ANGLOCITA [selesai]

By moonlittype

229K 12K 180

Can you love me ganti judul menjadi Anglocita. Diambil dari bahasa Sanskerta yang berarti mengeluarkan isi h... More

SINOPSIS
PROLOG
Senyuman Pertama
Senja Bersama Riyan
Revan
Tidak sedingin es
Nasi Goreng Rasa Cinta
Cappucino Kesukaan Riyan
Perhatian Sang Kapten
Rasa Kekecewaan
Es krim keberuntungan
Kasmaran Ala Rena
Camping
Sedingin kabut
Kenapa takut gelap?
Aku disini, Riyan
Hujan Kesedihan
Gosip tentang Riyan
Tetaplah bersamaku, Riyan
Epilog
Extra Part

Bunga dari Riyan

6.1K 297 5
By moonlittype

Hari-hari berlalu begitu dengan cepat.

Rena mencari nama nya yang berada di Mading sekolah. Satu persatu ia lihat nama lengkapnya ada atau tidak di lembar kelulusan siswa. Mata nya memancarkan kebahagiaan ketika ia melihat nama lengkap nya tercantum di dalam sana.

Tidak hanya itu ia juga mencari nama lengkap seseorang. Riyan Mahendra. Ia mencari nama itu di lembaran yang terpajang di mading. Ketemu! Rena menemukan nama itu. Riyan lulus dengan nilai yang memuaskan sama seperti dirinya.

"Rena! Ren, gue lulus!"teriak Deas dengan kegirangan karena berhasil menuntaskan ujian dengan baik
.
Rena memeluk sahabatnya itu dengan erat. "Pengumuman kelulusan udah keluar, itu artinya gue akan segera ke Amsterdam."

"Gue juga akan menetap di Surabaya. Gue bakalan kangen banget sama lo, Rena."

Rena menghapus air matanya yang menetes begitu saja. "Jangan pernah lupain semua kenangan kita di sekolah ini ya?"

"Rena! Jangan gitu dong, gue kan jadi baperan."

Rena tertawa simpul. Matanya menatap seseorang yang kini ada disebelahnya. Orang itu menggunakan kemeja berwarna hitam dengan celana panjangnya itu. Rena langsung menggenggam tangan orang itu.

"Kak Revan! Terima Kasih sudah mau direpotkan karena mengajar les saya dan juga Deas. Oh ya satu lagi, sebentar... "Rena kemudian mengeluarkan sesuatu dari tasnya itu. "Ini ada coklat buat Kakak!"

"Wah... Terima Kasih Rena. Saya jadi dapet coklat deh."Kata Revan dengan tersenyum.

"Sama-sama, Pak."

Revan memperhatikan coklat pemberian Rena itu. "Rena, bisa kita bicara berdua?"

"Boleh, Kak."

Revan mengajak Rena berbicara jauh dari keramaian. Ia akan membicarakan tentang Riyan. Akhir-akhir ini ia melihat Riyan terlihat berbeda. Riyan mulai beradaptasi dengan keluarga barunya itu termasuk dirinya.

"Tentang Riyan, apakah kamu akan meninggalkannya?"Revan bertanya secara langsung dengan Rena.

Rena mengangguk mengerti. "Saya akan pergi ke Amsterdam, Kak. Cepat atau lambat Riyan akan tau itu semua."

"Kamu sudah memikirkan apa resiko nya jika kamu tetap pergi?"

Rena mengangguk kembali. Ia sudah yakin dengan keputusannya. "Riyan bisa menjaga dirinya sendiri. Lagipula ia juga melakukan apapun sendirian."

"Kamu tidak akan menghadiri pertandingan terakhir Riyan melawan sekolah lain?"

Rena menggeleng dengan cepat. "Sepertinya tidak. Dia bisa bertanding tanpa kehadiran saya. Karena ada saya atau tidak saya tetap saja sendiri."

"Pikirkan segala keputusan kamu, Rena. Karena waktu tidak akan pernah terulang."

***

Bisik-bisik orang tentang dirinya terkadang membuat Riyan terdiam. Ia tidak bisa melakukan apapun karena tidak memiliki bukti yang akurat untuk menuduh orang lain atau membebaskan dirinya dari fitnah itu. Riyan memperhatikan sekeliling nya. Kini tidak ada seorang pun yang ingin berdekatan dengannya.

Riyan bahkan tidak bersemangat untuk melihat hasil nilai kelulusannya.

"Riyan kok masih nampakin wajah lo aja ya di sekolah ini? Kasian jadi dia."sindir seorang lelaki yang dengan sengaja ingin memancing amarah Riyan.

Riyan beralih menatap orang yang berbicara itu dengan tajam. Sudah beribu kali ia katakan kalau bukan dia adalah pelaku nya.
"Bukan gue yang ngelakuin itu. Jangan asal ngomong."Kata Riyan dengan datar.

"Alasan! Mana sih maling yang mau ngaku? Haha"Sahut yang lainnya dengan keras.

Riyan mulai tersurut emosi. "Bukan gue yang melakukan semua itu."

Tidak ada yang mendengarkannya. Usaha yang ia lakukan tidak ada guna nya. Mungkin Riyan harus bersabar agar Semesta bisa mengembalikan kehidupannya yang dulu. Kehidupan nya tidak penuh dengan masalah.

Riyan keluar dari kelas dengan menenteng tas sekolah berwarna abu-abu itu. Ia bosan mendengarkan ocehan orang yang selalu membuat dirinya terluka. Riyan hendak menyepi diatas rooftop tempat favorite nya itu. Bagi Riyan, menyendiri adalah hal yang menenangkan hati.

Riyan kemudian menerima sebuah pesan singkat melalui LINE dari Rena. Untuk pertama kalinya ia menerima sebuah pesan singkat dari Rena.

Rena

Saya tunggu kamu nanti malam di pantai pinggir kota. Ada yang harus kita bicarakan.

Riyan menaikkan alisnya singkat. Hal penting? Tidak biasanya Rena mengirimkannya sebuah pesan seserius itu.

Riyan segera setuju dengan isi pesan Rena. Perlahan Riyan membuka jaketnya sebagai alas untuk ia tertidur di atas rooftop yang terhalang drngan genteng-genteng itu. Riyan mulai tiduran dibawah sebuah ruangan terbuka yang hanya dihalangi oleh genteng bening saja. Mata nya terpejam menikmati angin dari atas sini.

Ia menghela napas sejenak. Ia mendesah singkat. "Seandainya saja waktu bisa terulang. Aku tidak akan berada dalam rasa penyesalan ini."
Lalu tidak lama, mata nya terpejam dengan nyenyak .

***

Malam hari begitu dingin.

Angin kencang di malam hari menerpa debu pasir hingga berterbangan. Deburan ombak terdengar jelas ditelinga nya. Gadis itu menghembuskan napasnya dengan kasar. Segala nya sudah ia pikirkan. Ia memang harus mengatakannya.

Dengan segala sisa hati yang ia simpan. Rena menunggu seseorang yang pernah tinggal dihatinya. Rena berdiri menghadap lautan yang gelap itu. Sendirian sembari menikmati indahnya pantai untuk pertama kali nya bersama Riyan.
Riyan sudah memperhatikan gadis itu sedari. Senyuman mengembang di bibirnya itu. Jujur, ia sangat merindukan gadis itu bahkan ia merindukan gadis itu melebihi dirinya sendiri. Dengan memandangi setangkai bunga Mawar yang ia beli tadi sebelum sampai di pantai ini, ia akan memberikan nya kepada Rena.

Rasa gugup menghampiri dirinya. Jantungnya bahkan berdetak lebih cepat dari biasanya.

"Tumben kamu ngajak aku kesini, Ren? Ada apa?"Tanya Riyan dengan ramah.

Rena menatap lelaki disampingnya itu sekilas lalu kembali menatap lautan yang gelap itu. "Ada yang ingin aku bicarakan... "katanya dengan tertahan. "Tentang kita."

Riyan menghela napasnya singkat. "Sekali lagi aku minta maaf samu kamu, Rena."

Rena mengangguk pelan. "Kamu gak salah, Riyan. Aku yang baper sama sikap kamu itu."

"Jujur, aku merasa kehilangan kamu, Rena."Katanya dengan tertahan. "Ini ada bunga untuk kamu."

Rena menerima bunga itu dengan sendu. Ia tidak tega untuk mengatakannya kepada Riyan. Rena hanya terdiam. Hatinya tidak mampu mengatakannya kepada Riyan.

Riyan melihat Rena yang melamun. Lalu ia menyadarkan Rena dari lamunannya itu.

"Kamu kenapa diam aja, Ren?"Riyan menatap dalam-dalam wajah wanita itu.

Rena terkesiap. "Ah! Maaf aku tadi melamun."

Riyan mengenggam erat tangan Rena. Berusaha untuk menghilangkan rasa dinginnya angin yang menerpa.

"Sekali lagi aku minta maaf, Ren. Kamu mau kan maafin aku?"
Rena mengangguk. "Itu tidak penting untuk saat ini, ada yang lebih penting melebihi itu. Aku... " katanya dengan tertahan. "Aku akan meninggalkan Indonesia."

Riyan terdiam dalam beberapa saat.
"Keluargaku akan pindah ke Amsterdam. Jadi aku akan ikut mereka. Lagipula kita udah pengumuman kelulusan. Sekalian aku akan kuliah disana."Kata Rena dengan lirih.

Seketika saja nyawa Riyan terasa ingin menguap begitu saja. Rena sudah membawa sisa-sisa serpihan hatinya. Rena yang mampu mencairkan sikap nya yang dingin kini benar-benar meninggalkan nya.

"Aku mau disaat aku pergi, tidak ada yang merasa tersakiti. Termasuk dirimu."Kata gadis itu kembali.

Riyan melihat gadis disebelah yang tiba-tiba menangis. Rasa sedihnya bahkan terasa lebih besar. Rena sukses membuat dirinya terdiam.

"Pergilah, Rena. Tidak ada yang tersakiti. Kamu boleh pergi asalkan kamu janji satu hal. Jangan pernah menangis lagi karenaku. Aku sadar aku sudah menyakiti hatimu. Jadi aku minta maaf."

Rena menangis dengan terisak. Ia tidak tega melihat wajah Riyan yang sedih seperti itu.

"Besok aku pergi, Riyan. Maaf baru mengabari kamu saat ini. Aku mencari waktu yang tepat."Kata Rena dengan lirih. Ya Tuhan, ia sangat tidak tega dengan Riyan.

Riyan menghembuskan napas kasar. Ia tidak boleh egois. Dia harus merelakan gadisnya itu pergi. Seketika saja Riyan menarik Rena kedalam pelukannya. Memeluk gadis itu dengan erat sebagai salam perpisahan. Sebuah perpisahan yang tidak pernah terpikirkan olehnya lagi. Tanpa terasa Riyan meneteskan air matanya.

Begitupun dengan Rena. Satu hal yang menyakitkan ia sering dapatkan karena Riyan. Namun rasa cinta nya melebihi dari itu. Riyan adalah kesakitan terindah untuk Rena.

Riyan melepaskan pelukan itu. Ia menghapus air mata Rena yang sedari tadi turun. Riyan tersenyum menatap Rena dengan sendu.

"Sekarang berjanjilah. Ada aku atau tidak, kamu tidak akan sendirian lagi. Aku selalu ada di hati kamu."Kata Riyan dengan yakin.

Riyan tersenyum kembali. "Selamat tinggal, Rena."lalu perlahan Riyan menjauh.

Rena meratapi langkah Riyan yang terlihat lemah. Rasa kekecewaan yang selama ini ia rasakan belum berarti apa-apa jika dibandingkan perpisahan.

***

Pagi-pagi sekali Riyan sudah mendapatkan sebuah pesan singkat dari seseorang. Nomor yang tidak dikenal. Riyan segera membuka sebuah pesan itu.

08xxxxxxxxxxx

Selamat datang untuk kehancuran hidup kamu, Riyan Mahendra. Saya tidak sabar untuk menghancurkan kamu.

Riyan mengerutkan keningnya. Siapa pengirim pesan-pesan teror ini?
Sesekali ia mencoba menghubungi nomor itu namun tidak bisa. Riyan menghela napas sejenak. Ia teringat sesuatu. Hari ini, Rena benar-benar pergi meninggalkan nya.

Riyan menyeruput secangkir kopi paginya. Ia menatap langit yang masih membiru. Sebenarnya ia tidak tahu harus senang atau sebaliknya. Disisi lain, ia senang jika kasus tuduhan keracunan atas kematian Doni menjajaki kemajuan. Artinya, kasus tersebut tengah ditangani oleh Revan.

Riyan membuka pintu kamarnya. Arah dan tujuan nya saat ini adalah menemui Rena sebelum ia pergi.

"Kenapa lo ada disini?"Tanya Riyan dengan datar.

Revan tersenyum dengan singkat. "Soal kasus lo itu, ternyata udah terbukti kalo bukan lo yang melakukannya. Kamera cctv menangkap ada orang lain yang masuk ke dalam UKS. Jadi, lo tidak bersalah."jelas Revan dengan lengkap.

Wajah Riyan berubah menjadi senang. Dengan refleks, ia memeluk Revan. "Gue udah bilang diawal kalo gue gak melakukan apapun. Tapi semua orang gak percaya."

Revan menepuk-nepuk pundak adik tirinya itu. "Saya percaya kok kalo kamu engga melakukan itu semua. Sekarang saya menjamin nama kamu bersih."

Riyan menghela napas singkat. "Sekarang, biarpun semua udah terbukti gue benar dan orang-orang tidak menjauhi gue. Gue tetap kesepian. Karena Rena telah pergi jauh."

"Rena menitipkan sebuah surat ini kepada saya untuk diberikan kepada kamu. Lalu, ada kotak pemberian Rena hanya untuk kamu."Kata Revan dengan ramah.

Riyan segera mengambil kunci motor yang digantung nya diatas nakas. Ia harus mengejar Rena sebelum ia pergi.

"Percuma, Rena udah pergi dari semalam. Alasannya dia tidak ingin kamu temui. Katanya, kamu harus membuka kotak itu lalu membaca suratnya."

Riyan menghela napas singkat. "Jadi dia benar-benar pergi. Tanpa menunggu datang?"

***

Senja.

Riyan sudah merasa kan separuh jiwa nya meluap begitu saja. Kepergian Rena membuat ia tidak memiliki semangat untuk mengejar apa yang dulu ia inginkan. Tidak ada lagi yang ia tunggu setiap hari Senin.

Riyan terpejam sendirian diatas rooftop sekolah nya. Hari ini adalah hari Minggu. Sudah beberapa hari ini Riyan tidak berani membuka pemberian Rena. Alasan nya mudah, ia tidak bisa melupakan perpisahan itu.

"Ditempat ini pertama kalinya aku bertemu kamu, Rena. Sekarang, aku tidak menemukanmu lagi."gumam Riyan tidak jelas.

Digenggamnya dengan erat kotak itu untuk menghilangkan rasa rindunya yang mendalam. Dengan segala rasa penasaran nya, ia membuka kotak itu.

Kotak yang berwarna oranye itu bertuliskan sebuah kata 'Teruntuk Riyan'. Riyan kemudian membuka isi kotak itu dengan senang. Kotak yang berukuran tidak terlalu besar itu berisikan beberapa kertas kanvas serta sebuah surat yang terdapat di dalamnya.

Dilihat nya satu persatu lukisan wajah Riyan yang terdapat dilembaran kertas kanvas itu. Beberapa wajah saat ia sedang melakukan sesuatu.

Gambar pertama, sebuah lukisan Riyan yang tengah menggunakan baju keanggotaan PMR. Riyan tersenyum melihat lukisan yang sengaja Rena buat itu. Tidak hanya itu, Rena juga menuliskan beberapa isi hatinya disana.

Ternyata pacarku perhatian juga meski terkadang sikapnya buat aku bersedih.

Gambar kedua, sebuah gambar Riyan tengah memakai kostum futsal sekolahnya. Senyuman Riyan pun terlihat mengembang.

Kamu hebat! Kamu berhasil memenangkan pertandingan.

Gambar ketiga, lukisan Riyan disaat ia tengah memarahi Rena. Riyan tertawa gemas melihat ekspresi nya digambarkan seperti itu.

Jangan suka bersikap dingin dengan orang ya, Riyan. Karena aku terkadang merasa takut di hadapanmu. Maaf jika aku sering membuatmu marah.

Dibuka satu persatu gambar yang sengaja Rena gambarkan untuknya. Perlahan rasa sesak menghampiri diri Riyan. Ia merindukan gadis itu dengan segenap hati.

"Surat dari Rena?"gumamnya dengan singkat ketika menemukan kertas milik Rena itu juga terdapat di dalam kotak itu.

Untuk Kapten Riyan.

Apa kabar? Sepertinya hari-hari mu tanpa diriku semakin baik ya? Sebelumnya aku ingin memberikanmu selamat karena berhasil memenangkan beberapa pertandingan futsalmu itu. Aku tidak memiliki kesempatan untuk mengucapkan selamat kepada kamu sebelumnya, jadi aku ucapkan sekarang tidak apa kan?

Riyan, aku tau selama ini aku selalu membuat mu kerepotan karena diriku ini. Aku tau tidak berarti apa-apa untuk kamu. Tapi bukankah kamu yang meminta ku untuk menjadi orang spesial di hidupmu? Entahlah aku juga bingung memikirkannya.

Aku paham segala kesibukkan kamu. Aku tau rasanya menjadi seorang yang disibukkan dengan kegiatan ekskul. Walau aku tidak menjadi bagian terpenting dari ekskul sama sepertimu, aku bisa merasakannya.
Aku tidak menyalahkanmu ketika kau mengingkari janji yang kamu buat sendiri. Aku tidak memarahimu karena tidak menerima pemberianku. Aku tidak membencimu ketika kamu selalu tidak mengizinkanku untuk melihat kamu latihan futsal.

Aku tidak akan menyalahkanmu.
Yang terpenting sekarang aku ingin kamu menjadi seorang Riyan yang ramah. Terlebih lagi dengan keluarga baru kamu itu. Revan sudah menceritakan semuanya. Bagiku, untuk apa membenci orang lain?

Aku tidak memaksa kamu melakukan itu. Dan terakhir aku meminta maaf karena pernah memutuskan hubungan kita.

Rena.

Seluruh isi kotak itu berhasil meruntuhkan hatinya. Dengan segenap rasa sakitnya ia memejamkan mata seraya meminta permohonan.

Tubuhnya berguncang keras. Sekarang Riyan nampak terlihat seperti rapuh. Air matanya tumpah. Ia tidak peduli karena menangis. Ia berharap kalau seluruh rasa sakitnya perlahan menghilang walau itu tidak mungkin.

'Pulanglah, aku membutuhkan mu'

***

Sarah sengaja memasak makanan kesukaan Riyan. Riyan sangat menyukai ikan lele apalagi jika ditambah sambal dengan tingkat kepedasan yang tinggi.

Riyan kini tengah berada di meja makan bersama dengan keluarga barunya itu. Untuk pertama kalinya Riyan mau makan bersama. Selama bertahun-tahun ia selalu menyendiri di dalam rumah. Tidak ingin mengenal siapa keluarga barunya itu. Tidak ingin ikut campur dengan apa yang sedang terjadi. Bahkan Riyan menganggap keluarga barunya itu tidak pernah ada.

Hanya karena luka lama yang masih membekas.
"Riyan, kok makanannya gak di makan?"Tanya Sarah dengan lembut. Pasalnya dari tadi ia melihat anak nya itu tidak memakan satu sendok pun.

Riyan masih memikirkan hal yang lain. Raga nya berada di meja makan namun pikirannya berterbangan memikirkan Rena.
Revan bergumam singkat. "Rena baik-baik aja kok. Mendingan sekarang kamu pikirkan Ujian masuk kuliah. Tidak akan lama lagi kan?"
Riyan masih belum tersadar dari lamunannya.

"Riyan. Benar apa kata kakakmu itu, Rena juga akan baik-baik saja. Sekarang lebih baik kamu fokus dengan sekolah kamu."

Riyan terkesiap. "Eh... Maaf tadi Riyan melamun."

Keluarga baru nya itu tidak begitu jahat seperti di televisi. Ayah tirinya juga selama ini selalu berbuat baik terhadap Riyan. Riyan menatap makanan yang sudah tersedia di meja makan rumahnya. Ia mulai mengambil beberapa sendok lalu ia memakannya dengan lahap.

"Ikan lele nya enak banget. Apalagi sambalnya."Kata Riyan dengan tertawa.

Sarah tersenyum senang. Pertama kalinya ia melihat senyuman Riyan yang dulu kembali. Menyingkirkan rasa kebencian Riyan dengan ibu kandungnya sendiri.

"Masakan ini kan khusus untuk Riyan. Jadi harus enak dong."Katanya dengan tersenyum.

"Bukannya masakan Mama selalu enak? Kamu saja yang tidak pernah mau makan bersama kami disini." Sindir Revan dengan tertawa.

Riyan menunduk. Ia mungkin merasa bersalah karena sikapnya selama ini. Seperti janjinya untuk berubah, Riyan akan beradaptasi dengan keluarga barunya itu. Walau secara perlahan.

***

Bulan berlalu begitu cepat.

Kini Riyan akan melakukan pertandingan melawan Dika. Sebenarnya ia tidak mau repot-repot bertanding karena bagaimanapun ia sudah lulus dari sekolah itu. Dan tidak ada yang harus didendamkan lagi. Senyuman mengembang saat membayangkan kehadiran Rena berada disampingnya.

Namun itu hanya lah khayalan seorang Riyan.

Semua tim sudah ia persiapkan dengan baik. Meskipun ia telah lulus, namun kegiatan tim futsalnya masih berjalan dengan lancar. Riyan sudah berada di tengah lapangan. Jiwa nya siap untuk bertanding.

Sorak-sorak penonton menyemangati dirinya yang tengah bersiap untuk melepaskan tendangan pertama nya itu. Mata nya menangkap seseorang yang mirip seperti Rena, lalu ketika ia melihat kedua kalinya, bayangan itu menghilang. Ya Tuhan, ia benar-benar merindukan Rena.

Peluit pertandingan sudah ditiupkan. Kini Riyan bersama tim nya bekerja sama untuk mencetak gol. Satu persatu Riyan melewati pemain lawan dengan baik. Sementara itu, Dika berusaha untuk menjatuhkan Riyan. Namun rupanya, Riyan belum menyerah dengan tekadnya.

Riyan kembali mengambil umpan silang dari teman nya lalu ia tendang dengan kaki kanannya. Bersamaan dengan itu, ia berhasil mencetak kemenangan. Sorak kegirangan supporter Riyan semakin memeriahkan suasana.

"Lo gak akan menang! Dan gue akan menghancurkan lo setelah ini."Ancam Dika dengan kasar.

Riyan tersenyum sejenak. "Kan gue pernah bilang sama lo kalo main itu jangan pake emosi. Lihat kan? Emosi lo yang berlebihan itu membuat konsentrasi lo jadi buyar."

Dengan satu dorongan, Dika berhasil membuat Riyan terjatuh.

Riyan bangkit kembali. Ia melanjutkan pertandingan yang belum selesai itu. Riyan kembali berlari mencari posisi untuk lebih mudah mendapatkan umpan. Usaha nya tidak sia-sia. Ia berhasil mengambil umpan bola dari temannya lalu kembali ia menedang bola itu hingga mencetak kemenangan.

Raut wajah Dika terlihat panik. Ia tidak bisa mengalahkan Riyan atau bahkan menghancurkan nya dengan sebuah pertandingan.

Waktu kembali berputar. Sisa-sisa pertandingan akan segera berakhir. Dengan segala tenanga yang ia miliki, Riyan masih bersemangat untuk menyelesaikan pertandingan. Berbeda dengan Riyan yang nampaknya sudah kelelahan.

Peluit panjang tertiup dengan keras. Pertandingan selesai.

"Rena, aku memenangkan pertandingan ini"gumamnya dengan singkat.

Raut wajah kemenangan terlihat jelas. Namun dibalik itu semua ia masih merindukan seseorang. Ia merindukan gadis yang mungkin telah melupakannya.

Riyan melangkahkan kakinya keluar dari lapangan. Seluruh teman-temannya sudah pergi terlebih dahulu menuju parkiran yang tidak jauh dari tempat ia berdiri.

Sementara ia masih bersiap merapikan tas hitam miliknya.

Bug!

Satu hentaman berhasil Riyan dapatkan. Riyan mendapatkan sebuah pukulan. Tidak hanya sekali namun berkali-kali dari orang yang sama. Cairan berwarna merah itu keluar dari wajah Riyan. Riyan sengaja dijegat oleh gerombolan Dika. Mereka semua memukuli Riyan satu persatu.

"Gue udah bilang kalo akan menghancurkan lo"Ancam Dika dengan tertawa sinis sembari memukul tubuh Riyan itu.

Pukulan tidak ada henti-henti nya itu Riyan dapatkan. Ia tidak melawan. Riyan tidak bisa melakukan hal untuk menyelamatkan dirinya. Riyan tidak bisa karate seperti Revan, kakaknya.

Dibiarkan saja Dika beserta teman-teman nya itu memukul Riyan sesuka hatinya.

Hingga segala wajahnya lebam karena pukulan yang dilakukan secara keroyokan itu. Riyan tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Nyawa nya seakan meluap begitu saja. Riyan lemah jika harus melawan banyak nya orang seperti ini.

Perlahan matanya mulai buram dan semuanya gelap.

Continue Reading

You'll Also Like

2.7K 228 42
Genre : Comedy Romance Follow sebelum baca! Beberapa orang pasti pernah suka sama orang yang sudah punya pacar, tapi pernah enggak sih, kalian ngebuc...
707K 15.8K 7
Arjuna menikahi Ana atas perintah sang kakek, sekaligus melindungi hubungannya dengan Rena yang merupakan saudara tirinya. Namun, siapa sangka jika t...
2.5M 123K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
114K 8.1K 37
Our Series 2, cerita kedua dari trilogi Ours. Menenangkan. Itulah definisi dari teh tawar. Aromanya mampu membuat banyak orang menjadi lebih rileks...