Selamat Datang Cinta

By JuwitaPurnamasari

815K 35.3K 873

SELAMAT DATANG CINTA - benarkah cinta bisa hadir belakangan? -- sebuah cerita karya Juwita Purnamasari -- Si... More

PROLOG
Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
Bagian 20
Bagian 21 - end -
Extra Part - 1
Extra Part - 2
Extra Part - 3
Extra Part - 4
Extra Part - 6 (Bonus Cerita)

Extra Part - 5

25.4K 1K 22
By JuwitaPurnamasari

Ckiiiit... mobil berdecit saat lampu merah di depan menyala. Maya menginjak rem tiba-tiba membuat mata Satya membulat, melotot ke arah istrinya.

"Lampu merah, May! Astaga! Pelan-pelan dong!"

"Ini udah pelan kok. Tuh aku berhenti tepat di depan garis putih zebra cross. Tenang, aku pengemudi andal."

Satya hanya menggeleng-geleng kepalanya putus asa melihat cengiran istrinya di kursi pengemudi.

"Oke. Jadi sebenarnya kita mau makan di mana?" tanya Satya.

"Rahasia!"

Gas diinjak lagi, mobil melaju dengan kecepatan cukup kencang. Maya yang memang biasa menyetir sendiri sejak kuliah sudah hapal rute jalan di Jakarta. Dia memilih rute jalan yang tidak macet. Meski harus memutar sedikit, yang penting tidak macet. Satya masih coba menebak-nebak ke mana istrinya akan mengajaknya makan malam ini. Jalanan ini bahkan terasa asing.

"Kita masih di Jakarta, kan?" Satya menatap Maya.

"Huahaha... pertanyaan macam apa itu? Ya, masih lah."

"Sudah dua puluh menit, kok belum sampai juga?"

"Sebentar lagi." Maya menginjak gas lebih dalam, membuat Satya memegang pegangan di atas jendela mobil. Sambil berdecak kesal ke arah Maya yang justru tertawa.

"ASTAGA! PELAN-PELAN! Ingat ada anak kita di perutmu!"

"Kamu yang bilang kalau malam ini aku yang jadi 'Ratu'. Jadi Tuan Satya yang terhormat jangan banyak protes ya?"

Satya mengulurkan tangannya, sudah tidak tahan untuk menjewer pelan telinga istrinya.

Di depan jalan ada pertigaan. Maya membelokkan mobilnya ke arah kanan. Memasuki sebuah jalanan yang terlihat sangat ramai bahkan ketika Jakarta sudah semakin malam.

"Ini pusat kuliner Jakarta. Kamu nggak tahu kan? Makan di restoran mahal melulu sih!" Maya memajukan mobilnya perlahan-lahan karena memasuki jalanan ini cukup banyak kendaraan yang melintas. Mata Maya menatap sekeliling, "Parkir di mana ya?"

"Ini jalan Sabang kan?" Tanya Satya setelah mengamati lama dari kaca jendela mobil.

"Betul! Kamu tahu juga?"

"Kamu lurus, di depan ada restoran Jepang yang enak banget. Aku kenal pemiliknya, kita makan di situ."


Maya menatap Satya dengan tajam, "Kan aku yang pilih tempatnya?"

"Ah, oke. Oke." Satya mengangkat kedua tangannya tanda menyerah.

Mata Maya berbinar saat menemukan tempat yang dituju. Sudah lama sekali rasanya tidak datang ke sini. Dengan cekatan Maya memarkir mobilnya di depan sebuah warung makan bertenda oranye. Ada asap mengepul dan mengeluarkan aroma khas dari sana.

"Serius? Di sini?" Satya nyaris tak percaya dengan tempat makan yang Maya pilih. Maya mengangguk mantap sambil tersenyum lebar.

Satya sempat berpikir Maya akan menggunakan kesempatan ini untuk mengajaknya makan di restoran termahal di Jakarta. Atau mungkin restoran romantis karena selama ini mereka belum pernah merasakan kencan makan malam berdua. Satya lupa kalau cara berpikir istrinya kadang-kadang memang 'ajaib'.

Satya hanya bisa mengikuti langkah Maya yang tampak sangat bersemangat memasuki tenda oranye itu. Mau tak mau senyum Satya terulas sedikit sambil menggeleng-geleng pelan masih setengah tidak percaya. Kencan pertama yang dia pikir akan jadi acara makan malam romantis justru akan terasa seperti acara kencan anak SMA. Satya sesekali menggosok hidungnya yang terganggu dengan aroma yang tercium tajam dari dalam tempat makan pinggir jalan ini. Aroma arang yang dibakar.

**

Satya berdiri di samping seorang bapak yang mengenakan peci, bapak itu tengah sibuk mengipas-ngipasi panggangan sate. Lengan Satya terlipat di depan dada, matanya menatap tajam ke arah panggangan. Membuat si penjual sate merasa kurang nyaman. Grogi mungkin. Tapi dia hanya bisa sesekali menatap Satya sambil tersenyum kaku dan mengangguk pelan, dan tidak ada respon apa pun dari Satya.

"Sat! Duduk sini!" Maya menepuk-nepuk kursi kayu panjang di sebelahnya yang masih kosong. Satya tidak merespon.

Maya berpikir rasanya jadi malu-maluin bawa Satya ke tempat makan pinggir jalan. Beberapa orang yang makan di rumah tenda tersebut sibuk bisik-bisik sambil menatap atau sesekali terkekeh melihat Satya. Maya tidak yakin apa yang para remaja perempuan dan ibu-ibu itu bicarakan soal suaminya. Sepertinya mulai sekarang dia akan kehilangan beberapa fans. Karena fansnya yang ada di sini tahu betapa 'mengerikannya' dia.

"Pastikan dagingnya benar-benar matang ya, Pak. Istri saya sedang hamil. Kalau tidak matang akan banyak bakteri berbahaya yang bisa mengganggu kesehatan bayi dan istri saya."

"Iya Pak..." penjual sate hanya bisa mengiyakan. Pasrah meski merasa terganggu.

"Ah, itu, yang sebelah situ kurang matang." Satya menunjuk ke arah sebelah kiri panggangan ada daging yang terlihat masih belum matang sementara si penjual sate sudah siap-siap mengangkat satenya.

Maya mendengus gemas, sepertinya Satya merasa kalau dia sedang berada di restorannya sehingga bisa menyuruh-nyuruh si penjual sate seperti memerintah kokinya.

"Astaga, rasanya aku pengin memanggang dia sekalian!" Maya menggumam dengan nada kesal. Ibu-ibu di sebelahnya memebelalakan mata sambil menahan tawa. Maya buru-buru meminta maaf atas umpatannya dan pemandangan tidak menyenangkan yang disebabkan suaminya di warung sate ini.

Maya tak tahan lagi! Dia berdiri dan menghampiri Satya. "Duduk, yuk!" ucap Maya sambil setengah menarik lengan kanan Satya.

"Aku harus pastikan satenya...."

"Oke. Oke. Aku ngertiiii...." Maya mencubit lengan Satya berharap dia mengerti kode bahwa yang Satya lakukan agak aneh dan... memalukan. "Pak Towo ini sudah jualan sate bahkan sejak aku masih balita. Aku sering makan sama Ayah dan Ibu di sini. Kemampuan memasak satenya mungkin terhebat sejakarta, jadi nggak usah khawatir bakteri atau apa pun itu! Dia itu tukang sate pro-fe-sio-nal!" Maya menekan di kata terakhir. Satya hanya menatapnya sekilas tak tertarik menyimak penjelasan Maya.

Pak Towo merasa sedikit tersanjung dan perasaannya membaik karena pujian dari Maya.

"Nggak apa-apa Non. Suami Non ini sayang sekali sama Non Maya. Jadi dia khawatir."

"Aku kangen banget pengin makan sate Pak Towo." Maya mencoba mencairkan suasana. Yang entah mengapa antara Satya dan Pak Towo seperti ada dinding es yang siap-siap runtuh tadi.

"Iya ya Non. Sudah lama tidak ke sini, tiba-tiba ke sini lagi sudah menikah dan hamil ya. Selamat ya Non." ucap Pak Towo sambil semakin semangat mengipasi satenya.

"Iya, sejak menikah aku udah nggak pernah ke sini." Maya tersenyum ramah.

Satya yang merasa diabaikan karena Maya justru asyik mengobrol dengan si penjual Sate memutuskan duduk di kursi sambil wajahnya masih cemberut.

Maya mendekatkan tubuhnya ke arah Pak Towo dengan suara setengah berbisik, "Maafin suami saya ya Pak. Dia memang gitu. Tolong jangan tersinggung."

"Ah, nggak masalah Non. Saya justru merasa tersanjung ada koki terkenal makan di sini. Kalau istri saya tahu pasti dia minta foto bareng. Haha...."

Saat menoleh ke belakang Maya mendengus melihat Satya sudah dikerubungi ibu-ibu dan remaja perempuan yang tadi makan di warung sate ini juga--bahkan mungkin ada beberapa yang tiba-tiba muncul dari warung tenda sebelah. Para ibu-ibu sedang antre untuk mengajaknya foto bareng. Baru kali ini dia sadar ternyata suaminya memang lumayan populer di kalangan ibu-ibu. Maya hanya bisa terkekeh melihat Satya yang seolah memaksa wajahnya untuk tersenyum saat jepretan kamera ponsel itu berbunyi beberapa kali.

Beberapa saat kemudian hidangan tiba di meja Maya dan Satya. Maya langsung menyantap tanpa ragu-ragu sate ayam dan sup tangkar sapi. Sebenarnya dia ingin makan sate kambing tapi Satya bilang kurang bagus untuk ibu hamil. 

Maya melirik  Satya dengan ujung matanya. Suaminya itu masih tampak belum menyantap satu tusuk sate pun. Dia hanya mengamatinya seolah sedang mengamati makanan aneh yang berasal dari planet lain.

Jangan bilang dia nggak pernah makan sate! Dia nggak tahu ini makanan terenak sedunia nomor dua setelah rendang? Bahkan presiden Obama saja suka sate! Ah, benar-benar deh....

"Kok nggak makan?" tanya Maya pelan.

"Ini... benar-benar matang dagingnya? Nggak ada bakteri salmonela di daging ayamnya kan? Ah, aku tadi nggak merhatiin apa saat membuat bumbu kacangnya juga dimasukkan MSG rasa sapi ke dalam sup. Oh ya, apa merek kecapnya ya? Sekarang banyak beredar kecap yang mengandung zat kimia berbahaya. Bagaimana kalau...."

Belum sempat Satya melanjutkan ucapannya, dengan gerakan cepat Maya memasukan satu tusuk sate ke mulut Satya.  Laki-laki itu hanya bisa melotot. Tapi makanan tersebut yang cuma dia amati sejak sepuluh menit lalu sudah mendarat di lidahnya. Mau tak mau dia jadi mengunyahnya.

"Enak?" Maya bertanya sambil menatap Satya yang masih mengunyah potongan satenya sepenuh hati.

Sialan... kenapa rasanya enak banget begini. Aku tahu ini pakai MSG. Pasti! Tapi seumur hidup aku belum pernah makan sate ayam selezat ini. Bahkan aromanya juga terasa sangat mantap. Apa karena dipanggang langsung dengan arang? Bagaimana mungkin ada makanan pinggir jalan lebih enak dari hidangan hotel dan restoran?

Maya mencibir, dari wajah Satya dia sudah mendapatkan jawabannya, walaupun Satya tidak menjawab apa pun.

Tiba-tiba Satya menarik piring berisi lima belas tusuk sate ke arahnya, dan memberikan semangkuk sup tangkar sapi ke arah Maya.

"Kamu... lebih baik banyak makan sayuran berkuah seperti ini. Satenya biar aku saja yang makan. Nggak bagus banyak-banyak makan makanan yang dibakar saat hamil begini."

"Eh?" Maya terbelalak lalu tawanya meledak seketika.

"Nggak usah ketawa. Aku serius!"

"Oke. Jadi alasannya bukan karena kamu nggak rela kalau satenya aku habiskan?" Maya masih belum bisa berhenti tertawa melihat Satya menyantap sate dengan lahap.

"Aku kepikiran untuk membawa Pak Towo kerja di restoranku, khusus jadi kepala koki yang membuat sate." Ucap Satya sambil mengambil satu lagi tusukan sate.

"Whoa! Serius? Tapi kayaknya Pak Towo nggak akan mau tuh. Pelanggannya udah banyak di sini sejak dua puluh tahun lalu. Kalau tiba-tiba dia pindah ke restoran kan jadi aneh...."

"Para pelanggannya bisa datang ke restoranku. Dengan begitu jadi win-win-solution kan? Pak Towo bisa meningkatkan karier yang lebih bagus, dan aku bisa menambah pelanggan di restoran."

Maya melepas napas, "Bicara bisnisnya nanti aja deh, makan dulu! Kita kan lagi kencan...." Maya mengerucutkan bibirnya.

**

Enam bulan sudah berlalu sejak kehamilan Maya. Perutnya makin membuncit. Satya masih setia menemaninya periksa kandungan setiap dua bulan sekali. Yang berubah dari laki-laki ini hanya sekarang sikap posesifnya tentang bahan makanan sehat mulai berkurang. Meskipun belum benar-benar hilang seratus persen! Bahkan perlahan menu di restoran Satya semakin bervariasi dengan hidangan khas Nusantara.

"Restoran Satya makin ramai  dan terkenal lho, Bu!" Maya duduk di kursi meja makan sambil mengunyah kacang mete sangrai.

"Haha... iya dong, siapa dulu guru memasaknya? Kan Ibu! Harusnya Ibu ikut masuk TV juga, iya kan May?" Ibu Indira tertawa penuh rasa bangga sambil mengajari Satya beberapa resep masakan rumahan.

Maya mengacungkan ibu jarinya sambil mengangguk mantap, "Harusnya Ibu lebih terkenal dari Satya. Kan sebelum belajar masak sama Ibu, dia tuh bikin perkedel aja nggak bisa. Hih... payah banget!"

Mau tak mau Satya terkekeh melihat ke arah Ibu mertua dan istrinya bergantian. Dua-duanya sama-sama aneh. Gumam Satya dalam hati. 

Ibu Indira semakin sering menginap di rumah Maya. Atas permintaan Satya dia ingin mempelajari banyak resep-resep khas Indonesia, terutama masakan-masakan kesukaan Maya.

"Ternyata ngidamku ada hikmahnya juga ya?" Maya terkikik pelan.

Satya menyipitkan matanya menatap Maya, "Aku sebenarnya sudah lama curiga, jangan-jangan kamu cuma pura-pura ngidam."

"Enak aja pura-pura! Kamu nggak tahu ya, setersiksa apa aku waktu ngidam? Mati-matian aku nahan muntah tiap mencium aroma masakan kamu. Kalau pas makan malam, di depan kamu aku harus mempertaruhkan nyawa saat menelan masakan kamu. Terus kamu bilang aku pura-pura??" Maya mengomel.

"Huh! Gitu aja ngomel." Satya terkekeh.

"Sudah, sudah, suami istri kok jarang akur. Oh itu, itu pepes ikannya kayaknya sudah matang. Angkat, Sat!" Ibu Maya tampak seperti kepala koki yang sedang mengajari bawahannya. Dan Satya sangat menurut.

"Kamu beruntung kan, gara-gara menikah denganku jadi tahu kalau ada sate pinggir jalan yang enak di Jakarta. Nyobain makan martabak terang bulan, pisang molen, es potong, kerak telor, kue rangi, apa lagi.... Banyak banget! Kalau nggak menikah denganku kamu paling cuma tahu makanan-makanan yang namanya susah itu. Ya aku cuma tahu steak dan pancake. Wih, hidup kamu benar-benar jadi sangat berwarna setelah menikah denganku!" Maya masih belum berhenti bicara.

Satya menghampiri Maya setelah mencuci tangan, lalu menciut pipi istrinya, "Iya, iya, aku sangat beruntung!" Katanya dengan wajah tidak serius lalu dilanjutkan dengan tawa.

"Melihat kalian mesra-mesraan begitu, aku jadi kangen suamiku di rumah."

Maya dan Satya tertawa.

"Enaknya sekarang stel lagu Korea supaya makin romantis...." Ibu Indira terkekeh sambil menyambar smartphone-nya siap-siap memutar musik dengan volume maksimum yang akan mengema keseluruh ruang dapur.

Maya dan Satya hanya mendengus terpaksa harus menebalkan kuping sering-sering mendengar lagu Korea setiap Ibunya menginap di rumah mereka.

Oh baby, love is you~
Oh baby, love is you~
Oh baby, only you~

- CNBlue – You're so fine -


** masih ada satu part lagi silakan ke halaman berikutnya ya. Hari ini saya upload 2 part sekaligus! Semoga suka.... ^^

Continue Reading

You'll Also Like

82K 6K 33
Di saat saudara kembar dan teman-temannya telah menikah, Maya bertahan dengan kesendiriannya. Bahkan ia sampai mengadopsi anak dan membesarkan sendir...
4.9M 180K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
285K 23.9K 54
FOLLOW SEBELUM BACA ---------------------------------------- Cinta pada pandangan pertama, itulah yang dirasakan Elvano Satria Martadinata saat berte...
137K 20.6K 56
Spin off Hi, Little Captain! Rumah tangganya hancur akibat orang ketiga, membuat Ahsan rela meninggalkan kariernya di ibu kota dan memilih tinggal di...