Marriage In War

By abigailsyf

1.5M 107K 9.3K

Tahu cerita Tom and Jerry? Dua binatang yang tak pernah akur tetapi disatukan didalam satu rumah? Nah, lalu b... More

BAB 1 - Berita Heboh Si Penyanyi dan Si Model
BAB 2 - Do Not Kissing While Paparazzi Around
BAB 3 - Ketika Tom & Jerry Bertemu
BAB 4 - From Jalan Tol to Nightmare
BAB 5 - A Good News for Paparazzi
BAB 6 - Crazy Woman of The Year: SOFIE!!!
BAB 7 - The Contract
BAB 8 - THE WEDDING
BAB 9 - (Bukan) Honeymoon
BAB 10 - Perjanjian Dibuat untuk Dilanggar
BAB 11 - Sebuah Rasa Yang Berbahaya
BAB 12 - Antara Logika, Mungkin Gila, Atau Cinta?
BAB 14 - Karena Rindu Mengalahkan Segalanya
BAB 15 - Serasa Dunia Milik Berdua
BAB 16 - Mulutmu Harimaumu
BAB 17 - Jaga Jarak Aman
BAB 18 - Officially Missing You
BAB 19 - Happy Anniversary

BAB 13 - Aku Menggoda + Kamu Terpaksa = AKU BAHAGIA

93.9K 5.9K 457
By abigailsyf

"STOP!"

Sofie berteriak sembari berusaha melepaskan lilitan tangan Alvaro pada pinggangnya dengan cara memukul-mukul dan mencubitnya. Namun tindakannya kalah jauh di bandingkan dengan tenaga lelaki itu. Lalu ketika Alvaro dengan lancangnya menggesekaan bibirnya dengan bibir Sofie dengan tatapan ingin memakan bulat-bulat, Sofie tahu kalau ia tak segera berbuat sesuatu maka hal yang buruk akan segera terjadi. Tepat pada saat itu satu pikiran melintas di otaknya. Di tatapnya bibir Alvaro lekat-lekat. Kemudian tanpa di duga di remasnya dengan kencang bibir lelaki itu. Alvaro langsung melotot. Ingin berteriak bahwa ia kesakitan saja tak bisa karena Sofie masih meremasnya. Sampai ketika akhirnya tangannya terlepas dari pinggang Sofie baru lah gadis itu melepaskannya dan mundur sejauh mungkin.

"Oke, mungkin aku nggak bisa menolak semua yang kamu bilang barusan. Tapi kamu harus ingat, aku nggak akan ngebuat semua ini jadi mudah untuk kamu!"

Sofie berteriak dari kejauhan lalu masuk ke kamarnya dan membanting pintu. Alvaro yang masih mengusap-usap bibirnya menatap kepergian Sofie kesal bukan main.

"Kita lihat aja nanti! Siapa pemenangnya!"

***

Malam menjelang. Sejak sejam yang lalu Alvaro duduk di ruang tamu dan hanya menatap pintu kamar Sofie sambil memikirkan bagaimana caranya membawa Sofie keluar untuk tidur di kamarnya. Ia tahu pasti Sofie menguncinya dari dalam. Diantara keputusasaan yang semakin besar tiba-tiba Alvaro teringat sesuatu. Buru-buru ia loncat dari duduknya dan berlari ke kamar. Sampai di sana Alvaro membuka laci kecil di samping tempat tidurnya kemudian dengan cepat mengambil sesuatu dan kembali berlari keluar kamar menuju ke depan pintu kamar Sofie.

"Semoga kamu nggak ngegantung kuncinya, Sof." Gumam Alvaro sembari memasukan kunci serep ke lubang pintu.

Detik berikutnya senyum kemenangan tersungging di bibir Alvaro.

Kadang aku seneng karena otak kamu isinya kebanyakan nama merk sepatu sama tas. Jadi dalam hal kayak gini, kamu kurang begitu pintar haha!

Pintu terbuka.

Sofie kaget, pucat, panik.

Alvaro bahagia, tertawa, bersemangat.

Sungguh dua ekspresi yang berbeda.

"KENAPA KAMU BISA MASUK?!" Tanya Sofie cemas yang langsung mengangkat high heels 15 cm miliknya sebagai perisai.

Alvaro terkekeh. "Kamu harusnya paham dong kalau setiap pemilik rumah pasti punya kunci serep untuk setiap ruangan. Termasuk kamar ini, Cantik."

"Dan untungnya kamu memudahkan langkah aku karena saat kamu tadi kunci pintu ini, kuncinya langsung kamu cabut, bukannya kamu gantung. Thanks, by the way." Tambah Alvaro.

Sofie langsung meremas rambutnya frustasi.

Ya ampun, kenapa aku nggak mikir sampai ke situ sih?!

Merasa sudah menang telak atas Sofie, Alvaro segera menghampirinya dan dengan gerakan cepat ia menyingkirkan sepatu tersebut lalu mengangkat Sofie kemudian menggendongnya. Sofie kaget bukan main dan langsung berteriak kesetanan seperti orang gila sambil memukuli dada Alvaro. Namun Alvaro tak bergeming dan tetap membawa Sofie keluar dari kamar. Tapi ketika Sofie semakin memberontak dalam gendongannya, Alvaro langsung menghentikan langkahnya dan melumat bibir Sofie. Dalam dan menggunakan lidah.

"Bisa diam nggak kamu? Atau kamu mau aku ngelakuin hal yang lebih parah dari ini?" Ucap Alvaro saat bibirnya terlepas dari bibir Sofie.

Sofie yang masih setengah sadar dengan bibir terbuka akibat perbuatan nikmat nan kurang ajar Alvaro hanya bisa memelototkan matanya marah sambil memukul Alvaro lagi kemudian membuang muka. Kali ini, ingat, hanya untuk kali ini Sofie mengalah demi keselamatan dirinya karena dari nada bicara Alvaro, lelaki itu tak main-main dengan ucapannya.

Rupanya Alvaro membawa Sofie ke kamarnya. Setelah menghempaskan tubuh Sofie ke tempat tidur, Alvaro dengan cepat berdiri kembali untuk mengunci pintu lalu memasukan kunci tersebut ke dalam saku celananya agar Sofie tak dapat mengambilnya.

Sofie yang rupanya sudah tahu gelagat Alvaro bahwa lelaki itu tengah mempraktekan peraturan nomor 1, 2 dan 3 sekaligus dari perjanjian baru mereka, tak menyia-nyiakan waktu ketika Alvaro tengah mengunci pintu untuk membalut dirinya dengan selimut Alvaro yang tebal. Sofie melakukan hal itu agar Alvaro tak bisa menyentuhnya. Sofie juga sudah menaruh bantal-bantal di tengah ranjang sebagai batas tidur mereka.

Alvaro yang sudah selesai mengunci pintu langsung tertawa melihat kelakuan Sofie ketika dirinya berbalik badan. Sambil berjalan ke arah tempat tidur dengan tawa yang semakin kencang karena Sofie terlihat seperti kepompong raksaksa, Alvaro membuka laci di samping tempat tidurnya dan mengambil sesuatu. Sekarang Alvaro sedang naik ke tempat tidur sambil menyingkirkan bantal-bantal pemisah tersebut dengan mudahnya karena Sofie pun tak bisa mencegahnya dengan tangan terlilit di dalam selimut akibat ulahnya sendiri. Sungguh bodoh.

"Gimana caranya tidur sambil peluk kamu kalau kamu kayak adonan raksaksa begini ya?" Ucap Alvaro pura-pura berpikir.

Sofie ikut berpura-pura tak mendengar dengan memejamkan mata.

"Ah, aku kayaknya ada ide deh." Lanjut Alvaro lagi.

Namun Sofie masih tetap pada posisinya. Tapi, ketika terdengar bunyi sesuatu di gunting, Sofie langsung membelalakan matanya.

Oh my God! Lelaki sakit jiwa kuadrat! Alvaro sedang menggunting selimutnya sendiri yang di gunakan Sofie untuk melindungi dirinya!

"Are you crazy?!" Sofie berteriak tak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini sambil matanya bergantian menatap selimut yang sudah setengah terbelah dan wajah Alvaro.

"Daripada nggak bisa meluk kamu?" Tanya Alvaro balik.

"Ya mending di gunting." Jawab Alvaro tak acuh.

Sofie melongo. Tepat pada saat itu seluruh selimut sudah terbelah dan Alvaro langsung memeluk Sofie dari belakang dengan kaki diantara kaki Sofie dan lengan di perut Sofie setelah sebelumya melempar gunting tersebut ke sembarang arah.

"Ah, akhirnya..." Desah Alvaro lega sambil menggesekan hidungnya di bagian belakang leher Sofie.

Sofie bergidik. Tanpa sadar dirinya memejamkan mata.

Kuat, Sof, kuat... nggak boleh lemah kalau lagi di giniin!

"Ada lagi yang mau kamu lakukan? Atau kamu masih punya usaha cadangan supaya aku nggak bisa tidur sambil meluk kamu? Silahkan aja. Aku tunggu aksi kamu. Di kamar aku masih banyak benda rahasia kok untuk menggagalkan aksi kamu itu." Lanjut Alvaro yang kini sudah memejamkan matanya.

Di depannya Sofie kesal bukan main. Akhirnya hanya memberontak seperti cacing kepanasan lah yang bisa ia lakukan.

"Sof..." Alvaro mulai berkata dengan suara rendah.

"Stop bikin badan aku memar. Atau kamu mau aku..." Alvaro tak melanjutkan kalimatnya tapi tangannya masuk ke dalam baju Sofie.

"OKE!" Ucap Sofie dengan napas tertahan dan mengeluarkan tangan kurang ajar Alvaro dari balik bajunya ketika mengusap perutnya tadi.

Alvaro terkekeh pelan. Kemudian ia memeluk Sofie lebih erat sambil memejamkan matanya.

"Good night." Bisiknya sambil mencium telinga Sofie.

Sofie kembali bergidik diantara rasa kesalnya. Namun suasana hening dan lampu yang gelap serta kehangatan tubuh Alvaro yang memeluknya lama-kelamaan membuat Sofie mengantuk dan akhirnya tertidur.

***

Menjelang pagi Alvaro terbangun. Senyum lebar langsung menghiasi wajahnya ketika melihat pemandangan yang ada. Bagaimana tidak, posisi tidur mereka sekarang sudah berubah. Kini Alvaro terlentang dengan Sofie yang memeluknya dimana kaki Sofie menyelip diantara kakinya dan lengan di sekitaran perut Alvaro serta dada bidang Alvaro yang ia jadikan bantal. Sofie bahkan menghirup napas dalam-dalam di sana.

"Sof..." Panggil Alvaro sambil mengambil tangan Sofie lalu mencium bagian dalam telapak tangan gadis itu.

"Hmmm." Sofie hanya bergumam dalam tidurnya sambil mengetatkan pelukannya pada Alvaro.

"Yang ini bukan salah aku ya... kamu sendiri yang ngerubah posisi tidur kita." Ucap Alvaro tanpa bisa menahan tangannya mengusap punggung Sofie.

Masih dalam keadaan tertidur, Sofie kembali bergumam namun kali ini dahinya sedikit berkerut tanda tidurnya terganggu. Sofie pun kembali mengeratkan pelukannya pada Alvaro. Tapi rupanya dengkul Sofie membuat gerakan yang salah. Tak sengaja dengkulnya itu mengenai kejantanan Alvaro.

"Ugh..." Alvaro meringis tanpa bisa di tahan. Memang bukan senggolan kencang yang menyakitkan, melainkan senggolan kecil nan menggoda yang membangkitkan sisi lain Alvaro untuk berbuat sesuatu yang tak senonoh pada Sofie.

Rupanya ringisan Alvaro membuat Sofie terbangun. Masih dengan setengah sadar, Sofie menatap sekeliling kamar kemudian Alvaro dan yang terakhir tubuhnya. Sofie terpekik tertahan setelah sadar dengan posisinya saat ini.

"Oh my God, oh my God!" Ucapnya panik dan langsung bangkit dari tempat tidur yang membuat tubuhnya tak seimbang sehingga terjatuh dari tempat tidur.

Alvaro tak bisa menahan tawanya dan tertawa kencang.

"Kamu tuh ceroboh banget sih, Sof. Sini aku bantuin berdiri." Ucap Alvaro bangkit dan membantu Sofie.

Namun gadis itu langsung menepis tangannya. "Nggak, nggak perlu. Aku bisa sendiri. Makasih." Ucapnya kesal sambil menahan malu.

Alvaro hanya tersenyum geli melihat tingkah Sofie. Melihat senyuman Alvaro membuat Sofie berkacak pinggang.

"Nggak usah senyum-senyum! Ini jadwalnya kamu bikin sarapan! Walaupun kamu bilang ada perjanjian baru, tapi kamu nggak bilang kalau perjanjian lama kita untuk membuat sarapan bergilir di hapus! Jadi ini tetap berlaku dan sekarang giliran kamu yang bikin sarapan! Sana ke dapur!" Bentak Sofie meninggalkan Alvaro.

Alvaro yang pagi ini suasana hatinya sedang senang tak merasa kesal atau tersinggung akibat perkataan Sofie. Ia malah menangguk patuh bagaikan pembantu rumah tangga yang mendapat tugas dari majikannya.

"Baik Nyonya Princess. Inem akan segera melaksanakan tugas yang di berikan Nyonya Princess."

Dan hal itu makin membuat Sofie jengkel setengah mati.

***

"Breakfast."

Alvaro menaruh sepiring nasi goreng penuh ke hadapan Sofie. Gadis itu mengucapkan terima kasih dengan nada datar. Setelah insiden tadi pagi Sofie tak mau banyak berbicara dan memasang muka tembok seakan tak terjadi apa-apa karena ia tahu itu kesalahannya. Ia juga bingung kenapa tadi pagi dirinya bisa tak sadar seperti itu.

"Kamu nggak sarapan?" Sofie tak bisa menghentikan dirinya untuk bertanya karena hanya ada satu piring nasi goreng pagi ini.

"Sarapan." Jawab Alvaro tersenyum misterius lalu berpindah tempat duduk dari di depan Sofie ke sampingnya.

"Ngapain pindah sih duduknya?!" Tanya Sofie jengkel.

"Karena mau sarapan." Jawab Alvaro masih dengan senyum misteriusnya.

Sofie menaikan alisnya bingung tapi kemudian tak menggubris tingkah aneh Alvaro dan mulai makan.

"Aku sengaja bikinin kamu nasi goreng dengan porsi yang banyak pagi ini biar kita bisa makan berdua."

Sofie langsung terbatuk. Di tatapnya Alvaro dengan pandangan tak percaya.

"Suami istri yang romantis kan makannya sepiring berdua."

Sekali lagi Sofie terbatuk.

"Suapin aku ya..."

SOFIE MAKIN TERBATUK-BATUK.

"Otak kamu geser ya?!" Tanya Sofie tak percaya.

Namun Alvaro malah tersenyum menjengkelkan. "Kamu nggak boleh nolak. Ini masih bagian dari perjanjian baru kita."

"Nggak! Ini nggak ada di perjanjian baru kita! Ini cuma akal-akalan kamu aja! Pokoknya aku nggak mau." Sofie melotot.

Alvaro mendesah pasrah. Desah kepasrahan yang terasa di buat-buat. "Yaudah deh. Kalau begitu aku pinjam sendok kamu."

Kening Sofie berkerut. "Kenapa harus pakai sendok aku?! Kayak nggak ada sendok lain aj..." Kalimat Sofie langsung terhenti ketika ia melihat ke tempat sendok dan garpu dan tak menemukan satu pun dari kedua benda itu di sana.

"Sendok sama garpu kamu kemanain?!" Tanya Sofie marah.

"Nggak tahu..." Jawab Alvaro sok lugu.

Di tengah kekesalannya, tiba-tiba rencana balasan datang begitu saja di otak Sofie.

"Oke, buka mulut kamu." Ucap Sofie.

Kemudian Sofie mengambil sendokan pertamanya besar-besar.

Alvaro tertawa frustasi." Mulut aku nggak muat makan segitu banyak." Ucapnya geleng-geleng kepala.

Ketika mulutnya hendak tertutup untuk menolak, Sofie langsung menahan pipi Alvaro dengan tangan agar tetap terbuka.

"Suami yang romantis itu nggak pernah menolak suapan istri." Ucap Sofie dengan tatapan antagonis di tambah senyum mematikan.

Kemudian Sofie menyendokan nasi goreng besar-besar itu ke dalam mulut Alvaro sampai lelaki itu tersedak.

"Kunyah!" Perintah Sofie tegas bak majikan galak.

Skor 1-1.

***

"Kamu ada jadwal pemotretan atau apa nggak hari ini?" Tanya Alvaro.

"Ngapain nanya-nanya?!" Balas Sofie jutek.

"Apa aku harus pakai cara kotor dulu supaya kamu jawab pertanyaan aku?"

Sofie memutar bola matanya. "Ck, ada!" Balasnya kesal.

"Sampai jam?"

"Wajib ya lapor ke kamu masalah ini?"

"Oh, jadi mau pakai cara kot..."

"Sampai jam lima!" Balas Sofie cepat memotong kalimat Alvaro.

Alvaro menyeringai. Hanya di ancam seperti itu dan Sofie sudah menurut.

"Oke. Hari ini jadwalku sampai malam."

Siapa juga yang nanya!

"Kamu masih ingat peraturan nomor 4 kan? Kita harus menunggu pasangan masing-masing sampai rumah. Dan karena hari ini kamu yang pulang duluan, jadi kamu harus tunggu aku pulang."

Sofie kembali berdecak jengkel. "Iyaaaaa, tahu kok!"

Merasa bahwa tak ada lagi yang perlu di bicarakan, Sofie memutuskan berbalik meninggalkan lelaki itu ketika Alvaro memanggilnya.

"Apa lagi sih, Varo?!"

"Suami mau berangkat kerja tuh di cium tangannya..." Ucap Alvaro menggoda sambil mengulurkan tangannya.

SOFIE JENGAH. Tapi mau tak mau ia harus melakukanya. Tanpa protes karena tak ingin berlama-lama, secepat kilat Sofie mengambil tangan Alvaro dan mencium tangannya kemudian berbalik meninggalkan Alvaro ketika lelaki itu menahan tangannya.

"Ritualnya belum selesai, Sofie."

"Pertama, kalau suami berangkat kerja itu, cium tangannya dengan lembut." Bisik Alvaro di telinga Sofie.

"Dua, peluk badannya." Kemudian Alvaro memeluk Sofie.

"Tiga, cium keningnya." Kini Alvaro mencium kening Sofie.

"Yang terakhir, cium bibirnya." Lalu Alvaro mendekatkan bibirnya dan melumat bibir Sofie dalam.

"Begitu caranya." Ucap Alvaro ketika melepaskan bibirnya.

"Sekarang paham kan? Jadi kalau besok aku berangkat kerja nggak usah di ajarin lagi udah ngerti kan?" Tanya Alvaro memperhatikan wajah Sofie yang semerah kepiting rebus. Apalagi bibirnya yang masih setengah terbuka akibat lumatannya barusan.

"Aku berangkat ya..." Ucap Alvaro yang kini melambai-lambaikan tangannya.

Namun baru berjalan beberapa langkah lelaki itu berbalik kembali.

"By the way, maaf ya, Sof. Tata cara yang terakhir itu aku salah. Harusnya bibir kamu cuma aku cium, bukan aku lumat. Tadi itu kelepasan. Abisnya bibir kamu enak sih. Manis lagi. Hari ini lagi pakai lip balm rasa apa? Besok pakai rasa ini lagi ya. Aku suka."

Di tempatnya Sofie benar-benar ingin tenggelam di kali-kali Jakarta yang keruh.

"Eh, tapi kalau mau pakai rasa yang lain nggak pa-pa sih. Biar setiap hari kalau cium kamu rasanya itu beda-beda."

Kemudian Alvaro tertawa sendiri. "Kayak tagline iklan teh yang terkenal itu. Apapun rasanya, bibirnya tetap bibir Sofie."

***

Pukul 23.15 dan Sofie sudah lelah menunggu Alvaro. Tapi karena perjanjian sialan itu ia tetap harus menjalankan tugasnya. Saat dirinya sudah terkantuk-kantuk untung lah pintu terbuka dan nampaklah Alvaro di sana. Sofie mendesah lega. Akhirnya lelaki itu pulang juga.

"Hai." Sapa Alvaro.

"Hai." Balas Sofie seadanya dan ia langsung bangkit berdiri meninggalkan lelaki itu.

"Mau kemana?" Tanya Alvaro.

"Tidur. Di perjanjian cuma di tulis saling menunggu satu sama lain sampai rumah kan? Dan sekarang kamu sudah di rumah. Itu artinya aku sudah menjalankan tugasku sesuai peraturan. Jadi sekarang aku mau tidur."

Alvaro langsung mendesah kesal. Padahal ia baru saja ingin memeluk Sofie setelah seharian manggung di tiga tempat sekaligus. Dan ketika di lihatnya langkah Sofie bukan menuju kamarnya, kekesalannya bertambah.

"Kamu mau kemana, Sofie?!"

"Tidurlah!" Jawabnya tanpa berbalik.

"Lupa ya sekarang kamu itu harus tidur dimana? Apa aku juga harus pakai cara kayak kemarin lagi supaya kamu ingat?"

Detik itu langkah Sofie terhenti. Detik berikutnya Sofie berteriak frustasi sambil membelokan langkahnya ke kamar Alvaro.

***

Sofie tidak bisa tidur. Padahal Alvaro sedang tidak memeluknya karena lelaki itu tengah mandi. Bantal pemisah pun sudah di susun seperti kemarin. Namun rasa was-was membuat matanya tak bisa terpejam. Di tengah kegelisahannya terdengar pintu kamar mandi di buka. Buru-buru Sofie memejamkan matanya. Namun Alvaro tak segera naik ke tempat tidur. Sofie malah mendengar suara lemari di buka dan sepertinya Alvaro sedang memakai baju. Pikiran kotor langsung menguasainya. Apa di belakangnya Alvaro telanjang?

Namun ketika di rasakannya kasur yang di tidurinya bergerak pikiran itu langsung hilang di gantikan kepanikan. Alvaro naik ke tempat tidur dan menyingkirkan bantal-bantal pemisah itu sambil tertawa geli. Kemudian ia masuk ke dalam selimut dan memeluk Sofie dari belakang persis seperti kemarin. Jantung Sofie berdebar kencang. Aroma Alvaro sehabis mandi begitu menggoda imannya.

"Ah, enak banget pulang kerja langsung mandi terus tidur sambil meluk istri kayak gini." Ucap Alvaro yang mengeratkan pelukannya pada Sofie.

"Aku tahu kamu belum tidur, Sof." Ucap Alvaro lagi.

Mata Sofie langsung terbuka. "Bisa nggak jangan rapat-rapat banget? Pengap nih!" Decaknya kesal sambil memajukan badannya.

Alvaro ikut memajukan badannya juga. "Nggak bisa." Jawabnya.

Sofie mengeram tertahan. Terserah lah, ia sudah malas berdebat. Melihat Sofie yang diam, Alvaro kembali mengeratkan pelukannya.

"Good night." Ucap Alvaro mencium rambut Sofie.

Sofie diam saja sambil menahan kesal. Tapi anehnya, sama seperti kemarin, suasana yang gelap dan tenang serta pelukan hangat Alvaro membuatnya perlahan-lahan menjadi mengantuk dan akhirnya tertidur walau rasa kesal di hatinya masih terasa.

***

Sudah seminggu lebih Alvaro terus mempraktekan perjanjian baru yang ia buat. Dan sudah seminggu lebih juga Sofie di landa perasaan jengah, jengkel dan marah. Tapi rupanya, ada juga saat-saat dimana Sofie merasakan kehangatan asing yang seharusnya tak boleh ia biarkan masuk ke dalam hatinya. Seperti Alvaro yang selalu memeluknya saat tidur, merasakan lengan lelaki itu melingkari perutnya, menunggu lelaki itu mengucapkan selamat malam sambil mencium rambut atau telinganya atau napas teratur Alvaro yang setiap malam Sofie dengar.

Selain itu sudah seminggu lebih pula Alvaro lah yang selalu pulang terakhir akibat jadwal manggung dan menyanyi yang padat. Sehingga, Sofie lah yang harus selalu menunggu di ruang tamu setiap malam walau sebenarnya ia tak mau dan dirinya sendiri juga lelah akibat jadwalnya yang padat seharian. Tapi Sofie harus tetap melakukan tugasnya kalau tak mau Alvaro berbuat yang macam-macam pada dirinya. Lama-kelamaan itu semua jadi membentuk sebuah pola. Menunggu dengan kesal sampai Alvaro datang, lalu saat Alvaro datang Sofie akan langsung bangkit sambil menghentakan kaki dan berjalan ke kamar Alvaro untuk tidur dan begitu seterusnya.

Masuk malam kelima, entah Sofie lupa atau memang sudah malas menaruh bantal pemisah karena toh Alvaro pun akan menyingkirkannya, pada malam itu bantal tersebut tidak ada di ikuti malam-malam selanjutnya.

Pada malam kedelapan, Sofie yang sudah tak tahan menunggu Alvaro akhirnya memutuskan untuk langsung tidur di kamar lelaki itu. Dan pada pagi harinya perkataan Alvaro sungguh membuat Sofie meleleh.

"Capek aku seharian langsung hilang waktu nemuin kamu udah tidur di kamar aku tanpa aku suruh lagi. Makasih ya, Sof..."

Tapi kemarin malam dan tadi pagi, Sofie mendapati dirinya benar-benar di buat melayang oleh perlakuan Alvaro. Bagaimana tidak, karena kemarin malam Alvaro pulang sangat larut, tanpa sadar Sofie tertidur di sofa tapi mendapati dirinya sudah terbangun di tempat tidur Alvaro dengan sebuah baki berisi sarapan di sampingnya. Demi Tuhan, Sofie rasanya ingin terbang. Sudah pasti Alvaro yang menggendongnya tadi malam kan?! Di tambah Alvaro yang sudah rapi bersiap berangkat kerja tapi ia masih acak-acakan di tempat tidur. Padahal biasanya Sofie lah yang selalu bangun terlebih dahulu dan meninggalkan kamar lelaki itu sehingga Alvaro tak pernah melihatnya bangun pagi.

"Maaf ya, tadi malam aku pulangnya malam banget sampai kamu ketiduran gitu di sofa. Ada off air mendadak di Ritz Carlton. Itu udah aku buatin sarapan. Di makan ya. Oh iya, aku harus berangkat sekarang. Ada interview di TEN TV."

Hanya itu satu kalimat panjang yang Alvaro lontarkan tadi pagi sambil mencium rambut Sofie sebelum benar-benar meninggalkan Sofie yang masih terbengong-bengong di tempatnya.

Pertama, harusnya jadwal memasak sarapan untuk pagi ini adalah dirinya bukan Alvaro tapi malah lelaki itu yang membuatkannya sarapan.

Kedua, Sofie benar-benar merasa seperti seorang istri yang di tinggal kerja suaminya dengan tatapan penuh cinta dari sang suami.

BENAR-BENAR GILA.

***

Sofie sampai di rumah pukul 00.26. Di lihat dari mobil Alvaro yang sudah bertengger manis di garasi dan lampu rumah yang menyala, dapat di pastikan kalau lelaki itu sudah pulang. Sofie berjalan gontai ke dalam. Ia sungguh lelah hari ini. Tiga pemotretan di tiga lokasi yang berbeda di tambah GR untuk pagelaran busana Anne Avantie minggu depan. Benar-benar melelahkan!

Saat melewati ruang tamu Sofie melihat Alvaro sedang menonton tv. Hm, sepertinya sih sedang menunggunya. Dan benar saja, ketika Alvaro melihat Sofie datang, lelaki itu langsung bangkit tersenyum dan menghampirinya.

"Hai. Kok tumben hari ini kamu pulangnya malem banget?" Tanya Alvaro ramah.

Sofie hanya bergumam sebagai jawaban. Jujur, ia sudah lelah untuk berbincang-bincang dengan Alvaro.

"Kamu udah makan? Mau aku buatin sesuatu atau apa gitu?"

Sofie menggeleng kesal.

"Oh iya, Sof. Ada yang mau aku omongin. Besok aku mau..."

Alvaro tak sempat menyelesaikan kalimatnya karena mendengar geraman tertahan Sofie.

"Varo kamu bisa diam nggak sih?! Aku capek tahu nggak!" Bentak Sofie.

Dan perkataan Sofie benar-benar membuat Alvaro terdiam.

"Maaf kalo kamu nggak suka ocehan aku dari tadi. Aku cuma mau nunjukin rasa perhatian aku sebagai seorang suami ke kamu, istri aku yang baru pulang kerja dan keliatan capek banget. Tapi kayaknya kamu malah terganggu. Sorry." Ucap Alvaro yang langsung meninggalkan Sofie ke kamarnya.

Kini gantian Sofie yang terdiam di tempatnya. Sekarang ia merasa kalau tadi dirinya terlalu kasar pada Alvaro. Padahal niat lelaki itu baik. Apalagi kalimat Alvaro yang mengatakan kalau itu bentuk perhatian darinya dan menyatakan Sofie sebagai istrinya. Sofie menyesal sekarang. Ia ingin meminta maaf tapi tak tahu bagaimana caranya. Akhirnya diantara rasa bingung yang melanda Sofie memutuskan untuk masuk ke kamarnya sendiri dengan pikiran bahwa Alvaro tak akan bisa marah lama-lama kepadanya karena pasti lelaki itu akan memintanya untuk tidur di kamarnya.

Setelah membersihkan diri, Sofie dalam diam menatap pintu kamarnya sambil menunggu Alvaro masuk ke kamarnya dan memintanya tidur di kamar lelaki itu. Tiga puluh menit berlalu, tak ada tanda-tanda Alvaro akan masuk ke kamarnya. Kini satu jam telah berlalu. Sekarang kantuk dan lelah Sofie hilang di liputi perasaan cemas kenapa Alvaro tak kunjung datang ke kamarnya sampai akhirnya gadis itu tertidur diantara kecemasannya.

***

Sofie terbangun. Matahari sudah tinggi di luar sana. Tapi Sofie mendapati dirinya di liputi perasaan yang tak keruan. Ia bangun di kamarnya sendiri. Padahal tadi malam saat akhirnya ia tak bisa melawan kantuknya lagi Sofie masih berharap Alvaro akan masuk ke kamarnya untuk memintanya tidur di kamar lelaki itu atau diam-diam menggendongnya saat dirinya sudah tertidur. Namun itu semua tinggal harapan. Pagi ini Sofie mendapati dirinya terbangun di kamarnya sendiri dan itu membuatnya sedih. Ternyata Alvaro memang marah kepadanya.

Namun Sofie segera menepis hal itu karena pagi ini adalah jadwalnya Alvaro membuat sarapan. Jadi ia pikir toh Alvaro pasti akan kembali ke sifat aslinya yang jahil dan sering mengerjainya. Bergegas menuju dapur, Sofie malah di kagetkan karena sudah terhidang setangkup roti gandum berisikan selai strawberry dan susu serta secarik kertas. Sofie mengambilnya lalu membacanya.

Your breakfast :)
Varo.

Belum selesai dari rasa terkejutnya karena sarapan sudah tersedia padahal biasanya Alvaro baru mulai membuatkan sarapan ketika Sofie bangun, tak lama handphone Sofie berbunyi. Sebuah pesan masuk. Dari Alvaro.

Alvaro:
Hr ini aku ke KL.
Ada undangan dr tv lokal di sini & aku nggak tahu smp kpn di sini.
Aku cm mau ngabarin itu aja.
Di makan ya sarapan buatan aku.
Take care. 😊😊

Setelah membaca pesan itu Sofie segera berlari menuju kamar Alvaro dan membukanya. Kosong. Hati Sofie bagai di remas. Ia tersadar akan satu hal. Tadi malam ketika ia menyelak perkataan Alvaro sebenarnya lelaki itu hendak menjelaskan perihal kepergian pagi ini tapi Sofie sudah terlebih dulu membentaknya.

Ya Tuhan, aku jahat sekali...

Dan sekarang Sofie sudah mendapati dirinya menangis karena menyesal.

Varo, maafin aku... cepat pulang...

***

Jangan lupa vote dan comment ya... harus lebih dari bab yang kemarin lho kalau mau next partnya cepet hehe.

Abi.

Continue Reading

You'll Also Like

281K 14.2K 25
Mature Content ❗❗❗ Lima tahun seorang Kaia habiskan hidupnya sebagai pekerja malam di Las Vegas. Bukan tanpa alasan, ayahnya sendiri menjualnya kepad...
16.8M 731K 42
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
6.2M 321K 59
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
7.1M 348K 75
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...