The Most Wanted Girl (Telah D...

By quinwriter

5.7M 72.9K 6.8K

Tukaran sekolah? "Gue jadi lo dan lo jadi gue." Punya kembaran bukan keinginan gue dari lahir. Ditambah d... More

Prolog
1. Munafik?
2. Hari Pertama Yang Gila
4. Sabodo Teuing
5. Tristan
Pilih Cover
Give Away Novel
Penghapusan Cerita
OPEN PO
TMWG KE DUA?

3. Hari Pertama Yang Membosankan

141K 10.6K 1.1K
By quinwriter

Ragel Pov

Gue berjalan di koridor sekolah Rachel. Ada beberapa hal yang buat gue dan Rachel gak disekolahin di sekolah yang sama dan itu perlahan nanti bakal terungkap.

Gue mengibaskan wig panjang ini ke balakang bahu. Beberapa orang menatap gue dengan terang-terangan. Ternyata, begini rasanya jadi Rachel "The Most Wanted Girl". Salah satu yang buat gue gak satu sekolah dengan Rachel ya ini. Gue gak mau Rachel merasa tersaingi, ntar bukan dia lagi yang jadi "The Most Wanted".

Wajah gue dan Rachel itu benar-benar kembar identik. Jadi gak masalah kalau gue sama Rachel bertukar peran, ini sangat menguntungkan. Mungkin bisa dicoba juga saat nanti, misalnya sewaktu Rachel mau malam pertama. Mungkin gue bisa gantiin dia kalau dia takut, ya 'kan? Berpura-pura menjadi dia itu mengasyikkan, contohnya ya sekarang.

Kayaknya Rachel benar-benar gak punya sahabat, karna dari tadi gak ada yang ngehampirin gue, sebagai Rachel.

"Rachel ...?"

Gue langsung berbalik kebelakang, dari suaranya yang terdengar di kuping gue bisa dipastiin kalau dia itu cowok. Cowok ini teman Rachel? Atau ...

"Lo potong rambut?"

Gue memperhatikan rambut gue dan langsung mengangguk. Wig ini memang gak sama persis dengan rambut asli Rachel. "Lo mau nganterin gue ke kelas?"

Dia terlihat sedikit terkejut lalu mengangguk. "Bukannya, Marco selalu nganterin lo ke kelas setiap pagi? Hari ini dia kemana?"

"Gue gak tau dia dimana."

Gue dan lelaki yang gue gak tau siapa namanya ini berjalan ntah menuju kemana. Asal dia gak bawa gue ke neraka sih gue oke aja.

"Lo suka coklatnya?"

"Coklat? Ng ... gue gak suka coklat." Tapi Rachel suka coklat kok, banget malah.

"Oh ya?" Dia sedikit terkejut. "Sorry gue kira semua cewek suka coklat." Yakali, semua cewek suka coklat.
Buktinya cewek gue gak suka coklat, tapi dia sukanya bunga ...
bunga bank.

"Lo mau kemana? Kelas lo 'kan ini." Ia menarik gue yang berjalan melewati sebuah kelas.

Gue pun langsung mundur perlahan. "Oh, ya. Gue terlampau asik ngobrol dengan lo."

Dia tersenyum. "Gue seneng dengernya. Gue ke kelas dulu, ya?" Setelah mengatakan itu ia meninggalkan gue, berjalan pergi ntah kemana.

"Rachel, Rachel?" Seorang perempuan cantik berlari kecil menghampiri gue. Mungkin ini temennya Rachel? Lumayan juga, jadiin selingkuhan. Kira-kira dia mau gak, ya? "Lo dianterin sama Marlo, si Marco mana?"

Oh jadi namanya Marlo. "Gak, gue pergi sekolah sendiri bawa mobil."

"Ya gue tau, maksutnya biasanya kan setiap pagi si Marco selalu nyamperin lo. Kok ini malah adeknya, si Marlo?"

Owh jadi Marlo ini adiknya Marco. Orang tuanya gak kreatif apa ya, ngasih nama cuma beda satu huruf c sama l doang. Liat Mama Papa gue, walau pun gue sama Rachel kembaran nama kami beda tiga huruf c, h dan g.

"Ya mana gue tau si Marco mana." Gue kan belum pernah ketemu dia.

"Eh kayaknya ada yang beda deh dengan lo?" Ia memajukan wajahnya meneliti gue. Dia kira gue prasasti apa harus di teliti. "Lo potong rambut? Terus suara lo kok juga beda, kek ngebass gitu."

Gue berdehem sejenak. "Lo pikir gue gitar, apa? Iya gue abis potong rambut, gue gak suka sama modelnya. Jadi ya gitu gue nangis yang berakibat suara gue jadi gini."

Dia langsung ber-oh ria sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Dasar bodoh, emang nangis bisa buat suara berubah? Cewek gue nangis berjam-jam gara-gara dompet gue ketinggalan pas nge-date gak sampe tuh suaranya berubah.

"Tempat duduk gue yang mana ya?" Sebenarnya gue mau duduk dari tadi cuma, gue gak tau si Rachel duduk di mana.

"Lah, tempat duduk lo 'kan di sono masih, yang banyak hadiahnya tuh, noh." Gue langsung mengikuti tunjukkan tangan cewek yang berdiri di depan gue ini.

Ah iya, kenapa gue dodol banget ya. Si Rachel kan banyak penggemarnya. Otomatis mejanya pasti penuh hadiah-hadiah gak penting.

"Btw, lo mau ngasih siapa lagi hadiahnya?" Cewek itu memajukan wajahnya, menatap gue lekat. Gue hanya menaikkan sebelah alis. "Eng ... maksut gue, dari pada lo buang. Mendingan lo kasih temen lo."

"Temen gue kan lo. Jadi lo mau?" Seketika raut wajahnya berubah, berbinar senang. Ia menarik garis bibirnya, tersenyum tipis. "Tapi, gue lagi gak pengen buang atau ngasih orang, jadi gimana dong?" tanya gue dengan tersenyum tipis lalu berpindah duduk di bangku Rachel.

Kalo biasanya Rachel bakal buang semua hadiahnya, kali ini enggak. Gue bakal bawa tuh hadiah kerumah, terus gue jual lagi deh. Lumayan uangnya ya 'kan buat nge-date.

Cewek yang gak gue ketahui namanya itu, bukannya duduk ia malah berdiri di samping tempat duduk gue. "Lo udah PR MTK gak?" tanyanya.

PR? Gue mana pernah buat PR kali. Untuk apa sekolah, kalo di rumah di suruh belajar lagi, ya 'kan?

"Gue gak buat." Dia melotot seolah tak percaya, sedetik kemudian ia tertawa terbahak-bahak.

"Gak mungkin banget. Lo gak lagi pelit 'kan Chel? Ia memajukan wajahnya kembali meneliti gue dengan lekat.

"Liat aja sendiri, kalo lo gak percaya." Gue menarik tas gue dan mengarahkannya kepadanya. Dengan cepat ia mengobok-obok tas gue. Lalu ia mendapati sebuah buku yang mungkin buku PR MTK-nya Rachel.

"Kok lo belum sih?!" ucapnya dengan sedikit membentak sambil melempar buku tersebut di atas meja.

"Emangnya lo udah? Gue nyontek, sini." Gue mengadahkan tangan ke arahnya.

Ia mendelik tak terima. "Kok gue sih, kan selama ini lo yang buat, gue tinggal nyontek aja."

"Nyontek?" sinis gue lalu tertawa terbahak. "Gak punya otak lo nyontek mulu. Malu, gils."

"LO!" Ia menggeram marah, menatap gue dengan tajam.

"Apa?" tanya gue santai. Keributan ini membuat siswa-siswi berdatangan ingin melihat gue. Ow ... Ow Rachel lo harus liat apa yang baru aja terjadi di sekolah lo.

"Dasar cewek gatel! Gak punya temen! Lo kira, selama ini kami mau temenan dengan lo, ha? Lo itu menang tenar aja. Semua orang yang deketin lo itu cuma mau manfaati lo aja, seharusnya lo sadar diri, jangan banyak tingkah!"

Gue bersedekap menatapnya dengan seringai. "Sudah pidatonya? Kepala sekolah belum lo kasih kata sambutan tuh."

"Gina, lo apa-apaan sih?" Tiba-tiba seorang laki-laki yang gak gue tau namanya datang menghampiri kami yang ternyata sudah di kerumuni banyak siswa dan siswi.

Jadi nama cewek ini Gina.

"Marco," desis Gina yang berdiri di depan gue ini.

Oh, ini teh namanya Marco. Lumayanlah, kalo jadi pajangan di etalase buat penglaris.

"Lo gak apa-apa, Chel?" laki-laki itu menghampiri gue.

Ah tiba-tiba ide gue muncul. Gue pun mengeleng dengan raut sedih. "Hiks ...," isak gue pura-pura. "Sakittt ... Co, sakit ..., hiks."

"Lo–lo kenapa?" Ia memegang bahu gue. Mencoba menenangkan gue. Gue pun langsung meluk dia.

"Bawa gue pergi, Co. Sekarang, please."

Ia langsung menarik gue keluar dari kerumunan yang berarti keluar kelas. Yes! Hari ini gue selamat dari belajar.

•••

Gue menatap langit-langit ruang UKS, tadi sewaktu gue minta Marco bawa gue pergi, ia malah bawa gue ke UKS padahalkan gue mau ke kantin.

Bosen! Bosen! Bosen! Kok Rachel tahan ya, hidup kayak gini. Gak berwarna, flat dan—

"Permisi, Kak." Seorang gadis masuk membawa nampan berisi teh hangat dan mangkuk yang gue gak tau apa isinya.

Manis.

Bukan, bukan tehnya.

Tapi, ni cewek, dia manis.

Ia meletakkan nampan di atas nakas samping tempat tidur ini. "Eh tunggu," ucap gue menahannya saat ia hendak pergi keluar.

"Iya, Kak?"

"Bisa suapin gue?" Gue tersenyum, bukannya menjawab ia malah mematung.

"G-gue Kak?"

"Iya, elo. Masa Nini lo."

Ia langsung melangkah maju mendekat. Mengambil mangkuk yang ternyata isinya itu bubur ayam.

"Nama lo siapa?" tanya gue saat ia hendak menyuapi gue.

"Egita, Kak."

Gue mangangguk sambil menarik tangannya mengarahkan ke mulut gue.

"Lo tau nama gue gak?" tanya gue setelah menelan bubur.

"Siapa sih yang gak tau Kakak."

"Menurut lo, gue gimana?"

"Emangnya kenapa Kak?"

"Ya lo pasti udah denger kenapa gue disini kan?"

Ia mengangguk.

"Ya menurut lo, gue gimana setelah kejadian tadi?"

"Keren."

"Keren?"

"Iya keren, ternyata orang cantik, pinter dan sesabar Kakak, bisa melawan juga."

"Emang selama ini gue gak bisa melawan?"

"Ngg ... gimana ya Kak?"

"Ya mana gue tau, menurut lo gimana?"

"Maaf sebelumnya Kak, cuma– cuma satu sekolah kan tau Kakak gimana orangnya."

"Gimana? Yang jelas dong."

"Iya gitu, Kakak itu selain cantik dan pinter. Kan Kakak itu baik, ramah dan– dan terlalu polos, Kak."
Ia kembali menyuapi gue. "Tapi, tadi itu Kakak keren lo, terkesan tegas."

"Kalau gue berubah kayak tadi, apa yang terjadi ya?"

Dia menggeleng dan kembali menyuapi gue. "Gue gak tau, Kak. Tapi, seseorang bilang sama gue. Kalo hidup itu pilihan, memang kedepannya kita gak akan tau dengan apapun yang kita ambil, tapi setidaknya kita telah berani memilih; baik atau buruk hasilnya setidaknya kita tidak akan pernah menyesal karna tak berani memilih."

Gue tersenyum, lalu mencubit pipinya dengan gemas. "Gue suka sama lo."

"Su– suka sama gu– gue, Kak?"

"Iy— eh, maksut gue suka sama kata-kata lo." Hampir aja, hampir.

Helaan napas legah pun terdengar dari mulutnya. "Syukurlah," gumamnya.

"Syukurlah? Emangnya kenapa?"

"Eng– enggak kak."

Gue mengangguk sambil mengedikkan bahu. "Suapin gue lagi."

•••

Continue Reading

You'll Also Like

178K 9.8K 13
menyukai kembaran sendiri wajar bukan? bxb area awas salpak
74.5K 5.7K 22
Zheyan Andirahman, Cewek dengan tinggi 185cm yang sering di sangka cowok karena tinggi dan bentuk badannya. Sering didekati cewek-cewek dan di salah...
419K 46.9K 92
Sang CEO tampan mahabenar akhirnya mantu di usia yang masih thirty something, satu anggota keluarga baru akhirnya hadir. Tapi pekerjaan rumahnya belu...
124K 13K 62
Bersahabat sejak bayi membuat mereka bertujuh menjadi terikat secara tidak langsung, setelah bertahun-tahun berlalu dan satu persatu mereka semua ber...