The Sorcery : SKY Academy [Te...

By PrythaLize

2M 153K 29.8K

[Fantasy & Romance] SEQUEL of The Sorcery: Little Magacal Piya [published] Temukan cerita ini secara lengkap... More

PROLOG
One and Half Years Later*1
You've Been Invited!*2
Forced *3
The Intensione*4
A Little Thought *5
Noctis *6
Blue Blanket *7
Realized *8
Aversum *9
Welcome to SKY's Hostel! *10
Spring Night *11
Reunion *12
Throw All The Fears Out! *14
First School Day (I)*15
First School Day (II) *16
First School Day (III) *17
Schyorizone *18
Part of Past *19
I Will Protect You *20
Ampelux *21
Saturday Incident*22
Someone in Night*23
One Trouble Day*24
Rain, Storm, and Pain *25
Undesired Feeling *26
Intruder (I)*27
Intruder (II) *28
Intruder (III) *29
[Pemberitahuan]
[Answer]
Extra Part - White Lies
[PENGUMUMAN]

Illusioned Melody *13

53.3K 4.6K 303
By PrythaLize

Yanami's POV

Aku telah menunda hari keberangkatanku dua hari. Entah bagaimana caranya, Ayah dan Ibu terus saja mengeluarkan alasan agar aku tetap berada di rumah sampai hari ini. Bahkan mereka hampir mendaftarkanku di salah satu SMA di sana agar aku tak jadi pindah ke Gakuen Sora.

Hal pertama yang kupikirkan dalam benakku adalah, menyelamatkan masa depanku, segera!

"Hei, Yana-Nee..."

Aku melirik Nana yang kini duduk di ujung sofa, buku yang dibawanya dari kamar sama sekali tidak dibukanya.

"Apa?" Aku menjawab dengan malas. "Kau mau memberitahuku dimana Ayah dan Ibu menyembunyikan koperku? Ini sudah Jumat dan Senin ini aku sudah mulai sekolah."

Aku kembali menyuap es krim ke dalam mulutku, sambil memperhatikan Nana dengan kesal.

"Aku bisa memberitahumu, Nee-San." Nana tersenyum manis. "Tapi dengan satu syarat."

Aku memutar bola mataku kesal, kali ini menyuap lebih banyak es krim dalam mulutku. "Kalau kau menanyakan nama laki-laki itu lagi, aku sudah menjawabnya, kan? Aku tidak tahu namanya."

"Kakak bohong!" Nana melipat tangannya sambil menatap lurus layar televisi yang kini sedang menyiarkan berita tentang gosip cutinya Reina dari dunia entertainment. "Mengapa? Kakak takut aku merebutnya dari Kakak?"

Bocah tengil ini...,

"Masalahnya..." Aku melemparkan senyuman manis pada adikku tersayang itu. "Kayaknya dia punya kelainan. Tidak ada yang tahu, dia belum pernah dekat dengan gadis manapun, yaaah...itu sesuai dengan apa yang kudengar, sih."

Oke, maafkan aku menjelek-jelekkanmu di depan adikku, Vampix.

Nana mengangkat sebelah alisnya, "Heh, benarkah?" Meskipun nadanya terdengar tak menyakinkan, aku berusaha mengiyakan saja. "Lelaki itu pasti punya kelebihan yang membuat kakakku menoleh padanya, kan?"

"Ah, Nana tahu saja..." Sahutku malas. "Nah, dimana kopernya? Paling tidak besok aku sudah harus pergi."

Nana dengan kurang ajarnya mengabaikanku dan memainkan ponselnya, "Tanya saja sama Ayah dan Ibu. Nana tidak ikut campur."

...Nana, kalau kau bukan adikku, aku pasti sudah mengontrolmu untuk menyebutkannya. Dasar Nana nyebelin!

Aku bangkit dari dudukku dan berjalan ke arah kamar Ayah dan Ibu, tentu saja tak membawa eskrim dalam gelas yang kubawa sedaritadi.

Bincangan yang terdengar dari luar pintu membuat langkahku, pikiranku, dan segala pemahamanku, berhenti begitu saja.

.

.

"Lho? Masih disini?" Hana-Nee nyaris menyemburkan tawa saat melihatku duduk di lantai dengan kepala menyentuh lantai-mencari koperku di kolong.

"Kau tahu dimana mereka menyembunyikannya?"

Hana-Nee mengendikkan bahu, "Mana mungkin aku tahu."

Aku menarik nafas dengan amat pelan. "...Aku ingin pergi."

"Tapi Ayah Ibu tak mengizinkan." Hana-Nee tertawa lembut. "Aduh, Yana... Kayaknya persepsimu tentang 'Ayah Ibu yang tidak sayang padamu' itu salah. Buktinya, mereka sampai menahanmu seperti ini?"

Aku memincingkan mataku menatap Hana-Nee curiga, "Oh ya? Kukira Hana-Nee sudah tahu alasan mengapa mereka tak membiarkanku pergi. Mereka ingin mengenalkanku pada seseorang."

"Kau ini masih saja curiga yang enggak-enggak." Hana-Nee ikut duduk di sampingku. "Tidak ada yang mau menjodohkanmu, ah. Kau kebanyakan nonton drama."

"Aku dengar sendiri, barusan!" Emosiku melambung tinggi begitu saja. "Bahkan aku tahu, alasan mereka melakukannya! Demi perusahaan Ayah yang sedang krisis? Demi nama baik? Demi uang? Aku benar-benar muak!"

Aku bangkit dari dudukku dan menatap ke arah Hana-Nee yang kini mendongkak menatapku cemas. "...Mungkin kau salah dengar?"

"Telingaku masih sangat baik-baik."

...Aku muak.

"Kalau aku tak bisa menemukan koperku sampai besok, aku akan berangkat tanpanya."

Tatapan kasihan dari Hana-Nee...,

Membuatku makin muak.

Aku muak dengan semua hal yang terjadi padaku.

Dengan kesalnya aku menutup pintu kamar, mengunci pintu itu meski aku harus membukanya lagi karena kami bertiga berbagi kamar. Langsung saja aku membanting tubuhku di kasur dan memejamkan mataku.

Perasaanku kacau balau. Aku tak tahu arah. Aku benar-benar tersesat.

Saat membuka mata, hal pertama yang terlihat adalah semua benda dalam kamar melayang-layang tanpa kukendalikan. Aku menarik nafas panjang dan menyeka airmataku yang entah kapan telah terjatuh. Aku harus menenangkan diri, sebelum tanah dibawah rumah kami terbelah dan membuat kehancuran yang tak kuinginkan.

Semua barang yang melayang tadi terjatuh ke lantai dalam keadaan perlahan. Butuh setidaknya semenit bagiku untuk merenungkan nyata atau tidaknya sosok yang kulihat di luar jendela.

Sosok seseorang, menatapku dari luar jendela.

Bukan, aku bukan kaget karena ini adalah lantai dua atau karena kamarku sama sekali tidak memiliki balkon.

Tapi...,

"...Vampix?"

Saat aku mengedipkan mataku sekali lagi, sosok itu menghilang. Aku berlari menuju jendela, memanjat meja untuk melihat keadaan di luar.

Tidak ada.

Tidak ada kelelawar yang menggantung, atau Vampix yang terbang dengan sayapnya, atau apa-apa.

Ilusi-kah?

...Halusinasiku?

Aku menguatkan diriku. Baiklah, mungkin aku terlalu merindukannya. Aku harus segera ke Gakuen Sora.

Hari ini.

*

[Note : Akan ada lagu yang disisipkan, harap sesuaikan lirik dan suara yang terdengar, terima kasih.]

*

Piya's POV

Kayaka sempat bersikap aneh. Kalau saja tidak ada percakapan tadi, pasti aku akan ikut tertawa terbahak-bahak dengan Kayaka saat mendengar lelucon yang tengah dibicarakan.

Saat ini kami berada di pos-menunggu kedatangan yang lain-bersama dengan semua murid yang ada dalam akademi. Aku tidak tahu bagaimana ceritanya, tapi kata Odione, hari ini, esok dan lusa akan ramai karena banyak murid yang baru berdatangan.

"Aduh, perutku tidak tahan!" Satu tangan Kayaka memeluk bahuku, sedangkan yang satunya lagi memegang perutnya. "Bisa meledak, sepertinya."

Ryuko juga ikut tertawa karena lelucon itu. Aku berganti-gantian menatap Ryuko dan Kayaka, dan setelah kuperhatikan, keduanya tak tampak seperti sedang berselisih atau bermusuhan.

Aku sangat mengenal Kayaka. Dia tidak mungkin memiliki pikiran buruk secara tiba-tiba seperti itu. Tapi Ryuko juga terlihat baik-baik saja. Lalu apa yang sebenarnya terjadi?

"Rin, kau tak enak badan?" Kayaka bertanya dengan tampang cemas yang membuatku buru-buru menggelengkan kepalaku.

"Tidak ada. Aku hanya sedikit haus." Aku bangkit dari dudukku dan tanganku bertumpu pada meja bundar yang ada di depan kami. "Aku akan masuk dulu. Kalau Invi datang, chat aku ya, Kayaka."

Setelah Kayaka memberikan isyarat 'oke', aku pun segera meninggalkan pos. Aku sempat melihat beberapa orang berpelukan karena telah berjumpa kembali, dan itu membuatku diam-diam sedikit merasa senang.

Tak terasa juga aku sudah bisa melihat bangunan asrama, mungkin karena aku berjalan sambil memikirkan masa-masa yang tak pernah berhenti kupikirkan. Aku menarik nafas panjang sambil melangkah santai.

Meski siang ini terik matahari terus membuat manusia menunduk, tapi aroma khas musim semi membuatku tak berlindung dibawah pohon sakura.

...Dan sebuah lantunan lagu merdu terdengar di pendengaranku.

Sangat merdu.

Aku mengikuti arah darimana suara itu berasal sambil menikmati lagu itu dalam hati.

.

.

.

.

.

.

.

"...Been alone road to follow,

Been there and gone tomorrow,

Without saying goodbye to yesterday..."

Lagu itu terdengar begitu..., sedih.

"All the Memories I hold, still valid?

Or have the tears deluded them?"

...Aku tidak mau berhenti mendengarkan lagu ini...

"Maybe this time tomorrow,

The rain will cease to follow,

And the mist are fade into one more today..."

Aku tidak mau berhenti...

"Something somewhere out there, keeps calling..."

Aku harus bertemu dengan orang yang menyanyikan lagu ini.

"Am I going home?

Will I hear someone?

Singing solace to the silent moon."

"-Ya."

"Zero gravity, what it's like?

Am I alone?"

"-Ya!"

"If somebody there beyond this heavy aching feet,

Still the road keeps on telling me, to go on.

Something is pulling me...

I feel the gravity..., of it-"

Tiba-tiba saja aku merasakan seseorang menarik pergelangan tanganku, aku terlalu terkejut sampai-sampai rasanya tubuhku terjatuh ke bawah. Kesadaranku yang entah kapan melayang-layang, menghilang sekejap mata.Semua pemikiran tentang indahnya lagu yang terdengar tadi, ikut menghilang bersama kekagetanku.

Saat aku membuka mataku, aku tak dapat menyembunyikan kebingunganku. Aku melihat seseorang yang menarik pergelangan tanganku tadi adalah Tazu. Tapi hal yang membuatku terkejut bukanlah hal itu.

"Apa kau tidak dengar, aku memanggilmu sedaritadi?"

Aku hanya bisa menerjapkan mataku bingung. Bingung dengan situasi yang sedang kuhadapi. Aku benar-benar tak sadar dengan apa yang telah kulakukan.

Kami berada di atap asrama, dan aku pasti sudah terjatuh dari lantai empat jika Tazu tidak menyelamatkanku. Kedua kakiku yang menggantung terasa geli karena digelitik oleh daun sakura yang kebetulan berterbangan, aku bahkan tak tahu kapan aku melepaskan sepatuku.

"Kemarikan tangan kirimu,"

Tazu mengulurkan tangannya dan kusambut dengan segera mungkin. Hanya butuh satu kali tarikan bagi Tazu untuk membawaku ke atas. Detik berikutnya, aku sudah duduk di atas lantai teras atap bersamanya.

"Kenapa kau meloncat tanpa membuka sayap?" Tanyanya sambil mengatur nafas, sepertinya terlalu lama menahan nafas tadi.

"...Kenapa aku bisa ada disini?" tanyaku setelah dikerubungi rasa penasaran yang menyelinap. "B-beberapa detik yang lalu..., aku masih..." Aku kehabisan kata-kata, menjadi orang terbodoh saat ini yang hanya bisa menunjuk keberadaan dibawah sana tanpa mampu berkata apapun.

"Iya, aku tahu." Jawabnya, masih mengatur nafas. "Kau berjalan cepat sekali, aku hampir tak bisa menyusulmu."

...Apa yang sebenarnya terjadi?

"T-tadi aku mendengar seseorang bernyanyi. Lalu, aku... tiba-tiba aku sudah disini..."

Tazu nampaknya telah selesai mengatur nafasnya. Dia menatapku sambil sesekali menghela nafasnya berat. "Hati-hati, ya?" Tangannya menepuk pelan kepalaku. "...Tidak ada yang mau kehilanganmu."

Aku menganggukan kepalaku, meski perasaanku terasa tidak enak. Meski aku menyadari bahwa seluruh tubuhku gemetaran hebat sejak menyadari kejanggalan dan akibat dari kejadian tadi.

...Aku takut.

Tazu mengambil ponsel di sakunya dan memainkan ponselnya dengan serius. Aku ingin mengatakan padanya bahwa aku merasa tidak aman. Sebab aku merasa seperti ada seseorang yang sedang mengawasiku saat ini.

Dan kupikir, ini bukan hal buruk terakhir yang akan terjadi padaku.

"Aku sudah minta Hiro-maksudku Hize, untuk memanggil Kazie. Biar Kazie yang akan mengantarkanmu ke kamarmu." Tazu bangkit dari duduknya, "Aku akan ambilkan air untukmu."

"Tunggu. Jangan pergi!" Ujarku cepat-cepat.

Tazu menatapku, tangannya kembali menepuk kepalaku, mencoba menenangkanku. "Sebentar saja."

"Bagaimana kalau tiba-tiba aku meloncat lagi?" tanyaku khawatir.

Tazu mengangkat sebelah alisnya tanpa sedikitpun lekukan senyum di bibirnya. "Aku hanya akan mengambil air. Sebaiknya kau tidak melakukannya."

Tapi..., meloncat ke bawah itu bukan keinginanku!

Aku merasa sedang dikendalikan.

"Bisakah kau disini dulu, huh?" tanyaku kesal. Baru saja Tazu hendak menjawab, aku memotongnya dengan cepat. "Bukankah kau janji akan melindungiku? Aku takut!"

"Rin?"

Tubuhku serasa membeku saat aku mendengar suara Kayaka dari sampingku. Ada pula Hize di sampingnya. Aku tak dapat membaca apa yang ada dipikiran mereka setelah mendengar ucapan tanpa sadarku barusan, tapu aku bisa membaca ekspresi Kayaka yang kini menatapku cemas.

Begitu Kayaka berjongkok, aku langsung memeluknya erat.

Aku takut.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Kayaka terdengar khawatir.

Aku hanya menggeleng tanpa menjawab sepatah katapun.

Aku pernah hampir kehilangan nyawa, bertempur mengorbankan nyawa. Aku pernah merasakan kehilangan, aku pernah terluka sampai hampir meninggalkan segalanya.

Tapi...,

Aku belum pernah setakut ini.

Mungkin karena, suara nyanyian itu masih terdengar mengiang-ngiang dikepalaku.

Atau mungkin karena aku belum bersiap-siap menghadapi kematian seperti yang biasa kulakukan.

Dan aku takut melakukan hal yang sama.

Aku takut mengulangi kesalahan yang sama.

***TBC***

24 September 2016, Sabtu.

A/N

Met malming, semuaa! Udah ga kesepian lagi kaaan? Maaf yah, saya agak telat upnya, ada urusan tadi, hehe.

Maaf yaa, fanartnya belum bisa dipamerin di chapter ini, tapi saya mulai dedikasiin pelan-pelan deh ya? Urutannya dari siapa yang ngirim duluan yak, biar adil.

Oh ya! Gimana pendapat kalian tentang lagu tadi? Lagu tadi adalah ost dari anime wolf's rain, kalo ga salah endingnya ya, tuh? Saya cuman mau mamerin lagu kesukaan saya yaa, bukan mau nakut2in kalian kayak ilusi melodi yang terjadi sama Piya. Kalian ga bakal loncat dari gedung kok, kalo dengerin tu lagu. It's all just fictions.

Liriknya dalem, saya sukaa. Oh, itu semua liriknya adek ketik sendiri, soalnya males nyari-nyari di google *abaikan*

Ini baru permulaan, musuh para penyihir baru mulai beraksiiii hahahaaa~

Moment Piya Tazu kerasa flat banget ya disini? Soalnya saya lagi ga niat manis-manisin. Takut diabetes, wkwk. Agree?

Next Chappie bakal diumumin di conversation, tepatnya sih setelah saya menyelesaikan chapter 15 (saat ini ch 15 masih blank). Mulai ngupas masalah pelan-pelan, kelambatan atau kecepatan sih? Soalnya SA-nya aja belum mulai masukk #bhhakkk.

Tenang, saya jagonya ayam #eh #typo. Saya jagonya mempercepat alur, wkwkwk. #PD, fix, adek lagi bahagia banget sampe sarap ginihh.

BTW, FANART masi boleh dikirim ya, di line adekk.

[DECS : TAZU (dark brown eyes & hair; PIYA (dark brown eyes & Light brown hair).

XX

Cindyana H

Continue Reading

You'll Also Like

REFLECTION [END] By piwa

Mystery / Thriller

575 76 30
Pada beberapa kejadian, terkadang mimpi adalah sebuah dunia lain yang sebenarnya berdampingan dengan dunia nyata. Setiap pingsan, Tera akan menjalan...
678K 76.5K 25
[Paranormal & (Minor)Romance] Yume, seorang gadis indigo yang tidak pernah menyukai bakat dari garis keturunan ayahnya, tiba-tiba saja mengetah...
10.2M 1.2M 62
"Sumpah?! Demi apa?! Gue transmigrasi cuma gara-gara jatuh dari pohon mangga?!" Araya Chalista harus mengalami kejadian yang menurutnya tidak masuk a...
1.2M 167K 26
[Fantasy & (Minor)Romance] Seluruh umat manusia tahu kenyataan bahwa volume air di bumi semakin naik dan menenggelamkan satu persatu pulau di dataran...