Michyeoga [EDITING]

By Nittaa_Harny

37.7K 1.6K 276

Memang itu tugasku.. Melibatkan perasaan? Justru itu salah satu syaratnya. Tak segan aku membunuh saat kau te... More

1. Beginning
2. Blood
3. Apple
Here!

4. Shit

3.5K 357 33
By Nittaa_Harny

Now playing: Fire - BTS

Hal kecil yang tidak bermakna dimatamu. Tapi itu sangat menyiksa batinku. Terkadang aneh namun aku menyukainya justru aku ingin mengulanginya, bersamamu..

-Michyeoga-

"Pagi Eve.."

Eve menghentikan langkah kakinya di anak tangga terakhir. Dia menoleh ke asal suara yang menyapanya barusan. Saat mata nya menangkap sosok yang ingin sekali Eve enyahkan dari muka bumi, Eve menghembuskan nafas kesal.
Padahal mood Eve pagi ini sangat baik, tapi setelah melihat pemuda yang duduk di sofa rumahnya seketika mood Eve jongkok.

"Ngapain lo pagi-pagi udah datang kesini?" alih-alih menjawab sapaan, Eve malah bertanya dengan nada yang tidak bersahabat.

"Mau ngantar lo kesekolah" jawab sang pemuda dengan senyum manis nya. Eve seketika bergidik geli melihat senyum yang menurutnya menjijikan.

"Emang lo pikir gue gak mampu pake acara diantar sana lo? Mobil gue banyak digarasi" seloroh Eve mengangkat dagu tinggi-tinggi pertanda sombong.
Pemuda yang berbeda seragam dengan Eve menggeleng.

"Bukan gitu maksud gue.."

"Udah diem lo, mending lo keluar dari rumah gue!" potong Eve angkuh.
Pemuda itu berdiri dari sofa lalu menghampiri Eve yang masih berada di tangga.

"Berhenti Emil, jauh-jauh dari gue" tahan Eve agar Emil─ kembaran Emely─ menjaga jarak padanya.
Emil berhenti kala itu juga setelah mendengar penolakan Eve.

"Heran gue, siapa yang biarin Gembel masuk rumah sih?" ucap Eve kejam, sengaja ia menaikan volume suaranya satu oktaf.
Eve sadar kalau perkataannya keterlaluan, tapi masa bodoh, Eve tidak perduli akan hal itu. Mengasihani Emil?
Sama saja Eve memberikan akses lebih luas terhadap kakak Emelie itu.
Meskipun Emil kakak Emely tapi sahabat Eve'kan Emely, bukan Emil.

"Kejam amat lo, gak laku baru tahu rasa" ucap Emil yang sama sekali tidak sakit hati, hanya nyeri sedikit.

"Lo nyumpahin gue? Ish, lo ngerti bahasa manusia gak sih? Keluar lo!" sentak Eve kasar makin menjadi-jadi. Demi Tuhan, Eve bersumpah suatu saat nanti dia akan membunuh Emil, pake tangan secara langsung atau menyuruh orang tak masalah. Yang penting Emil musnah dari muka bumi ini.

Emil menggeleng sembari terkekeh kecil. Entah mengapa Emil suka sekali membuat gadis cantik didepannya ini kesal atas tingkahnya.

Melihat Emil yang terkekeh, pun Eve segera melangkahkan kaki menuju pintu utama.
Eve merutuk, coba saja Ayah dan Bunda nya  sudah bangun, pasti Emil tidak akan seberani ini menggodanya. Ayah dan Bunda Eve semalan pergi keacara yang entahlah, mungkin peresmian gedung perusahaan rekan bisnisnya yang baru samapi tengah malam. Dan voila, Ayah dan Bunda nya sampai sekarang belum bangun karena kelelahan.

"Eh, mau kemana Ev?" Seru Emil tersadar dan melihat Eve berjalan keluar.

"Mau kepasar" jawab Eve acuh tak acuh.

"Gak sarapan dulu? Ntar kenapa-kenapa disekolah" ucap Emil yang sudah hafal dengan semua elakan Eve.

"Nggak nafsu" balas Eve jengah lalu di tolehnya pada Emil yang berjalan menghampirinya.

"Don't follow me or...." ucap Eve yang membuat Emil menyerit heran atas perkataan Eve yang menggantung.

"Or?" beo Emil tetap berjalan mengampiri Eve.

"Gue gak bakalan jenguk Emely lagi" ancam Eve sukses membuat Emil berhenti lalu membeku.
Ancaman Eve tidak main-main. Tidak menjenguk Emely lagi? Yang benar saja!?

"Bagus, kayaknya gue udah tau cara buat lo nggak ganggu gue lagi" ucap Eve menyeringai sambil melipat tangan didepan dada. "Keluar dari rumah gue, sekarang!" lanjut Eve mengusir Emil.

Harapan untuk mengantar Eve pupus sudah. Emil melenggang pergi dari rumah Eve seusai berpamitan.
setelah Emil sudah tidak terlihat lagi Eve menghembuskan nafas lega. Emil itu ganteng tapi lebih ganteng Shannon, kalau terlalu lama dekat Emil, Eve tidak bisa menjamin bahwa dia akan khilaf.

"Emil Sialan.." gumam Eve kesal lalu pergi menuju mobil putihnya yang telah terparkir manis di hall luas rumahnya.

●●●●

"Ini mobil kenapa lagi?" Eve keluar dari mobil sebelumnya yang sudah ia pinggirkan di sisi jalan. Tadi tiba-tiba saja mobilnya berhenti mendadak tapi masih bisa Eve jalankan sebentar untuk melempirkan lalu mati lagi. Eve membuka kap depan mobilnya dan seketika asap hitam menggumpul berlomba-lomba keluar membuat Eve terbatuk.

"Mobil sialan!, gak tau apa gue udah mau telat" sunggut Eve menendang ban mobilnya sendiri.
Eve masuk kedalam mobilnya lalu merogoh ponsel yang berada di ranselnya. Ia mencari-cari kontak driver keluarganya lalu menghubungnya. Tapi apa daya yang terdengar malah suara perempuan.

"Kartu dalam prabayar anda tidak mencukupi untuk melakukan panggilan ini. Sisa pulsa yang anda miliki senilai Lima puluh Rupiah."
Lalu setelahnya terdengar suara tut-tut-tut-tut.

Eve terdiam ditempat. Demi minyak nyong nyong yang bau nya melebihi bau kaos kaki raksasa, seorang Eve tidak memiliki pulsa? Oh Tuhan, cobaan apalagi ini?
Perasaan dua hari lalu ponselnya sudah penuh dengan pulsa, kalau boleh dikata jika ponsel manusia mungkin ponselnya hamil, Selalu diisi, Eve tidak pernah lupa itu.

Eve memutar otak agar mengetahui jawaban kenapa ponselnya bisa tidak memiliki pulsa. Dan seketika Eve mengumpat geram.

"Antii Sialan!" geram Eve mengingat kemarin Anti meminjam ponselnya. Pasti sahabat gemuknya itu yang menghambiskan pulsa Eve.

Eve berdecak, dia rasa nasip buruk akan terus berada disisinya hari ini.

Eve meletakkan kembali ponselnya kedalam tas dan keluar untuk mengecek 'penyakit' mobilnya itu.
Eve mencoba memegang kabel-kabel mesin mobilnya meski ia tidak tahu apa yang akan ia lakukan akan membantu atau tidak.

"Aww.." Eve berjengkit merasakan kulit jari telunjuknya seperti terbakar.
Ternyata mesin mobilnya sangat panas dan Eve menyentuhnya, jadilah jari telunjuk Eve sekarang melepuh.

Eve berjongkok didepan mobilnya, dia membiarkan saja kap mobilnya masih terbuka. Eve melihat arlojinya yang sudah menujukan pukul Enam lewat lima puluh enam menit. Tinggal empat menit lagi gerbang sekolahnya tertutup dan dia masih berjongkok dipinggir jalan. Dan parahnya tidak ada orang yang berniat membantunya. Jangankan membantu melirik pun tidak ada seorang pun. Entah mengapa Eve ingin menangis sekarang.

Eve membenamkan wajahnya diantara lutut dengan keadaan masih berjongkok.

"Sialan, kalau mereka kesusahan nanti dipinggir jalan dan gue ada disitu, gue gak akan bantu mereka juga" gumam Eve kesal mengumpat orang-orang yang berjalan didekatnya.

Tengkuk Eve terasa memanas karena matahari sudah mulai naik keatas tahtanya meskipun masih pagi.

Bruum.. Bruuum..

Suara motor yang berada disamping tidak membuat Eve goyah dengan keadaannya sekarang. Eve masih setia berjongkok menyerupai anak hilang atau seorang pengemis yang belum makan selama dua hari. Miris sekali.

Tiiin..

Suara klakson santer terdengar di telinga Eve. Eve tetap acuh. Mungkin saja sedang lampu merah jadi orang itu membunyikan klakson  agar bisa terbebas padahal itu sia-sia.

Tiin.. Tiin.. Tiin..

Eve mendongak setelah klakson itu makin memekikkan telinga. Saat dirasa-rasa mungkin saja mobilnya yang menjadi penyebab kemacetan itu.

Mungkin dan mungkin terus.

Eve membelakan matanya, mulutnya terbuka membentuk huruf O melihat sang pangeran berkuda putih, eh, ralat bermotor putih tengah menatap dari balik helm fullface berwana putih juga.

Eve terdiam sesaat dengan posisi masih berjongkok, sejurus kemudian Eve segera berdiri dan menghampiri pangeran bermotor hitam itu.
Eve sangat mengenal motor putih tersebut, apalagi pemiliknya.

"Beeb.." sapa Eve ceria ketika sampai disamping Shannon.

"Lo ngapain jongkok kayak tadi? Kayak pengemis" ujar Shannon tak membalas sapaan Eve. Eve makin melebarkan senyum mendengar penuturan Shannon yang menurutnya terdengar care.

"Iya pengemis. Pengemis cinta kamu" balas Eve lalu terkikik sendiri. Shannon hanya bisa tersenyum masam dibalik helmnya.

"Anyway kamu ngapain disini? Ini'kan udah telat" tanya Eve setelah tawanya reda.

"Gue telat bangun" jawab Shannon  ala kadarnya saja. "Mobil lo kenapa?" sambung Shannon melirik mobil putih mewah yang tersisihkan dipinggir jalan dengan kap terbuka lebar.

Eve ikut melirik mobil malangnya, hatinya sudah bersalto ria sedari tadi. Diam-diam Eve berterima kasih pada mobilnya kerena sudah mogok. Kalau tidak mogok, pasti Eve tidak akan bertemu dan mendapat perhatian Shannon pagi ini.

"Mogok" jawab Eve dengan wajah dibuat seperti ingin menangis.

"Oh" balas Shannon membuat Eve menganga. Apa katanya? 'Oh' doang? Yaampun.. dimana letak rasa iba Shannon. Padahal Eve berharap Shannon mengajaknya untuk pergi kesekolah bersama.
Tapi masa bodoh dengan itu semua, kalau Shannon tidak menawarkan diri berarti Eve yang akan memintanya.

Sebelum mengatakan utarannya Eve masuk dulu kedalam mobil dan mengambil ranselnya serta menutup kap mobil yang masih menganga lalu mengunci mobilnya dengan satu kedipan mata. Secepat itukah?

Eve berjalan cepat menghampiri Shannon yang masih kagum atas kecepatan super yang dimiliki gadis mungil itu.

"Beeb, aku nebeng ya" pinta Eve membuat Shannon tersadar.

"Ha?"

"Aku nebeng sampai sekolah, ponsel aku gak punya pulsa buat nelpon supir, mau minjam sama kamu kelamaan. Daripada gitu mending aku nebeng, ya!!?" jelas Eve sembari memasang puppy eyes paling menggemasakan yang pernah ia miliki. Shannon menahan diri sekuat tenaga agar tidak menggigit pipi gembil Eve yang berwarna merah jambu membuat Eve makin menggemaskan.

"Terus mobil lo?" tanya Shannon teringat mobil Eve yang masih betada dipinggir jalan.

"Ntar aku nyuruh orang buat ambil, sekarang aku boleh nebeng'kan?"

"Boleh" balas Shannon  tersenyum sinis dibalik helm dan tentu tidak bisa Eve lihat.
Eve yang mendengar jawaban Shannon kontan bertepuk tangan bahagia.

"Tapi sampai lo bisa kejer gue" seiring selesai berbicara, Shannon langsung melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Walaupun begitu tetapi membuat Eve syok.
Menyadari keterlambatannya, Eve refleks berlari mengejat Shannon yang sudah berjarak darinya.

"Beeb.. berhenti" teria Eve keras tetap mengejar Shannon.

Shannon meliriknya dari kaca spion motor dan memelankan laju motornya ketika Eve sudah jauh dibelakang namun masih mengejar.

"Dasar bodoh, gak dikasih duit apa sama bonyoknya. Nahan taxi'kan bisa" gumam Shannon menyadari kebodohan Eve.

Sementara jauh di belakang sana Eve mulai terengah-engah. Pandangan aneh dari orang-orang yang berlalu lalang tidak ditanggapi oleh Eve.

"Parfum, shampoo, bedak, sabun percuma gue pake kalo ujun-ujungnya ketingetan kayak gini" kesal Eve dalam hati.

Eve memutar otak bagaimana cara agar Shannon berhenti. Dan sekonyong-konyong ada bohlamp kuning berada diatas kepala Eve bertanda dia memilik ide cemerlang.

"Aduhhh.." Eve meringis merasakan panasnya aspal bergesekan dengan rok hitamnya. Padahal dia sudah mencari tempat dan cara yang bagus agar tidak berdampak kesakitan tapi tidak apalah. Semoga saja Shannon melihatnya terjatuh lalu berbalik menghampirinya.
Garis bawahi bahwa Eve hanya pura-pura.

Dan benar harapannya, Eve bisa melihat Shannon mengerem motornya secara tiba-tiba. Pasti Shannon melihatnya.
Tak berapa lama, Shannon membelokan motornya dan menghampiri Eve yang sudah mulai ber-ekting kesakitan.

"Huhuhu, kaki gue" Eve memijit-mijit kakinya yang sama sekali tidak sakit ketika Shannon sudah berada didepannya.

"Lo gakpapa?" tanya Shannon yang ternyata sudah berjongkok dihadapannya. Dalam hati Eve sudah berjingkrak-jingkrak tak karuan kala siasatnya berhasil.

"Beb? Kaki aku sakit" rengek Eve  menciptakan rasa kesakitan palsu.

"Lagian lo ngapain sih pake acara lari-lari segala" gertak Shannon  berusaha sabar. Walau bagaimana pun Shannon manusia yang mempunyai rasa manusiawi juga. Oke?

"Gara-gara kamu lah, pokoknya kamu harus tanggung jawab. Aku nebeng sama kamu, titik!" putus Eve  mendapat anggukan lemah dari Shannon.
Shannon  menyadari ini memang kesalahannya sudah menyuruh Eve mengejarnya dan bodohnya Eve  melakukannya.

"Yeay.." sorak Eve bahagia. Dia berdiri dan pura-pura berjalan tertatih agar ektingnya tidak ketahuan kearah motor CBR Shannon.

"Ayo Beb, kita udah terlambat satu mata pelajaran" sahut Eve menyadarkan Shannon yang masih berjongkok.
Shannon memutar bola matanya malas kemudian berdiri menghampiri motornya.

Tanpa berkata apapun, Shannon menaiki motornya dan membiarkan Eve yang susah payah naik kekursi boncengan.

"Beeb, minta tangannya sebentar dong" pinta Eve karena ia tak kunjung berhasil naik keatas motor Shannon.

Malas berkata, Shannon menyodorkan tangan yamg disambut antusias oleh Eve. Eve naik keboncengan Shannon.

"Oke, aku siap" celoteh Eve berapi-api. Shannon memutar bola mata entah sudah keberapa kali lalu memakai helmnya dan menstater motornya.

"Gak usah peluk bisa kali" seloroh Shannon saat dirasa Eve memeluk perutnya erat. Padahal dimana-mana Cowok yang menyuruh cewek untuk memeluknya apabila naik motor namun sepertinya itu tidak berlaku pada Eve.

"Aku takut jatuh" seru Eve manja membenamkan wajahnya dipunggung Shannon.

Tiba-tiba ucapan Eve terngiang dibenak Shannon.

"Aku gak suka pelukan"

Aneh, katanya Eve tidak suka pelukan tapi sekarang ia memeluk Shannon, erat pula.
Rasa penasaran membuat Shannon terdorong untuk bertanya.

"Dulu lo bilang lo gak suka pelukan, kenapa sekarang lo meluk gue" tanya Shannon. Mereka masih belum bergerak dari tempat pijakan motornya. Padahal motornya sudah distater tinggal tarik koplen dan masukan gigi motornya sudah melaju. Nah ini?
Mereka sudah mendapatkan tatapan yang tidak-tidak dari orang orang yang berada disekitarannya.

"Karena kalo dari belakang, aku tenang gak bisa dengar suara detakan jantung kamu. Aku benci detakan jantung" jawaban ambigu Eve membuat Shannon merasa bingung.
Tidak suka suara detakan jantung? Berarti sama saja Eve berharap suara detakan itu musnah. Itu bertanda mati bukan?

"Aku tahu kamu ngulur waktu biar lama aku peluk'kan? Tapi gak sekarang juga Beeb, kita telat dan kamu belum jalanin motor kamu" seru Eve membuat Shannon tersadar.
Cepat-cepat Shannon melajukan motornya membelah jalanan dan membiarkan saja Eve memeluknya.

●●●●

"Pak buka!!" Eve berteriak ketika melihat satpam sudah menutup rapat gerbang sekolah.

"Gak bisa neng, makanya jangan pacaran dulu, jadi terlambatkan?" balas satpam berbadan tambun melirik Shannom yang duduk tenang diatas motornya. Shannon tidak perduli, yang jelas ia yakin Eve pasti bisa mrmbuat satpam itu membukakan gerbang tanpa bantuan darinya.

"Ih, Bapak kayak gak pernah muda aja. Ayolah pak bukain" Eve merengek sambil menghentak-hentakan kaki. Ia sungguh lelah karena tadi marah-marah pada Emil, marah-marah karena mobilnya yang mogok, mengejar Shannon dengan berlari dan sekarang harus rela panas-panasan untuk menghasut satpam songong ini.

"Tidak bisa" tolak sang satpam tegas.

"Bukain gerbangnya pak, and I will give you this ..." Eve merogoh saku roknya dan mengeluarkan satu lembar uang seratus ribuan.

Satpam itu tersenyum lambut kemudian segera membuka gerbang mempersilahkan Eve dan Shannon masuk.
Setelah masuk, Eve memberikan satpam itu uang yang ia perlihatkan tadi dan diterima baik oleh sang satpam.

"Lainkali jangan terlambat lagi" nasehat satpam lalu berjalan kearas pos umtuk berjaga disana.

"Dasar munafik" lirih Eve menatap kepergian satpam itu.

"Gue duluan" suara Shannon membuat Eve menoleh.
Eve menghampiri Shannon yang sudah berjalan memasuki pelantaran gedung sekolah.

"Baren aja, kan kelas kita sampingan" ucap Eve merangkul lengan Shannon mesra.

Sekolah sudah sepi karena pelajaran sudah dimulai dari tadi.

Shannon dan Eve berjalan dilorong-lorong dengan mengendap-endap agar suara sepatu keduanya tidak terdengar guru yang sedang mengajar.
Dan berhasil, mereka sampai dikelas dengan sehat wal'afiat.

Shannon yang lebih dulu masuk kedalam kelasnya meninggalkan Eve tanpa berpamit terlebih dahulu.

Eve mengetuk pintu dengan hati-hati. Sejenak dia ragu, tapi apa boleh buat? Daripada gentayangan diluar tanpa tujuan yang jelas, mending dia masuk saja.

"Permisi bu" suara Eve membuat semua penghuni kelas menatapnya tanpa terkecuali.

"Darimana saja kamu baru masuk sekarang?" tanpa babibu Bu Shinta langsung membentaknya. Nyali Eve menciut.
Eve melirik Fela dan Anti yang balik menatapnya dengan jelas, berharap kedua sajabatnya itu membantunya. Namun Fela dan Anti lebih takut, mereka sama-sama melemparkan pandangan sedih pada Eve.

"Maaf bu, tadi saya..."

"Keluar kamu! Jangan masuk dimata pelajaran saya" bentak bu Shinta membuat Eve tersenyum.

"Yaudah" balas Eve enteng kemudian berbalik pergi dari kelas menuju bangku paling pojok lobby sekolah untuk beristrahat. Ia bersyukur karena bu Shinta mengusirnya, kalau begini mending Eve sekalian tidak nampakan wajahnya saja tadi. Setidaknya ia berterima kasih kerena bu Shinta tidak menyuruhnya keruang BK, atau menghormat bendera atau membersihkan toilet.

Sepeninggal Eve, seluruh penghuni kelas cengo begitu juga dengan bu Shinta yang tak habis pikir bagaimana jalan pikiran seorang Eveshoichet Drucker Egelhof.

●●●●

"Felaaaa.. Antiiii.." Eve berlari kearah dua sahabatnya yang baru kekuar dari kelas setelah melewati pelajaran bu Shinta.

"Ev" "Eve" sapa balik Fela dan Anti.

"Lo telat kenapa Ev?" Fela yang mempunyai otak daripada Anti menyuarakan alasan keterlambatan Eve.

"Mobil gue mogok" jawab Eve

"Dimana?"

"Dijalan lah"

"Terus lo kesini naik apa?"

"Mau tau?"

"Iya!"

"Bareng Shan, aaaa"

Fela dan Anti saling berpandangan.

"Bareng Shan?" Anti mengikuti perkataan Eve. Eve mendelik kearahnya.

"Kita kekantin, gue ceritain disana. Dan lo Anti!, lo harus jelasin kenapa pulsa ponsel gue bisa ludes"

"Oh itu, hehehe, gue download aplikasi pake ponsel lo, terus gue kirim ke ponsel gue dan gue hapus yang ada di ponsel lo" jelas Anti menyengir lebar.

"Gara-gara lo nih gue telat, tapi udahlah. Ayok kekantin" ajak Eve.

Mereka bertiga langsung melesat kekantin dan memesan makanan dengan cepat. Fela dan Anti sudah tidak sabar mendengar cerita Eve.

"Oke sekarang lo cerita" titah Fela demgan raut wajah kepo tingkat akut Eve menyeruput dulu jusnya dan setelah itu mengalirlah alasan dia terlambat dan bertemu dengan Shannon. Blablabla~

"Wah.. Eve berarti lo menang banyak dong bisa meluk Shannon" ucap Fela seusai Eve menuntaskan ceritanya.

"Bisa dibilang begitu" balas Eve dengan muka ceria.

"Kak Eve.."

Eve, Fela dan Anti serempak menoleh keasal suara. Dilihatnya seorang gadis sedang menunduk menatap sepatunya. Gadis itu pasti adik kelas karena memanggil Eve dengan embel embel 'kak'.

"Iya kenapa?" tanya Eve ramah sebab moodnya sekarang baik. Memang ya mood Eve bisa jungkir balik semaunya.

"Itu kak, Kak Eve di panggil Pak Zany diruangannya" tutur gadis itu yang entah siapa namanya. Gadis itu tetap menunduk. Ia ketakutan tak berani menatap Eve kalau membuat kesalahan tamatlah riwayatnya.

"Dipanggil kenapa?" tanya Eve lagi.

"Aku nggak tau, yaudah kak Aku balik kekelas ya" pamit gadis itu segera melesat tanpa menunggu jawaban Eve.

Eve berdiri dari kursi kantin, Fela dan Anti kompak menengadah menatapnya.

"Gue keruangan pak Zany dulu ya, tungguin gue disini! Gue laper belum makan dari tadi pagi" ucap Eve. Sebenarnya dia lapar sekali tapi bagaimana lagi kalau wakil kepala sekolah sudah memanggil, terpaksa Eve membiarkan dulu perutnya melilit nyeri.

Eve keluar area kantin dan berpapasan dengan Dea.

"Hay mosqiuto" Eve melambaikan tangan pada Dea yang menatapnya jijik.
Terserahlah.. tanpa memberdulikan raut wajah jelek Dea, Eve meneruskan langkahnya menuju ruang pak Zany.

Sembari berjalan menuju ruang pak Zany sekaligus pamannya, Eve menerka-nerka apa yang akan dibicarakan pak Zany.

Tanpa sadar Eve sudah sampai didepan ruangan pak Zany, Eve menghembuskan nafas kemudian mulai mengetuk pintu bercat putih itu.
Setelah mengetuk beberapa kali, barulah Eve dipersilahkan masuk.

"Permisi pak" Eve berjalan kearah meja pak Zany yang manatapnya.

"Bapak manggil saya? Ada apa?" cerocos Eve sebelum dipersilahkan langsung duduk begitu saja.

"Eve dua hari yang lalu kamu kemana?" Tanya pak Zany dengan intonasi berat.

"Maksudnya?"

"Kamu bolos dari jam kedua sampai terakhir" ujar Pak Zany mengingatkan.
Eve mengigit bibir bawahnya ragu.

"Itu pak, saya sakit" dusta Eve menujukan wajah kesungguhan.

"Kenapa tidak izin?"

"Eng, udah sakit banget. Bapak dapat infonya darimana?" Eve mengalihkan pembicaraan, takut pak Zany mengadukannya pada Ayah dan Bundanya.

"Ketua osis, Azka Zerano" jujur pak Zany.

"Azka sialan, awas gue balas "
Rutuk Eve dalam hati. Entah sudah berapa kali ia mengumpat hari ini.

-Michyeoga-

Vomment.

Continue Reading

You'll Also Like

184K 3K 11
suka suka saya.
2M 68.7K 54
Kisah Seorang Gadis bernama Queenarra yang Diculik Oleh Pria Blilioner bersifat dingin dan kejam,Dimana pria itu terobsesi kepadanya,Pria Tersebut Be...
181K 20.5K 74
Ini Hanya karya imajinasi author sendiri, ini adalah cerita tentang bagaimana kerandoman keluarga TNF saat sedang gabut atau saat sedang serius, and...
508K 2.7K 18
Cerita ini bagian dari @fantasibersama