The Night Class - (Harry Styl...

De sfdlovato

528K 40.1K 4.9K

In this world there are vampires and humans, and between them there are people who suffer from love. Those wh... Mai multe

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Epilog
After Story (Part 1)
PRE ORDER Rebels: The Last

Chapter 7

11.3K 859 64
De sfdlovato


And there's a pic of Alice and Kate on multimedia :)

***

“Alice, kau baik-baik saja?” tanya Tn.Smith begitu ia menghampiri Alice di kamarnya. Begitu ia mendapatkan kabar mengenai Alice yang jatuh pingsan, Tn.Smith langsung beranjak dari ruang kerjanya yang berada di gedung sekolah menuju rumah.

“Aku baik-baik saja, ayah. Kau tidak perlu khawatir.”

Diremasnya tangan Alice dengan lembut. Tentu saja Tn.Smith harus merasa khawatir. Ini bukan kali pertamanya Alice pingsan karena dehidrasi.

“Ayah...”

“Hmm?”

“Ada yang ingin aku tanyakan padamu.”

Tn.Smith menggidikkan bahunya, “Tanyakanlah.”

Alice membuka mulutnya perlahan. Ada sedikit keraguan dalam dirinya tapi menurutnya ia butuh untuk tahu. “Jadi... kau dulu seorang pemburu vampir?”

Ayahnya mengangguk pelan, mengingat semalam ia telah berjanji untuk memperbolehkan Alice menanyakan apapun yang ingin dia ketahui. “Ya.”

“Me- mengapa kau tidak berkata padaku sebelumnya?”

Tn.Smith menghela napas panjang sebelum menjawab pertanyaan putrinya. Memorinya berputar ke hari dimana Harry datang membawa Alice ke rumahnya. “Ceritanya panjang.”

“Aku akan mendengarkan.” Sergahnya cepat.

Well, pekerjaan menjadi seorang pemburu vampir itu tidak lah mudah, Alice.”

Kini Alice memperbaiki posisi duduknya di ranjang. Ia ingin mendapatkan penjelasan yang lebih rinci akan alasan ayahnya berhenti menjadi seorang pemburu vampir. “Tapi pasti ada alasan lain, kan? Kau tidak mungkin berhenti begitu saja. Pasti ada sesuatu yang membuatmu ingin melepaskan pekerjaanmu itu.”

Tn.Smith kembali menarik napas panjang, “Intinya saat itu aku sadar bahwa tidak semua vampir itu jahat.”

“Seperti Harry?”

Ia mengangguk kecil, “Ya, beberapa di antara mereka seperti Harry. Mereka tidak suka menyakiti manusia.

Alice tertegun selama beberapa saat dan memandangi selimutnya yang berwarna merah muda. Ia berpikir apakah setiap orang di dunia ini memiliki pelindung seorang vampir? Karena Alice hidup seperti itu. Harry ada untuk melindunginya. Harry ada untuk menyelamatkan hidupnya.

“Ayah, apakah Harry memiliki seorang adik?” Alice mendongakkan kepalanya.

Kali ini Tn.Smith menjawabnya hanya dengan sebuah anggukkan. Ia tidak mau banyak berbicara mengenai hal tersebut. Ia telah berjanji pada Harry.

 “Apa ia... masih hidup?” tanya Alice, ragu.

Detik itu juga Tn.Smith menundukkan kepalanya. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Ia telah berjanji pada Harry dan kedua orang tuanya untuk tidak pernah memberitahukan hal ini pada siapa pun.

“Kau harus banyak istirahat, Alice. Tidurlah agar kau bisa kembali bersekolah besok.” Ujarnya seraya berdiri dan mengelus puncak kepala putrinya.

“Tapi kau sudah berjanji.”

“Aku tidak berjanji untuk menjawab semua pertanyaanmu. Aku hanya berkata bahwa kau boleh menanyakan semua pertanyaan yang ada di otakmu, Alice.”

“Ayah—“

“Selamat malam. Tidur yang nyenyak, putriku.” selanya sebelum ia mencium kening Alice dan berjalan meninggalkan kamar.

Lagi-lagi puluhan pertanyaan merasuki otak Alice. Ia merasa orang-orang di sekitarnya memiliki segudang rahasia. Tn.Smith bahkan tidak pernah menceritakan siapa orang tua Alice—apakah mereka masih hidup. Apakah mereka mencintai Alice. Mengapa mereka tega meninggalkannya di pinggir kota London—Ia tidak pernah memberitahu putri angkatnya mengenai masa lalunya yang hilang.

Memang Alice tidak pernah menanyakan hal itu, tapi ia menunggu Tn.Smith untuk menceritakannya. Namun, hingga detik ini Tn.Smith masih saja bungkam. Ia bahkan tidak pernah membahas masa lalu Alice sedikit pun.

 Mungkin Tn.Smith khawatir jika putrinya akan bingung tapi mau bagaimana pun Alice merasa dirinya perlu tahu mengenai masa lalunya.

Tapi, jika Tn.Smith tidak mau menceritakannya, mungkinkah Harry bersedia? Alice yakin bahwa Harry pasti mengetahui tentang kejadian di pinggir kota London itu. Tidak mungkin kan Harry tiba-tiba menemukannya dan membawa Alice pada Tn.Smith jika Harry tidak ada kaitannya pada kejadian malam itu.

***

Hari yang ditunggu-tunggu oleh murid Day Class akhirnya tiba. Malam ini mereka akan merayakan ulang tahun Harry yang ke-18, yang berarti mereka diperbolehkan untuk memasuki asrama Night Class yang selalu tertutup bagi siapa pun kecuali kepala sekolah dan para Guardians.

“Alice, apa kau sudah siap untuk acara malam ini?” tanya Laura.

Yang diajak bicara mengangguk, “Ya, aku dan Louis sudah mempersiapkan semuanya.”

Kening Laura langsung mengerut, “Maksudku apa kau sudah menyiapkan gaunmu? Mereka mengadakan pesta dansa, bukan?”

“Eh? Ng... itu aku menghadiri pesta untuk bertugas, Laura. Bukan untuk berdansa.”

“Mengapa seperti itu? Bukankah itu tidak adil namanya?”

Well, tapi aku seorang guardian, sudah menjadi tugasku untuk mengawasi kalian semua. Lagi pula aku kan tidak pandai berdansa.” Alice tergelak.

Laura mengulas senyum, “Hmm sayang sekali. Ya sudah kalau begitu. Sampai jumpa nanti malam, Alice.” ujarnya seraya melambaikan tangan.

“Sampai jumpa.”

Alice mendengus pasrah. Sejujurnya ia sangat ingin menikmati pesta dansa malam ini. Ia sangat ingin mengenakan gaun indah di acara ulang tahun Harry. Tapi ia sadar bahwa tugasnya sebagai guardian tidak bisa seenaknya ditinggalkan.

Senja ini suasana di Woodlands SHS sudah begitu sepi. Mereka semua langsung pulang ke rumah masing-masing karena mempersiapkan diri untuk pesta malam ini. Tidak ada murid gadis yang berkumpul menunggu murid Night Class keluar dari gerbang. Semuanya bersiap untuk tampil bak seorang putri di negri dongeng—berharap Harry akan mengajak mereka berdansa.

Kini Alice berjalan gontai menuju rumahnya. Ia membayangkan bahwa Harry akan mengajak seorang gadis cantik untuk berdansa nanti. Ia pasti akan sirik bukan main.

Pun ditendangnya sebuah tempat sampah yang berada tidak jauh darinya, menimbulkan suara kelontang yang cukup keras.

“Tidak baik melampiaskan kekesalanmu pada suatu benda, Alice.” ujar seseorang yang baru saja keluar dari dalam rumah Tn.Smith.

Kontan Alice langsung memalingkan wajahnya. Dilihatnya Harry yang berjalan pelan ke arahnya seraya tersenyum lembut, “Harry?”

“Apa ada yang mengganggumu?” kini Harry berdiri tepat di hadapannya.

“Ti- tidak ada. Aku hanya sedang kesal.”

“Boleh aku tahu apa alasannya?”

Mati sudah. Tidak mungkin kan Alice mengeluh bahwa dirinya ingin pergi untuk menikmati pesta dansa malam ini. Tidak mungkin kan Alice berkata bahwa ia tidak memiliki gaun untuk bisa tampil cantik di hadapan Harry nanti.

“Aku sendiri tidak tahu. Mood-ku hanya sedang tidak bagus hari ini.”

Harry mengulas senyum. Demi Tuhan, Alice nyaris tidak bisa merasakan detak jantungnya lagi kali ini. Rasanya ia mau pingsan detik ini juga. Lesung pipinya begitu mematikan.

“Kau tidak perlu khawatir.” Tuturnya. “Alice yang kukenal selalu bisa mengatasi masalahnya, bukan?” kini digenggamnya tangan Alice yang hangat. Dalam artian bagi para vampir tangan Alice begitu hangat karena ia manusia.

Wajah Alice memerah sekarang. Bahkan setiap kali pria yang ada di hadapannya itu menyentuh kulitnya, Alice selalu bergidik. Bukan karena mengerikan. Namun, ia serasa ada sengatan listrik di sekujur tubuhnya.

Tapi tiba-tiba saja Alice teringat bahwa sejak beberapa hari yang lalu ia berniat untuk menanyakan sesuatu mengenai masa lalunya.

“Harry.”

“Hmm?” Harry menaruh tangan Alice di pipinya.

Sungguh kali ini Alice jadi tidak bisa berpikir jernih. Perasaannya sedang dilambungkan ke udara melihat perlakuan Harry yang begitu lembut padanya.

“A- ada yang ingin aku tanyakan padamu.” Ujarnya hampir berbisik.

Harry mengamati raut wajah Alice yang terlihat ragu-ragu sebelum akhirnya ia tersenyum miring, “Tentu. Tapi aku harus menyiapkan pesta malam ini.” dilepaskannya tangan Alice secara perlahan. “Sampai jumpa nanti malam, Alice.” Harry berlalu melewatinya.

Hembusan angin sore langsung terasa menggelitik di kulit Alice yang sedari tadi memanas akibat perilaku Harry barusan. Kini Alice memutar tubuhnya. Namun, Harry yang sudah menghilang dari pandangannya. Ia pergi begitu cepat.

Butuh beberapa detik bagi Alice sebelum ia kembali berjalan menuju rumahnya. Mungkin malam nanti ia bisa menanyakannya pada Harry.

“Alice.” sahut Kate begitu ia melihat saudari angkatnya tiba di rumah.

Mulut Alice sedikit terbuka begitu ia memandangi tubuh Kate yang sudah terbalut gaun berwarna jingga.

“Bagaimana menurutmu?” Kate memutar tubuhnya memamerkan gaunnya yang begitu indah.

Alice tersenyum lebar, “Menakjubkan. Kau tampak cantik.”

Kate tergelak, “Mungkin Niall akan mengajakku berdansa nanti?”

Kini giliran Alice yang tergelak, “Kau mengharapkannya untuk mengajakmu berdansa? Wow.”

“Oh ayolah, Alice. Kau tahu sendiri semua gadis pasti berharap hal yang sama denganku. Siapa sih yang tidak mau berdansa dengan salah satu di antara siswa Night Class? Aku yakin meskipun mereka semua tahu bahwa murid-murid Night Class adalah vampir, mereka pasti akan tetap menginginkan hal yang serupa.”

“Hmm, mungkin?”

Kate memutar bola matanya, “Kau sendiri mengapa tidak bersiap-siap? Kau harus tampil cantik kalau kau mau Harry mengajakmu berdansa, Alice.”

Mendengar itu Alice langsung berlalu menuju kamarnya, “Entahlah, tapi aku harus bertugas, Kate.” Tuturnya sebelum ia menutup pintu kamarnya cukup keras.

Alice kembali mendengus kesal. Setidaknya ia juga ingin mengenakan gaun indah seperti milik Kate. Ia ingin terlihat cantik untuk malam ini saja.

Pun Alice menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Ia memandangi langit-langit kamarnya sebelum matanya bergerak melirik meja belajarnya yang terlihat sedikit berbeda. Sontak Alice mengangkat tubuhnya kembali dan berjalan mendekati meja itu. Didapatinya sebuah kotak besar berwarna biru langit yang dihiasi pita berwarna hitam. Ia ingat pagi tadi sebelum ia pergi ke sekolah, kotak itu tidak ada di atas mejanya.

Detik itu pula Alice membukanya dengan sedikit tergesa-gesa. Dilihatnya sebuah gaun berwarna merah muda yang begitu indah.

Mulut dan kedua mata Alice langsung terbuka lebar kali ini. Ia takjub melihat keindahan gaun yang ada di hadapannya itu. Apalagi disaat ia melihat secarik kertas yang terjatuh di sela-sela gaun tersebut. Pun dibacanya tulisan yang tertera di dalamnya.

Sampai bertemu di pesta dansa malam nanti, Alice

-Harry

Alice tercengang bukan main. Harry yang memberikannya? Tapi bagaimana mungkin Alice dapat mengenakannya jika ia harus bertugas? Murid-murid Day Class akan berhadapan langsung dengan para penghisap darah di asrama besar itu. Kejadian apa saja bisa terjadi malam ini. Bagaimana jika nanti salah satu di antara mereka ada yang melanggar perjanjian nantinya? Masa iya, Alice harus berlari-lari kesana kemari dengan gaun dan juga sepatu hak tinggi?

Tiba-tiba saja seseorang membuka pintu kamar Alice tanpa mengetuk terlebih dahulu, “Hey, apa kau sudah—“ ucapan Louis terpotong begitu melihat gadis di hadapannya sedang memegang sebuah gaun berwarna merah muda. “Well, itu gaun yang indah. Mengapa kau tidak memakainya?”

“Tapi—“

“Kau tenang saja. Masih ada aku yang bertugas, Alice. Kau tidak perlu cemas.” Louis mengulas senyum tipis. “Ia yang memberikannya padamu?”

Mengerti maksud pertanyaan Louis, Alice langsung mengangguk singkat.

“Seleranya bagus juga. Ya sudah, aku duluan ya?” tuturnya sebelum menutup pintu kamar Alice dan berjalan menuju asrama Night Class terlebih dahulu.

 

Alice tertegun selama beberapa saat di tempatnya. Apa Louis tidak keberatan jika dirinya harus bertugas sendirian? Well, bukannya ia khawatir Louis akan sirik padanya, tidak. Louis bahkan sama sekali tidak tertarik akan pesta dansa yang diadakan oleh Night Class.

***

Musik beralun indah begitu Alice dan Kate menginjakkan kaki mereka di dalam asrama Night Class. Ini memang bukan kali pertama mereka memasuki bangunan tersebut—mengingat mereka tahu rahasia mengenai murid-murid kelas malam itu—hanya saja suasanya kali ini terasa begitu hidup.

Lampu-lampu besar menggantung di langit-langit yang menjulang tinggi. Beberapa orang pelayan juga berjalan kesana kemari untuk melayani para tamu. Seluruh siswi Day Class terlihat begitu berbeda dibandingkan dengan hari-hari biasanya. Mereka semua berusaha tampil semenarik mungkin agar mendapatkan perhatian si ketua asrama Night Class.

Tapi ketahuilah bahwa hanya Alice yang dapat mencuri perhatian Harry saat ini. Bahkan ia sudah bisa mencium aroma tubuh Alice yang memasuki asramanya dari dalam kamar.

Beberapa siswa Day Class juga datang untuk meramaikan acara sekaligus penasaran dengan kemewahan asrama Night Class. Diam-diam mereka juga ingin mengajak siswi kelas malam seperti Amber, Skylar, dan Carmen untuk berdansa.

“Maaf tapi aku tidak bisa berdansa denganmu.” Tutur Amber begitu salah seorang siswa Day Class mengajaknya berdansa. Ketahuilah pria itu sudah mati-matian mengumpulkan keberaniannya bahkan keringatnya saja hampir bercucuran. Pun kini ia berjalan mundur dengan penuh perasaan kecewa dan malu.

Amber langsung melirik ke arah Liam. Lelaki yang sudah menjadi orang kepercayaannya itu langsung memberi tatapan cemas.

“Apa salahku?” ujar Amber nyaris berbisik.

Liam langsung berjalan ke arahnya, “Tadi itu kesempatan untukmu agar bisa bersosialisasi dengan mereka.”

“Tapi aku hanya ingin berdansa dengan Harry.” ujarnya lirih.

Tak lama setelah itu yang ditunggu-tunggu pun akhirnya menunjukkan batang hidungnya. Harry berjalan menuruni anak tangga di dampingi oleh Skylar dan Zayn yang berjalan di belakangnya. Seluruh mata kini tertuju padanya, terkecuali Louis. Sedari tadi ia hanya menundukkan kepalanya dan menyender di pojok ruangan. Ia adalah satu-satunya orang yang memakai seragam sekolah di pesta dansa malam ini.

Para gadis nyaris berteriak histeris menyambut kedatangan Harry. Pemuda itu begitu tampan luar biasa dengan penampilannya yang dibalut oleh jas berwarna putih tulang serta kemeja hitam di dalamnya.

Harry langsung memberikan ucapan terimakasihnya pada tamu yang sudah bersedia hadir di acara ulang tahunnya. Ia menyampaikan sepatah dua patah kata sebelum mempersilahkan tamu undangannya untuk berpesta.

Begitu pidato singkatnya itu selesai, Harry langsung berjalan ke tengah-tengah lantai dansa. Semua gadis berharap-harap cemas bahwa Harry akan memilih salah satu di antara mereka untuk berdansa dengannya. Tapi Harry melewati satu persatu dari mereka tanpa melirik sedikit pun. Sekarang jarak di antara Harry dan Alice malah semakin dekat. Beberapa di antara mereka kini berpikir bahwa Harry akan mengajak guardian itu untuk berdansa. Namun, kenyataannya Harry justru mengulurkan tangannya pada Amber yang berdiri tepat di belakang Alice.

Pun dengan senang hati tunangannya itu menyambut uluran tangan Harry. Senyuman lebar tersungging di wajah cantik Amber.

Rasa iri, cemburu, kesal, serta kagum bercampur menjadi satu. Hal itu lah yang dirasakan murid-murid Day Class hari ini. Mereka mengumpat dalam hati sekaligus memuji betapa serasinya Harry dan Amber. Terkecuali Alice. Ia sama sekali tidak berkomentar apa-apa dalam pikirannya.

Akan tetapi ia sempat mengira bahwa Harry akan mengajaknya berdansa barusan. Tapi ia sadar diri. Mana mungkin Harry memilihnya? Ia bukan siapa-siapa jika dibandingkan dengan Amber yang begitu anggun dan menawan.

***

“Kau baik-baik saja?” tanya Louis begitu Alice berjalan ke arahnya.

Gadis itu tersenyum tipis, “Mengapa kau tidak berdansa?”

Louis tergelak, “Kau menanyakan hal itu padaku seolah berkata ‘apa kau bisa bernapas di dalam air?’” kini ia melirik ke arah lantai dansa yang sudah bagaikan lautan manusia dan vampir. Ia melihat Kate yang sedang tertawa riang bersama salah soerang anggota Night Class yang memiliki rambut pirang. “Well, lihat lah saudarimu itu. Ia berhasil berdansa dengan pria impiannya.”

Alice mengerutkan kening, “Kau menyindirku?”

Lagi-lagi Louis tergelak, “Aku tidak menyindirmu. Mungkin kali ini giliranmu yang berdansa dengan pria pujaanmu, Alice.” tuturnya seraya melirik ke arah di balik punggung Alice.

Detik itu juga sebuah suara memanggil namanya dengan lembut.

Yang di panggil pun menoleh. Dipandangnya sesosok pria tampan berperawakan tinggi dan menawan. Senyuman khasnya yang menampakan lesung di pipinya membuat jantung Alice berdetak tidak karuan.

“Berdansa lah denganku?” Harry mengulurkan tangannya pada Alice.

Tidak butuh waktu yang lama bagi gadis itu untuk menerimanya. Dengan senang hati Alice bersedia menerima ajakan Harry. Pemuda itu langsung membawanya ke suatu tempat yang tidak jauh dari lantai dansa.

Sinar rembulan malam ini menerangi balkon asrama Night Class yang dihiasi oleh banyak tanaman hias dan sebuah kolam ikan yang berada tidak jauh di luar pagar balkon. Harry langsung menarik Alice dalam dekapannya dan menggerakan kakinya kesana kemari secara perlahan. Hanya mereka berdua yang berdansa di tempat itu. Di tempat spesial untuk orang yang spesial.

“Sudah kuduga merah muda cocok untukmu. Kau sangat cantik malam ini.” puji Harry.

Semburat merah langsung menghiasi wajah Alice. “Terimakasih.” Ujarnya hampir berbisik.

“Untuk apa?”

“Untuk gaun dan pujiannya.”

Harry tersenyum menyeringai, “Kau mau berdansa denganku saja sudah cukup menunjukan rasa terimakasihmu, Alice.”

Gadis itu hanya menundukkan kepalanya. Ia bingung harus berkata apa. Tidakkah cukup Harry membuatnya mati kutu dengan seluruh ucapannya?

“Ada apa?” tanya Harry. Ia sadar bahwa ada sesuatu yang Alice sembunyikan darinya.

Kini Alice mendongak, “Umm kau ingat sore tadi aku berkata bahwa ada hal yang ingin kutanyakan padamu?”

Harry langsung mendekap tubuh Alice lebih erat kali ini. Ia bahkan menaruh bibirnya di dekat telinga Alice. “Ikut aku.” Ujarnya hampir berbisik, lagi-lagi sengatan listrik itu muncul.

Pun ditariknya lengan Alice oleh Harry. Ketua asrama itu membawanya ke sebuah ruangan yang berada di lantai atas. Disana terdapat sebuah tempat tidur king size, kursi besar berwarna merah yang biasa Harry duduki, lemari yang menjulang tinggi dengan ukiran indah di pintunya, rak buku yang berjejer rapih serta beberapa sofa dan meja kecil di tengah-tengahnya. Dan tidak lupa beberapa lukisan bersejarah yang menempel di dinding.

Alice bisa menebak bahwa ia berada di kamar Harry saat ini.

“Jadi, apa yang ingin kau tanyakan?” ujar Harry seraya duduk di kursi besarnya, mirip seperti kursi yang dimiliki oleh para raja.

“Ng... aku ingin menanyakan sesuatu mengenai masa laluku.”

Harry sama sekali tidak memalingkan pandangannya dari Alice. Namun, kali ini ia berdiri dan berjalan menghampiri gadis di hadapannya itu. Ia mendongakkan wajah Alice agar mau menatap ke dalam matanya.

Dapat terlihat dengan jelas mata Harry yang berwarna merah menyala. Tapi Alice tidak takut. Ia tidak takut dengan sosok Harry yang seorang vampir.

“Kau berpikir bahwa aku tahu tentang masa lalumu?”

Alice mendesah pelan, “Ya.”

Detik itu juga Harry mengangkat tubuh Alice dan menghempaskannya ke atas ranjang.

“Harry...” desah Alice terkesiap. Wajahnya langsung merah padam begitu merasakan bibir Harry yang mengecup lehernya.

“Mengapa kau berpikir seperti itu?” Harry mengangkat wajahnya dan memandang kedua mata Alice lekat-lekat, masih dengan posisi tubuhnya yang berada di atas Alice.

Yang ditanya hanya diam. Pikirannya kacau oleh aroma tubuh Harry yang nyaris membuatnya dimabuk kepayang. Pikirannya terpecah belah memandangi wajah Harry yang begitu sempurna. Pikirannya melayang kesana kemari merasakan hembusan napas Harry di wajahnya. Butuh beberapa detik bagi Alice sebelum ia mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali dan mulai membuka mulutnya.

“Alice.” sela Harry sebelum gadis itu sempat berkata-kata. Tangannya bergerak menyusuri lekuk wajah Alice hingga ke lehernya. Sentuhan Harry yang lembut membuat Alice bergidik hebat. “Apa kau mau menjadi vampir?”

TO BE CONTINUED!

++30 VOTES TILL THE NEXT CHAP! :) COMMENT PLEASE?

Continuă lectura

O să-ți placă și

3.9M 158K 69
Highest rank: #1 in Teen-Fiction and sci-fi romance, #1 mindreader, #2 humor Aaron's special power might just be the coolest- or scariest- thing ever...
55.1M 1.8M 66
Henley agrees to pretend to date millionaire Bennett Calloway for a fee, falling in love as she wonders - how is he involved in her brother's false c...
7.3M 302K 38
~ AVAILABLE ON AMAZON: https://www.amazon.com/dp/164434193X ~ She hated riding the subway. It was cramped, smelled, and the seats were extremely unc...
Ace De Antonia

Dragoste

191M 4.5M 100
[COMPLETE][EDITING] Ace Hernandez, the Mafia King, known as the Devil. Sofia Diaz, known as an angel. The two are arranged to be married, forced by...