Passion Of The Wolf (ManxBoy)

By IamBiee

128K 9.2K 543

Ketika Normandia menyerang dan menyapu sepanjang Saxon, Inggris tahun 1066, Keylan of Darkenwald menyaksikan... More

Ch1 : The First Fight
Ch2 : [R] Last of Darkenwald
Ch3 : The New Lord of Darkenwald
Ch4 : I Choose Mr. Hell
Ch5 : John, My Ex Fiance
Ch6 : Am I Belong To Him?
Ch7: I Dont Know
Ch8 : His Bad History
Ch10 : Yes, It Is Love
Ch11 : The Distance
Ch12 : Break The Distance
Ch13 : [R] Our Union
Ch14 : [R] Again?
Ch15 : [R] Nightmare
Ch16: The Competition
Ch17: Is It Real?
Ch18: [R]Our New Guest
Ch19 : Ghost(s) From The Past

Ch9 : Is It Love?

5.9K 499 20
By IamBiee

"Kau mengulang perkataanku, My lord."

"Oh, itu juga kekuranganku, My Jenuesse."

·

The Wolf & The Dove © Kathleen E. Woodiwiss
Passion Of The Wolf © Catylautic

·

Media : Sonya de Erland

·

Chapter 9
Is It Love?
·

·

Cahaya api berdansa disepanjang pinggiran pedang saat Jaden menguji ketajaman pusaka miliknya dengan ibu jari, lalu menunduk untuk memperhatikan lagi pedang itu lebih saksama. Sang Lord telah menanggalkan tuniknya dan sekarang hanya mengenakan celana putih berbahan katun dan kemeja merah marun dengan kancing yang sengaja dibuka demi mendapat kehangatan dari bara perapian.

Didekat kaki ranjang, Keylan bersender sembari menjahit salah satu kemeja Jaden yang terkena sabitan pedang. Tubuhnya hanya di lapisi selimut tebal, menyampir dari atas bahu dan menjuntai hingga menutupi kakinya yang bersila. Surai tembaga dikepalanya mengkilap bagai bara yang tersulut api, dengab beberapa helai dibiarkannya jatuh menutupi pelipis.

Jika dilihat, Keylan lebih memancarkan aura seperti para pengantin bangsa Viking dengan ketekunannya menusuk jarum bagai seorang ksatria perang yang menghunus pedang.

Benang terakhir Keylan gigit hingga putus, lalu melipat kembali kemeja itu dan menumpuknya dengan beberapa baju lain yang telah selesai dia betulkan. Tertinggal satu lagi kemeja berwarna hijau lumut disampingnya, lalu mulai kembali menusuk jarum pada bagian lengan kemeja itu yang terdapat sobekan panjang.

Kemeja ini lebih tebal dari baju Jaden yang sebelumnya, pada bagian lengan, seperti kain yang ditumpuk hingga membuat bagian itu sulit untuk ditusuk pucuk jarum. Saat Keylan memaksa jarumnya untuk menembus kain, bukannya berhasil, carinya justru terkena pucuk lancip alat penusuk, membuat bibirnya reflek meringis pelan.

Mata abu-abu Jaden menoleh kebelakang saat ringisan Keylan menubruk indra pendengarannya. "Ada apa denganmu?"

Keylan mengangkat jari pemuda itu untuk menunjuknya pada Jaden, "Tidak apa, jarum itu menusukku."

Dengusan pelan terlontar dari bibir sang pria yang masih setia duduk didepan perapian. "Sialan, aku saja belum pernah 'menusukmu', sedangkan benda kecil itu lebih dulu melakukannya." Perhatiannya kembali lagi pada pusaka tajam yang ada ditangan, menyapu gagang pedang tersebut dengan kain yang terlebih dahulu telah dicelup kedalam minyak khusus.

Masih pada kondisi yang sama, Keylan mengernyitkan dahi sembari melanjutkan pekerjaan menjahit pakaian Jaden, "Menusuk? Aku tau jika kita mengatakan satu kalimat yang berbeda makna disini, Lord."

"Kau tau benar maksudku, Keylan."

Setelah itu, tak ada lagi percakapan yang tercipta selain wajah Keylan yang merona bagai kayu perapian. Memilih kembali fokus pada pekerjaannya, Keylan tak ingin lagi terkena tajamnya pucuk jarum.

Pintu diketuk pelan dari luar, dan Jaden memberi jawaban pelan untuk mengizinkannya masuk. Saat pintu terbuka lebar, Sonya melangkah memasuki kamar dan menunduk pada Sang Lord, lalu beralih duduk didepan keylan.

"Bagaimana harimu, Keponakan?" Tanya Sonya pelan dalam bahasa Perancis yang sedikit gagap. "Aku tidak melihatmu seharian karena terlalu sibuk mengurusi para prajurit yang kelaparan."

Jaden mendengus saat mendengar Sonya bicara, lalu menunduk kembali diatas pedangnya. Disisi lain, Keylan justru menaikan sebelah alisnya saat mendengar kenyataan yang baru saja Sonya katakan.

Dia tau, Bibinya itu bukanlah tipe orang yang mau sibuk-sibuk demi orang lain, apalagi demi para manusia Normandia yang sudah jelas-jelas menimbun dendam bagi bangsa Darkenwald.

Dan benar saja, saat perhatian Jaden telah sepenuhnya teralih kembali pada pedangnya, Sonya memelankan suara dan kembali bicara dalam bahasa Inggris. "Apa dia tidak pernah meninggalkanmu tanpa dijaga sebentar saja? Sejak pagi aku sudah sangat ingin mengatakan ini padamu, tapi bajingan Normandia itu selalu menugaskan bawahannya untuk berada disampingmu."

Keylan membuat isyarat agar Sonya berhenti bicara sambil menolehkan kepalanya pada Jaden, tetapi Bibinya itu menggeleng dan langsung mengoceh kembali.

"Orang kasar itu tidak mengetahui bahasa kita. Dengar ini Keylan, aku sudah menyusun rencana untuk kabur dari kekangan pedang mereka, dan aku ingin kau ikut bersamaku."

Sang surai tembaga menggeleng pelan, menatap mata hitam Bibinya dengan pandangan memohon. "Kita tidak bisa melakukan itu, Jaden adalah orang yang tegas dalam perintahnya, dan aku tidak mau mati dibawah pedangnya. Jika Bibi ingin pergi, pergilah sendiri, masih banyak warga Darkenwald disini, aku tak bisa meninggalkan mereka begitu saja."

Sonya beralih menatap Jaden lalu kembali mengunci mata Keylan pada pandangannya. "Kau gila? Sebenarnya apa yang sudah keparat itu lakukan padamu? Mengapa kau sebegini tunduk? Apa kau lupa jika dia musuh kita?"

"Tidak, Bi. Mungkin iya untuk dulu. Tapi tidak lagi sekarang." Kepala Keylan menunduk, menatap baju Jaden yang berada dalam pangkuannya. "Darkenwald telah tunduk dibawah perintahnya. Apalagi yang bisa kita lakukan selain menerima Pria itu sebagai Lord baru kita?"

Sonya mendengus kasar saat mendengar jawaban keponakannya, beralih menggenggam tangan Keylan dengan erat. "Apa yang telah anak haram itu lakukan padamu? Dia membunuh keluargamu dan kau bisa dengan mudah menerimanya?"

"Iya, Bi. Dia memang anak haram. Tapi tidak dimataku. Dia baik, bahkan lebih dari itu. Jika kita tidak berulah, dia tak akan mengayunkan cambuknya."

Sonya tak habis fikir tentang mantera apa yang sekiranya masuk kedalam otak Keylan dan menggerogiti isinya hingga keponakannya ini menjadi sangat bodoh dan tumpul. Saat mulutnya terbuka untuk kembali mencela, Keylan telah lebih dulu berbicaraㅡ

"Lebih baik Bibi juga memulai untuk tunduk padanya dan berhenti memikirkan hal semacam itu."

ㅡmendahului sang bibi sekaligus menutup pembicaraan mereka.

Selanjutnya, tak ada jawaban berarti yang terlontat dari bibir Sonya saat wanita itu memilih undur diri dan keluar dari kamar sang Lord, kembali menutup pintu dan meninggalkan dua sejoli tersebut didalamnya.

Tangan Keylan kembali menekuni baju Jaden dan sedikit berhenti saat pria itu beranjak dari kursi, berjalan keluar dengan wajah santai. Keylan sempat bertanya dalam hati kemana Jaden akan pergi dengan baju seperti itu, namun berakhir mengangkat bahu dan menghilangkan pertanyaan itu dari kepalanya.

Tak beberapa lama setelah itu, Keylan selesai menjahit baju terakhir Jaden, lalu menyimpan kain itu berasama kemeja lain kedalam peti pakaian sang Lord. Peralatan menjahit dikumpulkan menjadi satu dan memasukannya kedalam keranjang kecil, berniat menaruhnya didalam laci nakas dekat perapian sebelum sebuah teriakan ㅡyang sangat Keylan kenal sebagai suara Sonyaㅡ mengalun sampai kekamarnya.

Keranjang yang tadi dia bawa langsung diletakkan asal, kedua kakinya bergegas melangkah keluar kamar dan menuruni tangga dengan tubuh bergetar dan nafas terpacu kencang.

Disana, ditengah aula, terlihat Sonya yang sedang diangkat oleh Jordan dengan satu tangan, membuat kaki wanita itu tergantung melayang dari lantai. Pada anak tangga paling bawah, berdiri Jaden yang tengah bersedekap dengan bahu terangkat gagah.

Didekat pintu kastil, berdiri beberapa prajurit juga Robert dan John yang tak berani melangkah sedikitpun untuk menyelamatkan Sonya dari cengkraman Jordan. Melihat Lord mereka dengan wajah tegas seperti itu bukanlah hal baik jika mereka ikut campur dalam masalah ini.

Keylan baru akan berlari untuk melepaskan Bibi nya dari tangan kasar Jordan, namun langkah itu terhenti saat suara Jaden bergema ditengah aula bagai petir yang menyambar keseluruh sudut ruangan.

"Percobaan kabur bukanlah kelakuan bijaksana yang pernah ku dengar dalam hidupku."

Keylan dan Sonya membeku, begitupun Robert dan John. Baru saja Jaden mengucapkan kalimatnya dalam bahasa inggris fasih tanpa ada satupun kata yang meleset.

Ingatan Keylan melayang pada saat dimana dulu dia sering mengumpati Jaden dalam bahasa inggris, juga beberapa perkataannya dengan Sonya sewaktu dikamar tadi. Semua itu membuat wajah Keylan memerah akan rasa marah, tangannya mengepal dibalik selimut yang menutupi tubuh, membayangkan jantung Jaden berada dalam genggamannya.

"Jordan, ikat wanita itu dengan para anjing, biarkan dia memikirkan kembali apa yang telah dia rencanakan dan memilih antara ingin tinggal sebagai budak atau pergi dari darkenwald dengan jari yang terpotong."

"Tidak!" Teriak Keylan, kakinya berlari kedepan Jaden, menatap mata sang Lord dengar irisnya yang sewarna pedalaman air laut. "Kau tidak boleh melakukan itu pada Bibiku!"

Jaden mengabaikan Keylan dan mengangguk pada Jordan. Sang pria Viking menjalankan perintah Jaden dengan cepat, menyeret Sonya yang mulai sesak karena cengkramannya pada leher wanita itu, lalu melemparkan tubuh Sonya tepat ditengah kawanan anjing dan merantainya disana.

Sonya terbatuk parah sebelum akhirnya berteriak mengumpat Jordan secara kasar, tak lupa membubuhkan nama Jaden didalam kata-kata tak tertata yang keluar dari bibirnya.

Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Jaden melangkahkan kakinya menaiki tangga dan kembali pada ke kamar, tangan pria itu mencengkram siku Keylan untuk ikut bersamanya.

Jaden menutup pintu kamar dan baru saja berbalik saat menerima tamparan keras Keylan pada rahangnya.

"Kau merantai bibiku bersama anjing-anjing!" Teriak Keylan, "Sekalian saja kau ikat aku disampingnya!"

Keylan mengangkat tangannya lagi untuk memukul Jaden, namun gagal saat pria itu mencengkram tangannya dengan kuat. Tak ingin kalah, Keylan melayangkan satu tendangan pada tulang kering Jaden, membuat sang Lord melepaskan cengkramannya dan beralih meringis dan memegangi kakinya yang berdenyut.

Keylan berlari kedekat perapian saat melihat gelas kristal kosong diatas meja, tangannya mengangkat benda bening itu lalu melemparkannya pada Jaden namun gagal saat pria itu menunduk dengan reflek hebat seorang petarung.

"Hey, Keylan! Hentikan itu!" Jaden memperingati namun harus kembali menunduk saat sebuah mangkuk berisi minyak yang tadi digunakannya untuk menggosok pedang terlempar dari tangan Keylan.

"Kau membodohiku!" Tangan Keylan melempar sebotol bir pada Jaden yang berakhir pecah membentur pintu karena pria itu kembali menghindar. "Aaaaah, aku membenci dirimu! Dasar keparat!"

"Keylan! Ku bilang hentikan!" Sebuah gulungan benang berwarna hitam melayang diudara dan harus mendarat tepat diwajah Jaden, membuat pria itu menggeram kesal dengan pundak yang naik turun secara berbalap.

Keylan menyibukan diri dengan mencari benda apa lagi yang dapat dia lempar pada Jaden saat benda berat disekelilingnya sudah habis, berhambur diatas permadani yang menutup lantai.

Dengan dua langkah panjang, Jaden telah berdiri tepat dibelakang Keylan, melingkarkan tangannya pada pinggang pemuda itu, membuat Keylan terkesiap saat merasakan dada Jaden yang menempel pada punggungnya.

"Kubilang hentikan, Keylan!" Suara Jaden memenuhi telinga Keylan saat pria itu membentaknya. "Apa yang kau lakukan? Melukaiku dan berharap aku akan melepaskan Bibimu, begitu?"

Tanpa memperdulikan kata-kata Jaden, Keylan kembali memberontak, berusaha lepas dari lengan sang surai almond yang sekeras besi. Kedua kakinya mencari kaki Jaden dan menginjak punggung kaki pria itu dengan tumit.

Sang Lord sempat meringis pelan lalu menurunkan tanganya pada paha Keylan, memaksa kaki pemuda itu agar berhenti melawan. Jaden mengangkat tubuh Keylan saat kakinya berjalan mendekati ranjang lalu duduk ditepinya, membawa Keylan pada pangkuannya.

"Sekarang duduk dan tenangkan amarahmu,"

Bukannya menurut dan mulai melembut, Keylan justru semakin brutal dan mendorong Jaden untuk terlentang diatas ranjang sedangkan pemuda itu bergerak memajukan dirinya untuk duduk diatas perut Jaden. Kedua tangannya bergerak mencakar dada pria dibawahnya, namun baru beberapa serangan, tangan Jaden telah menahan lengannya.

Iris emas telah berubah semerah darah saat libido dalam dirinya terpancing oleh posisi sang Jenuesse, otaknya tak lagi memikirkan benteng pertahanan yang sering dia bangun demi menjaga tubuh Keylan dan nafsunya. Tapi sekarang, justru Keylan sendiri yang mancingnya, mengundang tubuhnya untuk menggagahi pemuda itu segera.

Keylan tersentak kaget saat salah satu tangan Jaden telah membuka pengikat selimut yang menutupi tubuhnya, lalu beralih membelai bagian pinggang hingga keatas, menyentuh beberapa titik sensitiv pada tubuh Keylan dengan tangan bagai teraliri sengatan listrik.

Sang Pangeran tak lagi memikirkan bagaimana cara agar Jaden menderita karena pukulan atau lemparan benda berat, yang sekarang ada diotaknya hanya demi menemukan cara agar lepas dari dekapan nafsu sang Lord.

Kedua tangan yang dikunci masih memberontak dan bergerak brutal demi melepaskan cengkraman layaknya borgol kasat mata, tubuhnya meronta bergerak keberbagai arah berharap hal itu akan membuat Jaden jengah dan melepaskannya.

Namun tidak bagi pria itu, tubuh sang Submissiv yang bergerak-gerak diartikannya bagai sebuah kode memanggil, meminta tangannya untuk melakukan lebih dari ini. Tubuh sang Lord berguling cepat untuk mengubah posisi mereka, menjadi kan Keylan terbaring memberontak dibawahnya.

Keylan merasakan udara kamar menerpa tubuh saat kain penutup kini telah tersibak dan jatuh diatas lantai dekat ranjang, otaknya telah melayang memikirkan hal buruk apa saja yang akan terjadi pada dirinya malam ini.

Tatapan Jaden seperti melahapnya dibawah kuasa pria itu. Rasa lapar Jaden, yang telah tertahan lama, kini menyala dan berkobar dengan kekuatan tak teredam. Mata pria itu benar-benar berkilau bagai berlian, memancarkan sebuah hasrat tak berpenghujung.

Lengan Jaden melingkari tubuh Keylan yang bergetar parah, wajah pemuda itu bagai tercelup air panas yang membuatnya mendidih dibawah sentuhan Jaden. Gejolak kenikmatan terus menghampirinya dengan bertubi-tubi bagai ombak dibawah tebing.

Lutut kanan sang Pria diselipkannya antara kedua paha Keylan, menekan sebuah titik kenikmatan yang menghantarkan pemuda itu terbang keatas awan dengan latar putih mempesona.

Bibir sang Dominant berberak menyusuri setiap titik ditubuh Keylan, mengecup seluruh bagiannya tanpa lolos satu titik pun. Mulai dari kelopak mata, hidung, bibir, leher, hingga telinga, semua tak lepas dari acara mengabsen oleh bibir Jaden.

Keylan bergerak gelisah saat paha Jaden seperti menyentak titik selatan dibawahnya, membawa gairah bergejolak dalam diri, menariknya lebih dalam untuk membuat dosa tanpa sebuah ikatan yang tak

Api dari bara bergoyang saat tirai kamar terbuka diterpa angin pertengahan musim dingin, nafas Jaden seperti beruap diatas Keylan, sedangkan pemuda itu sendiri tengah coba mengisi gelembung alveolus nya yang kesusahan agar kembali bekerja secara maksimal.

Tirai jendela terus bergerak keras, menyibak diterpa angin bagai topan. Bibir Jaden semakin brutal. Gejolak panas memaksa menghalau udara beku. Dan semua itu teredam dalam otak Keylan dengan bayangan masa lalu.

Dentingan pedang tak terelak dari daun telinga Keylan, suara teriakkan pada wanita dan anak kecil yang menangis mengaung seperti memenuhi sepanjang hutan.

Banyak dari mereka berteriak mengumpat dengan bahasa inggris yang kasar, membubuhkan nama kerajaan Normandia menjadi objek sumpah serapah.

Tangan Keylan makin keras memegang tirai sembari melihat kearah pelataran dari kamar utama kastil, sedangkan sang ibu tertidur meringkuk takut diatas tempat tidur dengan selimut tebal yang membungkus tubuh rampingnya.

Disana, tebat didepan pintu utama, terlihat Deylan sedang berusaha melawan seorang Ksatria dengan saling beradu pedang. Sang Pangeran Pertama sempat menghindar saat sebuah kampak melayang kearah tubuhnya, tapi tak dapat menghindari serangan kedua yang berupa pedang dan langsung menghunus jantungnya.

Dibalik jendela, tubuh Keylan bergetar kala matanya berubah panas melihat tubuh sang kakak yang berangsur tumbang diatas tanah kering berdebu, pedang kembali dicabut oleh Ksatria Normandia lalu beralih berperang dengan para bangsa Darkenwald yang lain.

Mata Keylan tak sedetikpun beralih dari dada Deylan yang berangsur terdiam, dan berhenti total diikuti mata cokelat itu yang tertutup rapat. Benteng pertahanan Keylan runtuh sudah, air matanya berangsur turun, sejalur dengan darah yang mulai mengalir keluar dari dada Deylan. Pandangannya masih memaku sang Kakak dan merekam seluruh peristiwa itu diotaknya.

Hingga sebuah teriakan seorang warga membahana, diikuti dengan warga yang lain. Tubuh Lord mereka, Erland, ayah Keylan, tumbang dengan sebuah pedang yang menusuk dada hingga tembus kebelakang, lalu ditarik kembali membuat darah keluar dari kedua lubang yang tercipta.

"Tidak!"

Jaden berhenti, tangannya tak lagi mencari mainan yang sekiranya bisa ia telusuri. Bibirnya terkatup rapat saat mendengar teriakan menyayat hati dari bibir Keylan yang bagai menyentak tubuhnya dan lepas dari dekapan delusi.

Jaden bersumpah, jantungnya hampir saja berhenti saat melihat air mata itu mengaliri pipi pemuda dibawahnya. "Sial!"

········

Mulai dari malam itu, Keylan dan Jaden tak lagi tidur diatas ranjang yang sama, bahkan sekamar pun tidak. Jaden hanya masuk kamar saat ingin berganti baju lalu pergi lagi.

Bukan Jaden yang menghindar.

Tapi Keylan.

Pemuda itu merasa sedikit takut pada sang Lord. Dan saat mengetahui perihal Keylan yang menghindarinya, Jaden pun melakukan hal yang sama.

Jaden tidak lagi tidur dikamar utama, namun pindah kesebuah pondok jauh didekat hutan. Tidak lagi tidur diatas kasur lembut berlapis sprei berbulu, berganti terlelap diatas tumpukan jerami berlapis kain kasar. Pakaiannya pun berangsur-angsur dipindahkan oleh para prajurit atas perintahnya sendiri.

Jaden juga tidak lagi memerintah para prajurit untuk mengekang apapun yang Keylan lakukan, tapi dia tetap memerintahkan mereka untuk setidaknya mengawasi Keylan jika saja pemuda itu mendapat ancaman dari Ethan ㅡatau siapapun ituㅡ yang berniat buruk pada Sang Pangeran.

Dipagi hari, Keylan tak lagi sibuk menyiapkan air hangat, memotong daging ataupun memakaikan sarung tangan pada sang Lord. Hidupnya bisa dibilang kembali normal seperti sedia kala, walau tidak dengan keluarganya.

Beberapa minggu berjalan dan Keylan masih merasakan kebebasan yang membahagiakan, namun saat memasuki minggu ke 5, didalam dirinya terbesit perasaan rindu yang menggelora.

Seperti malam ini, Keylan hanya bisa bergelung didalam selimut, matanya memandang kursi kosong didepan perapian, kursi yang biasa Jaden duduki sembari menggosok gagang pedang.

Kamar ini terasa lebih longgar bagi Keylan, tak ada lagi peti kayu besar berisi pakaian Jaden, tak ada lagi tunik atau baju zirah yang digantung, tak ada lagi sesosok pria yang duduk didepan perapian sembari menggodanya.

Menyebalkan memang, tapi Keylan harus mengaku bahwa dia rindu Jaden. Pria itu pergi seperti membawa sebagian hatinya, membuat Keylan menjalani hari dengan otak yang selalu merafalkan wajah sang Lord.

Mereka memang hampir setiap hari bertemu karena Jaden selalu berkeliaran disekeliling manor untuk mengawasi para budak menggarap ladang, tapi apa yang bisa Keylan lakukan? Memeluk Jaden dan berkata bahwa dia merindukan pria itu sembari rela ditoton oleh para prajurit dan warga sekitar? Tidak, Keylan masih memiliki harga diri.

Keylan membenci Jaden, membenci pria yang sudah dengan lancang membuatnya uring-uringan. Hingga Keylan tak bisa menahannya lagi, dia harus bertemu  Jaden. Segera.

Saat kedua kakinya telah menapak lantai berlapis permadani, pintu kamar diketuk dari luar dengan menggebu, dan tak membutuhkan waktu lama demi menunggu jawaban dari dalam, sang pengetuk langsung membuka pintu.

Jordan terlihat lelah dengan wajahnya yang bisa dibilang ketakutan dan suara pria itu yang parau saat memberi kabar pada Keylan. "Jaden tertusuk panah beracun dari para penyusup bangsa Yoxse, dia terbaring diaula dan membutuhkanmu segera, My Prince."

Dunia Keylan seperti dihantam oleh batu besar, lalu memaksanya menumpu beban dengan dada nyeri dan kepala yang berdenyut.

Tanpa memikirkan apapun, Keylan langsung keluar bersama baki obat ditangan, menapaki tangga dengan langkah memburu, bahkan, dia langsung melompat 2 anak tangga sekaligus agar mempercepat waktu. Dibelakangnya, Jordan mengekori dengan pandangan waswas dan bersiap menangkap Keylan jika saja Pemuda itu tergelincir dari tangga.

Tepat didepan perapian aula, Jaden berbaring diatas jerami dengan wajah yang pucat, sebuah anak panah masih tertancap dilengan atas pria itu saat tak ada satu pun prajurit yang berani mencabutnya karena takut semakin memperparah keadaan.

Saat tubuh Keylan sampai didekat Jaden, pemuda itu langsung menyentuh nadi dibawah rahang Jaden, menekannya pelan sembari bernafas lega saat denyut nadi masih dirasakannya dari sana.

Baki dibuka dan tangan Keylan bergerak mengambil beberapa obat herbal, lalu menumbuknya hingga halus. Kaki Keylan berlari dengan cepat mendekati sudut aula, menarik sarang laba-laba liar dengan tangannya, lalu kembali dan mencampurkan benang putih hasil alami binatang itu dengan racikan tadi hingga berubah mengental.

Para manusia yang berdiri di aula menatap horor saat Keylan menarik belati yang tersampir dipinggangnya, lalu melebarkan luka disekitar tusukan panah agar benda tajam itu bisa tertarik keluar. Darah tak hentinya mengalir dari luka Jaden dan membuat Keylan semakin takut kehilangan nadi dari pria didepannya ini.

Panah berhasil tercabut dan Keylan langsung mengoleskan racikannya pada luka Jaden lalu menekannya dengan tangan.

"Ambilkan aku kain! Cepat!"

Tak tau siapa yang diperintah, Keylan bahkan bingung harus memerintah siapa disaat fikirannya hanya terfokus pada Jaden. Suhu tubuh pria itu menurun hingga dibawah suhu normal, dan saat ada salah satu prajurit memberi selembar kain merah, Keylan langsung membebat luka Jaden dan mengikatnya kuat.

Darah Jaden bagai melumuri tangan Keylan, dada pria itu mulai terputus memasok udara, membuat Keylan semakin bergetar dibalik selimut yang menutupi tubuhnya.

Para prajurit lain ada yang berniat mendekat, namun Jordan mengangkat tangan tanda hal itu tak perlu dilakukan. Robert yang sedari tadi mengamati Keylan, seperti ikut bergetar saat jantungnya memompa darah secepat kuda yang dicambuk. Sonya, yang telah lepas dari hukuman, bahkan hampir meneteskan air matanya melihat ketakutan Keylan yang seperti membius pada dadanya.

Didekat tangga, John berdiri dengan tangan terkepal. Tidak, dia tidak sedang cemburu atau apapun itu. Tapi melihat Keylan yang terpuruk, seperti menampar jiwanya hingga terlepas dari raga.

Tangan Keylan melepas tali pengikat pada pinggangnya, membuka selimut itu lebar saat dia bergerak untuk tertidur diatas dada jaden, lalu menyelimuti dirinya yang polos tanpa satupun pakaian dengan tubuh Jaden disampingnya.

Keylan dapat mendengar alunan indah dari dada Jaden saat jantung pria itu berdetak lembut, membuat sang pangeran tak tahan untuk menangis diatas dada yang masih bergerak teratur.

John bergerak maju dan melepas jubah yang biasa dipakai para pemimpin strategi perang, lalu menyampirkan kain merah itu hingga menutupi setengah tubuh Keylan dan Jaden. Berharap bisa membantu menghangatkan mereka.

Tak ada yang tau tentang esok akan menjadi apa. Sebuah upacara kematian seorang Lord of Darkenwald atau Sarapan pagi bersama sang Lord.

Apapun itu. Keylan hanya ingin Jaden kembali untuk berdiri disampingnya. Karena tanpa sadar. Dia telah mencintai Jaden hingga kedalam jiwanya.

::BERSAMBUNG::

Ngaret ya? Pendek? Banyak typo? Jelek? Garing? Memaangg :3

Oke, sekarang kalian bebas mau lemparin saya kacang atau apapun itu, saya tau part ini ancur banget dengan alur yang berasa dipaksa buat secepet kilat.. Maafff..

Sebenernya mau dibuat sekalian adegan 'tarik-tusuk' nya, tapi ya berhubung ini cerita belum banyak konflik, makanya sementara di kasih bumbu pedes dikit, biar greget.. :3

Saya mau ucapin makasi banyak buat kalian yang udah mau baca/komen/vote.. ILYSM :'* (TebarKecupSayang)

Continue Reading

You'll Also Like

372K 21.6K 50
Selena Azaerin, walau dirinya bekerja sebagai agen intelijen negara, Selena tak pernah kehilangan sifat cerobohnya. Ketika gadis itu telah menyelesai...
2.2M 214K 72
Bercerita tentang Labelina si bocah kematian dan keluarga barunya.
1M 94.4K 67
NOT BL! (Follow biar tahu cerita author yang lain ok!) Update sesuai mood 🙂 Seorang remaja laki-laki spesial yang berpindah tubuh pada tubuh remaja...
158K 13.7K 40
Serena memiliki hobi yang aneh, gadis itu senang menghancurkan rumah tangga orang lain. Bagi Serena, menghancurkan rumah tangga orang lain adalah sua...