Losta Connecta 「END」

By andhyrama

629K 53.1K 37.4K

[12+] Semua akan menjadi sulit jika kami berdua Losta Connecta. Pemenang THE WATTYS 2016 kategori #Ce... More

0] PREVIEW
0] PROLOG
1] PULANG
2] TELAT
3] PASI
4] PESAN
5] MARAH
6] FOKUS
7] PANGGIL
8] CEBAN
9] TAHU
10] CABAI
11] SURAT
12] BUBUR
13] BAKSO
14] DAFTAR
15] PESTA
16] PECAH
17] PUSING
18] KONSER
19] HUJAN
20] BINGUNG
21] DEMAM
22] BOHONG
23] JUJUR
PEKA BANGET!
24] JAKET
VERSI CETAK!
25] KORAN
INFO BUKU!
VOTE COVER!
27] PUNCAK
H-3 OPEN PO!
28] ASTAGA
OPEN PO!
READ IT!
29] KACAU
30] RENUNG
31] BONGKAR
32] KEPUNG
33] SADAR
00] EPILOG

26] BELIUNG

9.5K 925 1.2K
By andhyrama

Losta Connecta by Andhyrama

www.andhyrama.com// IG: @andhyrama// Twitter: @andhyrama//FB: Andhyrama// Ask.fm: @andhyrama

***

Adnan berdiri di depan dan kami bersiap mendengarkan. Suasana kembali seperti semula, walau bisa kulihat wajah Risa dan Kina sama-sama masih emosi, mereka sedang berusaha menurunkan amarahnya masing-masing. Sementara itu, Radit memberikan waktu bagi Adnan untuk bicara.

"Saya ingin langsung berterus terang bahwa saya ingin mengundurkan diri dari pemilihan ketua OSIS," ucapnya yang menimbulkan bisikan-bisikan terdengar sampai ke telingaku, "saya telah melakukan tindakan tidak terpuji dengan menyuruh orang tua saya menyuap kepala sekolah dan mengatur rencana agar kandidat terkuat ketua OSIS didiskualifikasi." terangnya membuat semua yang ada di ruang rapat terkejut.

Aku melihat wajah Gio, dia tersenyum penuh kemenangan, entah kenapa aku geram. Aku yakin ini adalah ide Gio dan kawan-kawannya. Dia melakukan hal ini? Ini malah membuat kebohongan besar. Adnan tidak melakukan hal itu, tetapi dia harus mengakuinya. Aku merasa ada sesuatu yang mengganjal di dadaku ingin mengeluarkan kata dan membela Adnan, tetapi aku tak punya bukti dan aku rasa itu juga percuma.

"Maafkan saya karena membuat Kakak semua menjalankan kerja kotor atas mandat kepala sekolah yang korup. Tolong lanjutkan regenerasi kepemimpinan OSIS agar lebih baik lagi. Saya berjanji akan mengakui kesalahan saya terhadap guru BK dan Reno besok. Cukup sekian, terima kasih."

Ingin rasanya aku meminta penjelasan dari Gio, membentaknya dan mengatakan bahwa yang dia lakukan ini benar-benar bejat. Membuat orang mengakui kesalahan yang tidak pernah dia buat, itu bentuk kejahatan. Akan tetapi, aku masih bisa mengatur emosiku. Pertama, Gio sedang bersama Risa yang kondisinya sedang emosi juga. Kedua, dugaanku tak punya dasar yang kuat, hanya karena seringai Gio dan kejadian pemukulan di jembatan itu sebagai pendukung, aku menganggapnya melakukan itu semua. Ketiga, siapa Adnan? Aku sama sekali tidak mengenalnya dengan baik. Jadi, aku sembunyikan dulu dugaanku ini dan mencari solusinya nanti.

***

Sebelum tidur aku seperti biasanya memikirkan Hana. Mengingat kembali apa yang terjadi hari ini. Selasa yang luar biasa. Aku sangat senang menghabiskan waktu bersamanya, meski sangat singkat, kenangan demi kenangan akan aku ingat Hana.

Lap, kamu pasti capek, kapan-kapan aku pijat ya! Aku sering kasih pijat ke Ayahhanda, Kakanda sama Paman Raka. Karena kamu sudah jadi daftar pria yang aku sayang, aku ingin pijat kamu juga. He he he.

Astaga, dia memang paling pintar membuatku senang. Walau hanya barisan kata di pesannya, aku bisa merasakan debaran dan kehangatannya. Dia yang terbaik jika aku harus membandingkan dia dengan mantan-mantanku. Dia bisa menyulap hal yang begitu sederhana menjadi hal yang istimewa dan tak akan dilupakan.

Aku tidak sabar dipijat olehmu. Sebenarnya kamu tidak perlu memijatku, Honey. Cukup melihatmu tersenyum di depanku saja sudah membuang semua rasa capekku. Kalau kamu tetap mau memijatku, aku tidak akan menolak, tetapi kalau tanganmu jadi pegal, jangan menolakku jika aku ingin memijatmu juga, ya! Hi hi hi.

Aku terkekeh sendiri membayangkan diriku memijat tangan Hana, lalu mencium tangannya, dan bibirku langsung kepanasan karena tangannya sudah terolesi balsam. Dia tertawa dan aku juga. Ah, Hana, semoga kita tetap bersama selalu, ya. Aku sayang kamu, selamat tidur! Kupeluk bantal guling dan mencium fotonya.

***

Rabu ini bisa dibilang menjadi hari yang cukup penting. Reno akhirnya terbebas dari tuduhan merokok dan judi sehingga ia bisa melanjutkan pemilihan OSIS ke babak selanjutnya. Di sisi lain, Adnan harus mundur karena pengakuannya membayar empat anak untuk menjebak Reno. Satu hal yang membuatku tidak mengerti, Adnan sama sekali tidak diberi hukuman oleh guru BK.

"Itu karena dia adalah anak donatur sekolah ini. Lu bisa lihat sendiri, kan? Betapa pilih kasihnya guru-guru? Buka mata lu, kalau Adnan memang bersalah. Sadar Angga!" ucap Gio saat aku mengemukakan keherananku karena Adnan tidak dihukum.

Gio kembali menyeringai dengan aneh. Apa benar Adnan memang seperti itu? Gio, aku mengenalmu dari pertama mendaftar ke sekolah ini. Kamu adalah anak yang tidak mau diam jika hal yang tidak kamu suka terjadi di depanmu. Apa pun caranya kamu akan menyelesaikannya. Baik itu salah, maupun benar. Pikiranmu terlalu pendek Gio! Walau niatmu bagus, tetapi caramu salah. Jika ternyata benar kamu yang merangkai—membuat Adnan mundur agar Reno tetap maju ke pemilihan ketua OSIS—semua ini, aku tidak segan-segan menghajarmu. Kamu tahu kenapa? Karena Reno tidak butuh tangan kotor untuk menjadi ketua OSIS.

Bel berbunyi menjadi tanda jam istirahat pertama telah selesai dan kami harus masuk ke kelas. Pikiranku masih berada di seputar teori konspirasi dibalik mundurnya Adnan. Jika Gio yang memang melakukan itu berarti bukan Adnan yang bersalah, otomatis ada orang lain yang melakukan itu. Aku akan mencari tahu sendiri daripada pikiranku dipenuhi keraguan terus menerus. Namun, sepertinya aku butuh partner.

***

Istirahat kedua aku menemui Sella di depan perpustakaan. Aku tahu Hana ada di dalam sana, dan aku ingin bicara pada Sella terkait dengan rencanaku. Dari ratusan orang, aku memilih Sella, karena dia memang paling pas dalam menjaga rahasia. Betapa lihainya dia melakukan cara-cara di belakang untuk mendapatkanku dan menjauhkan Hana dariku adalah faktornya, terlebih dia adalah anak pencak silat. Itu yang jadi poros pentingnya.

"Bangga, ada apa sih? Aku kan mau selfie di kamar mandi. Targetku hari ini 68 foto," katanya dengan kesal.

"Aku butuh bantuanmu, Sell. Aku percaya kamu bisa," kataku meyakinkannya.

"Bisnis ya?" tanya dia. "Boleh juga, kira-kira aku dapat berapa bagian?" tanya dia.

"Bukan, ini misi rahasia," kataku agak berbisik.

"Jangan-jangan Bangga mau selingkuh denganku ya? Walaupun aku mau, tetapi aku tidak akan menyakiti Hana lagi," katanya malah melawak.

"Jadi, aku butuh bantuanmu untuk mengambil nomor telepon yang ada di ponselnya Pak Wardoyo, guru BK sekaligus pelatihmu itu. Kamu kan anak pencak silat, pasti lebih gampang. Kamu cek pesan masuk di ponselnya, nanti ada laporan tentang kasus Reno di warung Mpok Risma. Kirimkan nomor dan pesannya padaku," kataku dengan baik-baik.

"Wah, seperti agen-agen detektif ya misinya?" kata dia mengelus dagu.

"Kamu bisa kan? Otakmu itu kan banyak idenya, pasti bisalah begitu doang," kataku memujinya sedikit agar dia mau.

"Urusan bayaran bagaimana?" tanyaku.

"Makan di kantin?" tanyaku.

"Memangnya aku murahan?" tanya dia agak membentak. "Beri penawaran yang bagus, dong!"

"Makan dan minum di kantin," kataku hanya menambah minum saja.

"Okelah, aku mau," katanya mengajak berjabat tanda persetujuan.

"Lapor padaku Sabtu ini ya," ungkapku sembari menjabat tangannya.

Baiklah sekarang aku harus sejenak melupakan masalah itu, aku ingin berduaan dengan Hana lagi di perpustakaan. Tarik senyum, buka sepatu dan masuk! Aku mencari Hana dan dia ada di tempat kemarin, tetapi dia tidak sendiri, dia tengah berbicara dengan seorang cowok di depannya.

"Hana, mau enggak kamu jadi pacar aku?" tanya anak itu ke Hana.

"Aku sudah punya pacar," jawab Hana.

Aku datang dan segera berdiri di samping Hana. "Aku pacarnya, jangan ganggu dia," kataku menatap tajam cowok berkacamata itu.

"Selama bendera kuning belum berkibar tidak apa-apalah," jawabnya melantur.

"Pergi sana, jangan ganggu kami," kataku mengusirnya.

Setelah cowok itu pergi, Hana menoleh padaku dan tertawa tanpa suara.

"Lucu ya?" tanyaku.

"Ayo, makan," kata dia menunjukkan kotak bekalnya.

"Kamu saja yang makan, aku yang suap ya," kataku mengambil kotak bekalnya.

Aku membukanya dan tercengang. "Tahu bulat?" tanyaku ke Hana.

"Talanyu," kata dia.

"Talanyu?" tanyaku bingung.

"Tahu bulat unyu," jawabnya terkekeh.

"Tahu bulatnya sudah kempes dan keriputan ini. Aku saja yang makan nanti kamu meriang," kataku mengambil satu.

"Keriput itu tanda penuaan," katanya dengan satu telunjuk diangkat.

"Kalau aku sudah tua dan keriput, kamu tetap sayang aku tidak?" tanyaku sembari memasukkan tahu bulat ke mulutnya.

"Keriput-keriput itu bisa hilang," ucapnya.

"Bagaimana caranya, Honey?" tanyaku.

"Dengan program yang namanya photoshop," jawabnya terkekeh.

"Ah, kamu mah bisa aja," kataku mengambil lagi tahu bulat itu.

"Gantian," katanya merebut tahu bulat di tanganku.

Dia kemudian memasukkannya ke mulutku. Tidak puas memasukkan satu tahu, dia memasukkan dua lagi dan kemudian tertawa. Dia menggelembungkan pipinya seperti meniru bentuk pipiku karena diisi tiga tahu. Ah, Hana kok kamu lucu sih?

"Kamu tahu Risa? Dia mengajak kita ke restoran Putut Beliung, kamu mau? Dia yang traktir," kataku setengah berbisik.

"Risa punya tahu juga ya? Aku mau kalau tahunya kerucut," jawabnya.

"Bukan! Kita makan malam, berempat. Aku, kamu, Risa dan Gio," kataku.

"Acara apa?" tanya dia dengan wajah penasaran.

"Risa janji padaku mau traktir kita karena kita sudah pacaran."

"Janji harus ditepati!"

"Itu dia! Risa ingin menepati janjinya," ucapku tersenyum. "Nanti, malam aku jemput. Jam tujuh, ya!"

"Jam tujuh kita ke mana?" tanya dia.

"Kita pergi, makan malam di restoran," ucapku yang memang jarang makan di restoran.

"Jam tujuh?" tanya dia lagi.

"Iya, Honey!" jawabku.

"Aku dandan tidak?" tanyanya tampak ragu.

"Tidak perlu, kamu sudah high class cantiknya," jawabku, "kalau mau ya tidak apa-apa," tambahku terkekeh.

"Aku mau buat kamu terpukau," jawabnya sembari tersenyum simpul.

"Tidak, Honey! Segala yang ada di dirimu selalu membuatku terpukau. Kamu tidak perlu berusaha melakukan itu," kataku sembari merapikan rambutnya.

"Lap," ucapnya menempelkan tangannya ke pipiku. "Salahkah jika aku menyukai rupamu?" tanya dia.

"Tidak, asal kamu juga menyukai kepribadianku," jawabku santai.

"Aku suka matamu," ucapnya membuatku tiba-tiba deg-degan, "tenang."

"Aku juga suka matamu, sejuk."

"Hidungmu, bibirmu," ucapnya sembari menyentuh bagian yang ia sebutkan.

"Semua yang ada padamu, aku suka."

"Kalau diperhatikan kamu mirip Nadine Candrawinata," ucapnya terkekeh.

"Dia cewek, Honey," kataku langsung cemberut.

"Jangan cemberut, jelek!" ucapnya menarik tangannya dari wajahku.

Aku malah sengaja membuat wajahku jelek sampai dia tertawa cekikikan. Untung saja penjaga perpustakaan sedang tidur, jadi dia tidak menegur kami. Aku dan Hana kemudian makan tahu bulat lagi. Sepertinya sekarang aku lebih menarik di matanya daripada tumpukan koran di depannya itu. Ah, Hana, kamu bahkan lebih menarik dari seisi dunia ini di mataku sekarang.

***

Sekarang aku sedang bersiap-siap. Aku ingin pakai kemeja merah atau kaus ungu ini ya? Aku seharusnya beli baju couple buat aku dan Hana agar kekinian. Nanti saja kalau Ayah dapat bonus dari kantornya pasti aku dikasih uang lebih. Oke, sekarang aku gabungkan saja, kaus ungu di dalam kemeja merah di luar. Hana, aku datang!

Menaiki motor bebekku aku sudah sampai di depan rusun untuk menunggu Hana. Selagi menunggu aku membuka pesan yang masuk dari Risa, katanya dia dan Gio sudah berangkat duluan, dia akan kirim pesan lagi kalau sudah sampai nanti.

Tiba-tiba saat aku memasukkan ponselku ke saku celana lagi, aku melihat mereka. Hana dan Kak Dista datang menghampiriku. Tanpa sadar mulutku terbuka karena melihat Hana, dia sudah tampak begitu cantik tanpa apa pun di wajahnya, sekarang dia tampak agak lain, dalam arti positif tentunya. Tidak ada tampang gadis polos di wajahnya yang kini dirias, dia tampak sangat anggun dengan balutan gaun berwarna merah itu. Aku lebih tercengang karena sadar warna gaun merahnya sama dengan warna kemeja yang tengah kupakai. Ini bukan kebetulan, kami berdua pasti dilahirkan untuk berjodoh.

"Angga, kamu tambah lucu aja," kata Kak Dista yang kemudian mencubit pipiku. "Lihat, pacarmu ini sudah kayak model, bukan?" tanya Kak Dista kemudian.

"Aku mau kembali lagi, aku malu," kata Hana yang kemudian memutar tubuhnya.

"Ih, Hana, lihat Angga itu lagi terpesona melihatmu, sama pacar sendiri masa malu," kata Kak Dista menasihati adik dari pacarnya itu.

"Malu adalah budaya yang harus dilestarikan," jawab Hana.

"Bu Daya, Pak Daya, Nenek Daya, Kakak Daya, masa bodoh! Sekarang kalian berdua pergi, senang-senanglah mumpung masih muda," kata Kak Dista mendorong pelan Hana ke arahku.

"Ini helmnya," kataku memberikan helm milik Nala pada Hana.

"Haris mau rayakan hari jadi kalian loh," kata Kak Dista saat Hana sedang naik ke belakang motorku.

"Benarkah?" tanyaku. "Aku belum memberitahu Bang Haris kalau aku sudah jadian dengan Hana, apa tidak apa-apa?"

"Hana kan sudah kasih tahu Kakanda tercintanya itu, jadi tak masalah. Jumat malam kita ke puncak! Kita akan bersenang-senang di sana sampai hari Minggu," ucap Kak Dista sedikit heboh.

"Menginap di vila?" tanyaku.

"Kita gelar karpet di kebun teh," ucap Kak Dista dengan datar, "iya di vila. Itu milik teman Haris, katanya boleh dipakai. Haris nanti juga bawa mobil temannya, kamu tidak usah bawa motor. Kalau mau ajak teman-temanmu, tidak apa-apa, vilanya luas kok,"tambahnya.

"Benar boleh ajak teman-temanku?" tanyaku lagi.

"Jangan banyak-banyak, empat aja deh," jawabnya menunjukkan empat jarinya.

"Bang Haris di mana memangnya?" tanyaku.

"Haris sok sibuk dia, aku menginap di tempat Hana, tetapi Angga jangan bilang-bilang, ya! Nanti aku dimarahi Haris," kata Kak Dista menempelkan jari telunjuknya ke bibir.

"Kalian sedang membicarakan anggota DPR yang terkena kasus suap, ya?" tanya Hana tiba-tiba.

"Bukan, kami lagi bahas kenapa belalang dan kupu-kupu kalau siang makan nasi dan kalau malam minum susu," jawab Kak Dista ke Hana.

"Bagus itu, bergizi," sahut Hana terkekeh.

"Hana! Cantik sih iya, mudeng-nya kadang-kadang," kata Kak Dista terkekeh. "Angga sabar aja, ya! Aslinya Hana mah anak pintar, cuma agak berputar-putar kalau diajak ngomong dia ini. Kalian bocah-bocah unyu dasar! Gemas deh," tambahnya mencubit pipiku lagi dan kemudian mencubit pipi Hana juga.

"Hana sudah paling sempurna buatku, Kak," jawabku membela Hana sembari tertawa kecil.

"Iya, iya! Kalian serasi sekali! Sudah-sudah, sana berangkat!" kata Kak Dista yang seakan mengusir kami.

Seperti biasa, kalau kami sedang berboncengan Hana selalu memelukku dan diam. Aku juga hanya diam, mengemudi perlahan agar dia nyaman dan aman berada di belakangku. Kalau sudah punya cukup uang, kamu akan duduk di sampingku kok. Kalau pakai mobil kamu tidak perlu pakai helm, terkena angin, debu, dan panas-panasan. Ya, tetapi tidak sekarang bertahun-tahun lagi, ya Hana. Maaf ya, aku tidak bisa mengajakmu ke tempat-tempat mewah dan berkelas, aku cuma bisa mengajakmu ke tempat murahan atau gratisan. Tenang, kalau kamu pengin hal-hal semacam itu, aku carikan cowok lain untukmu agar kamu lebih bahagia. Buat apa kamu bersamaku kalau kamu tidak bahagia?

"Lap, aku senang sekali duduk di motormu dan memelukmu seperti ini, serasa aku tidak ingin perjalanan ini berakhir," ucapnya membuatku sempat terharu.

Hana bukan cewek materialistis. Kenapa aku berpikiran seperti itu tadi? Hana suka sesuatu yang sederhana saja. Ia hanya gadis yang ingin bahagia, tidak lebih dari itu. Baiklah Hana! Aku tidak boleh ragu lagi, kita berdua akan tetap bersatu, apa pun yang terjadi. Aku tidak akan meninggalkamu dan kuharap dirimu pun juga tidak.

*** 

Setengah jam perjalanan aku sudah sampai di restoran Putut Beliung, aku mengecek pesan dari Risa katanya dia sudah menunggu di meja nomor dua empat. Menggandeng Hana, aku segera menuju ke meja nomor dua empat itu.

Di sana sudah ada Gio dan Risa, serta dua kursi kosong di depan mereka. Aku segera menyapa mereka dan Risa menyuruh kami untuk Duduk.

"Gio," kata Gio mengajak Hana bersalaman.

Hana diam saja dan malah menoleh ke arahku.

"Itu, Gio. Dia mengajakmu bersalaman," ucapku setengah berbisik.

"Tangannya pasti kotor," ucap Hana terlihat jijik.

Wajah Gio berubah dari cerah menjadi mendung, dia dengan cepat menarik tangannya lagi. Bisa kulihat Risa menahan tawa menyaksikan ekspresi pacarnya itu.

"Hana, lu, eh maksudnya kamu cantik banget ya ternyata," puji Risa yang masih terlihat canggung menggunakan kata lu ke Hana.

"Kamu juga ganteng," jawab Hana terkekeh.

Wajah Risa langsung berubah menjadi aneh dan saat itu Gio langsung menertawakannya. "Bagus! Kayaknya ini kita tukaran saja pacarannya, Ngga! Risa suruh sama Hana, lu sama gue," ucap Gio masih tertawa.

"Kalau mau menukar uang, tunggu saja dolarnya turun," jawab Hana.

"Kok jadi dolar?" Risa terkekeh pelan.

"Akhirnya kesampaian juga kita bisa kencan ganda, Ngga," kata Gio menepuk pundakku.

"Aku dan Lap itu ganda campuran, kalian berdua ganda pria," ujar Hana membuatku dan Gio langsung tertawa dan wajah Risa langsung memucat kebingungan.

"Hana, kamu orangnya suka bikin kesel ya?" tanya Risa.

"Aku suka bikin perahu kertas kalau banjir," jawab Hana.

"Kok jadi perahu kertas?" kata Risa masih bingung.

"Aku tahu sekarang, sebenarnya kamu cewek, ya kan? Tidak ada jakun di lehermu. Jangan suka menyamar! Tidak baik," ucap Hana ke Risa lagi yang buatku dan Gio tak berhenti tertawa.

"Aku ini cewek betulan, asli, astaga malah dikira menyamar," jawab Risa menggeleng-gelengkan kepala.

"Gue suka gaya lu, Hana. Gue suka," sahut Gio menunjukkan jempolnya sembari menahan tawa.

"Bikin gemas kan, pacarku ini," kataku seperti membanggakan diri.

"Bikin kesel iya," jawab Risa yang aslinya sama sekali tidak tersinggung dengan omongan Hana.

"Oh, ya, kenapa nama restoran ini Putut Beliung?" tanyaku yang cukup penasaran.

"Seharusnya Puting Beliung, karena puting harus disensor sama KPI, jadinya pu-tut," jawab Gio sembari tertawa lagi.

"Parah," kataku juga ikut tertawa.

"Goblok! Namanya begitu karena yang punya memang namanya Putut Beliung," terang Risa, "sudah kalian pesan makanannya, terserah mau yang mana saja," tambah Risa menunjuk buku menu yang ada di atas meja.

Akhirnya kami berempat menghabiskan waktu bersama di restoran ini sampai jam sembilan. Kami banyak mengobrol, tentu saja diselingi candaan. Risa dan Gio senang sekali menginterogasi Hana. Setidaknya Hana terlihat senang berada di antara kami.

Aku juga memberitahu Risa dan Gio kalau Jumat malam kami akan ke puncak dan keduanya terlihat antusias untuk ikut, Risa akan bawa mobil sendiri. Selain itu, karena Hana tidak mau mengajak temannya, aku juga akan mengajak Erna dan Aldi untuk bergabung.

***

Hari Kamis, Aldi sudah masuk dan itu membuatku tidak duduk sendiri lagi, aku juga mengatakan padanya masalah liburan ke puncak akhir pekan ini, katanya dia mau-mau saja, begitu juga Erna setelah aku tanya saat istirahat pertama.

Saat istirahat kedua, aku ingin ke perpustakaan, tetapi Hana mengirim pesan kalau dia sedang mengerjakan tugas bersama temannya. Terpaksa aku mencari tempat lain, aku ingin ke kantin tetapi di sana begitu ramai sehingga aku memilih membeli siomay dan duduk di area wifi corner.

Tak kusangka di sana ada Adnan dan Reno, mereka sepertinya sedang bermain game di laptop masing-masing, tetapi keduanya saling berkomunikasi. Jadi, keduanya saling mengenal? Karena penasaran aku mendekati mereka.

"Kalian main Dota 2 juga ternyata?" kataku memerhatikan mereka.

"Eh, Kak Angga, iya kami main ini," jawab Reno menoleh padaku, "Kak Angga main juga toh."

"Sudah lama belum buka lagi," jawabku.

"Main aja bareng sini Kak," sahut Adnan.

"Pengin sih, aku lihat aja deh," kataku duduk di antara mereka berdua.

"Aku mau mengalahkan Roshan dulu, aku bisa dapat aegis immortal," ucap Reno.

"Fokus, jangan sampai ancient kita roboh duluan," kata Adnan dengan pandangan tetap pada layar laptopnya.

"Kau suka pakai Night Stalker, ya?" tanyaku menunjuk ke layar laptop Reno.

"Iya pengin coba aja," jawabnya.

Sudah jelas, sangat jelas. Adnan tidak mungkin ada sangkut pautnya dengan masalah Reno. Bagaimana Reno bisa bermain dengan orang yang sudah menjebaknya? Bagaimana mungkin Adnan mau bermain dengan Reno jika dia menganggap Reno sebagai saingannya. Iya, apa pun memang bisa saja terjadi. Mungkin saja, Reno sudah memaafkan Adnan. Namun, aku masih pada pendirianku untuk menemukan pelaku sebenarnya.

***

Jumat ini sangat pas. Ayah sarapan denganku dan Nala, aku jadi bisa meminta izin padanya untuk berlibur ke Puncak. Aku sih pengin bilang kalau aku sudah punya pacar lagi, tetapi kayaknya waktunya belum tepat, aku akan langsung membawa Hana ke rumah saja, nanti.

"Lana jangan lupa bawa obat-obatan ya, kalau mau ke Puncak," kata Ayah ke aku.

"Iya, Yah," jawabku kembali makan.

Cukup mudah mendapatkan izin dari Ayah, kalau ke Ibu pasti banyak banget nasihatnya. Kok aku jadi ingat Ibu? Lupakan! Lupakan Angga, dia tidak mengingatmu!

"Yah," panggil Nala ke Ayah.

Aku mendongkak melihat ke Nala, wajahnya antara takut dan sedih. Aku bisa menebak, dia pasti kangen Ibu. Ah, anak itu tidak mengerti juga. Ibu itu sudah tidak butuh kita berdua, Nala. Dia cuma butuh dirinya sendiri! Wanita egois begitu jangan dipikirkan.

"Kapan Ayah menjemput Ibu?" tanya Nala sesuai dugaanku.

Ayah diam sesaat lalu bilang, "Ayah belum tahu."

"Kapan Ayah tahu? Kapan Ayah bertindak? Ayah hanya bisa diam, diam dan diam saja! Padahal Ibu menunggu respons Ayah!" kata Nala sembari mengetuk-ketukkan sendok ke piring makannya.

"Nala, dengar Ayah," ucap Ayah sembari memperbaiki posisi kacamatanya. "Ayah akan menjemput Ibumu, nanti."

"Kapan kalau begitu?" tanya Nala yang tidak dijawab Ayah. "Aku sudah tidak tahan tinggal di rumah ini kalau tidak ada Ibu. Kak Lana tidak pernah mengerti perasaanku dan Ayah juga tidak! Kalian berdua tidak pernah mengerti!" ucap Nala berdiri dan langsung pergi dengan mata yang terlihat basah.

"Aku akan bicara dengan Nala," ucapku ikut berdiri.

"Tidak! Ayah saja. Kamu berangkat saja ke sekolah. Ayah akan bicara pada adikmu itu," jawab Ayah yang kemudian berdiri dan menyusul Nala yang pergi ke kamarnya.

Aku tak bisa melanjutkan makan. Aku memikirkan kata-kata Nala. Dia benar, aku memang tidak pernah mencoba mengerti perasaan Nala. Aku hanya terus mengeluh dan menyalakan Ibu atas segala yang terjadi di sini, padahal aku sama sekali tidak tahu apa yang terjadi. Aku seharusnya mengerti. Seorang pria memang harus mengerti wanita. Angga, kamu payah!



-----

Andhyrama's Note

Akhirnya couple Gio-Risa bertemu dengan Angga-Hana, hahahaha. Mereka pun akan segera bertemu dengan Haris-Dista di part berikutnya. Hahaha.

Kalau ada update douple kayak repost gitu berarti ada sesuatu yang kuubah, masalahnya kalau enggak diupdate ulang yang udah masukin cerita ini ke library kadang tetap sama isinya kayak sebelum di edit. Hahaha, ya maaf ya kalau menganggu notif kadang-kadang.

Question Time

Couple favorit kalian siapa? Alasannya juga ya!

Apa yang membedakan LoCo dengan cerita teenfic pada umumnya?

Kalau salah satu tokoh di LoCo ada di dunia nyata, siapa yang ingin kalian temui? Alasannya juga ya!

Bumi bulat apa datar?

Kucing bertelur apa beranak?

Kenapa kita kalau tidur merem?

Continue Reading

You'll Also Like

2.5M 190K 26
Mika, cowok aneh, suka berbicara sendiri, bertingkah konyol dan berturut-turut menjadi badut kelas ternyata mantan dari cewek terpintar, kalem, manta...
Ephemeral By Milky

Short Story

1.7K 137 4
Mata abu-abu sewarna perak itu terlalu murni dan jujur ​​untuk menyamarkan jiwa manis yang bersinar melaluinya ketika mereka memandangnya. Itulah cin...
3.8M 272K 38
Disclaimer: Cerita ini adalah cerita amatir yang memiliki banyak kekurangan. Harap dibaca dengan bijak :) --- Sisterhood-Tale [1] : Taylor Hana Ander...
2.8M 265K 65
(Telah tersedia di Gramedia) Nantikan dalam bentuk series di Vidio.com! Pemenang Wattys 2020 "New Adult" - Ada waktu di mana hati harus menepi hanya...