MORTAL ENEMY

By Rainny-j

82.7K 7.1K 465

Jeon Jungkook | Park Jimin [OOC] •boys love• JIKOOK/KOOKMIN More

ME 1 : [I Hate You]
ME 2 : Remember Back
ME 3 : Meet Again
ME 4 : Why Always You
ME 5 : Sorry ?
ME 6 : Ma Wonder Boy
ME 7 : Kissing Incident
Hi Dear
ME 8 : My Boyfriend
ME 9 : The Rain Leads My Feeling to You

ME 10 : I Need You

6.9K 648 101
By Rainny-j

Jimin dan Jungkook berlari tergesa di bawah guyuran hujan. Kedua anak adam itu tanpa sadar tersenyum karena kekonyolan keduanya yang menerjang hujan di sore hari yang pada akhirnya membuat keduanya basah kuyup.

Jika tadi Jimin tak ingin pulang basah kuyup, maka sekarang ia tak keberatan jika pun ia basah kuyup.

"Masuklah" Jungkook menarik jas miliknya yang sudah kuyup. Jimin hanya menjawabnya dengan dehaman singkat kemudian melewati pagar rumah membuat Jungkook juga berbalik hendak pergi.

Jimin menatap punggung tegap itu dengan pandangan hangat. Hujan sudah mulai reda senyuman Jimin pun terpatri di bibirnya kala mengingat jika baru saja Jungkook tiba-tiba bersikap begitu baik padanya.

"Apa dia serius dengan ucapannya?" Tanpa diduga ia menggigit bibirnya dan tak hentinya tersenyum.

***

Setelah memastikan Jimin masuk ke dalam rumah, Jungkook pun berlari kembali menerjang hujan yang kini menjadi gerimis menuju rumah nya.

Seyuman tak pudar dari belah bibirnya. Tangan kanan yang bebas dari jas sekolah tergerak menyentuh asal debaran yang terasa cepat. Rasanya meskipun hujan yang biasanya membuat tubuh kedinginan. Justru ia merasakan kehangatan.

Apa mungkin berkat Park Jimin?

Jungkook menggeleng sembari tersenyum, merasa konyol.
"Tapi- memang kenyataannya begitu"gumamnya.

Ia menyadari perasaannya mulai terbuka pada Jimin. Dan semoga begitu juga yang Jimin rasakan untuknya. Mengingat Jimin yang tidak protes kala ia membawa namja manis itu pulang bersama menerjang hujan pula membuatnya merasa semakin percaya diri akan perasaan Jimin untuknya.

Tetesan air menetes mengikuti jejak langkah Jungkook memasuki rumah. Saat ia tiba di lantai rumah langkahnya terhenti saat di depan sana Ibu dan ayahnya duduk berhadapan di ruang keluarga.

Kali ini tak ada sapaan selamat datang untuknya, yang biasanya teriakan ibunya menggema menyuruhnya untuk segera makan maka kali ini suasana begitu sepi. Hal itu membuat senyumnya memudar.

"Jungkook, segera bersihkan dirimu dan kembali kemari" suara ayahnya memecah keheningan.

Ia pun menurut dan pergi dari sana dengan raut masam.

Perasaan ragu itu muncul kembali.

***

"Kami mutuskan untuk berpisah, kami berpisah secara baik-baik jadi-"

"Kenapa?! Kenapa terjadi lagi?" Jungkook berteriak memotong ucapan ibunya membuat sang ibu hanya dapat terdiam dengan raut terkejut.

"Kalian akan melakukan hal ini berapa kali? Aku sudah muak kali ini. Dulu juga kau pernah bercerai dengan appa. Meskipun dengan cara baik-baik aku tetap tak bisa menerimanya! Apa kau tak pernah berpikir bagaimana perasaan anakmu? Sebenarnya apa yang kau inginkan?"

"Jungkook!" Ayahnya mencoba mengingatkan jika Jungkook telah bertindak tidak sopan pada ibunya.

"Aku juga ingin orang tua yang utuh! Kalau memang appa sudah bangkrut lalu apa salahnya eomma? Kita bisa memulainya kembali. Aku mau kita berjuang bersama-sama! Kenapa kalian selalu bertingkah seperti ini? Aku tidak mau mendengarnya lagi! Jika kali ini terulang lagi. Aku akan hidup sendiri dan kalian hiduplah sesuka kalian. Bercerai atau pun kembali lagi. Aku tak akan peduli lagi!"

Dengan penuh emosi ia pergi meninggalkan kedua orang tuanya yang hanya dapat merenungi perkataan sang anak.

***

"Astaga.. Aku rasa mereka terlalu mementingkan diri masing-masing. Kali ini yang ketiga kalinya kan?"

Jimin baru saja kembali dari membersihkan diri dan saat ia menuju dapur untuk mengambil air minum ia mendengar suara ibunya Yoongi. Sepertinya mereka sedang bercerita jadi Jimin tak melanjutkan langkahnya menuju dapur.

Ia pun menghampiri Hoseok yang tengah menonton diruang tv.
"Hyung, tumben sekali bibi Yoon kemari?"

"Oh itu.. mungkin hanya sedang bercerita masalah orang tua Jungkook."

Jimin menoleh, "Ada apa?"

"Seperti biasa, mereka akan bercerai" ucapnya ringan membuat Jimin mengernyit.

"Seperti biasa?" Ulang Jimin.

"Iya, ini sudah yang ketiga kalinya mereka melakukannya. Aku tau dari eomma. Ia selalu cerita padaku"

Tiba-tiba perasaan cemas muncul di benak Jimin. Ia cemas akan keadaan Jungkook. Apa mungkin Jungkook juga merasa jika hal itu biasa untuknya? Tapi sebagai seorang anak, pasti hal itu sangatlah sulit untuknya.

"Hyung, aku akan pergi membeli beberapa camilan dari mini market di seberang jalan. Mau titip sesuatu?"

"Un.. tidak usah chim"

"Hn.. kalau begitu aku pergi hyung"

***

Baru beberapa langkah ia melewati pagar rumah muncul juga Yoongi di depannya sepertinya Yoongi baru saja pulang dari kampusnya.

Yoongi melambai pada Jimin. Sedang Jimin hanya tersenyum dan sedikit membungkuk.

Langkah Yoongi terhenti di hadapan Jimin.
"Mau ke mana?"

"Oh. Ke mini market hyung, hanya membeli camilan" jawabnya cepat.

"Mau kutemani?" Tawar Yoongi. Mungkin separuhnya ia berusaha mendekati Jimin.

Jimin tercenung, bukan karena tawaran Yoongi tapi karena di ujung jalan sana sepertinya ia melihat Jungkook yang menatapnya dengan wajah muram. Atau mungkin ia salah menebak raut wajah itu?

"Un.. Tidak usah hyung. Aku pergi"
Jimin tersenyum dan segera pergi meninggalkan Yoongi yang merasa kecewa karena Jimin menolak tawarannya.

***

Jungkook pergi dari rumahnya dengan beban yang amat berat dihatinya. Entah kenapa yang ada di pikirannya hanya ada Jimin.

Ia ingin pergi menemuinya dan membutuhkan ketenangan dari namja manis itu. Ia tidak perduli lagi dengan harga dirinya yang tinggi itu.

Tapi langkah itu lagi-lagi terhenti.

Rasanya dunia pun tak memperdulikan kesedihannya. Seseorang yang ia harap akan menenangkannya justru tengah bersama dengan kakak sepupunya sendiri.

Ia melihat jika Yoongi dan Jimin tengah berbicara di depan sana. Lantas hatinya mulai goyah lagi. Ia akan kemana lagi jika begini?

Ia memang hanya melihat Yoongi dan Jimin berbicara di sana tapi dengan keadaannya yang tengah miris begini membuatnya semakin sesak ia rasakan dalam hatinya.

Apa mungkin Yoongi mulai mencoba meraih hati Jimin?

Itulah yang ada di benaknya.

Ia pun pergi melangkahkan kakinya entah ke mana.

Namun nyatanya langkah itu terlalu berat. Maka ia pun mendudukan dirinya di halte bus, merenungkan nasib sialnya.

Dan kenapa pula ia serapuh ini?

***

Sudut bibirnya tertarik kala dilihatnya orang yang dicarinya ternyata berada dalam jangkauannya.

Jimin perlahan mendekat dan duduk di samping Jungkook yang tengah menunduk.

"Jadi benar.. Kau pasti kecewa. Tapi baguslah kau tidak senekat yang kupikirkan" ucap Jimin sembari menoleh pada Jungkook.

Jungkook sendiri perlahan mengangkat kepalanya dan menoleh.
"Jangan terlalu percaya diri. Hanya karena aku melihatmu berduaan degannya aku tidak akan terpengaruh. Kau pikir aku akan bunuh diri hanya karena itu?" Jungkook terkekeh lirih.

Jimin justru mengernyit tak mengerti.
"Apa yang kau maksud?"
Yang Jimin maksud 'kan tentang kekecewaan Jungkook terhadap orang tuanya.

Jungkook menghela nafas jengah.
"Kau ini bukan apa-apa bagiku. Jadi jangan terlalu percaya diri. Lagipula aku bersikap baik padamu hanya karena aku sedang mempermainkanmu saja. Jadi kau percaya kalau aku benar-benar berubah baik padamu heh?"
Kali ini Jungkook tertawa.

Jimin terhenyak.
"Apa?"
Memangnya siapa juga yang mau dianggap apa-apa olehmu?
Jimin membatin. Separuhnya lagi ia merasa sudut hatinya berdenyut perih.

"Pergilah. Menjauh dariku" Kali ini Jungkook berdiri dan pergi meninggalkan Jimin sendiri membatu.

"Apa sih yang dia bicarakan? Aku kan hanya berusaha membantu" Gumam Jimin kesal.

Yang ada perasaan Jimin justru semakin cemas. Maka ia memutuskan untuk mengikuti Jungkook.

Tapi sepertinya langkahnya diketahui oleh Jungkook, karena tiba-tiba Jungkook menoleh.

"Berhenti membuntutiku!"

Namun Jimin justru berpura-pura tak mendengar ucapan Jungkook. Dia bersiul sambil menoleh ke kanan dan kiri berpura-pura tidak sedang mengikuti namja yang ia cemaskan itu.

"Mwo? Aku hanya sedang jalan-jalan di sekitar sini" Jimin mengelak membuat Jungkook mendengus.

Jungkook kembali melangkah dan Jimin pun begitu.
Hingga Jimin terlambat mengikuti langkah Jungkook yang telah menyeberang jalan dan saat ia akan melangkah lampu jalan telah berubah merah untuk pejalan kaki.

Saat lampu jalan berubah hijau ia segera berlari dengan netra yang berkeliling mencari Jungkook tapi tak kunjung ia temukan.

Hampir saja ia menyerah dan hendak kembali tapi ternyata keberuntungan berpihak padanya. Ia dapat melihat Jungkook berdiri di tepi jembatan yang tentu membuatnya sangat khawatir.

"Yaish. Bocah itu!"

Ia segera berlari mendekat, untungnya di jembatan itu memang tidak untuk dilewati kendaraan besar. Hanya sekedar jalur sepeda. Haripun sudah sore dan cukup mendung jadi dapat dipastikan jika tak akan ada yang bersepeda.

Jimin berlari dan menerjang tubuh Jungkook dengan sebuah pelukan dari arah punggung namja tampan itu sontak membuat Jungkook amat terkejut.

"Yah, Kau gila?" Pekik Jimin.

Jimin mengeratkan pelukannya serta Jungkook yang berusaha melepaskan diri.

"Kau yang gila. Lepaskan aku" Jungkook berhasil melepaskan diri tapi Jimin kini menatap kesal pada Jungkook.

"Jangan berpikiran gila akan membunuh dirimu Jungkook" ujar Jimin panik.

Jungkook mengernyit "Apa?"

"Aku tau jika kau sedang kecewa pada orang tuamu. Meski begitu, jangan sampai seperti ini"

Jungkook terhenyak. Kini ia tau alasan Jimin membuntutinya sedari tadi.

"Apa yang kau tau tentang keluargaku?" Keluh Jungkook.

"Tentu aku tau!" Balas Jimin.

Jungkook mendecih, ia paham jika Jimin mungkin saja tau hal ini dari ibunya Yoongi atau dari ibunya Hoseok.

"Hanya mendengar dari orang lain kan? Apa kau pernah berpikir jika kau dibohongi? Jangan urusi urusanku." Jungkook mulai menaikkan nada suaranya membuat Jimin tersentak.

Tak mungkin jika Hoseok hyung dan bibinya berbohong.

"Pergilah!" Jungkook kembali membentak.

"Tidak akan" Jawab Jimin kukuh.

"Aku tidak akan bunuh diri" Jungkook akhirnya mendesah kasar. Benar-benar kesal dengan tingkah Jimin. Padahal dalam hatinya ia berharap agar Jimin tidak akan menyerah untuk membujuknya.

Sekali lagi harga dirinya setinggi langit.

"Oke oke aku percaya. Tapi aku tau kau pasti butuh seseorang untuk menenangkanmu" Jimin berusaha menjadi lebih tenang.

Jungkook terhenyak. Memang benar.. Tapi-
"Kau pikir orang sepertimu bisa menenangkanku? Justru kau akan membuatku semakin kacau" jawab Jungkook cepat.

Namun nyatanya Jungkook justru merasa membuat harinya semakin kacau setelah mengucapkan hal itu. Betapa bodohnya dia.

Ia memang membutuhkan Jimin, tapi lagi-lagi harga dirinya membuatnya semakin terpuruk. Ternyata ia belum bisa terlalu terbuka tentang perasaannya.

Jimin hanya dapat mendengus mendengar ucapan Jungkook. Ia memasang wajah datar di depan Jungkook yang samar terdapat gurat cemas di wajahnya.

"Baiklah. Kau juga sudah mengatakan tak akan bunuh diri. Dan secara tak langsung kau mengatakan jika kau akan lebih baik jika kau sendiri. Kalau begitu aku tak akan bertanggung jawab jika besok kudengar sesuatu terjadi padamu. Anggap saja aku tak pernah mengkhawatirkanmu dan mengejarmu hingga kemari. Arraseo?"

Ia... Mengkhawatirkanku?

Jungkook bimbang antara menahan Jimin atau membiarkan anak itu pergi.

"Aku pergi"

Tapi-

Grep

Jungkook menggenggam tangan mungil Jimin ketika namja manis itu telah berbalik untuk pergi. Ia menarik tubuh mungil itu untuk berhadapan kembali dengannya.

"T-tunggu"

Jimin mengerjap "Mwo? Kau mengatakan- "

"Temani aku." Potong Jungkook.

Bisiknya sendu dengan kepala yang menunduk lemah. Begitu pun dengan genggaman tangannya yang semakin erat pada lengan Jimin.

Jimin mengangguk mengerti, ia justru tersenyum dibuatnya.
Tanpa sadar Jungkook pun tersenyum. Hatinya menghangat, dengan segera ia menarik Jimin kedalam pelukannya.

Jimin tersentak. Ia tak percaya jika ia kini malah berdebar tak karuan. Sungguh bingung akan melakukan apa saat Jungkook melakukan hal ini padanya.

Apakah harus balas memeluknya atau tidak.

Tapi pada akhirnya ia memutuskan untuk balas memeluknya karena tiba-tiba ia mendengar jika Jungkook terisak.
"Apa yang harus kulakukan ketika orang tuaku bercerai untuk yang ketiga kalinya hanya karena hal konyol?"
Isakan sesekali lolos dari bibir Jungkook.

"Apa salah jika aku kecewa pada mereka? Salah jika aku marah akan kenyataan itu?" Terdengar jelas getaran pada suara namja tampan itu. Jimin seratus persen yakin jika Jungkook tengah menangis saat ini.

"Aku masih berusaha untuk mencari kebahagiaanku setelah perceraian itu terjadi bahkan untuk yang kedua kalinya. Tapi tanpa sadar aku sudah sangat berubah karenanya. Aku benar-benar kecewa pada mereka"

Jimin terenyuh mendengarnya, sedih rasanya jika ia berada diposisi Jungkook saat ini.

Ternyata hal inilah yang membuat Jungkook berubah menjadi sosok yang dingin. Ia pasti sangat kecewa pada keadaan keluarganya.

Jimin berusaha menenangkan Jungkook dengan usapan lembutnya di punggung tegapnya.

"Tidak. Tentu kau tak bersalah akan hal itu."

"-Tapi pasti ada alasan dibalik semua itu. Kau juga harus percaya pada orang tuamu" lanjutnya.

"Entahlah. Aku lelah memikirkannya" Jungkook mengelak.

Hanya memikirkan hal ini saja mampu membuat ia semakin murung.
"Jim.. Kurasa hanya kau yang bisa membuatku kembali menemukan kebahagiaanku"

Jimin terhenyak dengan kalimat yang diucapkan Jungkook terlebih saat namja tampan yang masih setia memeluknya itu semakin mengeratkan pelukannya.
"Temani aku. Tetaplah berada disampingku"

Jimin tertegun karenanya. Apalagi jantungnya yang semakin kencang menderu.

"Ap- apa yang kau bicarakan? M-maksudku-" Jimin terbata. Ia teringat ucapan Jungkook tempo hari.

"Mulai sekarang kau adalah kekasihku. Arra?"

Jimin membeku karena pikirannya itu.

Jungkook menegakkan tubuhnya.

Pada saat itulah Jimin dapat melihat jika Jungkook benar-benar menangis.
"Aku bersungguh-sungguh Jim. Aku membutuhkanmu"

Jungkook menunduk dalam. Menyandarkan kepala di bahu Jimin.
"Jadilah kekasihku agar kau benar-benar bisa selalu di sisiku. Aku sangat mencintaimu."

Ingin sekali Jungkook mengucapkannya, tapi seolah kalimat itu membeku dimulutnya.

"Eum, tentu. Kau tenang saja. Kita bisa berteman baik mulai sekarang"
Jimin kembali berusaha menenangkan namja di hadapannya.

Meski begitu sebenarnya ia justru tengah menertawai kebodohannya yang bisa-bisanya sempat berpikir jika Jungkook hendak menyatakan perasaan padanya barusan.

Tapi di sisi lain, Jungkook pun menghela nafas lelah. Lain kali ia akan benar-benar menyatakan perasaannya. Saat ini bukanlah waktu dan suasana yang tepat untuk hal itu.

Meskipun kemarin ia sempat mengklaim jika Jimin adalah kekasihnya tapi itu hanya dianggap gurauan belaka oleh Jimin.

Maka dari itu, mulai sekarang ia akan berusaha untuk mengendalikan perasaannya dan mengungkapkan perasaannya dengan baik pada Jimin.

Jimin menatap khawatir pada Jungkook yang tampak semakin murung. Dan ia ingat akan membeli makanan ringan di mini market.

"Eum.. Mau makan ramyun?"

Tbc


Maaf baru nongol lagi..
Ada yang masih nunggu?
Aku ngerasa bersalah bgt ga bisa update sampe beberapa bulan.

Continue Reading

You'll Also Like

225K 33.8K 61
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
81K 16.2K 176
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
611K 61K 48
Bekerja di tempat yang sama dengan keluarga biasanya sangat tidak nayaman Itulah yang terjadi pada haechan, dia menjadi idol bersama ayahnya Idol lif...
61.5K 7.3K 21
Ibarat masuk isekai ala-ala series anime yang sering ia tonton. Cleaire Cornelian tercengang sendiri ketika ia memasuki dunia baru 'Cry Or Better Yet...