PJM

15.5K 175 0
                                    

"Jika tim bola pilihanmu kalah, aku akan menciummu."

Kalimat yang terlontar dari mulut Jimin dua detik yang lalu masih terngiang jelas di telinga Soomi. Ia menatap laki-laki-yang tampak sibuk menekan-nekan remote tv tanpa mengalihkan pandangan sedikit-pun-dengan aneh, dia ini sebenarnya sedang bicara pada siapa? Televisi? Batinnya bertanya bingung.

"Ahh! Ini dia!" Soomi mengalihkan pandangan, lagi. Dan mulutnya sukses sedikit ternganga karenanya. Karena suatu alasan yang tak bisa diterima dengan akal sehatnya.

Jimin menyetel saluran salah satu pertandingan sepak bola.

"South Korea vs Indonesia. Kau pilih yang mana? Masih ingat kata-kataku barusan, kan? Kalau kalah, aku akan menciummu. Jadi, pilihlah dengan cermat dan tepat." Ia menjelaskan, masih tanpa mengalihkan pandangan. Entah mengapa nada bicaranya sama seperti guru yang menjelaskan cara mengisi lembar jawaban saat ujian. Merasa dipermainkan-dan tidak mengerti, Soomi melangkah pergi ke kamar untuk mengambil ponsel. Namun niatnya terkurung karena uluran tangan Jimin yang menahannya untuk pergi. "Apa?" Tanya Soomi malas sambil menatap Jimin sedikit kesal.

"Kau mau pergi ke mana? Sedari tadi aku bicara padamu, jadi kau harus berada disini sampai pertandingannya selesai." Jimin menarik tangan Soomi hingga dia terduduk lagi di sofa dengan posisi leher yang terangkul oleh lengan tangan kiri Jimin. Soomi mendengus kesal, kemudian menatap Jimin sebal, "Hey, apa kau lupa kalau aku ini seorang wanita?"

"Tentu saja tidak. Kalau aku lupa kau adalah wanita, aku tidak akan mau menciummu."

Dengusan Soomi makin terdengar jelas, Jimin hanya tersenyum kecil. "Wanita seperti aku tidak terlalu menyukai tontonan semacam pertandingan olahraga, sayang.." Ungkapnya dengan sabar. Entahlah, tetapi ia suka kalau Jimin memperlakukannya seperti ini. "Kalau begitu aku akan mengajarimu untuk suka menonton pertandingan olahraga."

"Bilang saja kalau kau sedang mencari kesempatan untuk bisa menciumku. Kalau mau melakukannya, ya lakukan saja.." Sekarang gantian Jimin yang mengalihkan pandangan. Tetapi gadis dalam rangkulannya malah menatap lurus ke arah televisi yang masih menyala. "Benarkah?" Tanya Jimin sambil mendekatkan wajah ke arah Soomi.

"April Mop! Hahaha..." Katanya sambil mendorong Jimin pelan. Jimin hanya meringis sambil mendengus, "Yakk! Aku hampir saja melakukannya.." Soomi tersenyum penuh arti sambil berlalu meninggalkan Jimin yang masih menatapnya lekat. "Chagiya.. kau mau kemana?"

"Mengambil ponsel, aku bosan hanya menonton lapangan hijau dan sebuah bola yang ditendang kesana-kemari." Jawabnya dan membuat Jimin terkekeh pelan. Tak lama kemudian, ia kembali sambil terduduk di sebelah Jimin dan menyenderkan kepala di pundak Jimin. Soomi masih setia menatap layar ponselnya, sementara Jimin-yang merasa perhatian wanita di sebelahnya terbagi dua-mulai bertanya, "Chagi, kau memilih tim yang mana? Indonesia atau Korea?"

"Aku mau memilih tim yang kalah saja.." Jawabnya dan tanpa sadar Jimin membulatkan mata. "April Mop.." Lanjutnya sambil mengacungkan jari tengah dan jari telunjuk tangan kanan. Lagi-lagi Jimin mendengus kesal, "Oh sayang, ayolah.. Jawab dengan serius.."

"Baiklah, aku akan memilih Indonesia karena Ibuku lahir di sana. Dan karena aku ingin pergi menikmati Pantai Kuta dan Laut Bunaken yang indah.." Ucapnya sambil tersenyum, membayangkan kedua pemandangan laut tempat tersebut yang-selama ini-hanya dilihatnya dari televisi dan internet. Jimin menatapnya tak mengerti, kemudian mengalihkan pandangan, "Kedengarannya menarik. Kau harus mengajakku untuk ikut."

"Ok, tetapi perjanjian ini batal."

"Kalau begitu tidak jadi."

Soomi hanya terkikik pelan sambil mengetik percakapan keduanya di note ponsel. Ya, mungkin saja ini dapat berguna atau bisa Soomi jadikan bahan perbincangan dalam cerita-cerita buatannya. Sementara Jimin mulai berteriak-teriak tidak jelas setelah melihat ke arah televisi, penasaran akhirnya Soomi mengikuti arah pandangnya.

"APA?! HEY! HEY! ITU PELANGGARAN! TIDAK BISA! TIDAK BISA!" Kali ini ia sedikit berteriak dan menunjuk-nunjuk ke arah televisi dengan kobaran semangat. Dan saat ternyata adegan itu benar pelanggaran, Soomi berjingkrak kegirangan. "Hey! Padahal dia sudah memasukkannya ke gawang. Bagaimana ini bisa terjadi pelanggaran? Bahkan dia tidak masuk offsidesedikit-pun.." Gerutu Jimin. "Kau tidak lihat kalau dia mengabaikan peluit wasit karena kapten tim Indonesia terjatuh? Oh, ya ampun..." Bantah Soomi.

Mereka akhirnya berdebat dengan sengit, sampai akhirnya Korea berhasil mengunggulkan kedudukan mencapai 4-0 menjelang akhir pertandingan. "Ouw, sepertinya dugaanmu meleset, nona Kim. Lihatlah, hanya tersisa enam menit lagi, Indonesia hanya memiliki peluang kecil untuk menyamakan skor.." Katanya perlahan sambil melirik raut wajah Soomi yang tengah mengerutkan alis. Tak lama kemudian-setelah mendapatkan perpanjangan waktu selama kurang lebih 5 menit-akhirnya Korea-pun menang telak atas Indonesia dengan 4 gol tanpa balas.

"Yeah! Korea menang! Victory, victory, victory Korea!" Jimin membuat huru-hara, sementara Soomi mulai menguap-mengantuk. "Oh, ya ampun.. aku mengantuk sekali. Aku tidur duluan ya,,"

"Hey, bagaimana bisa kau melupakan perjanjian kita?" Soomi menatap Jimin lemah, kemudian menjawab; "Besok, atau.. Sebentar. Jam berapa sekarang? Eoh? Baru jam setengah delapan malam, kenapa aku sudah sangat mengantuk begini?" Ujarnya sambil melirik jam. Sementara Jimin masih terpaku.

Sebenarnya, Jimin telah mendapat sebuah ide-yang menurutnya konyol tetapi berbahaya untuk mereka berdua. Oh, perumpamaan bodoh macam apa itu?!"Kalau begitu,,," Jimin menggantungkan kalimat yang membuat Soomi menoleh. Jimin kembali terdiam sebentar, kemudian menghela napas panjang. "Tolong temani aku sebentar di sini. Kau mau, kan? Terkadang aku merasa paranoid saat berada di satu ruangan sendirian." Tanpa pikir panjang, Soomi mengangguk lemah dan berbaring di sofa tadi. Matanya terpejam dan kepalanya terbaring di atas paha Jimin. Membuat Jimin mengusap-usap puncak rambutnya pelan.

Belum genap lima detik, Soomi merasa tubuhnya diangkat. Matanya seketika membulat saat merasakan badannya tengah diangkat oleh seseorang-yang tak lain dan tak bukan adalah Jimin, Park Jimin.

"Yakk!! Park Jimin, apa yang sedang kau lakukan?! Turunkan aku!!"

"Aku akan memakanmu dulu, setelah itu baru aku akan menurunkanmu.."

"Kyaaa!!!!! Aku tidak mau!!" Berontaknya.

Jimin menurunkan Soomi perlahan, kemudian menghimpitnya di sudut tembok. Ia hanya menatap Soomi dengan tajam dan, errr mesum. "Kalau kau hanya ingin menciumku, ya cium saja. Jangan melakukan hal lain." Ucap Soomi dengan nada suara yang sedikit bergetar.

"Tetapi aku ingin melakukan keduanya, menurutmu bagaimana?"

Mata Soomi membulat, keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Detak jantung yang tak menentu membuatnya sedikit menahan napas-tak percaya. Saking tak percayanya, ia sampai sedikit sulit untuk bernapas. Dan ketegangannya memuncak saat Jimin mulai memajukan wajahnya, memperkecil jarak di antara mereka. Akhirnya...

Chu~!

Bibir mereka terpaut sempurna. Hmm.. hanya menempel, tidak lebih. Kemudian Jimin melepaskan tautan itu dan berbisik, "April Mop!" Soomi hanya menunduk malu sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. Jimin melanjutkan, "Kau manis.."

"Yakk!! Park Jimin, kau membuatku malu!!" Koar Soomi sambil memukul pelan dada bidang Jimin, kemudian memeluknya. Jimin hanya tertawa renyah, "Aku tidak akan melakukannya jika kau tidak mau hal lain terjadi. Aku hanya melakukan hal lain jika kau memintanya, jadi jangan pernah menunjukkan ekspresi seperti tadi padaku lagi. Kau tahu? Itu membuatku merasa menyeramkan."

"Kau memang menyeramkan sedari dulu.."

"Yakk!! Kim Soomi, apa kau mau permainan yang sebenarnya dimulai?"

BTS oneshot Yadong Where stories live. Discover now