BTS oneshot Yadong

By goeunbi2609

77.1K 864 34

yo guys my name is Sheila. i'm the new owner of this acc. i manage to hack this acc. of course i can because... More

JJK
PJM
PJM
JJK
PJM
JJK

PJM

5.5K 85 12
By goeunbi2609

Ciuman itu menjalar. Dari mulai kening, pipi, hingga beralih ke bibir. Hanya sebuah kecupan panjang, layaknya ciuman anak kecil.

Satu menit tanpa pergerakan berarti. Aku berkedip sekali, dua kali, sebelum kemudian tersadar.

"yah!"

Jimin tertawa dengan polosnya, menanggapi nada protes yang baru saja kukeluarkan.

Protes? Ya.

Aku merengut sebal kemudian mengalihkan wajahku, disusul pergerakan tubuh telanjangku menjauhinya. Kubiarkan tubuh bagian atasku terpampang begitu saja.

Sedetik kemudian Jimin memekik panik. Beringsut mendekat lalu mengguncang bahuku pelan.

"nunaaa, jangan seperti iniiii, apa salahku?"

"kau tidak tahu apa kesalahanmu? Astaga," aku memijat keningku, melirik dengan sengaja ke arah miliknya yang tak ada perubahan sama sekali semenjak terlihat olehku beberapa jam yang lalu.

"aku sudah menuruti perkataan nuna, melepas bajuku, melepas baju nuna, kemudian mencium nuna, kukira tadi nuna menyukai apa yang kulakukan makanya aku tertawa, tapi ternyata tidak ya? Maaf," Jimin menunduk, memainkan jemarinya di ujung selimut yang menutupi separuh tubuhku. Melihatnya seperti itu aku hanya menghela napas. Seharusnya aku tak berharap banyak.

"dengar" aku mengangkat dagunya, memaksa manik polosnya balik menatapku. Dia tidak menangis, untungnya.

"pertama, aku dua tahun lebih muda darimu, Jimin oppa. Kau salah jika memanggilku nuna. Kedua, aku ini istrimu. Ketiga, aku ingin bertanya. Apa yang dilakukan suami dan istri saat malam pertama, kau tahu?"

"tidak"

Mendengarnya, aku hanya memejamkan mata. Tak lucu jika aku mengamuk hanya karena mendapatkan suami yang selugu bocah. Mengamuk karena tidak disentuh? Heol, itu lebih lucu lagi.

Ini salahku, aku sepenuhnya tertipu. Berulang kali aku mengumpat dalam hati, merutuki perjodohan ini, terutama merutuki kepolosannya yang bersembunyi di balik tubuh berotot miliknya.

Aku menerima karena selain tampan, kukira dia hebat di ranjang. Tapi ternyata?

Apa kabar pengalaman bercintaku yang pertama kalinya?

Sesaat aku merinding. Jangan sampai aku perawan selamanya. Hell no! Aku juga ingin merasakan surga dunia.

"Jiminie oppa" panggilku, dengan nada centil sebisaku sembari mendekat ke arahnya kemudian bergelayut manja, dengan sengaja menempelkan dadaku di dada bidangnya lantas menunggu apa reaksinya.

Jimin mengerjap polos. Kurasakan tubuhnya menegang. Ini pelukan pertama kami, omong-omong.

"ya nuna?" suaranya bergetar. Kemudian aku dengan hebohnya memekik senang saat menyadari sesuatu.

"ya! Seperti itu oppa! Lanjutkan!"

Apa maksudku? Tentu saja bukan karena dia memanggilku nuna.

"ya! Bagus! Terus berdiri oppa!" dengan semangat aku menunjuk-nunjuk miliknya yang mulai terbangun karenaku. Uh lihat? Betapa hebatnya aku? Ternyata aku hanya perlu menempelkan tubuhku untuk membangunkan sisi lain bocah di depanku.

"maksud nuna?"

Aku yakin saat ini ia tengah memasang wajah terbodoh yang ia punya. Aku tak punya waktu untuk sekedar meliriknya.

Beralih, aku mengarahkan ujung jariku ke rahangnya, terus ke bawah, memutari jakunnya, kemudian bergeser kedada, menyusuri kotak-kotak indah di perutnya, kemudian menyeringai kala mendapati miliknya yang terlihat makin mengeras. Besar sekali, sungguh.

Iseng, aku menatapnya. Astaga, ia terlihat gelisah. Keringat jelas mengalir di dahinya.

"oppa, sekarang apa yang kau rasakan?" ia membuka mulutnya, "jangan panggil aku nuna!" aku menginterupsi.

"emm tidak tahu.. Emm merinding? Emm perutku seperti tergelitik dari dalam.." Jimin menjawab lirih, kemudian menunduk. Dan wajahnya memerah seketika saat mendapati bagian bawah tubuhku yang tak lagi tertutup selimut.

"apa yang kau lihat? Jimin oppa?" aku menahan tawaku, mendapati dirinya yang panik, secepatnya mengalihkan tatapannya ke arah lain.

"hei, oppa boleh menatapnya selama yang oppa mau. Bahkan oppa boleh menyentuhnya. Bermain dengan tubuhku pun tak apa, sungguh" aku meyakinkan. Dia berbalik cepat. Aku yang tak mengerti atau apa? Kurasa matanya berbinar.

"aku ingin semuanya"

Aku terkejut. Suaranya, berbeda?

"y-ya?" hei, kenapa aku jadi gugup begini?

"aku sering melihat eomma. Dan aku ingin sekali mencobanya.. Boleh?"

"a-apa?" astaga. Setelah gugup, sekarang aku gagap?

"itu, emm.." Jimin menggaruk kepalanya. Kuyakin saat ini ia tengah bingung memilih kosakata.

"bagaimana jika oppa lakukan saja langsung?" hei, kenapa mulutku lancang sekali?

Setelahnya, aku terjungkal. Berbaring mengenaskan dengan kepala menggantung di tepi ranjang. Jimin menubrukku tanpa ampun, tanpa memperdulikan keadaanku ia segera saja melahap dadaku. Menghisap keras hingga aku memekik dan mendesah di saat bersamaan.

"ah! Maafkan aku," Jimin kewalahan. Menjauhkan kepalanya dari dadaku lalu menarikku duduk.

Aku terengah dengan rambut berantakan. Sial, kenapa terasa menyiksa? Pergerakan Jimin yang tiba-tiba membuatku semakin menginginkannya setengah mati.

"oppaa, jangan pedulikan teriakanku, oke? Lakukan saja apa yang oppa mau,"

Aku mengusap sebelah pipinya, kemudian dengan sengaja mengusap bagian tubuhnya yang lain hingga berakhir memegang miliknya. Agak aneh, tapi melihatnya yang seperti menahan napas, aku jadi memberanikan diri.

Aku mendekat padanya, menempelkan kedua belah bibir kami lantas melumatnya perlahan. Jimin diam saja, tapi aku tahu gairah sudah diam-diam merasuki pikirannya. Kesal karena dirinya tak juga membuka mulut, menghalangi lidahku, aku menangkup hidungnya lantas mencubitnya. Merasa tak ada pasokan oksigen, Jimin membuka mulutnya. Lidahku buru-buru masuk sebelum kemudian melepas cubitanku pada hidungnya. Ku jelajahi mulutnya, mencari daging tak bertulang di dalam sana.

Aku mengerang, disusul Jimin. Sial. Padahal Jimin tak melakukan apapun, tapi sudah senikmat ini.

Aku melepas ciumanku kala aku merasakan paru-paruku mulai menuntut udara berlebih. Menatap ke arah Jimin sepenuhnya dan astaga. Mata sipitnya terlihat sayu, bibirnya terbuka dengan kedua belahnya yang memerah sempurna. Keringat mengalir di sekujur tubuhnya membuat tubuhnya bersinar indah terkena cahaya lampu.

Suamiku seksi sekali aaaaaaa

"sudah tahu apa yang harus dilakukan? Hanya ikuti perintah otakmu oppa," entah kenapa aku yakin pikiran Jimin sudah sampai pada hal yang mesum. Bukankah Jimin lelaki normal? Meski aku tak yakin apa dia sudah mendapatkan mimpi basahnya, tapi melihat reaksi Jimin kecil yang menegak sempurna aku yakin keinginan itu hinggap di kepalanya.

Jimin menubrukku, lagi. Meski terkejut, aku berusaha sesantai yang aku bisa. Beruntungnya kali ini posisiku sudah benar, dengan kepala mendarat di bantal, tempatnya seharusnya.

Jimin menempelkan bibirnya lantas melumat begitu saja. Meniru yang kulakukan padanya barusan. Jimin cepat belajar ternyata.

Lebih dari itu, telapak tangan Jimin menjalar cepat. Mengusap seduktif beberapa bagian tubuhku yang sialnya tepat di titik sensitif.

Aku bergerak random, mengimbangi rasa nikmat yang baru saja kurasakan. Desahanku tertelan saat tak sengaja milikku menekan miliknya yang tak berbusana.

Jimin melepas pagutannya sejenak lantas mendongak, mendesah tertahan. Selanjutnya, ia menyerang leherku, bahkan sempat menghisap daun telingaku. Aku menggelinjang, setengah tak percaya melihat Jimin yang begitu liar, tak sabaran. Bergerak cepat kembali ke puncak dadaku, kali ini memainkannya dengan lembut yang justru membuatku semakin tersiksa merasakan cairan yang mulai keluar dari milikku.

Milikku sudah siap menerima miliknya.

Seperti mendengar yang kuinginkan, Jimin segera menyiapkan miliknya, mendorong masuk dalam sekali hentak lantas memekik bersamaan denganku.

Ada yang robek di bawah sana, ada yang mengalir, dan kupastikan itu darah.

Milikku membungkusnya ketat, sangat ketat. Mungkin hal itu juga membuatnya kesakitan. Setelah itu dia menarik miliknya berniat keluar, sebelum aku menahan pinggulnya lebih dulu.

"masukan itu lebih dalam lagi, kemudian keluarkan, masukkan lagi, begitu seterusnya, mengerti?"

Jimin mengangguk lalu segera menuruti apa yang aku perintahkan. Kami mendesah bersama. Kamar yang tadinya sunyi senyap sekarang terisi suara kenikmatan yang saling bersahutan. Aku menatapnya yang tengah bekerja keras di atasku. Poninya yang basah oleh keringat bergerak acak. Astaga. Kenapa Jimin terlihat semakin tampan, seksi, dan menggairahkan di waktu bersamaan?

Kurasa suhu ruangan semakin memanas, padahal ac jelas masih menyala. Keringat kami sudah bercucuran, menyatu, dan kami berbagi segalanya.

Termasuk saliva di mulut kami, dan cairan di bawah sana yang baru saja kami keluarkan. Tidak benar-benar keluar karena mereka berkumpul di dalam perutku.

Jimin ambruk menindihku. Badan kami sama bergetar, kami juga sama menghirup oksigen dengan rakusnya. Suara Jimin terengah jelas sekali hinggap di telinga kananku karena memang Jimin meletakkan kepalanya di sana.

"nuna, yang barusan itu apa? Kenapa rasanya enak sekali?" Jimin tak mengerti kosakata nikmat di saat seperti ini, tentu saja, aku tak terkejut.

"namanya bercinta, oppa.." jawabku dengan mata terpejam yang kemudian membelalak lebar ketika menyadari Jimin kecil yang masih berada dalam tubuhku tiba-tiba saja membesar.

"aku ingin lagi, boleh?"

Oh tidak. Suara Jimin berubah, lagi.

.
.
.
.
.

OMAKE

"bagaimana? Sudah mencoba seperti yang dilakukan adikmu pada eomma?" suara denting di meja makan kemudian lenyap. Hanya suara ocehan adik perempuan Jimin yang masih berusia tujuh bulan yang memanaskan suasana. Entah kenapa suara asalnya terdengar seperti mengejekku.

Ayah, ibu, dan kakak laki-laki Jimin tak kudengar desah napasnya. Apa benar mereka menahan napas saat menunggu jawaban dari Jimin?

Jimin terlihat tak terganggu. Ia mengunyah suapan terakhirnya sampai tak tersisa di dalam mulut lantas mengisi kerongkongannya dengan segelas air putih.

"ya, ternyata enak, eomma. Pantas saja adik terlihat seperti menyukainya. Dan oh! Aku juga melakukan yang lebih enak dari itu! Dan istriku bilang, namanya bercinta! Istriku juga bilang tak apa jika aku melakukannya lagi, jadi aku melakukan lima kali semalam!" Jimin bercerita dengan menggebu. Wajahku memerah, kepalaku menunduk malu. Tak kuasa mendapati ketiga orang dewasa di depan mataku yang memasang tatapan meledek. Sial.

"oh ya, aku mendengar suara keenakan milikmu dan milik istrimu tadi malam."

Double sial. Aku melupakan fakta jika kamar kakak laki-laki Jimin berada tepat di sebelah kamar kami. Argh!

TOLONG SEMBUNYIKAN WAJAHKU !

Continue Reading

You'll Also Like

83.6K 2.4K 38
Francesca Astor came to Love Island to find her soulmate, and once she sets her eyes on him, she's never letting go. Rob Rausch x Fem!oc #1 robertrau...
79.8K 2.6K 26
Yn was married to a cold man, Kim Taehyung, the Mafia King, who never showed any emotion towards her. He never trusted her and it caused him to take...
1.5M 26.1K 53
What if Aaron Warner's sunshine daughter fell for Kenji Kishimoto's grumpy son? - This fanfic takes place almost 20 years after Believe me. Aaron and...
126K 2.3K 47
Alexis Piastri is Oscar Piastri's older sister. After feeling unfulfilled with her life, Alexis decides to drop everything to take a gap year and joi...