Losta Connecta 「END」

By andhyrama

629K 53.1K 37.4K

[12+] Semua akan menjadi sulit jika kami berdua Losta Connecta. Pemenang THE WATTYS 2016 kategori #Ce... More

0] PREVIEW
0] PROLOG
1] PULANG
2] TELAT
3] PASI
4] PESAN
5] MARAH
6] FOKUS
7] PANGGIL
8] CEBAN
9] TAHU
10] CABAI
11] SURAT
12] BUBUR
13] BAKSO
14] DAFTAR
15] PESTA
16] PECAH
17] PUSING
18] KONSER
19] HUJAN
20] BINGUNG
21] DEMAM
22] BOHONG
PEKA BANGET!
24] JAKET
VERSI CETAK!
25] KORAN
INFO BUKU!
26] BELIUNG
VOTE COVER!
27] PUNCAK
H-3 OPEN PO!
28] ASTAGA
OPEN PO!
READ IT!
29] KACAU
30] RENUNG
31] BONGKAR
32] KEPUNG
33] SADAR
00] EPILOG

23] JUJUR

9.1K 1K 1K
By andhyrama

Losta Connecta by Andhyrama

www.andhyrama.com// IG: @andhyrama// Twitter: @andhyrama//FB: Andhyrama// Ask.fm: @andhyrama

***

Bantal guling ini sudah tidak ada fotonya Hana. Terakhir aku buang karena aku ingin melupakan Hana. Namun, sekarang aku sama sekali tidak bisa membuang Hana dari pikiranku. Dia, dia dan dia saja yang aku pikirkan sekarang. Aku tidak bisa tidur!

Apa benar dia berbohong? Sepertinya dia tidak berbohong. Aku salah! Empat anak itu yang menjebak Reno. Ya, jelas sekali empat anak itu adalah anak-anak suruhan Adnan. Akan tetapi, kenapa aku juga menuduh Adnan? Dia pasti sudah yakin akan menang buat apa mengotori dirinya sendiri? Jadi, sepertinya aku harus kembali pada teori semula bahwa Reno memang melakukan hal itu.

Jika hal itu terjadi berarti hubungan Reno dan Hana sedang tidak baik. Mereka mungkin saja putus. Tidak, kenapa aku menjadi senang? Mereka tidak boleh putus dengan cara seperti itu. Lagi pula, sekarang bukan saatnya memikirkan hubungan Reno dengan Hana atau Hana dengan aku. Ini saatnya memikirkan masalah tentang posisi Reno yang ada di ujung tanduk untuk terus menjadi calon ketua OSIS atau tidak.

Reno jagoanku untuk maju dan jika dia mundur atau dipaksa mundur aku tidak bisa menerimanya. Ini baru tahap pertama dan dia sudah gugur? Sangat tidak lucu! Kemungkinan aku tidak bisa bertemu dengannya karena dia pasti diskors, mungkin hari Sabtu saat ekskul aku bisa menemuinya.

Hana aku akan tidur. Kamu pernah bertanya apa aku bisa berhenti menyukaimu? Aku jawab meski semua orang di dunia menyuruhku berhenti aku tidak akan berhenti. Itu berarti aku pun tidak bisa menyuruh diriku untuk berhenti. Logikaku mengatakan aku bisa melupakanmu, tetapi perasaanku bilang itu mustahil.

Aku ingin bertanya padamu, Hana. Saat ini aku harus percaya mana? Tentu jawabanmu bisa jadi seperti ini, 'percaya tidak percaya itu adalah soal keyakinan dalam dirimu. Aku percaya berita di televisi karena ada gambarnya, aku tidak percaya berita di radio karena tidak ada gambarnya. Namun, aku percaya Tuhan yang tidak aku tahu wujudnya, tetapi mengirimkan dirimu untuk bisa aku pandang.' Kemudian aku geregetan dan tanpa bisa mengontrol diri, aku akan menciumnya. Astaga, aku masih gila! Hana, aku menyalahkanmu!

***

Kamis ini aku kurang semangat, ya di sekolah aku duduk sendirian. Aldi tidak berangkat, aku sendirian di pojok kelas. Pas banget sambil meratapi nasib. Ditambah pelajaran Bahasa Indonesia, Evi yang langganan peringkat satu itu disuruh membaca puisi di depan kelas. Puisinya ditujukan untuk Ibu.

Padahal aku sudah mulai melupakan masalah Ibu, tetapi sekarang diingatkan lagi. Aku tidak ingin mendengar puisi itu sehingga aku memilih pura-pura tertidur. Mengalihkan pikiranku untuk tidak fokus pada setiap bait yang Evi kumandangkan.

Hidupku sudah terlalu sulit, di mana semula kebahagiaan datang mulai hilang satu per satu. Aku tidak seharusnya membenci Ibu, tetapi dia membuatku kesal. Aku tidak tahu masalahnya dan selamanya tidak akan tahu kalau dia tetap seperti itu. Sepertinya aku akan kembali pada pilihan semula, membuat Ayah menceraikan Ibu.

"Angga, coba baca puisi Evi sekali lagi," teriak Bu Hera yang ternyata mengamatiku.

Semua anak menengok ke belakang, serasa aku adalah seorang maling yang baru saja ketahuan. Bu Hera menyuruhku untuk maju, ya aku berdiri dengan canggung dan akhirnya mau maju. Terlihat wajah Risa dan Gio seperti menahan tawa, sudah pasti karena ekspresiku.

Evi memberikan bukunya padaku. Ya, di situ ada puisi yang harus aku baca. "Sekarang, Bu?" tanyaku ke Bu Hera.

"Iya, Angga. Silakan," kata Bu Hera membuatku menelan ludah.

Aku berdiri menghadap ke puluhan temanku yang duduk di kursinya masing-masing, mereka fokus melihatku seperti kumpulan singa yang bertemu kijang yang berjalan sendiri di padang rumput.

Kuatur napasku dan akhirnya mulai membaca puisi yang ditulis Evi di bukunya.


Ibu

Sinar mentari tak akan surut

Mutiara di lautan tak akan larut

Burung hantu tak akan pernah takut

Bagai jiwamu yang tak pernah kalut


Ibu, maafkan aku!

Melemaskan kakimu

Menguras keringatmu

Memecah teriakanmu

Saat aku lahir dari rahimmu


Ibu, maafkan aku!

Mengusik tidurmu

Munculkan lelahmu

Hitamkan kantung matamu

Saat aku kecil dan merepotkanmu


Ibu, maafkan aku!

Menjalarkan marahmu

Melawan kata-katamu

Meneteskan air matamu

Saat aku besar dan menyusahkanmu


Aku berhenti sejenak, kurasakan mataku begitu basah. Suaraku mulai serak dan dadaku mulai terasa sesak. Aku mengatur napasku, di mana teman-teman melihatku dengan pandangan sendu. Puisi ini baru setengah jalan dan aku hampir menyerah untuk membacanya dengan lantang.

Bu Hera menyuruhku untuk melanjutkan, aku mengangguk dan menatap barisan kata yang terangkai di buku yang aku pegang. Mulutku terbuka hendak berkata. Akan tetapi, bayangan Ibu memenuhi pikiranku. Aku menggeleng karena tak sanggup membendung rasa rinduku.

Kuucapkan kata Ibu, ya aku ucapkan kata itu tanpa suara berkali-kali sampai akhirnya suaraku keluar dan aku bisa melanjutkan membaca puisi ini walau tanganku sudah gemetar.


Ibu

Langit akan terus membiru

Angin malam akan terus menderu

Ikan besar akan terus memangsa lemburu

Bagai kasihmu padaku menebar dari segala penjuru


Ibu, terima kasih!

Untuk senyumanmu

Untuk sentuhan hangatmu

Untuk kecupan tulusmu

Saat aku hanya bisa menangis di pelukanmu


Ibu, terima kasih!

Untuk bimbinganmu

Untuk ketelatenanmu

Untuk ketabahanmu

Saat aku hanya membuat masalah di sekitarmu


Ibu, terima kasih!

Untuk doamu

Untuk nasihatmu

Untuk kepercayaanmu

Saat aku hanya mengabaikan perkataanmu


Terima kasih, Ibu!

Untuk selalu ada, untuk segala cita dan cinta darimu.

Titian jalanku tak akan mulus tanpa restumu.


Terima kasih, Ibu!

Aku ingin menggenggam tanganmu, melihat senyummu dan memelukmu.

Mengatakan padamu bahwa aku...

Menyayangimu.

Tepuk tangan pelan menggema. Mereka bertepuk tangan dengan wajah seakan sedih. Aku sadar bahwa tetesan air mata sudah membasahi pipiku. Aku mengusapnya sembari mengembalikan buku itu ke Evi. 

"Aku ingin ke kamar kecil," kataku ke Bu Hera.

Dia mengangguk dan mengizinkanku. Aku pergi dengan pikiran campur aduk.

Aku sayang Ibu, ya walau logikaku terus saja mencegahku untuk mengatakan itu, tetapi perasaanku berkata bahwa aku memang menyayanginya. Aku melihat diriku di cermin depan wastafel. Mataku merah dan basah. Aku sedih, bingung dan tidak mengerti. Bagaimana aku harus bersikap sebagai lelaki tujuh belas tahun? Aku akan tetap marah dan tidak peduli. Bagaimana aku harus bersikap sebagai seorang anak? Aku akan terus berharap dia kembali.

***

"Reno tidak pernah merokok apalagi judi, kalian jangan bicara seenaknya!" teriak Rani pada kumpulan cewek yang sedang bicara di depan kelas.

Aku, Gio dan Risa yang hendak ke kantin terpaksa berhenti dan mendekati Rani yang terlihat sangat kesal. Kumpulan cewek itu kemudian pergi karena kedatangan kami.

"Kau kenapa, Rani?" tanya Risa menepuk punggung adik kelas kami itu.

"Tidak apa-apa, Kak. Aku hanya tidak suka orang memfitnah Reno seperti itu. Dia sama sekali tidak pernah merokok, sekarang dia juga difitnah main judi. Tahu apa orang tentang Reno? Aku lebih tahu tentang dia! Aku tinggal satu rahim sembilan bulan dengannya, tinggal satu rumah dengannya, segala rahasia dan perasaannya aku tahu semua. Enak saja mereka yang tidak tahu apa-apa mengatakan hal seperti itu tentang Re-," kata Rani yang dipotong oleh Gio.

"Ngomongnya pakai koma, coba," kata Gio yang memang sering mengejek Rani yang begitu cerewet itu.

"Iya, kami tahu Rani. Kami juga tidak percaya dengan berita itu," kataku menepuk pundaknya.

"Ya, sudah aku mau kembali ke kelas dulu Kak Angga, Kak Risa," kata Rani yang kemudian pergi.

"Gue enggak dipanggil, sialan!" kata Gio berteriak ke Rani yang sudah menghilang.

"Tenang, lu pengin gue panggil apa?" tanya Risa menyikut Gio.

"Panggil Akang Gio yang paling tampan di jagad dunia persilatan," jawab Gio.

"Emang lu bisa silat?" tanya Risa.

"Enggak," jawab Gio, "memangnya di jagad dunia persilatan harus bisa silat, ya?"

"Haruslah," kata Risa, "modal ganteng doang tidak cukup!"

"Ya, sudah gue pindah ke jagad dunia Risa aja, di situ persyaratannya cuma harus mencintai Risa doang kan?" tanya Gio ke Risa.

"Dasar, goblok!" kata Risa mendorong kepala Gio.

"Kalian, jadi makan enggak?" tanyaku yang lama-lama kesal dengan percakapan mereka. Oke, aku tidak kesal, aku iri!

Kami makan di kantin dan membicarakan soal banyak hal, tentu saja tentang masalah Reno. Kelima anak itu diskors seminggu. Berita sudah menyebar, kabar Reno akan maju menjadi ketua OSIS juga sudah diketahui banyak orang karena nama-nama kandidat terpampang jelas di mading sekolah.

Gio sendiri menuduh Adnan yang melakukan hal tersebut, walau aku melayangkan ketidaksetujuan karena saingan Reno kan bukan hanya Adnan. Selama ini aku mengenal anak itu benar-benar positif. Dia adalah anak yang menggoda Hana, tetapi berhenti karena dia menomorsatukan komunikasi untuk sebuah hubungan. Kedua, aku bertemu dengannya lagi saat Sella dipalak olah anak dari SMK Pahlawan. Dan saat Radit mengatakan anak itu akan dia bantu untuk menjadi ketua OSIS, aku melupakan pikiran positifku mengenai Adnan. Penilaian terhadap seseorang memang mudah terpengaruh dengan banyak faktor.

Saat pulang sekolah, Risa tiba-tiba memanggilku di parkiran. Dia tidak bersama Gio, dan itu membuatku bertanya-tanya. Wajahnya panik seperti melihat kutang tanpa tali. Ia berlari tergopoh-gopoh ke arahku.

"Angga!" teriaknya.

"Ada apa, Ris?" tanyaku.

"Ke jembatan Kenangan cepat!" ucapnya menepuk-nepuk jok motorku.

Jembatan di mana Gio menyuruhku memacari Risa dinamakan jembatan Kenangan karena di sana banyak kenangan. Kalau banyak kutu namanya jembatan kutu. Kalau banyak jangkrik namanya jembatan jangkrik, simple, kan?

Aku membawa Risa ke jembatan itu. Dia bilang Gio menantang Adnan berantem. Goblok sekali Gio! Ternyata diam-diam dia sudah menghubungi Adnan dan mengadakan perjanjian untuk bertemu di jembatan itu. Apa-apaan ini?

Parkir di sembarang tempat, aku segera lari bersama Risa menemui Gio dan Adnan yang sudah ada di jembatan itu seperti ingin bertarung. Jalan di sini sedang sepi karena ada perbaikan di jalur ini sehingga tidak ada orang yang lewat tempat ini, pantas saja Gio berani menantang Adnan di sini.

Belum aku dan Risa sampai menemui Gio, Adnan terjatuh karena tonjokan Gio yang begitu keras. Tanpa basa-basi aku segera berlari untuk menolong Adnan berdiri.

"Apa yang terjadi padamu, Gio?" tanyaku ke Gio yang wajahnya tampak begitu marah itu.

"Lihat anak itu! Dia sumber masalah kita, OSIS kita terbelah gara-gara dia dan jagoan kita Reno sudah pasti akan gugur juga gara-gara dia!" kata Gio menunjuk ke wajah Adnan yang lebam dan berdarah di ujung bibirnya.

"Apa maksudnya, Bang? Aku sama sekali tidak mengerti," jawab Adnan dengan wajah bingung.

"Sudahlah, mengakulah kepada semua orang kalau lu suruh orang tua lu bayar kepala sekolah biar lu jadi ketua OSIS dan bilang juga lu yang jebak Reno sampai dia diskors karena tuduhan merokok dan main judi!" ucap Gio dengan wajah marah yang tak mampu mengontrol emosi.

"Hentikan! Apa lu sudah gila, ha? Lu buat semua tambah buruk doang!" teriak Risa ke Gio.

"Apa yang Bang Gio katakan? Aku sama sekali tidak melakukan itu semua," ucap Adnan seperti bingung.

"Ucapkan hal itu lagi, coba!" kata Gio seperti ingin menonjok Adnan lagi.

"Gio, santai! Kita dengar dulu penjelasan dari anak ini," kataku berdiri di antara Gio dan Adnan. "Coba, jelaskan pada kami kalau kau memang tidak melakukan hal itu," tanyaku yang ingin berada di posisi netral.

"Aku ingin jadi ketua OSIS, tetapi aku sama sekali tidak pernah menyuruh orang tuaku untuk membayar kepala sekolah," jawab Adnan. "Apalagi memfitnah Reno dengan hal-hal semacam itu. Aku sama sekali tidak ada hubungannya dengan kasus Reno," tambahnya seperti meyakinkanku.

"Jangan percaya dia, Angga! Dia pembohong," kata Gio masih emosi.

"Lu diam saja! Goblok!" ucap Risa untuk Gio.

"Jika benar orang tuaku melakukan itu, aku akan berhenti, aku akan mundur! Aku sama sekali tidak pernah meminta mereka untuk membayar kepala sekolah. Aku tidak pernah melakukan hal layaknya pengecut seperti itu," jawab Adnan memandangku dan Gio secara bergantian.

"Kenapa harus mundur? Lu takut kalau semua orang tau lu pakai duit buat jadi ketua OSIS?" tanya Gio mengejek.

"Benar kau sama sekali tidak tau tentang hal itu? Orang tuamu melakukan hal itu atas kehendak mereka sendiri?" tanyaku.

"Harus kuakui mereka memang memanjakanku seperti seorang bayi. Apa pun yang kuinginkan mereka mengabulkannya. Mereka selalu ingin membuatku senang. Ya, aku sama sekali tidak tahu mereka akan berbuat seburuk itu," ucapnya lesu.

"Sepertinya kau butuh komunikasi dengan orang tuamu," kataku padanya, padahal masalahku gara-gara komunikasi juga tak kunjung usai.

"Lu percaya sama anak kayak begini, Ngga?" tanya Gio bingung.

"Maafkan aku dan orang tuaku, Bang Gio, Kak Angga, Kak Risa. Aku yang membuat kesalahpahaman ini. Aku akan segera mengatakan pada orang tuaku, dan aku akan mundur dari pemlihan ketua OSIS itu," kata Adnan.

"Jangan mundur," ucapku, "tetaplah maju, tetapi dengan jalan yang benar," tambahku.

"Iya, jika itu benar lu enggak perlu mundur. Lu bereskan saja urusan lu sama orangtua lu. Jangan gara-gara mereka lu sampai hentikan usaha lu untuk jadi ketua OSIS," sahut Risa.

 "Pulanglah, maafkan Gio. Dia memang cepat emosi," kataku menepuk pundak Adnan.

Dia kemudian berpamitan pada kami dan segera pergi.

"Apa yang kalian berdua lakukan? Jelas-jelas dia bohong, bodoh sekali kalian!" kata Gio ke aku dan Risa.

"Lu yang goblok!" kata Risa mendorong kepala Gio dengan kesal. "Lu jangan bikin keadaan makin buruk! Gila aja lu!" 

Gio hanya diam mendapatkan omelan dari pujaan hatinya itu. Sementara itu, aku hanya merenung. Lagi-lagi aku bertemu kasus kesalahpahaman yang bisa berakhir menjadi sangat buruk.

***

Jumat ini aku mendapat pesan dari Sella. Dia ingin bertemu denganku. Sepertinya aku memang harus bertemu dengannya. Aku juga akan meminta maaf padanya dan menyuruhnya agar tidak membenci Hana. Dia tidak bersalah, jika dia ingin menyalahkan orang, aku saja yang dia salahkan.

Dia menunggu di kantin saat pulang sekolah. Kantin sudah sepi walau masih ada pedagang yang jualan. Sella duduk di salah satu kursi panjang sendiri sembari makan bakso. Aku mendekatinya dan kemudian duduk di berhadapan dengannya.

"Bangga, aku makan sampai habis dulu, ya," kata Sella yang menyadari kehadiranku.

"Silakan," jawabku sembari melepas tasku dan kutaruh di atas meja.

Dia kemudian makan layaknya dikejar-kejar rentenir. Aku menahan tawa karena pipinya menjadi membesar saat dia memasukkan satu bakso jumbo ke mulutnya. "Au ii minya mamaf," ucapnya tidak jelas.

"Minum dulu," kataku menyodorkan minuman yang sudah ia beli di dekat mangkok baksonya.

Ia kemudian minum dalam sekali tegukan. "Aku ingin minta maaf," ucapnya kemudian.

"Aku yang harusnya minta maaf," kataku dengan lesu.

"Bukan, itu Bangga. Aku telah melakukan banyak sekali kebohongan padamu," tanyanya yang kemudian menundukkan kepalanya.

"Apa maksudmu?" tanyaku mengernyitkan dahi.

"Aku sudah tahu Bangga menyukai Hana sejak awal," jawabnya kemudian.

Aku hanya menggeleng.

"Bangga ingat saat kita makan tahu bulat bersama? Saat itu aku cemburu dengan Bangga dan Hana. Bangga selalu melihat ke arah Hana, dan aku tahu Bangga menyukai Hana," terangnya, "aku sadar bahwa secara fisik, Hana adalah langit dan aku bumi. Secara kepintaran pun begitu, akan sangat sulit bagiku untuk mendapatkanmu jika Hana tetap di dekatmu, Bangga!

"Aku kemudian mengatakan padanya bahwa aku suka sekali dengan Bangga. Aku ingin dia menjauhi Bangga, aku ingin dia tidak bertemu Bangga lagi. Aku katakan itu sampai dia tak berangkat sekolah beberapa hari karena tidak ingin bertemu Bangga, demi aku," jelasnya.

Jadi, pesannya saat itu agar aku tak mengganggunya lagi, ini semua karena Sella?

"Walau begitu, Hana akhirnya tak mampu untuk menjauhi Bangga. Ia katakan padaku bahwa aku tidak berhak menyuruhnya untuk menjauhi Bangga. Aku tanya kenapa, dan dia tidak mau mengatakan alasannya. Aku pun memutar otak dan akhirnya memutuskan untuk mencarikan Hana pacar agar Bangga berhenti mengejar Hana.

"Puluhan cowok aku kenalkan dengan Hana, tentu saja mudah sekali bagi Hana untuk disukai cowok dengan wajahnya yang cantik itu. Namun, kebanyakan menyerah karena Bangga pasti tahu alasannya dan ada juga yang Hana pun tidak suka. Setiap cowok itu ternyata diwawancarai oleh Bang Haris, kakak Hana yang terlalu pemilih, Hana yang memberitahu kakaknya itu. Aku yakin pula dia juga menyuruh kakaknya mewawancarai Bangga, bukan? Dari daftar cowok yang bertahan salah satunya adalah saingan terkuat Bangga. Ya, aku yang mempertemukan dia dengan cowok yang dia kagumi, Kak Reno. Hana bilang Kak Reno adalah cowok paling kharismatik di antara cowok-cowok di OSIS saat MOS. Dia memberikan surat merah mudanya ke Kak Reno."

Dia kemudian diam dan melihatku yang tengah terperangah akan pengakuannya. Namun, kusuruh dia untuk melanjutkan. "Lanjutkan ceritamu, aku akan mendengarkannya."

"Bangga tidak tahu kalau Hana menyukai Bangga? Tetapi, dia juga ingin membuka hatinya pada Kak Reno. Aku selalu membujuknya untuk menerima Reno, karena Kak Reno juga menyukai Hana. Tentu saja alasanku agar aku bisa mendapatkan Bangga. Aku tidak licik, aku hanya mengusahakan Hana punya pacar dan aku juga punya.

"Hari di mana aku menginap di tempat Hana adalah hari aku merencanakan untuk menembak Bangga. Aku sudah mengumpulkan uang untuk membeli lampion, balon dan membuat baliho. Itu kenapa aku begitu irit dan sering memalak, aku mengumpulkan uang untuk Bangga. Ceritaku mengenai nilai Hana yang empat puluh itu bohong, dia hampir selalu mendapatkan nilai sempurna di kelas, dia sangat pintar. Walau dia susah berkomunikasi, tetapi dia cerdas."

"Aku mengapresiasi kejujuranmu, Sella," ucapku pelan.

"Dia menyukaimu Bangga, pergilah dan tembak dia!" kata Sella, "aku sudah kalah dari Hana. Saat belajar silat, Pak Wardoyo mengajari kami untuk menerima kekalahan."

"Aku sama sekali tidak tahu tentang Hana, pengetahuanku tentangnya sangat minim. Aku seharusnya mencari tahu lebih lanjut tentangnya," ucapku pelan, "dia sedang berusaha membuka hatinya untuk Reno, bukan? Aku tidak bisa langsung saja menembak Hana di saat seperti ini," tambahku.

"Hana menyukai Bangga, dia senang di dekat Bangga! Hana tidak mudah jatuh cinta, tetapi dia jatuh cinta pada Bangga. Aku juga tidak mudah jatuh cinta, walau aku dulu jelek dan sekarang aku jadi unyu setelah ke Pondok Kecantikan Grantika, tetapi dari ratusan cowok di sekolah ini, hanya Bangga yang bisa membuatku jatuh cinta. Aku dan Hana jatuh cinta pada orang yang sama, kami berdua sama-sama ingin di dekat Bangga, tetapi Bangga lebih suka bersama Hana. Aku menerima kekalahanku, dan merelakan Hana untuk bersama Bangga.

"Bangga sangat istimewa. Bangga tahu cowok-cowok yang aku suka dulu? Mereka menyuruhku menjauh dan memaki-makiku dengan kasar. Namun, Bangga tidak melakukannya, mungkin Bangga memendamnya, tetapi Bangga mencoba untuk tidak menyakitiku, bukan? Aku menyukai Bangga bukan hanya karena wajah Bangga yang tampan. Aku jatuh hati pada pandangan mata Bangga terhadap wanita yang sangat halus dan teduh, aku bisa melihat di mata itu ada keinginan untuk melindungi. Tangan Bangga menyentuh dengan lembut, tangan-tangan itu memeluk dengan tulus. Bibir Bangga berucap sangat lembut dan itu sangat nyaman didengarkan. Bangga tidak sadar betapa Bangga sangat mengagumkan di mataku? Pasti begitu juga di mata Hana," kata Sella dengan mata berkaca-kaca.

"Jangan berlebihan, kamu tidak tahu aku yang sebenarnya, aku adalah tipe cowok yang sangat payah. Nilaiku hanya rata-rata, emosiku sangat labil, suaraku sumbang, aku tidak pandai dalam banyak hal, ya aku adalah aku. Cowok tujuh belas tahun yang payah dan labil," kataku menggenggam tangannya.

"Saking payahnya bisa membuat cewek yang sulit jatuh cinta melayangkan rasa padanya," kata dia yang kemudian menangis dengan bibir terisak.

Ada bagian dari diriku yang senang karena tahu Hana menyukaiku, tetapi bagian dari diriku yang lain merasa rendah dan pesimis akan keadaan yang sekarang telah berlangsung. Aku tidak bisa langsung saja mengejar Hana disaat dia masih menjalin hubungan dengan Reno. Bahkan keadaan ini bagiku menjadi semakin rumit, aku menjadi bingung dan pikiranku juga semakin tak keruan.

"Aku menerima kekalahan dan itu berarti aku harus memadamkan perasaanku pada Bangga. Sebelum aku benar-benar pergi dan tidak mengganggu Banga lagi, boleh aku mendapatkan ciuman di keningku?" tanya Sella sembari mengusap air matanya.

Pikiranku masih entah ada di mana dan saat Sella memintaku untuk mencium keningnya aku sontak mengatakan, "ya, baiklah."

Dia berdiri dan aku ikut berdiri, aku mengusap air matanya yang tersisa. "Terima kasih, telah menyukaiku, terima kasih telah berusaha untuk Hana. Terima kasih untuk kejujuran yang baru saja kau sampaikan. Aku tidak membencimu karena ini," kataku mencoba tersenyum sampai kemudian mencium keningnya dengan pelan.

"Sella, ayo pulang," kata seseorang yang membuatku segera menoleh.

"Hana," kataku melihatnya berdiri di sana dengan ekspresi seperti terkejut.

"Aku pulang dulu, Bangga. Tolong bayarkan baksonya, ya," kata Sella yang kemudian enyah untuk menghampiri Hana.

Kulihat mimik wajah Hana tampak aneh saat melihatku, aku tidak tahu artinya. Aku ingin berlari ke arahnya dan memeluknya, tetapi kakiku enggan bergerak dan bagian dari pikiranku mengatakan bahwa Hana adalah milik Reno. Aku tidak boleh merebutnya walau aku tahu Hana juga menyukaiku, dia jatuh cinta padaku.

Jika dan hanya jika semua yang dikatakan Sella adalah kejujuran.


----

Andhyrama's Note

Aku lagi tidak ada selera humor nulis part ini, jadi ya maaf kalau part ini garing. Namun, cerita mereka harus terus berjalan, agar sampai pada ending yang benar sesuai outline yang aku tulis sebelumnya. So, cayo! Jangan lupa vote dan komennya :D

Question's Time

Sekarang saya mengadakan jumpa pers untuk para pemain Losta Connecta, kalian bisa bertanya pada mereka, untuk sesi ini yang hadir ada, Gio, Risa, Kina dan Sella, silakan beri pertanyaan untuk mereka ya, jangan tidak malu-malu, ya.

Gio : Lu mau tanya silakan, gue mah baik. Terserah gue mau jawab apa enggak ya!

Risa : Silakan tanya, tolong jangan pertanyaan goblok. ya!

Kina : Kalian bertanya aku bacok!

Sella : Makhluk paling unyu datang! Jangan percaya kalau yang nulis paling unyu, karena akulah ratu keunyuan dunia akhirat. Silakan tanya ke Princess Sella ini!

Continue Reading

You'll Also Like

4.8M 420K 50
#3 in Teenfiction (24 Juni 2017) [SUDAH TERBIT] [SEBAGIAN PART SUDAH DIHAPUS] Dia itu arogan, bossy, ketus, pemarah, tukang ngatur dan suka seenakn...
1M 95.2K 55
[WattysID 2018 Winner: The Storysmiths] ✨ HANYA BERISI CERITA SEQUEL, MOON AND HER SKY IS PUBLISHED! ✨ Mona bilang, namanya berarti bulan. Tugas bula...
2.3M 132K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
1.8M 30.2K 10
[Diterbitkan Elex Media Komputindo] Dalam tiap puisi yang ia tulis di origami, ada harapan. Aiara Nadya Noer berharap Fardio Tama tahu kalau di bum...