Losta Connecta 「END」

By andhyrama

629K 53.1K 37.4K

[12+] Semua akan menjadi sulit jika kami berdua Losta Connecta. Pemenang THE WATTYS 2016 kategori #Ce... More

0] PREVIEW
0] PROLOG
1] PULANG
2] TELAT
3] PASI
4] PESAN
5] MARAH
6] FOKUS
7] PANGGIL
8] CEBAN
9] TAHU
10] CABAI
11] SURAT
12] BUBUR
13] BAKSO
14] DAFTAR
16] PECAH
17] PUSING
18] KONSER
19] HUJAN
20] BINGUNG
21] DEMAM
22] BOHONG
23] JUJUR
PEKA BANGET!
24] JAKET
VERSI CETAK!
25] KORAN
INFO BUKU!
26] BELIUNG
VOTE COVER!
27] PUNCAK
H-3 OPEN PO!
28] ASTAGA
OPEN PO!
READ IT!
29] KACAU
30] RENUNG
31] BONGKAR
32] KEPUNG
33] SADAR
00] EPILOG

15] PESTA

11.3K 1.3K 1K
By andhyrama

Losta Connecta by Andhyrama

www.andhyrama.com// IG: @andhyrama// Twitter: @andhyrama//FB: Andhyrama// Ask.fm: @andhyrama

***

Sabtu ini Risa tidak berangkat ekskul, Nala bilang sorenya mereka berdua akan berbelanja. Tanpa Ibu, Nala seperti penggantinya sekarang, dia yang mengurusi keperluan rumah. Aku bangga dengan adikku, walau dia masih berumur belia, tetapi sudah punya pikiran dewasa. Risa juga akrab dengannya sehingga mereka memang sering ke luar bersama. Risa suka bawa mobil Bang Rian kalau kakak sulungnya itu sedang tidak menggunakannya. Aku sudah bilang Nala, kalau Risa harus tampil cantik di pesta ulang tahun Ratna, nanti. Adikku bilang, "beres!"

Sementara itu, aku sudah berada di ekskul anggar. Sekarang dari kelas sepuluh yang hadir cuma empat anak. Kina tidak hadir, Ike juga tidak hadir. Sehingga hanya, aku, Erna, Cakra dan Yuni yang membimbing ke empat anak itu selagi tidak ada mentor.

Tentu saja, aku mengajari Hana. Aku senang sekali. Dia sekarang sudah bisa pegang pedang.

"Seperti ini?" tanya dia menunjukkan cara memegang pedangnya.

"Tidak, Hana, sudutnya diatur," kataku mengubah posisi pedangnya. 

"Sudut-sudut sepi?" tanya dia.

"Di sana bersemayam arwah-arwah kesepian,"  kataku.

"Di sini ramai," kata dia.

"Iya, kan ada aku. Jangan kesepian," kataku.

"Shepia lagunya Sheila On 7, bukan?" tanya dia lagi.

"Bukan, itu lagunya Armada," kataku meringis.

"Armada hatiku siapa ya?" tanya Hana seperti bingung.

"Aku boleh melamar di situ?" balasku balik bertanya.

Dia menggeleng dan wajahnya tiba-tiba menjadi sedih.

"Kenapa?" kutanya dia.

"Jadi ingat tragedi Situ Gintung," jawabnya.

"Aku ajak kamu ke sana kalau kamu mau, sekarang itu jadi objek wisata loh," kataku menawarkan.

Dia tersenyum dan dia selalu memesona dengan senyumannya itu. Aku senang dia sudah sehat, aku juga senang dia bersemangat ingin belajar anggar. Kata Bang Haris, Hana orangnya tidak suka menyerah, dia tidak suka dikasihani dan juga tidak gampang menangis.

Aku ingat kemarin, sebelum aku pulang. Aku menanyakan Bang Haris soal Hana, dia hanya jawab sedikit, katanya aku harus mencari tahu sendiri kalau aku memang benar-benar menyukai adiknya itu. Bang Haris telah memberikanku kesempatan, tetapi dia juga tidak mau aku menyalahgunakan kesempatan itu. Lagi pula, ada empat laki-laki lain yang sama sepertiku, sama-sama tengah memperjuangkan cintanya Hana. Ia mencoba berlaku adil untuk calon yang lain sepertinya.

Sementara itu, Cakra menantangku untuk bertanding dan aku mau. Aku ingin menunjukkan pada Hana kemampuanku melawan Cakra. Iya kemampuanku yang biasa-biasa saja, setidaknya Hana akan termotivasi melihatku bertarung. Aku sudah pasti akan kalah dari Cakra, tetapi aku akan berusaha.

Pandangan Cakra padaku sangat tajam, bibirnya menyeringai. Aku tak mau kalah, aku berdiri di depannya dengan pandangan haus darah. Kami saling membungkuk sebelum Erna sebagai wasitnya memulai pertandingan.

"Kau akan kalah," ucap Cakra dengan sombong.

"Jangan remehkan aku, kau pasti akan menang," kataku menimpali.

"Walau kita seperguruan aku tidak mau disama-samakan denganmu, kau lemah," katanya lagi.

"Jangan sombong! Ilmu pamungkas Pak Harsono akan tetap jatuh ke tanganku," ucapku bangga.

"Tidak akan! Aku yang akan mendapatkan jurus itu. Murid terkuat yang akan mendapatkannya," kata dia kesal.

"Aku akan mengirimmu ke neraka sebelum hal itu terjadi," kataku dengan jahat.

Dia tersenyum kecut. "Siapa yang menang dia yang berhak mendapatkan ilmu itu," kata Cakra kemudian.

"Udah dramanya, mulai aja!" kata Erna dengan kesal.

Kami kemudian mengambil kuda-kuda dengan jarak yang sudah ditentukan. Tidak ada pakaian anggar kami hanya memakai kaus. Pedang plastik ini tidak akan melukai, kami hanya perlu menyentuhkan pedang itu ke badan tanpa harus menyakiti satu sama lain.

Aku segera menyerang Cakra, dia berhasil menangkis, tetapi dia kemudian bergerak cepat dan menyerangku, aku mengelak mundur serta menangkis. Dia menyerang lagi secara beruntun. Ujung pedang menyentuh dadaku. Satu poin untuk Cakra.

"Kau lihat, kau ini lemah!" kata dia tersenyum jahat.

Kami melanjutkan sampai selesai. Ketika aku atau cakra menyerang dan menghunuskan pedang kami selalu berteriak, merintih jika ujung pedang menyentuh badan sampai akhirnya aku kalah. Itu sudah biasa. Aku membuka kausku dan melihat banyak titik-titik merah di badanku, itu tidak seberapa kadang bisa lebih banyak. Aku segera memakai kausku lagi, malu ada Hana.

Aku menoleh, ternyata sudah tidak ada Hana di sana. "Di mana Hana?" tanyaku pada Erna.

"Dia tadi pergi," jawab Erna yang sedang siap bertarung melawan Yuni. "Sama cowok yang nunggu di depan aula tadi."

"Cowok yang kemarin itu bukan?" tanyaku.

"Kayaknya beda, lebih kurus dan lebih pendek juga. Kayaknya anak sini, tetapi aku tidak jelas melihatnya," jawab Erna.

"Aku pergi juga, ya," kataku yang diberi anggukan oleh Erna.

Dengan segera, aku keluar aula. Hana sudah tidak ada. Dia pergi tanpa pamit padaku. Memangnya aku siapa? Mungkin juga dia tidak mau menggangguku saat aku bertarung bersama Cakra. Sudahlah, sepertinya aku tidak cermat memerhatikan lawan. Siapa cowok itu?

"Kak Angga," panggil seseorang yang tiba-tiba muncul di sampingku.

"Sella?" kataku, "kenapa kamu pakai masker segala?"

"Tidak apa-apa," kata dia, "aku mau minta maaf."

"Aku seharusnya yang minta maaf padamu, tidak seharusnya aku membentakmu waktu itu," kataku dengan lesu.

"Aku yang salah, aku yang tidak tahu malu," kata dia dengan nada sedih.

"Bukanya kamu memang tidak tahu malu dari dulu, ya?" tanyaku sedikit tertawa.

"Oh iya, lupa," katanya yang juga terkekeh.

"Jangan menangis lagi, ya," kataku menyentuh pundaknya.

"Iya, aku langsung bunuh diri aja kalau sedih," kata dia.

"Goblok," kataku keceplosan.

"Bercanda," katanya lagi.

Aku tertawa, dia juga ikut tertawa.

"Boleh peluk?" tanya Sella dengan pandangan mata berharap.

Aku merentangkan tanganku dan mengangguk. Ia kemudian memelukku. Aku juga memeluknya walau pikiranku sekarang sedang berkelana mencari Hana. Dengan siapa dia pergi? Kenapa dia mau pergi dengan sosok itu? Apakah aku tertinggal cukup jauh dari orang itu? Siapa dia? Aku tidak sabar ingin mengetahui lawanku. 

***

Pesta ulang tahun Ratna yang ke tujuh belas digelar di sebuah restoran. Katanya itu restoran milik orang tua pacarnya. Kalau tidak salah nama pacarnya Albi. Aku sih tidak sengaja stalking waktu itu, aku tentu menemukan akun si Albi itu. Dia punya tubuh kurus, tinggi dan wajahnya kayak bocah, walau tidak dipungkiri memang tampan.

Desas-desus yang terdengar, Albi itu pindah sekolah tidak lama setelah salah satu teman kelasnya disambar petir di depan restoran itu. Setelah ditelusuri, anak yang disambar petir itu namanya Abel, seorang anak juragan yang kaya raya. Sepertinya Albi trauma melihat kejadian itu. Bisa juga sebenarnya Albi itu suka sama Abel dan Ratna hanya pelarian. Entah kenapa aku jadi memikirkan itu, lupakan saja itu bukan urusanku.

Setelah memakai pomade, aku sudah siap berangkat dengan kemeja merah dan celana jin serta sepatu hitam. Risa katanya akan menjemputku, sekaligus mengembalikan Nala yang aku pinjamkan padanya. Suara mobil datang dan aku segera ke depan rumah. Nala yang baru keluar dari mobil menghampiriku dengan senyuman.

"Kak Lana! Kak Risa cantik banget," kata Nala berbisik padaku kemudian masuk ke rumah dengan sekantong isi barang belanjaan itu.

"Ris, kita naik motor aja. Aku tidak mau naik mobil," teriakku yang tidak mau hanya duduk sementara Risa yang menyetir.

"Jangan banyak omong, riasanku bisa hancur kalau naik motor," kata dia menimpali dari dalam mobil.

Aku akhirnya mengiyakan dan segera masuk dan duduk di jok depan. Aku tiba-tiba terdiam saat melihat Risa. Rambutnya panjang, itu wig. Wajahnya tidak menor, tetapi riasannya sangat pas. Kalau dilihat-lihat Risa ini mirip Nabila JKT48 di beberapa sisi.

"Kenapa lu lihat gue kayak begitu?" tanya Risa.

"Heran aja," kataku, "kamu mau aja dandan kayak begitu," kataku terkekeh pelan.

"Bagaimana tidak mau, Nala maksa gue. Gue udah pengin nolak, tapi dia marah sama gue. Otomatis gue jadi serba salah, ya udah gue ikuti. Sebetulnya gue malu banget pakai dandanan kayak gini," kata Risa cemberut.

"Ayolah Ris, kamu cantik kok," kataku yang tidak sengaja memujinya.

Aku amati pipinya sedikit memerah. "Kita langsung aja," kata dia yang langsung melajukan mobilnya.

Aku berpikir Gio pasti akan terpesona dengan Risa, aku akan buat dia menyesal telah membuat Risa sedih. Kamu lihat Gio? Kenapa kamu menyerah secepat itu untuk Risa? Kamu memang tidak pernah bisa mengerti perasaannya.

Ide memakai rambut palsu sebenarnya bukan ide bagus, ini benar-benar bukan Risa banget. Akan tetapi, dia memang cantik kalau rambutnya panjang. Sayang sekali dia tidak suka dengan rambut panjang. Dia merasa risi dan tidak nyaman kalau rambutnya panjang. Aku juga merasa sekarang dia tidak nyaman dengan gaun biru tua itu, dengan rambut, juga dengan dandanan itu. Akan tetapi, dia tahu kalau Nala sudah berusaha untuknya, kurasa dia adalah orang yang menghargai usaha orang lain.

Sesampainya di restoran itu, aku dan Risa segera turun dari mobil dan berjalan ke sana. Ia tidak lupa membawa kado untuk Ratna, padahal aku tidak bawa. Anggap saja itu dari kami berdua. Cukup ramai ternyata. Suara musik, dekorasi yang disusun sedemikian rupa, ini bukan acara ulang tahun anak kecil, tetapi serasa mewah dan romantis kurasa.

"Kalian datang," kata Ratna yang tampil cantik menyambut kami bersama cowok bermuka bocah bernama Albi itu.

"Albi," kata Albi mengenalkan diri pada Risa dan aku, kami berjabat tangan.

"Ini Ratna," kata Risa memberikan kado yang dia bawa.

"Tidak perlu repot-repot," kata Ratna basa-basi aslinya juga diterima juga.

"Selamat ulang tahun," kataku ke Ratna. "Yang kuberi bukan jam dan cincin. Bukan seikat bunga atau puisi atau kalung hati," tambahku.

"Iya tidak apa-apa," kata Ratna menatapku dengan aneh.

"Maaf bukannya pelit atau nggak mau bermodal dikit, yang ingin aku beri padamu..." ucapku yang juga menatapnya.

"Apa itu, Angga?" tanya Ratna.

"Doa setulus hati," jawabku.

"Kayak lagunya Jamrud," gumam Albi yang terlihat bingung.

Setelah itu, aku dan Risa segera masuk ke restoran dan mencari tempat yang pas untuk menunggu acara dimulai.

"Banyak yang tidak gue kenal," kata Risa saat masuk ke dalam restoran.

"Aku juga, tetapi bukannya mereka itu dari sekolah kita," kataku menunjuk gerombolan orang yang tengah berdiri tidak jauh dari kue ulang tahun besar yang tingginya satu meter itu.

"Kita cari tempat duduk saja," kata Risa.

"Sudah penuh semua," kataku yang berkeliling mencari meja yang kosong.

"Angga, Risa! Ke mari!" teriak seseorang yang langsung kami tahu adalah Kina.

"Gue rasa kita jangan ke sana," bisik Risa yang wajahnya langsung berubah cemas.

"Tidak apa," kataku menarik tangan Risa.

Aku dan Risa duduk bersama Kina, dia sendirian. Ia memakai gaun hitam, eyeliner hitam, lipstik hitam, pokoknya serba hitam.

"Di mana Gio?" tanyaku.

"Mabok," jawab kina.

"Apa?" tanyaku lagi mengkonfirmasi.

"Mau boker maksudku," jawab Kina.

"Aku kira apa," kataku terkekeh.

"Di toilet, nanti juga ke sini," kata Kina yang seharusnya tidak perlu dikatakan, memangnya Gio mau boker di kolam renang?

Risa tampak cemas, ia memerhatikan sekitar. Restoran mewah yang dihiasi lampu kemerlapan, hiasan dan balon-balon. Akan tetapi, semuanya tidak membuat wajahnya berhenti untuk cemas.

"Kalian kok bisa pacaran?" tanya Kina tiba-tiba.

"Ya, karena saling suka," jawabku sembari cengengesan.

"Bagaimana menurut kalian?" tanya Kina lagi.

"Pesta ini bagus," jawabku.

"Maksudku tentang aku dan Gio," kata Kina meluruskan.

"Kalian tampak serasi," kataku yang lagi-lagi harus berbohong.

"Gio jadi tahu aku suka dia saat MOS itu, ternyata dia suka padaku juga. Aku tidak menyangka," kata Kina sembari memerhatikan kukunya yang dicat hitam.

"Kenyataan tidak ada yang tahu, ya," kataku ke Kina.

Dia mengangguk. "Risa, tumben kamu mau dandan seperti itu?" tanyanya ke Risa.

"Adiknya Angga yang bikin gue jadi kayak begini," jawab Risa.

"Hebat adikmu," puji Kina menoleh padaku.

"Dia memang seperti itu," kataku cengengesan lagi.

Akhirnya si Gio datang. Aku melihat langkahnya dari toilet, dia menyibakkan rambutnya seperti di iklan sampo. Kalau boleh jujur dia keren pakaiannya, dengan jas hitam yang terbuka, dasi dan kemeja yang tidak dimasukkan ke celana jinnya. Rambut yang dibiarkan acak-acakan. Ya, penampilannya kayak bad boy di film-film. Kelakuannya juga bejat sih, pantas saja.

"Risa," kata Gio tiba-tiba saat melihat Risa.

"Sayang, duduk," ajak Kina pada pacarnya itu.

"Risa," panggil Gio lagi.

Risa terdiam dan memandang ke depan seakan tidak mau menoleh pada Gio. Aku sendiri bingung, wajah Gio tampak tidak senang, dia sepertinya marah.  Aku tidak suka situasi ini. Benar juga, Gio memang marah dia menggebrak meja dan semua orang seketika menoleh ke arah kami.

"Apa-apaan lu?" tanya Risa akhirnya mau menoleh.

"Kenapa lu dandan kayak begitu?" tanya Gio dengan marah.

"Suka-suka gue, kenapa lu sewot?" ucap Risa berdiri dan menatap Gio walau aku bisa merasakan dia ketakutan karena tangannya gemetaran.

"Gue enggak suka!" bentak Gio.

"Lu apa-apaan? Siapa lu bicara ke gue kayak begitu?" Risa balas membentak.

Gio menarik rambut palsu Risa dan membuat Risa menjerit dan menatap sekitar dengan malu.

"Lu dengar ya, gue enggak suka nyawa  yang gue sayangi tidak menjadi dirinya sendiri, gue enggak suka  nyawa  yang gue selalu kagumi mengubah penampilannya kayak orang lain. Lu beda, lu keren dan gue suka sama lu!" kata Gio terus terang.

"Lu buat gue malu, goblok!" bentak Risa yang hampir menangis.

"Biar, biarkan semua orang tau! Lu harus jadi diri lu sendiri, gue lebih malu kalau gue biarkan lu menipu semua orang dengan penampilan lu yang palsu ini," kata Gio lagi.

"Lu enggak tahu apa-apa tentang gue! Enggak usah sok tahu! Gue ya gue, lu enggak usah ikut campur!" teriak Risa merebut rambut palsunya dan kemudian menampar Gio.

Aku tidak bisa berbuat apa-apa ketika keduanya saling pandang. Risa sudah mencret lagi dan mata Gio memerah karena kesal, marah dan aku benar-benar tidak mengerti apa yang ada di otaknya itu. Sementara Kina, dia sedang menahan-nahan amarah dan rasa malu dengan mengepal-ngepalkan tangannya.

Risa kemudian berlari ke luar dan Gio hendak mengejar, tetapi Kina mencegahnya.

"Jangan pergi!" bentak Kina.

"Gue harus pergi!" kata Gio tegas.

"Apa artinya aku!" bentak Kina lagi.

"Kina, gue enggak suka sama lu. Lu itu egois, pemarah dan tukang ngatur," kata Gio blak-blakkan.

Kina langsung menampar Gio dengan keras. "Brengsek!"

"Gue mau nyusul nyawa gue," kata Gio yang langsung pergi hendak mengejar Risa.

Aku di sini seperti penonton, hanya bisa diam dan tak mampu melakukan apa pun. Kakiku rasanya tidak bisa bergerak terlebih saat Kina berteriak. "Apa kalian semua lihat-lihat!"

Dia berlari ke arah kue ulang tahun dan merobohkannya. Membanting gelas-gelas dan merusak apa pun yang dia lihat. Orang-orang yang datang ketakutan dan beberapa merekam aksi Kina yang luar biasa itu. Benar-benar menakutkan seperti Godzilla.

Aku akhirnya bisa berdiri dan keluar dari restoran ini. Di luar aku melihat mereka. Risa dan Gio, mereka tengah berpelukan. Risa menangis di atas dada Gio dan cowok yang sudah membuatnya gemetaran itu mengelus-elus punggung Risa. Apa yang terjadi ini benar-benar drama!

Kakiku melangkah ke arah mereka yang berhenti berpelukan. Risa melemparkan kunci mobil padaku dan tersenyum. Gio segera membawa Risa pergi, sedangkan aku menuju mobil Risa. Suara motor Gio yang keras bergabung dengan jalan ramai ibukota. 

Aku berada di dalam mobil Risa dan aku hanya diam. Apa yang harus aku lakukan? Aku kan tidak bisa menyetir.

-----

Andhyrama's Note

Akhirnya kita sampai di setengah perjalanan menuju selesainya cerita ini, hahahahaha.

Ini update terakhir sebelum lebaran ya, kawan-kawan. Saya mau fulang kamfuang hahahaha.

Mohon maaf lahir batin!

Question Time

Kasih saya tiga kata yang mendeskripsikan tentang cerita Losta Connecta ini!

Announcement

Albi pacarnya Ratna itu ada di cerita Ini Cinta, Ndut! sama FashionAbel kalau kalian belum baca itu jangan dibaca hahahaha.

Pengumuman pemenang challenge tidak berhadiah di part selanjutnya saja, ya. Loco's Challenge #3 juga kapan-kapan.

Continue Reading

You'll Also Like

39.1K 5K 43
Reading List Teenlit Indonesia Mei 2019 [COMPLETED] [Tahap Revisi Perlahan] Hal terbodoh yang pernah Shafiya lakukan: 1. Merogoh kocek lumayan dalam...
411K 64.3K 37
Anna selalu merasa cukup. Baginya, hidupnya yang sederhana sudah sangat sempurna. Bukan harta berlebih yang membuatnya bahagia, melainkan saat ia mam...
862K 67.3K 35
[Sudah terbit dan bisa didapatkan di Gramedia dan toko buku terdekat atau WA ke nomor : 0857 9702 3488] Aldeo punya mantan namanya Sandria. Sedangkan...
1.5M 28.8K 8
Cerita diprivate acak biar gak diacak-acakin. Follow dulu kalo mau baca secara lengkap (Humor-Teenfiction) "ngakak terus daritadi" "ceritanya mulai b...