Love Two Side Of The Mirror

By gopayy

126K 7.9K 932

Cuma cerita tentang anak sekolahan yang pulang kampung dan ketemu sama kembaran mantan nya doang. Tapi tau se... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Special Chapter 20
Special Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Final Chapter 27

Chapter 15

3.2K 212 17
By gopayy


-Author POV-

Pintu pun mulai terbuka dan menampakan 2 orang lelaki yang sedang berdiri di depannya. Yang satu duduk di kursi roda, sementara yang satunya mendorong kursi rodanya.

"Kakak!" Teriak lelaki itu yang tak lain adalah Riksa.

"Apa Jean udah siuman?" Tanya Gavin lalu mulai mendorong kursi roda Riksa hingga ke dekat ranjang yang Jean tiduri.

"Enggak, cuma ada sedikit gerakan tapi langsung diem lagi" ucap Calvin. Ia sangat rindu dengan Jean. Benar-benar rindu. Ia ingin meminta maaf dan menjaga nya dengan benar, tidak ingin sampai kejadian ini terulang lagi.

"Rik, mata loe kok sembab gitu sih?" Tanya Calvin.

"A-ah gue nggak kenapa-kenapa" jawab Riksa sambil menggaruk tengkuknya.

》Flashback on《

-Riksa POV-

"Gavin, cepet ceritain kenapa Danny tadi gaada buat jenguk gue" tanyaku.

"Hmmm, gue ga yakin kalo loe bakal seneng sama cerita gue" jawab Gavin sambil mengambil kursi lalu mendekatkan kursinya ke deket ranjang ku.

"Udah lah langsung to the point, gue ga suka kalo bertele-tele kayak gini" ucapku dengan sedikit menaikkan nada.

"Yaudah kalo loe maksa, Danny... dia udah meninggal"

Jleebbb...

Seketika itu juga ribuan pedang serasa ngehunus hati gue. Di cincang sampe kecil-kecil dan langsung di buang. Hati gue sakit, bener-bener sakit. Danny, orang yang masih nunggu jawaban dari gue, pergi segitu cepetnya? Kenapa dia bisa pergi tanpa pamit ke gue?

"Danny... kenapa?" Tanya gue. Di sudut mata gue udah terkumpul banyak air mata yang siap buat membanjiri pipi gue, tapi dengan cepet gue seka pake lengen baju gue.

"Dia donor in hati nya buat loe" ucap Gavin dengan suara parau.

"Ha-hiks-hati? E-emang nya hati gue kenapa?!"

"Hati loe udah ga bisa di pake lagi Rik, ini semua karena obat yang loe minum. Efek nya ngaruh banget buat hati loe. Jadi mau ga mau harus ada orang yang donorin hatinya buat loe, kalo nggak loe ga bakal selamat. Awalnya sih gue, Riky, Bagas mau donorin buat loe, tapi sayangnya golongan darah kita semua beda sama golongan darah loe. Dan yang sama cuma Danny, katanya dia seneng bisa berguna buat loe Rik" jelas Gavin panjang lebar.

Berguna? Hah, mending gue mati aja sekalian, gue itu cuma nyusahin loe Dan. Gue juga anak haram, jadinya gue ga pantes dapet hati loe Dan. Gue sayang sama loe, gue juga malah belum kasih jawaban buat loe.

"Hiks-Danny, gue minta maaf-hiks" teriak gue sambil sesenggukan. Air mata gue udah nyebar kemana-mana. Selimut, baju, kasur, bantal, bahkan pegangan kasur juga kena sasaran air mata gue.

"Udah Rik, loe ga usah sedih. Nanti Danny nggak bahagia di sana. You should happy and anjoy your new life, Danny will be happy if you do that Riksa" ucap Gavin lalu memeluk tubuhku erat. Menarik tengkuk ku dan menenggelamkannya di dada bidang nya yang siap untuk mendapat serangan apapun.

"G-gue jahat ya-hiks-vin. Gue-hiks-gue bener-bener ga berguna ya Vin. Men-hiks-ding gue mati aja"

"Riksa... kemana semangat loe yang biasanya? Kemana Riksa yang periang? Kemana Riksa yang selalu bawel?" Tanya Gavin sambil mengelus-elus punggung ku.

Srreeeett...

"RIK-sa?" Pekik bunda yang tiba-tiba menurunkan nada bicaranya.

"Oh, maafkan kami. Silahkan di lanjutkan" ucap ayah lalu menutup pintu kembali. Tapi sebelum pintu menutup gue langsung ngelepasin pelukan Gavin dan teriak.

"Ayah, Bunda, jangan pergi!" Seketika itu juga pintu terbuka dan bunda langsung lari ke deket ranjang gue.

"Ayah dan bunda hanya bercanda kok" ucap ayah dengan santai nya jalan ke deket ranjang gue.

"Kamu udah nggak kenapa-kenapa kan sayang? Bunda khawatir banget sama kamu sayang. Jangan ngelakuin itu lagi ya. Maafin bunda" ucap bunda terus meluk gue dan menciumi pipi gue.

"Seharusnya Riksa yang bilang itu ke bunda-hiks-" gue pun mulai sesenggukan di pelukannya bunda.

"Maafin Riksa bunda, maafin Riksa-huaaaa-" tangisan gue semakin menjadi-jadi. Gue merasa jadi kayak orang bodoh, sampe minum obat ga jelas dan buat Danny, sahabay kesayangan gue mati sia-sia cuma buat gue. 'Gue' yang notabenenya jahat sama dia.

"Riksa sayang, dengerin bunda ya nak. Riksa nggak jahat kok. Bunda sayang banget sama Riksa, jadi jangan ngulangin lagi ya sayang" ucap bunda dan pelukannya semakin erat.

"Riksa janji bunda" ucap gue lirih.

Bunda pun ngelepasin pelukan gue dan berdiri di samping ayah.

"Riksa, bunda dan ayah pulang ke rumah dulu ya. Mau ambil pakaian buat kamu dan kakak. O iya kalau kamu mau jenguk kakak boleh kok. Kamar nya ada di Mawar nomer 3. Nanti kamu di anter sama Gavin ya" ucap bunda panjang lebar.

"Ya sudah kalau begitu, kami pergi dahulu. Bye" ucap ayah lalu mereka berjalan menuju pintu, namun sebelum sampai keluar pintu ayah mengatakan sesuatu kepada Gavin. Entah itu apa, soalnya gue nggak bisa denger apa yang dikatain ayah.

"Ya sudah Gavin, titip Riksa ya" ucap ayah lalau menepuk pundak Gavin.

》Flashback off《

-Author POV-

"Nggh"

"Jean!" Teriak Calvin dan langsung berdiri di samping ranjang Jean.

"Akan ku panggilkan dokter" ucap Jonathan lalu berlari keluar ruangan Jean.

"Cepat ya sayang!" Perintah Lisanna.

"Kakak! Gavin cepet deketin gue ke ranjang nya kakak" perintah Riksa kepada Gavin yang langsung mendorong kursi roda Riksa ke dekat ranjang Jean.

Perlahan namum pasti, Jean mulai membukakan matanya.

-Jean POV-

Ngghh, aku dimana? Kenapa terang sekali? Dan mengapa banyak orang yang sedang mengerumuniku? Sebenarnya aku ini berada dimana?

"Jean, sayang!" Panggil seseorang.

Sayang? Apakah itu suara Calvin? Atau Kevin? Suara mereka nyaris mirip.

"Sayang, bukalah matamu dengan benar" ucap lelaki itu. Aku pun mulai membuka mataku dan memfokuskan pandanganku ke araha suara.

"C-calvin..." ucapku lemah.

"Iya sayang, aku Calvin. Syukurlah kamu nggak kenapa-kenapa. Aku khawatir sayang" ucap Calvin yang tumben memakai logat aku-kamu.

"Pfftt, tumben ga pake loe-gue" ucap seorang lelaki yang berada di sisi kiri ranjang ku. Aku pun menengok ke arah kiri dan.

"Riksa.." ucapku lemah.

"Kakak, Riksa khawatir sama kakak" ucap Riksa lalu mengelus-elus telapak tangan kiri ku.

"Gavin... kamu... ada di sini?" Tanyaku

"Iya Jean, gue di sini buat nungguin Riksa sama loe" ucap Gavin yang memegang kursi yang sedang di duduki oleh Riksa.

Kursi roda? Riksa memakai kursi roda? Namun untuk apa? Dia juga memakai baju pasien.

"Riksa, ken-"

Sreeett..

Pintu ruanganku pun terbuka dan tampak seorang dokter, 2 orang perawat dan papa nya Calvin sedang berjalan masuk ke dalam ruanganku.

"Permisi, kami akan mengecek keadaan Jean terlebih dahulu. Mohom tunggu di luar ya" ucap salah satu perawat kepada semua orang yang berada di dalam ruanganku.

"T-tapi, Jean!" Teriak Calvin, aku pun menggelengkan kepala dan tersenyum ke arahnya. Akhirnya dia pun baru mau keluar dari ruanganku.

"Baiklah Jean, kami akan mengecek keadaan mu. Apabila kau merasakan sesuatu yang aneh atau sakit, tolong beritahu kami" ucap dokter perempuan itu lalu mulai mempersiapkan alat-alat kedokteran yang aku tidak tahu fungsi nya untuk apa.

Salah satu perawat perempuan itu hanya mengecek infus dan yang satunya menulis sesuatu di papan yang ia bawa. Sementara sang dokter tengah sibuk memperhatikan alat besar yang berada di samping kanan ku.

"Ngghhh" erangku. Tiba-tiba saja kepalaku terasa sangat sakit sekali.

"Jean, apakah ada yang sakit? Tolong tunjukan kepada kami" ucap sang dokter dan aku menunjuk bagian kepala belakangku yang sedikit agak nyeri.

"Oh, astaga! Suster, tolong bawa pasien ini ke ruang UGD" perintah sang dokter.

UGD? mengapa aku harus ke sana? Kepala ku kan hanya terasa nyeri. Ya walaupun nyeri nya sangat-sangat sakit.

"Baik, dok!" Jawab kedua suster itu bersamaan. Dan seketika itu pula rajang ku di tarik oleh salah seorang suster dan yang satu nya mendorong ranjang ku dari belakang.

Sreett..
Dokter pun membukakan pintu ruanganku yang sekaligus membuat Calvin, Riksa, Gavin, papa dan mama nya Calvin terkejut.

"Jean! Dia mau dibawa kemana?!" Teriak Calvin.

"Dokter, pasien ini akan di bawa kemana?!" Tanya mama nya Calvin.

"Sabar bu, pasien ini harus segera di bawa ke UGD. Perlu pemeriksaan dengan alat yang lebih canggih. Saya harap anda sekalian menunggu di luar ruang UGD. Permisi" ucap dokter itu lalu berlari menuju ranjangku yang sudah di bawa oleh kedua suster yang tadi mengecek ku.

~☆☆☆~

-Author POV-

Ruangan bertuliskan UGD itu masih sepi. Lampu merah pada bagian atas pintu ruangan semakin membuat orang-orang yang berada di depannya menteskan banyak keringat dan air mata.

"Riksa!" Panggil seorang wanita dari kejauhan.

"Bunda!" Teriak Riksa.

Bella dan James pun berlari menuju tempat dimana Riksa menunggu.

"Bagaimana keadaan kakak mu?" Tanya James.

"Apakah Jean baik-baik saja?!" Tanya Bella dengan cemas.

"He will be all right" jawab Lisanna. Sontak, Bella pun terkejut melihat Lisanna bersama Jonathan yang sedang berdiri di belakang mereka.

"J-Jonathan? Lisanna?" Pekik Bella.

"Sayang, jaga amarah mu ya. Di sini ada Riksa" ucap James sambil mengelus-elus punggung tangan Bella.

"Kami ingin meminta maaf kepada mu, Bella. Khusus nya aku" ucap Jonathan. Bella hanya diam melihat Jonathan yang sedang merangkul pinggang Lisanna.

"Sudah lah Jonathan, Lisanna. Itu sudah masa lalu dan aku sudah memaafkan kalian berdua" ucap Bella lalu tersenyum. James pun mengalungkan lengannya di leher Bella.

"Mom, dad, sebenarnya apa yang terjadi di antara kalian?" Tanya Calvin tiba-tiba.

"Tidak ada apa-apa kok sayang" jawab Lisanna dengan suara lembut nya.

"Bunda... apakah dia ayah kandungku?" Tanya Riksa tiba-tiba. Langsung saja semua orang yang berada di tempat itu terkejut mendengar pertanyaan Riksa yang tiba-tiba itu.

Namun James dan Bella membalasnya dengan senyuman dan sedikit anggukan. Mereka tidak ingin ada kebohongan di dalam keluarga nya. Biarlah Riksa mengetahui siapa ayah kandung nya.

"Jadi, ini Riksa?" Tanya Jonathan dan menunjuk Riksa yang sedang diam samb memperhatikan Jonathan intens. Bella pun mengangguk dan tersenyum.

"Mengapa aku tidak mengenalimu sedari tadi? Astaga, anakku" ucap Jonathan lalu memeluk Riksa yang diam mematung. Dia bingung harus memberikan respon apa. Namun yang pasti saat ini dia ingin menangis.

"A-ayah?" Tanya Riksa perlahan.

"Iya nak, aku ayah mu" jawab Jonathan. Lalu Riksa pun membalas pelukan Jonathan dan menangis di dalam pelukan itu.

"Rik-hiks-Riksa minta maaf. Riksa kangen ayah. Riksa kangeenn-hiks-" ucap Riksa tersedu-sedu.

"Mengapa kamu meminta maaf nak. Kau tidak salah kok, maaf kan ayah ya. Ayah juga rindu Riksa" jawab Jonathan.

"Mom, don't be said Riksa itu adek ku?" Tanya Calvin dengan wajah horror.

"Ya, secara tidak langsung dia ini adik tirimu Calvin" ucal Lisanna.

"Oh my god! Kalo gitu berarti Jean juga sodara aku?!" Tanya Calvin. Mukanya semakin horror.

"Kalau Jean seperti nya tidak, karena sudah berbeda ibu" jawab Bella tiba-tiba. Calvin pun meng-fiuhh. Dia lega kalau Jean itu bukan saudara nya. Karena ia sangat mencintai Jean, ia ingin Jean menjadi pasangan hidupnya, bukan saudaranya.

"S-sepertinya aku harus pulang" ucap Gavin tiba-tiba.

"Hah? Secepat ini?" Tanya Riksa yang sudah melepaskan pelukannya dengan Jonathan.

"Hmm, sebenernya aku harus pulang ke Amerika sekarang, karena band ku ada jadwal manggung" ucap Gavin denga nada lesu.

"Yah.. Gavin, kamu baru sebentar di sini dan udah mau balik ke Amrik?" Tanya Riksa.

"Iya Riksa, maafkan aku" ucap Gavin.

"Ya sudah kalau begitu, kamu lebih baik balik ke Amrik. Besok kalo udah nggak sibuk, kamu bisa main lagi ke Indonesia kok" ucal Riksa sambil memberikan senyuman manisnya.

~☆☆☆~

Sudah hampir 2 jam mereka menunggu Jean dengan cemas. Lampu merah masih menyala terang menandakan kegiatan di ruangan itu belum selesai. Mulai terdengar grusa-grusu di dalam ruangan itu dan akhirnya lampu merah yang tadi menyala terang pun mati. Pintu pun terbuka dan menampakan seorang wanita mengenakan pakaian operasi dan memakai masker.

"Dok, bagaimana keadaan anak saya?" Tanya Bella yang langsung berlari ke arah sang dokter perempuan itu.

"Anak anda baik-baik saja bu. Namun seperti nya dia terkena lumpuh sementara di karenakan penyembuhan di sum-sum tulang belakangnya. Kira-kira anak anda terkena lumpuh selama sebulan, itu kalau dia rutin check up dan tidak lupa meminum obatnya" jelas sang dokter perempuan itu panjanh lebar. Sementara Bella hanya diam mematung melihat sang dokter. Matanya sudah berkaca-kaca seakan-akan air bah akan tumpah untuk membasahi pipi yang di lapisi blush on tipis itu.

"Apakah Jean boleh kami tengok? Dan kapan penebusan obat nya?" Tanya James yang baru saja sampai sambil mendorong kursi roda Riksa.

"Untuk sementara ini biarkan dia istirahtat terlebih dahulu, sekitar 1 jam an. Dan obat bisa di tebus setelah saya memberikan resep obat nya, apakah anda atau istri anda yang akan menebusnya?" Tanya sang dokter.

"Saya saja dok, saya tante nya" ucap Lisanna tiba-tiba.

"Ah baiklah, mohon ikuti saya" ucap sang dokter. Lalu Lisanna pun berjalan mengikuti dokter dan di temani suami nya, Jonathan.

"Lisanna, terimakasih" teriak Bella ketika Lisanna, Jonathan, dan dokter itu sudah melangkah agak jauh. Senyuman terukir di wajah indah milik Bella.

"Sama-sama" ucap Lisanna. Dia membalikkan badannya dan tersenyum kepada Bella lalu menghadap ke depan lagi.

"Oh, sungguh aku sangat berhutang budi kepada kalian" ucap Bella lirih.

Braakkk...

Pintu ruang UGD pun terbuka dan menampakan seorang perawar sedang menarik ranjang Jean dan yang satu nya mendorong ranjang Jean. Mereka pun berhenti tepat di depan Bella, James, Riksa, dan Calvin.

"Apakah anda orang tua dari ananda Jean?" Tanya seorang perawat kepada Bella dan James.

"Iya, kami orang tua nya" jawab James.

"Kalau begitu mohon ikuti kami sampai di ruang tempat ananda Jean beristirahat. Terimakasih" ucap perawat itu sambil memberikan senyum nya.

"Baiklah" jawab Bella. Lalu mereka semua pun berjalan mengikuti perawat sampai di ruangan Jean yang sama seperti kemarin.

"Kami mohon untuk tidak mengganggu pasien. Agar dia dapat beristirahat dan obat nya bekerja. Kami permisi dahulu" ucap perawat lalu meninggalkan mereka di depan ruangan Jean.

"Jean.. kenapa loe nutup mata loe lagi? Padahal baru sebentar kita ketemu. Gue kangen sama loe Jean" ucap Calvin yang sudah duduk di kursi tunggu depan ruangan Jean sambil menundukkan kepalanya.

"Tenang Calvin. Jean pasti akan baik-baik saja" ucap James yang sudah dudk di samping Calvin sambil menepuk pundak Calvin.

"Tante mohon tolong jaga dia ya Calvin" ucap Bella kepada Calvin. Calvin pun menaikkan tatapannya dan menatap Bella.

"Baik tante, saya akan menjaga Jean. Saya janji" ucap Calvin dengan tatapan serius.

"Jangan php in kakak lagi" sindir Riksa.

"Gue nggak pernah nge php in kakak loe" ucap Calvin sambil menatap Riksa dengan tatapan pembunuh. Riksa pun bergidik ngeri lalu mengarahkan pandangannya ketempat lain.

》Jean Dream《

-Jean POV-

(Nb: maaf kalo nggak mirip sama Calvin)

"Hai Jean! Kita bertemu lagi!" Sapa seorang laki-laki bertubuh gagah di depanku. Tepat di depan ku.

"Kevin? Jangan bilang aku sedang tidak sadarkan diri, lagi(?)" Ucap ku.

"Aku tidak tau itu sayang. Namun yang pasti kau berada di sini mungkin karena kau rindukepadaku?" Tanya Kevin dengan tatapan menggoda.

"Emmm, mung-kin?" Ucapku. Wajah ku sudah memerah.

"Tuh kan sayang kangen sama aku. Ya sudah sayang, ayo ikut aku. Kita bakal lanjutin perjalanan kita yang sempat terputus itu. Apakah kau tau, aku sudah tidak sabar untuk memperlihatkan sesuatu kepadamu" ucap Kevin lalu mengulurkan tangannya kepadaku. Aku pun menerima uluran tangannya.

"Apa itu? Surprise?" Tanyaku dengan wajah keheranan.

"That's right honey. It's surprise and that was a secret" ucap Kevin lalu mengedipkan sebelah matanya. Oh astaga, dia terlihat sangat tampan. Astaga Kevin kau tampan sekali.

"B-baiklah, Kevin" jawabku.

"Kenapa kau memanggilku Kevin? Biasanya kau memanggilku dengan sebutan sayang" ucap Kevin.

"A-ah itu emm anu, aku sudah punya Calvin sekarang dan aku memanggilnya dengan sebutan sayang"

"Tapi aku kan juga sama dengan Calvin dan di sini tidak ada Calvin, jadi kau boleh memanggilku sayang. Sama seperti dulu sewaktu kita berpacaran"

"Ehm, baiklah. Sayang" ucapku malu-malu. Aku menundukkan kepalaku dalam-dalam. Entah kenapa perasaan ku yang dulu untuk Kevin kembali lagi. Aku menjadi ingat ketika kami berpacaran, bermesraan, dan lainnya.

"Ya sudah sayang, ayo ikut aku. Aku tidak akan lama kok membawa mu. Jadi kau tenang saja. Aku juga sudah tidak ingin memaksamu untuk tinggal di sini seperti pertemuan kita kemarin" ucapnya sambil tersenyum manis ke arahku. Ahhhh! Super sekali senyumannya.

"Oke, sayang" ucapku. Kulangkah kan kaki kiri ku kemudian kanan ku. Ku sejajarkan langkahku dengannya. Jadi sekarang aku berjalan tepat berada di sebelah nya. Di sampingnya.


Author speaking📣📣

Maaf ya gaesss kalo ceritanya makin absurd and ga jelas. Ceritanya mirip kayak author yg absurd sama ga jelas yaah :"3 . Maaf kalo penggunaan bahasa dan kata author aneh, ngga jelas ato apalah itu namanya. Intinya kalo ada yg aneh authlr minta maaf ya, kasih saran dan kritik buat author biar bisa memperbaiki ceritanya😄😄

V O M M E N T    kuy!!

Continue Reading

You'll Also Like

7.7K 1.1K 8
Kedatangan anak berusia 15 tahun kepada Hanan, membuat dua orang yang awalnya tidak saling mengenal menjadi akrab dan saling bekerja sama dalam satu...
291K 38K 39
[PART LENGKAP] May contain some mature convos and scenes Bagi Abigail Williams, El adalah tempatnya berkeluh kesah setelah diputus oleh para mantan...
883K 69.7K 51
Rifki yang masuk pesantren, gara-gara kepergok lagi nonton film humu sama emak dia. Akhirnya Rifki pasrah di masukin ke pesantren, tapi kok malah?.. ...