T R A P P E D

Bởi eatectner

925K 69.3K 6K

[COMPLETED] One fraction of a moment you can fall in love, a love that takes a lifetime to get over | #26 in... Xem Thêm

Prolog
Chapter [1]
Chapter [2]
Chapter [3]
Chapter [4]
Chapter [5]
Chapter [6]
Chapter [7]
Chapter [8]
Chapter [9]
Chapter [10]
Chapter [11]
Chapter [12]
Chapter [13]
Chapter [14]
Chapter [15]
Chapter [16]
Chapter [17]
Chapter [18]
Chapter [20]
Chapter [21]
Chapter [22]
Chapter [23]
Chapter [24]
Chapter [25]
Chapter [26]
Chapter [27]
Chapter [28]
Chapter [29]
Chapter [30]
Chapter [31]
Chapter [32]
Chapter [33]
Chapter [34]
Chapter [35]
Chapter [36]
Chapter [37]
Chapter [38]
Chapter [39]
Chapter [40]
Epilog
Information
Extra Chapter
Let's talk with the cast!
Role Play

Chapter [19]

15.1K 1.3K 183
Bởi eatectner

The Script - For The First Time

Via berjalan memasuki rumahnya yang sudah gelap. Siang tadi seusai pulang sekolah, perempuan itu meminta izin kepada kedua orangtuanya untuk pergi dan kemungkinan akan pulang saat larut malam.

Ia mengunci pintu rumah dan membuka sepatunya, menaruhnya di dalam rak sepatu dan membiarkan lampu rumah tetap dalam keadaan tidak menyala saat berjalan menuju lantai dua.

Perempuan berseragam itu terlonjak kaget dan mundur satu langkah ke belakang saat ia menyalakan lampu kamarnya, dan mendapati Gadhra yang duduk di kursi meja belajarnya.

"Dhra Astaghfirullah," Via berjalan masuk ke dalam kamar. "Sumpah gue kaget. Lo ngapain di sini malem-malem gini?"

"Darimana lo?" Suara Gadhra yang terdengar sangat dingin membuat Via terdiam.

Via membalikkan badannya untuk melihat Gadhra. Mata Gadhra yang menatap tajam ke arahnya, dan wajahnya yang merah seperti sedang menahan emosi membuat Via yang baru pertama kali melihat Gadhra seperti ini menjadi bungkam. Mulutnya tidak mampu mengeluarkan sepatah katapun.

"Vi," panggil Gadhra pelan. "Darimana lo?"

Via masih tetap bungkam. Perempuan itu menggigit bibir bawahnya, ia duduk di pinggir kasurnya dan menggoyang-goyangkan kakinya, tanda bahwa perempuan itu sedang gelisah.

"Thivia," sekali lagi suara dingin Gadhra memanggil temannya.

Hening. Perempuan yang dipanggil masih tetap tidak mengeluarkan suara. Gadhra yang duduk di kursi belajar masih tetap menunggu agar pertanyaannya dijawab oleh lawan bicaranya. Sekitar dua sampai tiga menit Gadhra menunggu, laki-laki itu mengusap wajahnya.

"Via," mata Gadhra masih memandang Via dengan tajam. "Jawab."

Via sama sekali tidak berani melihat muka Gadhra. Ia menunduk, berusaha mengumpulkan keberanian untuk menjawab pertanyaan temannya.

"D-dari puncak."

Gadhra tertawa kecil mendengar jawaban Via, tertawa miris tepatnya.

"Sama siapa?"

Via terlihat ragu untuk menjawab pertanyaannya. Perempuan itu memberanikan diri untuk melihat Gadhra sebelum ia mengeluarkan suaranya.

"Beno."

Gadhra yang sebenarnya sudah mengetahui jawaban Via, menatap perempuan itu dengan tatapan yang tidak dapat didefinisikan. Laki-laki itu menunduk, menekan-nekan pangkal hidungnya, berusaha mencari secercah ketenangan.

"Dari pulang sekolah tadi, sampe sekarang lo baru balik jam dua pagi, lo ke puncak sama dia?"

Via mengangguk pelan.

"Shit," Gadhra mengusap wajahnya. "Tell me what did he do."

Via menggelengkan kepalanya. "Dia ga nga-"

"Kasih tau gue." Belum selesai Via mengucapkan perkataannya, Gadhra sudah memotongnya.

Via memandang Gadhra sebelum ia mengeluarkan perkataannya. "Dia ga ngapa-ngapain, Gadhra!"

"KASIH TAU GUE THIVIA JANGAN BOHONG!"

Bentakan Gadhra membuat Via terlonjak kaget. Perempuan itu menatap Gadhra seolah tidak percaya, ia belum pernah melihat Gadhra seperti ini sebelumnya. Ia pernah melihat Gadhra marah, tetapi marah kepada teman laki-lakinya atau saat laki-laki itu sedang berantam dengan siswa dari sekolah lain.

Selebihnya, ia tidak pernah melihat Gadhra semarah ini kepada dirinya.

Via membenamkan seluruh wajahnya di dalam kedua telapak tangannya, berusaha untuk menenangkan dirinya.

"Fine!" kata Via. "Dia nyium gue tadi."

Gadhra berusaha mencerna perkataan Via barusan. Tangannya terkepal dengan kencang, seluruh tubuhnya serasa kaku. Dari matanya dapat dilihat ia sedang menyimpan emosi yang sangat mendalam.

"Anjing!" Tangan Gadhra yang terkepal reflek menonjok pahanya sendiri.

Seketika suasana menjadi hening. Gadhra menunduk, tangannya memijat-mijat keningnya, laki-laki itu berusaha untuk berpikir jernih saat ini.

"Kenapa lo ga mau dengerin gue sih Vi?" tanya Gadhra pelan.

Via melihat Gadhra. Perempuan itu berusaha untuk menahan perasaannya. "Gue dengerin lo Dhra, gue dengerin lo banget."

"Dengerin apa namanya kalo lo mau diajak ke puncak berduaan sama dia!"

"Kenapa?!" bentak Via. "Kenapa emangnya kalo gue pergi sama Beno?!"

Perempuan itu berdiri dari kasurnya dan berjalan ke arah Gadhra yang masih duduk di kursi meja belajar Via.

"Gue tau gue udah janji sama lo untuk menahan perasaan gue biar ga suka sama Beno. Gue tepatin Dhra, gue tepatin!" kata perempuan itu sambil menunjuk dirinya sendiri.

Gadhra terdiam. Matanya menatap Via dengan tajam.

"Tadi waktu dia tau gue abis dimarahin Bu Kintan di sekolah, dia tiba-tiba ngajak gue ke puncak. Gue pikir seru juga untuk refreshing, toh besok juga hari Sabtu. Apa salahnya gue pergi sama temen gue?" lanjut Via dengan nada yang sedikit tinggi.

"Gue inget kok Dhra sama yang lo omongin kemaren, gue inget lo bilang dia cowo brengsek." kata Via pelan. "Makanya gue selalu respon dia sebagai teman aja, ga lebih."

Via diam sebentar, berusaha mengontrol amarahnya.

"Tadi di puncak semuanya baik-baik aja. Gue ketawa-ketawa sama dia, kita jalan-jalan disana, sampai pada akhirnya dia nyium gue," lanjut gadis itu.

"Dia langsung minta maaf sama gue, saat dia sadar kalo gue cuma diem dan ga respon apa-apa. Dia pikir, selama ini gue merespon dia lebih dari temen. Makanya dia berani ngelakuin itu."

Gadhra masih bungkam. Laki-laki itu memperhatikan setiap kata yang diucapkan oleh Via, berusaha untuk mencerna tiap kata yang masuk ke dalam telinganya.

"Satu lagi," lanjut Via. "Kenapa lo harus marah-marah sama gue? Kenapa lo harus marah disaat ada satu cowo yang nyium gue, sedangkan entah udah berapa cewe yang lo cium di luar sana dan gue gapernah marah sedikitpun! Lo tau ga kalo lo itu egois?! Kena-,"

"Karena gue sayang sama lo!" Gadhra memotong pembicaraan Via. Bersamaan dengan ucapannya itu, laki-laki itu berdiri membuat jarak di antara mereka menjadi sangat dekat. Sangat amat dekat.

Hening. Via berusaha mencerna perkataan Gadhra barusan. Keduanya bertatapan, namun mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Gue sayang sama lo Vi," kata Gadhra dengan suara yang parau. "Gue minta maaf karena gue sayang sama lo, lebih dari sekedar sahabat gue sendiri."

Seluruh tubuh Via menjadi kaku. Kakinya terasa lemas, perempuan itu membutuhkan sesuatu untuk menyadarkan dia dari setiap kata yang diucapkan oleh Gadhra.

"Selama ini gue pacaran sama cewe lain cuma untuk mengalihkan perasaan gue ke elo, karena gue rasa perasaan gue ini salah besar. Gue ga boleh sayang sama sahabat gue sendiri."

Gadhra menarik nafasnya pelan dan membuangnya perlahan.

"Tapi ga bisa Vi," lanjutnya. "Ga ada satupun cewe yang mengerti gue kaya lo mengerti gue. Ga ada satupun cewe yang sabar sama gue kaya lo yang selalu sabar sama gue. Dan ga ada satupun cewe yang selalu ada buat gue disaat gue berada dalam titik terlemah gue, kaya lo yang selalu ada di samping gue kapanpun itu."

"Satu lagi," lanjut Gadhra.

"Ga ada satupun perempuan yang bisa bikin gue pengen meluk orang itu tiap gue ngeliat dia, selain elo." katanya pelan. "Gosh, Vi. You have no idea betapa tersiksanya gue untuk menahan diri gue yang pengen banget meluk lo, tiap lo ada di samping gue."

Via masih melihat Gadhra, namun perempuan itu masih terdiam. Lidahnya serasa kaku. Ia tidak mampu mengeluarkan sepatah katapun, dan berusaha mengontrol perasaannya yang tidak karuan.

Gadhra tersenyum. Laki-laki itu memegang bagian belakang kepala Via, menariknya perlahan, dan mencium kening perempuan di hadapannya dengan penuh kasih sayang.

"Maafin gue Vi," katanya pelan. "Maafin gue udah terlalu egois sama lo. Maafin gue karena gue ga seharusnya sayang sama lo lebih dari sahabat."

Via masih diam. Tatapannya kosong. Gadhra mengerti, ia tidak bisa memaksa Via untuk mengeluarkan suaranya.

Gadhra memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Dia mengusap kepala Via pelan sebelum berjalan menuju pintu kamar Via, dan membukanya.

"Lo pikir kenapa gue selama ini masih sendiri?"

Pertanyaan Via membuat langkah Gadhra terhenti. Laki-laki itu menghadap ke belakang, dan melihat perempuan yang paling disayanginya.

"Lo pikir kenapa selama ini gue denial tiap cowo yang ngedeketin gue? Kenapa gue ga pernah cerita sama lo tentang cowo yang gue suka?"

Gadhra berjalan kembali menuju Via yang menatap dirinya dengan mata yang sedikit berkaca-kaca. Laki-laki itu berdiri tepat di hadapan Via.

"Kenapa?" tanya Gadhra

"Karena cowo yang gue suka itu elo," jawab Via. "Ralat, cowo yang gue sayang selama ini cuma elo, Dhra."

Gadhra diam. Untuk kesekian kalinya, laki-laki itu berusaha mencerna tiap kata yang masuk ke dalam telinganya.

"Lo ga lagi becanda kan Vi?"

Via menggeleng pelan. "Ga ada satupun laki-laki yang bisa ngebuat jantung gue berdegup kencang, selain elo. Gue juga ga ngerti sama perasaan gue sendiri."

Via menarik nafasnya pelan, dan membuangnya perlahan sebelum melanjutkan perkataannya.

"Dhra," panggil Via. "Am i wrong if i love my own bestfriend?"

Gadhra benar-benar sudah tidak tahan. Ia langsung memeluk perempuan di hadapannya dengan cepat, menuangkan semua perasaannya disana. Perasaan yang selama ini ia tahan, perasaan yang diam-diam menyiksa dirinya.

Via membalas pelukan Gadhra dengan erat. Penantiannya telah usai. Selama ini ia hanya menunggu, menunggu, dan menunggu. Menunggu sesuatu yang tidak mungkin terjadi menurutnya. Bahkan hatinya sudah kebal melihat Gadhra bersama perempuan lain.

Tanpa terasa, air mata sudah mengalir di pipi perempuan itu.

****

Siang itu, Reon sedang duduk di salah satu café yang berada di dalam sebuah mall yang terletak di Jakarta Selatan. Laki-laki itu sedang menikmati weekend-nya bersama kedua temannya sejak SMA, Ditto dan Sena.

Ketiganya sedang menunggu beberapa temannya yang lain sebelum mereka semua berangkat ke tempat tongkrongan mereka di daerah Cilandak.

Sena yang sedari tadi bertengkar melalui telepon dengan adiknya yang tidak sengaja membawa kunci mobilnya, membuat Ditto dan Reon tertawa.

Tadinya Sena dan adiknya, Sessa, berangkat bersama menuju mall tersebut. Setelah parkir, Sena menitipkan kunci mobilnya kepada Sessa. Tidak berapa lama kemudian, Sessa pamit karena udah dijemput oleh temannya. Keduanya lupa akan kunci mobil yang berada di dalam tas Sessa.

"Jangan galak-galak dong sama Sessa," kata Ditto. "Kasian calon gue."

"Nih cium ketek gue," kata sena sambil mengangkat tangannya. "Kasian gue sama adek gue kalo calonnya elo. Ganteng sih, tapi masa depannya ga terjamin."

"Bangsat," kata Ditto sambil tertawa. "Tapi lo juga salah, bego. Lo nya juga lupa kalo kuncinya ada di adek lo."

"Iya sih," Kata Sena sambil meminum orange juice-nya. "Gue cuma pengen aja nyalahin dia."

Berbeda dengan Ditto yang masih satu kuliah bahkan satu kelas dengan Reon, Sena kuliah kampus yang berbeda dengan keduanya.

Pertemanan Sena dan Reon juga terjadi karena hal yang tak terduga. Saat itu, siswa laki-laki dari sekolah Reon sedang tawuran dengan siswa laki-laki dari sekolah Sena. Reon yang menemukan Sena dalam keadaan sekarat langsung membawa laki-laki itu ke sebuah gang yang sepi.

Reon menelpon orang suruhannya untuk datang dan membawa Sena ke rumah sakit, sebelum laki-laki itu pergi meninggalkan Sena untuk kembali ke daerah pertempuran.

Sejak saat itu, Sena yang sangat berterimakasih kepada Reon berjanji kepada dirinya sendiri untuk menjaga dan melindungi Reon dari hal apapun. Ia sudah menganggap Reon seperti saudaranya sendiri.

"Ngeliatin hp apa tagihan utang mas? Serius amat," kata Sena yang melihat Reon sibuk dengan ponselnya sedari tadi.

Reon tertawa. Ponselnya ia letakkan di atas meja sebelum ia meminum blueberry float-nya.

"Bingung nih gue," kata Reon. "Bentar lagi cewe gue ultah, gue harus ngapain dan ngasih apa? Daritadi gue google ga nemu yang sreg."

Bersamaan dengan perkataan Reon, Sessa datang sambil meletakkan kunci mobil Sena di atas meja.

"Nyusahin banget sih lo jadi orang!" kata Sessa. "Temen gue jadi bolak balik kan."

"Nah!" Sena menunjuk Sessa. "Pas banget ada adek gue. Lo tanya aja sama dia Yon."

Sessa melihat Sena dan kedua teman abangnya dengan heran.

"Tanya apaan Bang?" tanya Sessa kepada Sena.

Reon menjelaskan kepada Sessa mengenai Via yang sebentar lagi ulang tahun, namun ia bingung harus memberikan kado apa dan kejutan yang bagaimana.

Sessa mengangguk paham. Perempuan itu duduk di sebelah Reon, dan mulai memberikan saran kepada Reon.

"Sumpah," kata Reon sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Gue ga yakin ini adek lo Sen. Pinter banget."

"Anjing," jawab Sena. "Udah dibantuin juga."


----⛔----

Heyho! Jadi gimana nih? Lebih setuju ViaReon ato ViaGadhra? Hehe. Dimohon pendapatnya yaa gaise❤

Btw, Sena juga punya cerita sendiri loh! Sena temennya Reon yang diceritain di atas. Dibaca yukk judulnya 'Who is Who?' masih 4 chapter kok, semoga menghibur! Aku masih butuh kritik dan saran soalnya hehe!

xoxo

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

919 106 5
" lu bukan siapa² gw!! berhenti cemburu tiap ngeliat gw sama seseorang!! Berhenti ngebunuh setiap orang yg dekat sama gw!! " " gw tau gw bukan siapa...
964K 14K 26
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
Sepantasnya Usai Bởi u t r i

Tiểu Thuyết Chung

397K 44.3K 56
Why do people get married? Atau .... Why did she want to marry him? Maula bahkan harusnya ngerasa trauma kan? Dia udah dua kali loh menghadiri acara...
702K 65.7K 43
Menjadi wanita lajang dengan masa depan yang gak pasti membuat orang tua Arum gigit jari. Dari dulu ia tidak pernah mengenalkan seorang lelaki pada m...