sshh...perutku sakit sekali."

Keringat dingin membasahi wajahnya yang pucat. Rasanya ia tidak kuat lagi. Kesadarannya semakin menipis, tubuh Kevin akan ambruk jika saja tidak ada seorang yeoja yang menopang tubuhnya. "Hei! Kau baik-baik saja?" tanya Ochie khawatir. Ditatapnya wajah khawatir Ochie dengan sayu, pandangannya terasa buram.

"Ne gwaenchanayo," jawabnya lirih lalu jatuh pingsan di pelukan Ochie. Namja itu sudah tidak tahan lagi menahan pusing dan sakit pada perutnya.

"Ya, jeongshin jaryeo! Buka matamu!" Ochie menepuk-nepuk pipi tirus Kevin berusaha menyadarkan

"Aduh, dia pingsan. Eotteohge?" Ochie bingung setengah mati. Bukannya apa-apa, ia hanya takut disalahkan jika namja ini sampai kenapa-napa. Sungguh hari ini adalah hari yang sial baginya.

"Cakkanman*, bukannya dia ini namja menyebalkan yang tadi menabrakku?" gumam Ochie baru menyadari jika Kevin adalah namja yang barusan bertengkar dengannya.

Ochie melihat makalah yang dibawa Kevin, lalu kontan saja berdecak. "Dia benar-benar lemah. Baru mengerjakan satu tugas saja sudah pingsan." cibir yeoja itu meremehkan. Tapi tanpa Ochie sadari, ia meneliti setiap inci wajah Kevin dengan serius.

"Jika dilihat-lihat namja ini tampan juga. Kulitnya putih meski pucat, hidungnya mancung, bibirnya tipis. He is so perfect." Ochie terus mengamati wajah Kevin tanpa berkedip. Benar, ia terpesona dengan ketampanan seorang Kevin Woo.

"Ya Tuhan, ada apa denganku? Sadarlah, Ochie Shin! Kenapa kau jadi terpesona dengan namja menyebalkan ini? Meski tampan, dia tetap saja menyebalkan." gerutu yeoja bermata hitam pekat itu mulai menyadari tingkahnya yang seperti orang gila saja. Mana mungkin ia kagum apalagi terpesona pada namja yang membuatnya kesal setengah mati.

"Aku harus minta tolong. Tidak mungkin aku membawanya ke ruang kesehatan sendiri." monolognya lalu melihat sekeliling. Untunglah lumayan banyak orang di sekitar koridor tersebut.

"Duwajuseyo! Ada yang pingsan disini! Siapa pun tolong!" teriak Ochie sekeras mungkin agar suaranya terdengar.

Mahasiswa-mahasiswi yang mendengar teriakan Ochie berbondong-bondong menuju koridor gedung A. Tanpa sengaja, Minho melewati koridor itu ketika hendak ke kantin. Ia melihat banyak orang berlari menuju koridor depan ruang kuliah 1. Minho yang penasaran dengan apa yang terjadi, ikut melangkahkan kakinya menuju koridor tersebut.

Minho membulatkan matanya, terkejut bukan main begitu melihat sang sahabat pingsan dipelukan seorang yeoja. "Ya Tuhan! Kevin!" pekik Minho lalu mendekati Kevin dan Ochie. Ia dibuat terkejut lagi, saat tahu yeoja yang menolong sahabatnya adalah Ochie, yeoja kasar yang tadi membuatnya emosi.

"Kau? Sedang apa kau di sini? Kau apakan lagi sahabatku?" lagi-lagi emosi Minho menggebu-gebu melihat perempuan yang barusan bertenggar hebat dengannya. Ochie menghela napas malas melihat wajah Minho lagi.

"Kau tidak lihat aku sedang menolong sahabatmu yang lemah ini? Masih bagus aku mau menolongnya. Bukannya berterima kasih malah marah-marah." Ochie tidak terima dituduh yang tidak-tidak. Semarah dan sebenci apa pun pada seseorang, tapi ia masih punya hati nurani. Mana mungkin ia mencelakai laki-laki yang sudah lemah ini. Ia tidak sejahat itu.

"Aku tidak percaya kata-kata yeoja sepertimu." ujar Minho ketus. Ochie mendengus sebal. Percuma saja bicara dengan Minho. Selalu saja terlihat salah.

"Terserah apa katamu."

Malas berdebat lebih panjang lagi, Minho kembali fokus memeriksa keadaan sahabatnya. "Kevin-ah! Jeongshin jaryeo! Ya, Kevin Woo!" ia berusaha menyadarkan Kevin

"Jadi pria ini namanya Kevin?" batin Ochie

"Biar aku dan yeoja ini yang membawanya keruang kesehatan. Terima Kasih atas perhatian kalian."
intruksi Minho pada mahasiswa-mahasiswi yang mengerubungi Kevin. Lalu dengan cepat menggendong Kevin di punggungnya. Ia tidak ingin ada yang mengetahui penyakit Kevin jika banyak yang ikut.

"Tunggu, kenapa aku harus ikut denganmu?" tanya Ochie menunjuk dirinya sendiri

"Palli ttarawa." perintah Minho

"Ish! Kau pikir kau siapa berani memerintahku?" umpat Ochie sambil melirik sinis kearah Minho yang sudah berjalan lebih dulu.

"Ya! Tunggu aku!" Ochie segera berlari menyusul Minho

∆∆∆

*at Woo Restaurant*

Bryan POV

Sudah menjadi kebiasaanku memasak berbagai menu makanan meskipun aku pemilik restoran ini. Tidak dipungkiri jika aku terlihat seperti koki profesional. Banyak yang bilang aku terlalu hebat untuk menjadi seorang koki. Mereka suka terlalu berlebihan, padahal aku merasa biasa saja. Memasak adalah bakatku sejak masih kecil. Terlebih sejak Eomma menelantarkanku dan Kevin. Membuatku yang masih terlalu muda hidup dengan penuh perjuangan pahit mengurus Kevin yang sering sakit-sakitan karena penyakit leukimianya.

Kami berjuang bersama melawan penyakit mematikan itu. Penyakit yang sewaktu-waktu bisa merenggut Kevin dariku. Merenggut adik yang paling aku sayangi melebihi diriku sendiri. Sampai kapan pun aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Karena kekuatan persaudaraan kami jauh lebih kuat daripada penyakit itu.

"Ahh...Sshh..." aku meringis karena jariku tanpa sengaja teriris pisau. Entah kenapa perasaanku sejak tadi tidak enak. "Kevin-ah..." nama itu langsung keluar dari bibirku. Aku tiba-tiba memikiran Kevin. Ada apa ya dengannya? Semoga saja bukan hal buruk.

"Omo! Bryan-ah! Kenapa tidak hati-hati?" bibi Min yang sedang membuat jus, berjalan menghampiriku. Ia langsung panik begitu melihat jariku terluka.

"Gwaenchana, Ahjumma. Hanya luka kecil." hiburku agar ia tidak khawatir

"Ayo bibi obati, nanti bisa infeksi. Biarkan Eunhyuk yang melanjutkan memasak."

"Tidak apa-apa, biar aku saja. Eunhyuk banyak pekerjaan." Bryan tidak enak hati terhadap Eunhyuk.

"Ini kan memang pekerjaannya. Lagipula kau itu yang punya restoran. Kenapa kau jadi ikut memasak?"

"Aku rindu memasak seperti ini lagi, Ahjumma. Sejak kondisi Kevin sering drop, aku sudah jarang sekali kesini." aku tertunduk sedih. Dadaku terasa sesak setiap mengingat adikku yang nasibnya begitu malang. Air mataku serasa ingin mengalir deras, menumpahkan seluruh kesedihanku. Tapi sebisa mungkin aku berusaha menahannya. Aku harus kuat agar Kevin juga kuat. Meski aku yang lebih rapuh dari Kevin. Aku terlalu takut kehilangannya.

"Ahjumma..." ucapku lirih menatap Bibi Min dengan mata berkaca-kaca. Bibi Min langsung mengerti semua yang aku rasakan. Diusapnya punggungku lembut memberi ketenangan. Menguatkanku yang rapuh karena tidak sanggup melihat penderitaan Kevin.

Bibi Min sangat mengerti kami. Bagaimana tidak? Aku dan Kevin sudah seperti putranya sendiri. Ia sangat mengenal kami di luar kepala. Ia juga yang sering membantu jika aku dan Kevin dalam kesulitan. Selama ini Hyeri Ahjumma setulus hati merawat dan menjaga kami setelah Eomma pergi entah ke mana. Apalagi bibi Min adalah orang kepercayaan keluarga Woo. Appa sangat mempercayainya karena ketulusan, kejujuran, dan kesetiaan bibi Min. Ia sudah 20 tahun lebih mengabdi pada keluarga Woo dan membantu Appa dalam menjalankan semua bisnisnya. Di dunia ini, jarang ada orang sebaik bibi Min.

"Kuatkan hatimu selalu, terutama demi Kevin. Aku tahu kalian anak-anak yang kuat." aku tersenyum haru.

"Bagaimana kondisi adikmu?" berbicara tentang penyakit Kevin, bibi Min langsung bertanya. Ditatapnya mataku lembut. Sungguh tatapan keibuan bibi Min begitu kental melekat dalam dirinya.

"Sedikit lebih baik setelah operasi pengangkatan sel kanker 5 tahun yang lalu. Dia jarang kambuh, hanya saat kelelahan saja."

"Aku lega mendengarnya. Tuhan begitu menyayangi Kevin." Min Ahjumma tersenyum hangat

"Ne, aku sangat bersyukur, Ahjumma. Kevin bisa bertahan sampai sekarang, sungguh luar biasa. Tapi aku tetap khawatir."

"Apa yang kau khawatirkan?"

Aku menghela napas panjang sebelum kembali bercerita. "Dokter bilang, tidak menutup kemungkinan jika kankernya akan semakin memburuk seiring dengan pertambahan umur Kevin. Aku takut kehilangannya, Ahjumma. Aku sungguh takut."

Aku tidak kuasa menahan kesedihanku lagi. Mataku berkaca-kaca, air mataku tumpah sangat deras. Melihatku berada pada titik lemahku, bibi Min memelukku erat memberi kekuatan. Ia tidak tega, melihat namja yang sudah ia anggap seperti putranya sendiri ini menangis dan bersedih.

"Kevin anak yang kuat. Dia tidak akan meninggalkanmu. Percayalah, keajaiban pasti ada." hiburnya dan aku langsung tenang jika ia sudah menasihatiku.

"Ne, Ahjumma. Gomawoyo."

"Ya sudah. Ayo aku obati lukamu." mereka berdua berjalan menuju ruangan bibi Min.

¢¢¢

*Back to Seoul University*
*in the college health room*

"Sonsaengmin! Tolong sahabat saya!" Minho tidak peduli jika ia sudah seperti orang gila. Yang ia pikirkan sekarang, Kevin harus segera ditangani. Ia berteriak panik memanggil dokter yang bertugas di ruang kesehatan kampus. Sedangkan Ochie menunggu disamping pintu.

"Ada apa dengannya?" tanya dokter pria paruh baya itu. Panggil saja dokter Choi.

"Dia pingsan di lapangan," jelas Minho tanpa menghilangkan ekspresi khawatirnya.

"Baringkan di sini. Biar saya periksa." perintah sang dokter sambil menyiapkan peralatannya.

Dengan hati-hati, Minho membaringkan Kevin di ranjang. Dokter Choi mengeluarkan stetoskop dan tensimeter untuk memeriksa Kevin. Lalu memasang infus di pergelangan tangan kurus Kevin dan menyuntikkan sesuatu pada kantong infusnya.

"Bagaimana? Apa penyakitnya kambuh?" tanya Minho sepelan mungkin agar tidak didengar Ochie.

"Anak ini penderita AML?" tanya dokter Choi memastikan.

Minho mengangguk. "Ne, majayo." mata Minho menangkap raut wajah dokter Choi yang kebingungan. "Waeyo? Kevin baik-baik saja kan?" wajah Minho bertambah cemas.

"Detak jantung Kevin lemah, tekanan darahnya juga rendah. Dia dehidrasi ditambah perutnya kosong. Itulah kenapa dia pingsan. Tapi jangan khawatir, hanya dehidrasi ringan. Setelah diinfus, dia akan lebih baik." penjelasan dokter Choi membuat Minho bisa menghela napas lega.

"Daengida."

"Sudah saya beri suntikan obat kanker juga. Sepertinya Kevin belum minum obat."

"Dia memang pelupa dan keras kepala," Minho mengeluh dengan sifat sahabatnya yang keras kepala itu, membuat Dokter Choi tersenyum geli.

"Kalau begitu, saya permisi. Masih ada pekerjaan lain." pamit dokter Choi sambil merapikan peralatannya.

"Kamsahamnida, sonsaengnim." Minho membungkukkan badan memberi salam begitupula Ochie yang berada di samping pintu. Dokter Choi tersenyum lalu melangkah meninggalkan ruang kesehatan.

Begitu dokter Choi sudah pergi, Ochie melangkah untuk mendekat ke ranjang tempat Kevin berbaring. "Bagaimana keadaannya?" tanyanya pada Minho.

"Kata dokter dehidrasi ringan karena belum sarapan. Keadaannya akan membaik setelah infusnya habis."

"Bagus lah. Kalau begitu dia sudah baik-baik saja kan? Jadi aku bisa pergi." pertanyaan sekaligus pernyataan Ochie membuat Minho semakin kesal.

"Siapa yang menyuruhmu pergi? Tetap di sini sampai dia sadar." perintah Minho tegas. Ochie membulatkan matanya tidak percaya.

"Naega wae?"

"Kevin seperti ini karenamu. Dia pasti terlambat masuk kelas dan dihukum gara-gara beradu mulut denganmu. Jadi kau harus bertanggungjawab dengan menjaganya."

Oh ayolah, ia tidak mungkin mengabaikan kuliahnya demi namja satu ini. "Sebentar lagi aku ada kelas. Aku bisa ketinggalan mata kuliah."

"Itu urusanmu." ujar Minho tidak peduli. Ia sudah terlanjur sangat kesal dengan Ochie.

"Yang benar saja aku disuruh menjaga namja menyebalkan ini." gerutu Ochie ikutan kesal.

"Sekali lagi kau memanggilnya namja menyebalkan, akan aku robek-robek mulutmu itu." ancam Minho galak.

"Arraseo-arraseo, aku yang salah. Dasar banyak perintah." sahut Ochie pasrah.

"Dia punya nama. Jadi, panggil dia dengan benar."

"Siapa tadi namanya? Ke... Kevin?"

"Kevin Woo."

"Baiklah, aku mengerti. Geurigo, mianhae sudah membuat sahabatmu pingsan seperti ini." sesal Ochie. Semarah dan sesebal apa pun dirinya, ia tetap merasa bersalah.

"Minta maaflah pada Kevin, jangan padaku." Ochie mengangguk paham.

"Oh iya, aku tidak pernah melihatmu sebelumnya. Kau anak baru?" Tanya Minho penasaran.

"Perkenalkan, nae ireum Ochie-ya. Ochie Shin. Mahasiswi tahun kedua fakultas ekonomi. Aku pindahan dari Amerika," ujar Ochie seraya mengulurkan tangannya, "neoneun?" sambungnya.

"Nae ireum Minho-ya. Choi Minho. Mahasiswa tahun keempat fakultas arsitektur." jawab Minho membalas uluran tangan Ochie.

"Bangapta, Sunbae.*" ujar Ochie tersenyum kecil

"Nado bangapta. Kau bisa memanggilku dengan nama saja. Aku lebih suka kesan yang santai." balas Minho dengan senyuman pula.

"Semoga kita bisa berteman baik, Minho-ya." harap Ochie mencoba basa basi.

"Semoga saja, jika aku tidak muak dengan sikap kasarmu itu." benar-benar tidak bisa diajak berdamai sahabat namja menyebalkan ini. Dia terlihat santai menjawab sesuka hatinya.

Dua puluh menit telah berlalu, namun Kevin masih belum juga sadar. "Aku ada kelas. Tolong kau jaga Kevin dulu. Nanti aku akan kembali lagi." ujar Minho seraya melihat jam tangannya.

Ochie menaikkan dagunya sedikit. "Arraseo. Pergi saja."

"Nanti suruh Kevin makan jika sudah sadar." Ochie menganggukkan kepalanya.

"Aku pergi dulu." pamit Minho dan berlalu pergi menuju kelasnya.

Ochie memandang Kevin dengan pandangan kagum. "Biarlah aku gila. Aku tidak bisa membohongi diriku sendiri jika aku memang terpesona denganmu." gumamnya lirih

Tiba-tiba sebuah lenguhan lirih membuyarkan lamunannya "Eugghh..." Kevin mengerjapkan mata untuk memperjelas penglihatannya. Dan yang pertama dilihatnya adalah Ochie. Ia hendak bangun, tapi kepalanya masih pusing juga tubuhnya terasa lemas.

"Jangan bangun dulu. Kau masih lemah." Ochie membaringkan tubuh Kevin kembali

"Aku ada di mana?" tanya Kevin dengan suara parau.

"Kau di ruang kesehatan kampus. Tadi kau pingsan di lapangan." jelas Ochie.

"Ah benar. Aku dihukum."

"Apa yang kau rasakan? Masih pusing?" tanya Ochie memastikan

"Aniyo, gwaenchanayo." jawab Kevin sopan

"Tidak perlu seformal itu. Sepertinya kita seumuran. Namaku Ochie. Ochie Shin." Ochie mengulurkan tangannya yang langsung dibalas oleh Kevin.

"Namaku Kevin. Kevin Woo."

"Aku tahu." ujar Ochie. Kevin terkejut.

"Darimana kau tahu namaku?"

"Dari Minho." Kevin mengerutkan keningnya heran.

"Minho ada di sini juga?"

"Iya, tapi dia sedang ada kelas. Jadi aku disuruh menjagamu, sampai dia kembali." jelas Ochie sedikit salah tingkah.

"Maaf merepotkanmu." ujar Kevin tidak enak hati

"Tidak apa-apa. Kau seperti ini juga karenaku." ujar Ochie merasa bersalah

"Ini bukan salahmu. Sejak tadi perutku sudah sakit, lalu ditambah mengerjakan tugas yang cukup banyak karena dihukum."

"Tetap saja aku yang salah."

"Akulah yang seharusnya minta maaf karena sudah menabrakmu dan membuat bajumu kotor."

"Iya, tidak apa-apa. Tidak seharusnya juga aku semarah itu padamu." Ochie tersenyum tulus dan dibalas Kevin dengan senyuman juga.

Kemudian, suasana menjadi hening. Tidak ada satu kata pun yang keluar dari bibir keduanya. Hanya saling bertatapan, membuat mereka merasakan debaran yang tidak biasa.

"Ada apa denganku? Kenapa jantungku berdebar kencang sekali?" batin Ochie

"Rasanya jantungku seperti meloncat-loncat." batin Kevin
merasakan hal yang sama.

Cukup lama mereka bertatapan dalam diam, akhirnya tersadar juga,. Mereka salah tingkah kemudian saling membuang pandangan ke arah lain berusaha bersikap tenang.

"Ochie-ya, kau yakin kita seumuran? Aku rasa aku lebih tua darimu." Kevin mencoba memecahkan keheningan.

"Itu tidak mungkin. Wajahmu terlalu imut jika lebih tua dariku. Kau pasti dua puluh satu tahun kan?" tebak Ochie sangat yakin.

Kevin terkekeh geli. "Aku sudah dua puluh tiga tahun. Mahasiswa tahun keempat fakultas arsitektur." jelasnya membuat Ochie membulatkan mata tidak percaya.

"Mwo? Jinjjaya?!" tanya yeoja itu heboh sendiri. Kevin tersenyum gemas melihat reaksi Ochie.

"Kau cek saja KTPku."

"Kalau begitu kau juga sunbae. Aku mahasiswi pindahan tahun kedua fakultas ekonomi." ujar Ochie jadi agak canggung. Kevin masih tersenyum melihat tingkah menggemaskan Ochie.

"Tidak apa-apa. Aku lebih suka dipanggil dengan nama. Supaya lebih cepat akrab."

"Arraseo, Kevin-ah. Senior baby face pertama yang aku kenal."

"Kau terlalu berlebihan," Kevin tersipu malu. Entah kenapa hari ini banyak kejadian yang tidak terduga. Baru pertama kali ia merasa sebahagia ini. Apakah karena seorang wanita cantik yang bernama Ochie Shin ini membuatnya bahagia? Tapi mungkin saja memang benar.


^^^

~Ada apa dengan Ochie dan Kevin?
Apakah benih-benih cinta mulai tumbuh? Penasaran? Baca terus, dan jangan lupa votement. Karena votement kalian sangat berharga untukku😊Jangan bosen-bosen ya.

Jangan lupa tinggalkan jejak ya. Vote dan comment dari kalian sangat penting dan sangat berharga untukku. Terutama biar aku nulisnya juga makin semangat. Terima kasih banyak❤️❤️❤️❤️❤️

Note :

*omo = ya Tuhan
*chakkanman = tunggu sebentar (informal)
*duwajuseyo = tolong (formal)
*jeongshin jaryeo = sadarlah (informal)
*geureom nan eotteohge = lalu bagaimana denganku (informal)
*ttarawa = ikuti aku (informal)
*sonsaengnim = panggilan untuk dokter dan guru
*gomawo = terima kasih (informal)
*majayo = benar (formal)
*waeyo = kenapa (formal)
*daengida = syukurlah (informal)
*kamsahamnida = terima kasih (formal)
*naega wae = kenapa aku (informal)
*geurigo = lalu (informal)
*naneun = aku (informal)
*bangapta = senang bertemu denganmu (informal)
*nado = aku juga (informal)
*neoneun = bagaimana denganmu (informal)
*aniyo = tidak (formal)
*Jinjjayo? = benarkah (informal)
*Sunbae = Senior

Continue Reading

You'll Also Like

72.9K 6.9K 30
Marsha Ravena baru saja diterima di salah satu perusahaan ternama, ia jelas sangat senang karena memang dari dulu itulah yang ia inginkan. tetapi kes...
81.8K 12.5K 17
Yang publik ketahui, kedua pemimpin perusahaan ini sudah menjadi musuh bebuyutan selama bertahun-tahun lamanya, bahkan sebelum orang tua mereka pensi...
91.9K 10.4K 43
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
302K 25.4K 37
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...