Sweetbreeze

By Sweetniez

885K 42K 511

STATUS: [TAMAT] Hari-hari Ara selalu dipenuhi dengan kesialan semenjak bertemu Bian, si cowok angkuh anak pem... More

Sweetbreeze
1. Apa?
2. Oh ya?
3. Hah?
4. Emang ada?
5. Terus mau lo apa?
6. Cih, niat baik?
7. Apaan sih lo?
8. Lo bilang gara-gara gue?
9. Lo apain gue, hah?
10. Lo modus ya?
11. Tipe lo kayak gimana?
12. Gue suka sama lo, gimana?
13. Apa lagi?
14. Barusan dia ngapain gue?
15. Masa sih?
Epilog
INFO

16. (END)

49.4K 2.3K 71
By Sweetniez

Akhirnya, hari ini UN terakhir terjalankan dengan sukses. Yeay! Gak kerasa banget, rasanya baru kemarin deh gue masuk SMA, sekarang malah udah mau lulus aja. Yeah, semoga deh pas pengumuman kelulusan, gue lulus. Amin. Harus pake banget pokoknya. Gue kan udah luangin waktu gue seminggu belakangan fulltime untuk belajar. Pas ujiannya juga lancar banget kayak jalan tol. Yakin deh gue hasilnya nanti memuaskan. Harus optimis.

 

“Re, ke kantin yuk! Laper nih.” Ajakku pada Rere. Anak itu malah sedari tadi sibuk membolak-balik lembaran buku cetak tebal berisikan materi, kumpulan soal juga kunci jawaban untuk UN.

“Lo duluan aja. Duh, tadi jawaban gue apa ya? Ah, bener ini kok. eh, bukan juga sih. Tapi bener, seingat gue sih kayak gini” Rere hanya menjawab singkat padaku tanpa mengalihkan pandangannya dari buku tersebut kemudian menerawang mengingat jawabannya saat ujian tadi lalu bergumam sendiri mencocokkan dengan yang ada dibuku.

Aku mendengus “Udah telat, Re. Nilai lo gak bakal berubah dengan hanya memastikan ulang. Yakali bener, kalo salah?”

Rere menghentikan aktivitasnya kemudian menoleh padaku dengan wajah ditekuk “Gue kan Cuma mastiin jawaban gue tadi bener apa gak. Lo malah ngedoain gue kayak gitu”

“Lo yakin gak sama jawaban lo sendiri?” Tanyaku padanya.

Rere mengangguk “Iya, sih. Tapi gue ragu makanya—“

“Nah, yaudah. Gak usah pake ragu-raguan. Gue yakin, kita pasti lulus”

“Huh, iyadah. Walau ucapan lo masih berupa keyakinan, belum jadi kenyataan. Gue aminin deh” Rere mengangkat kedua tangannya keudara layaknya orang berdoa.

Aku mencibirnya “Mana ada orang yang berdoa disaat sesuatu yang diharapkan sudah jadi kenyataan?”

“Hah?” Rere memasang tampang bingung.

Aku mengerjap “Emang gue ngomong apa?”

“Lo ngomong... apa gitu. Gue gak ngerti”

Aku memutar bola mata “Gue juga gak ngerti. Udah yuk, ke kantin. LAPER NIH WOY” aku berdiri kemudian menarik lengan Rere setengah paksa. Dan itu anak dengan pasrahnya mengikutiku dengan tampang memelas.

SWEETBREEZE

 

 

“Neng, gak berasa bentar lagi warung mpo bakal sepi nih” ucap Mpo Ela sambil menghidangkan pesanan Mi Ayam kami diatas meja.

Aku tersenyum sumringah menatap makanan tersebut yang sebentar lagi akan masuk ke mulutku lalu menengadahkan wajahku “Lho, emang kenapa Mpo? Laku kayak gini kok bilangnya sepi sih Mpo?” tanyaku dengan heran, padahal hampir sebagian besar penghuni kantin memesan Mi Ayam.

Mpo Ela memeluk nampannya yang sudah kosong “Maksud Mpo, bentar lagi neng kan udah mau lulus dari sekolah. Jadi Mpo pasti merasa sepi banget kalo gak ada neng.” Jelas Mpo Ela tersenyum sedih.

Huaa.. gue terharu..

Gak tega.. hiks..

 

Aku tersenyum “Iya nih Mpo, Sebenarnya saya mau disini terus biar selalu menikmati Mi Ayam Mpo Ela yang top markotop ini. Tapi masa saya kelas tiga terus? Kan gak lucu Mpo kalo saya dijuluki siswi abadi gegara gak lulus-lulus, hehe” cengirku dengan becanda. Rere yang sudah duluan menikmati Mi Ayam, kini tersedak mendengar ucapanku dan segera meneguk es tehnya. Aku mencibir kearahnya dengan tatapan –makanya sebelum makan, baca doa

Eh?

Gak nyambung deh..

Yaudahlah yaa..

 

“Haha, iya juga ya Neng? Maklum neng. Mpo kan gak sekolah jadi mana ngerti”

Aku manggut-manggut “Iya, Mpo. Tapi saya bakal mampir kesini kok Mpo kalau kangen pengen makan Mi Ayam. Boleh kan Mpo?”

“Oh, Boleh dong Neng. Sama Neng Rere juga ya” Kini Mpo Ela beralih pada Rere yang kembali melanjutkan makannya, mengangkat wajahnya dan hanya mengangguk sambil mengacungkan jempolnya.

*

“Ra, gue duluan ya” ucap Rere tiba-tiba disaat kami tengah menghabiskan Mi Ayam setelah obrolan singkat kami dengan Mpo Ela berakhir.

Aku mengunyah cepat dan menelan paksa “Emang kenapa? Bentar dong, punya gue dikit lagi nih, nanggung” aku kembali melahap makanan tersebut.

Rere seperti cacing kepanasan, gelisah sambil memandang ke arah belakangku “Gak ada waktu. Gue pergi. Daaah”

Aku hanya melongo sambil memandang Rere yang sudah setengah berlari meninggalkanku.

Ugh..

Dasar..

Masa gue ditinggalin?

Aneh..

Gak jelas banget dah tuh cewek satu..

 

Aku melengos memandangi Rere yang sudah keluar kantin kemudian kembali memutar kepalaku kedepan dan hampir saja tersedak kaget melihat Fabian Revangga sudah duduk manis di tempat yang diduduki Rere tadi. Memandangiku dengan tersenyum manis.

Aku segera membuka pesan dihapeku begitu merasakan ada pesan LINE masuk.

Rere Adelia: Sorry, gue terpaksa :p

 

Grr..

Niat banget deh..

 

Aku mendengus kesal memandang hapeku kemudian menyengir begitu menatap Bian karena cowok itu kini memandangiku bingung.

“Kenapa?” Tanyanya.

Aku geleng-geleng “Gak. Oh ya, Lo kenapa nongol disini?”

Bian mengangkat sebelah alisnya “Apa gak boleh gue nyamperin pacar gue sendiri?”

Deg..

 

 

“Bukan gitu. Gue kaget aja lo tiba-tiba nongol gitu. Hehe” oke, entah sejak kapan aku sering sekali cengengesan didepan cowok yang sekarang berstatus sebagai pacarku ini.

Well, jangan heran- jangan kaget- jangan sedih- jangan histeris- mendengar kabar ini. Karena gue sendiri juga masih belum percaya sama diri gue kalau sekarang gue sama Bian bisa jadian. Gue gak amnesia, please deh.. jangan samain kayak di sinetron ataupun kisah romansa yang sama sekali gak ada kaitannya sama kisah gue ini. Yang gue ingat sih, gue akhirnya menyadari kalau ternyata gue emang mulai suka sama Bian. Kalo gak salah, mungkin sejak kejadian itu...

 

Flashback..

 

Aku berjalan memasuki sebuah minimarket yang terletak dipinggir jalan Raya sambil memegang secarik kertas berisikan memo pesanan segala macam rupa-rupa yang ditulis Mom. Aku meringis pasrah melihat setumpuk kata-kata yang harus kutelusuri satu-satu untuk mengitari rak per rak mencari item-item didalam minimarket yang sangat luas ini.

 

Mom ada-ada aja deh, masa nyuruh anak semata wayangnya harus belanja sebanyak ini? buat apa coba? Kayak belanja bulanan aja. Tapi gak sebanyak ini juga kali. Huh, yaudahlah..

 

Aku menelusuri dan hampir satu jam kuhabiskan waktuku untuk mengumpulkan semua pesanan Mom. Setelah membayar dikasir, terpaksa aku harus menyeret sekantung besar hasil belanjaanku seorang diri. Masabodohlah, orang-orang menatapku terheran-heran seperti melihat seorang gadis bertubuh mungil yang baru keluar dari tempat persembunyiannya untuk berbelanja stok makanan untuk setahun. Mirisnya, mereka sama sekali tak membantu. Nasib dah gue..

 

Setelah berhasil berada dipinggir jalan, aku segera menahan taksi yang lewat. Dan untungnya si supir mau membantuku mengangkat belanjaanku ke bagasi. Yaiyalah, masa harus gue lagi. Hadeuh..

 

Begitu akan masuk ke dalam taksi. Aku mengurungkan niatku sejenak, karena menangkap sosok yang kurasa aku mengenalnya diseberang jalan sana. Keluar dari mobilnya dan berjalan mendekat ke sebuah salon. Belum sampai cowok itu masuk, seorang gadis yang kupikir berumur lebih muda dariku keluar dari salon tersebut berjalan menghampirinya dan langsung menghambur kedalam pelukan cowok itu. Si cowok tersenyum sambil mengacak rambut gadis itu dengan sayang. Ia merangkulnya membimbing gadis itu menuju mobilnya. Saat cowok itu berbalik, senyuman diwajahnya seketika memudar begitu melihatku yang bagaimana bisa kini sudah berdiri tepat dihadapan mereka berdua. Wajahnya tampak terkejut melihat kehadiranku, sedangkan gadis dalam rangkulannya menatap kami berdua bergantian dengan kening berkerut. Aku masih memandanginya dengan datar.

 

“Ara?”

 

Ara? Untuk pertama kalinya dia memanggilku dengan benar dan layak diterima. Tapi entah kenapa aku lebih suka Ia memanggilku cewek aneh, gila, bego atau apapun itu yang sering Ia sebut padaku, daripada memanggilku seperti itu disaat yang sama sekali tidak menyenangkan seperti ini. Tidak menyenangkan? Emangnya seperti apa yang aku rasakan saat ini?

Aku menatapnya sambil tersenyum sinis “Gue kira ungkapan perasaan lo ke gue itu tulus. Nyatanya?” aku melirik ke gadis itu sekilas “Gue gak nyangka” aku tertawa tak bersuara. Tiba-tiba saja sesuatu didalam dadaku menyeruak. Seperti terbesit perasaan sakit dan perih diatas luka yang menganga.

 

Dan gue juga gak ngerti kenapa sampai bisa ngerasain hal itu..

 

Tanpa menunggu tanggapannya, aku langsung berbalik menyeberangi jalan dimana taksiku berada. Pandangan mataku terasa kosong dan hanya melangkah mengikuti langkah kakiku, aku tergelak begitu mendengar bunyi klakson mobil yang sangat nyaring. Seakan kesadaranku kembali, aku menoleh kesamping, mataku membulat begitu melihat sebuah mobil melesat dengan kecepatan tinggi kearahku. Disaat seperti ini, kakiku terasa kaku tak bisa kugerakkan. Ingin rasanya aku berteriak namun mulutku pun seakan terkunci, hanya air mata yang tiba-tiba mendesak keluar. Kupasrahkan atas apa yang akan terjadi selanjutnya padaku dengan hanya memejamkan mata sambil berdoa dalam hati.

 

Bruuukkk..

 

Sebuah hantaman keras menerjang tubuhku hingga akupun terjatuh ke sisi jalan. Apa gue udah mati sekarang? Sepertinya tidak. Karena aku sama sekali tak merasakan kesakitan. Penasaran, akupun membuka mataku dan terkejut melihatnya kini berada dibawahku dan mendekapku erat. Dia pun ikut membuka matanya dan menatapku.

 

Deg!

 

Tidak. Ini tidak mungkin. Ada yang salah dengan jantungku.

 

“Apa lo mau bikin gue cepet mati, heh?” Dia sama sekali tak membentakku. Terdengar memelas dari ucapannya barusan.

 

Aku mengerjap lalu secepat mungkin bangkit dan melepas tangannya yang memelukku. Tanpa melihatnya, aku segera berlari menuju taksi yang tadi kutahan. Ternyata ada beberapa pasang mata yang menjadikan kami tontonan, termasuk supir taksi tersebut. Begitu melihatku mendekat, sang supir segera masuk ke bangku kemudi.

 

“Ra, please. Dengerin dulu penjelasan gue” Dia menghampirku sambil mengedor-ngedor pintu taksi.

 

Aku tak mempedulikannya “Pak, cepetan jalan”

 

Akhirnya taksipun melaju dan Dia masih berlari mengejarku sambil berteriak-teriak. Hah, gue gak peduli-gak peduli-gak peduli.. Arrgghh!

 

“Huweeeee” tak tahan, akhirnya tangisku pun pecah.

 

Hiks..

Kenapa gue nangis?

Gue juga gak tau..

Gue Cuma ngerasain sakit banget didalam dada gue..

Huaa.. nyakitin banget sumpaaah..

 

“Udah neng, nangis aja gak usah ditahan. Saya ngerti kok. pasti neng cemburu dan sakit hati melihat pacar neng selingkuh. Cowok jaman sekarang mah gitu neng” Ucap sang supir.

 

Cemburu?

Sakit hati?

Apa yang gue rasain emang begitu?

 

“HWEEEEEEE” tangisku semakin pecah begitu menyadarinya.

 

Hwaaaa..

Fabian Revangga..

Lo jahaaaaat. Gue benci sama lo..

Gak. Gue suka sama lo..

Gue baru nyadar perasaan gue ke lo..

Tapi kenapa lo malah giniin gue?

Hwaaa...

 

*

 

 

Sejak pulang ke rumah, gue langsung naik ke atas dan masuk kamar lanjutin nangis gue lagi. Mom sempat bingung ngeliat keadaan gue sampai ngedesak gue buat cerita. Gue hanya bisa geleng-geleng dan pengen sendiri. Akhirnya Mom pasrah dan menuruti kemauan gue.

 

Aku duduk dibalkon dengan mata sembab. Tangisku sudah berhenti. Aku kembali mengingat kejadian tadi.

 

Apa aku cemburu?

Ya, memang.

 

Tapi kenapa harus cemburu? Bian bukan siapa-siapa gue kan? Dia hanya bilang suka ke gue bukan berarti nembak gue? Iyakan?

 

Sakit hati?

Apa begitu?

Aku menangis karena sakit hati kan?

Tapi kenapa?

Sakit karena cemburu atau sakit karena mengetahui perasaan Bian yang ternyata tak tulus padaku?

Aku tak tahu.

 

Yang pasti gue emang merasakan keduanya. Dan gue benci dengan keadaan gue sekarang.

 

Drtt.. 1 pesan masuk. Membuyarkan lamunanku, kuraih hapeku dan membaca isi pesan.

 

From: Dangerous Bian

‘Gue ada didepan rumah lo sekarang, please.. gue pengen ngomong’

 

Aku meletakkan kembali hapeku begitu saja tanpa membalasnya. Pengen ngomong? Ngapain? Gak ada yang perlu diomongin, gue bukan siapa-siapanya dia kan? Yaudah.. gak perlu dijelaskan panjang lebar. Males!

 

Drrtt...

 

From: Dangerous Bian

‘Gue mohon Ra, please’

 

Aku mengerut bingung. Ngapain juga masih kekeh ngebujuk gue? Sok memelas.. sejak kapan dia jadi gitu? Heuh..

 

Aku yang terduduk dilantai, berjalan ngesot mendekat ke pagar pembatas yang menghubungkan kamarku dengan halaman depan rumah. Bisa kulihat Bian berdiri didepan rumahku sambil berjalan mondar-mandir gelisah. Tuh cowok belingsatan gitu apa karena gue? pandanganku beralih ke sesosok gadis yang berdiri tak jauh darinya yang hanya bisa memandangi tingkah Bian. Aku menghembuskan napas.

 

Ooh..

Jadi, dia kesini sama ceweknya itu?

Mau jelasin ke gue kalo mereka emang pacaran?

Terus minta maaf ke gue karena udah boongin gue?

Dan apalagi setelahnya?

Grr.. Oke, gue akan hadapi lo, cowok menyebalkan!

 

Aku berdiri dan segera kembali kekamar, merapikan rambut dan juga membuat penampilanku sebagaimana rupa agar tak terlihat seperti habis menangis. Aku segera turun kebawah dan membuka pintu depan. Aku memasang wajah datar memandangi mereka yang berjalan mendekat kearahku. Bisa kulihat penampilan Bian yang sangat berantakan. Apa dia belum pulang kerumah sejak tadi? Gadis disebelahnya sudah berganti pakaian.

 

“Ada apa?” tanyaku dengan ketus.

 

Bian maju mendekat padaku yang masih berdiri dipintu “Gue mau jelasin, Ra. Gue sama Luna–“

 

Oh, jadi nama gadis ini Luna..

Cantik, imut dan argghh, gue gak peduli.

 

“Pacaran kan? Yaudah.” potongku kemudian segera berbalik masuk kerumah.

 

“Luna sepupu kandung gue”

 

Deg!

 

Ucapannya otomatis membuat langkahku terhenti.

 

Sepupu kandung?

 

“Dia anak dari tante gue, adik kandung bokap gue satu-satunya. Jadi, bisa dibilang dalam keluarga gue, hanya kami berdua aja yang sodaraan karena nyokap gue dan bokapnya Luna juga anak tunggal. Please percaya sama gue”

 

“Itu benar kak” suara itu dari gadis bernama Luna.

 

Lalu apa yang harus gue lakuin sekarang?

Tetap masuk kerumah, gengsi sekaligus malu atas sikap gue sendiri..

Atau berbalik lalu.....

 

Entah apa yang terjadi dengan otakku, aku memilih opsi kedua. Berbalik lalu memeluknya. Omaigad gue pasti udah gila. Aku bisa merasakan Bian yang menegang, mungkin terkejut atas tindakanku namun akhirnya Ia juga balas memelukku.

 

“Sepertinya tugas aku udah selesai, aku pulang ya Kak” tanpa menunggu jawaban kami, Luna berjalan keluar halaman dan menaiki sebuah mobil selain miliknya Bian yang ternyata terparkir didepan rumah.

 

“Jadi, lo udah gak salah paham kan?” Tanya Bian setengah berbisik padaku. Aku mengangguk mengiyakan. God, gue malah ngerasa nyaman banget dipeluk kayak gini.

 

“Jadi, Lo musti cemburu dulu baru bisa nyadar perasaan lo ke gue ya?” oke, kali ini pertanyaannya sungguh menyebalkan. Aku mendengus kesal sambil melepaskan pelukannya lalu memukul lengannya dan membuatnya meringis kesakitan.

 

“Luka gue” desis Bian begitu aku menatap bingung akan responnya. Aku segera memperhatikan lengannya dan ternyata benar. Setengah menyesal dan menyengir gaje aku menariknya masuk kedalam rumah untuk diobati.

 

*

 

“Kenapa lo gak obatin dulu sih pas habis nyelamatin gue?” gerutuku sambil mengolesi lukanya dengan obat merah.

 

“Gimana mau ngobatin, Lo udah kabur ninggalin gue. Udah gitu, lo pasti salah paham. Makanya gue lebih mentingin lo” ucapnya sesekali meringis kecil.

 

Heran deh gue..

Luka segini dari tadi gak ngerasain apapun..

Pas diobatin baru deh sok kesakitan, hadeuh..

Tapi dia bilang apa tadi?

Lebih mentingin gue?

Aiih,, so sweet..

 

“Eh, tapi menurut gue, lo lebay deh. Yaudah sih kalo gue cemburu. Nah, lo malah kayak cowok kepergok selingkuh trus ngejar-ngejar ceweknya sampe kerumahnya juga. Berasa kayak orang pacaran tau gak?” cibirku padanya.

 

“Iyalah, gimana kalo lo udah kelanjur sakit hati sama gue terus besoknya lo langsung move on nyari cowok lain?” tanyanya sok tahu.

 

Hadeuh.. emang gue apaan?

Cepetan move on? Yang ada malah galaunya kelamaan..

 

“Dih, sotoy deh lo. Gue gak gitu kali. Tapi btw, Lo beneran suka banget gitu sama gue?” tanyaku sambil menempelkan perban.

 

“Kalo gak, buat apa juga gue susah-susah nyelamatin lo, sampe ngejar lo cuma buat ngejelasin kesalahpahaman yang lo liat?” Bian balik nanya tapi itu lebih mengarah ke jawaban atas pertanyaanku.

 

Aku mengangguk sambil tersenyum. Gue jadi merona gimana gitu. Berbunga-bunga. Hadeuh.. Apa itu artinya gue lagi jatuh cinta?

 

“Berarti sekarang kita resmi pacaran”

 

“Hmm, Iya –Eh apa?” aku kembali mengangguk kemudian tersadar dan balik bertanya dengan melongo.

 

Bian menyengir “Lo sama gue jadian. Gimana? Pacaran yuk!”

 

Gubraakk!!

 

Alamakk...

Itu ngajakin pacaran apa naik odong-odong?

Pake yak yuk yak yuk...

 

Aku meringis geli “Lo nembak gue? Gak romantis banget”

 

“Cara menyatakan cinta dengan romantis bukan hanya suasana dan kata-kata, tapi dengan kebersamaan kita kayak gini pun itu sudah menjadi hal romantis, iya gak?”

 

Wew..

Sejak kapan Bian pintar ngegombal?

Mengenalnya lebih dekat, gue jadi makin mengenal kepribadiannya lebih jauh..

Dan buat gue itu emang romantis.. hehe..

 

Aku mengangguk membenarkan “Iyadeh, Lo emang bener”

 

Bian tersenyum sambil menggenggam kedua tanganku “Jadi, Lo mau gak pacaran sama gue?” tanyanya sekali lagi dengan lebih serius dari sebelumnya.

 

Aku menghela napas.. lalu menghembuskan lagi “Gak. Gue gak bisa nolak” jawabku kemudian tersenyum menatapnya seketika mataku terbelalak.

 

CUP!

 

Arrgghh.. He’s stole my first kiss.. asdfghjkl %%%%

 

 

Flashback end..

 

 

SWEETBREEZE

 

 

Wakakakk.. seperti itulah awal mula gue sama Bian jadian. Well, walau gue harus nyadar perasaan gue sendiri karena cemburu dan sakit hati sampe harus nguras air mata hanya gegara salah paham. Hadeuh, jujur aja.. yang gue rasain itu emang sakit banget.. ternyata gitu ya rasanya? Haha.. Lagian hal itu udah kebayar atas penjelasannya ke gue ditambah dia nembak gue dan.. yeah, Dia nyium gue bukan (lagi) karena ini di tempat yang berbeda, tau lah yah.. gak perlu gue jelasin.

 

Sejak saat itu, gak tau kenapa.. gue rasanya bahagia banget. Bian juga jadi lebih perhatian dan eum.. romantis menurut gue. Percaya deh, saat hati lo lagi berbunga-bunga, apapun yang ditunjukin pacar lo pasti semuanya begitu terasa romantis, bener gak? Karena yang gue rasain saat ini ya gitu..

 

Setidaknya, gue sempat menyadari satu hal. Cinta maupun rasa suka itu bisa datang dari mana aja. Saat lo benci banget sama orang itu, perlahan namun pasti rasa berbanding terbalik akan datang menghampiri.. walaupun rasa gue lebih lambat daripada yang Bian rasain lebih cepat sebelumnya, namun gue bersyukur karena orangnya adalah Bian. Karena gue jatuh cinta sama Bian. Udah gitu aja. Gak ada yang lain.

 

 

*

 

“Lagi ngelamunin apa sih? Dari tadi senyam-senyum sendiri. Mikirin gue ya?” Bian menyadarkanku dengan senyuman khasnya.

Aku tersadar kalau sedari tadi aku masih duduk dikantin dengan Mi Ayam yang sudah ludes tak tersisa, aku memandanginya dan tersenyum “Iya, gue mikirin lo. Haha” aku tertawa geli sambil berdiri dari dudukku dan menarik Bian, merangkulnya.

“Mikirin apa?” Tanyanya penasaran.

Aku yang masih senyam-senyum “Mikirin ---“ kemudian berbisik sesuatu padanya dan segera berlari meninggalkan Bian yang masih terkejut.

Seakan tersadar, Bian segera mengejarku “Gue gak akan lepasin lo. Liat aja, gue bakal ngasih lo untuk yang kedua kalinya” teriakknya padaku.

Dan itu artinya, gue harus berlari sejauh mungkin kalo gak mau diberikan yang kedua kali. Haha, Kalian taulah apa..

 

“Heran deh gue sama mereka. Udah jadian, masih aja kejar-kejaran” ucap salah satu penghuni kantin sambil menggelengkan kepalanya diikuti yang lainnya juga memandangi sosok kami yang sudah hilang dibalik gedung sekolah.

END

 

 

 

a/n: Sebelumnya, makasiiih banget yang udah vote dan komen selama ini. tanpa kalian cerita saya ini bukan apa-apa, dan memang masih bukan apa-apa hingga ending. Ceritanya gaje, gak nyambung dan terkesan maksa.. itulah saya :) namun begitu, kalian masih sempatnya meluangkan waktu untuk baca.. sekali lagi makasih!

 

Saya putuskan untuk ending, karena khawatirnya ide absurd saya akan terus membuat cerita ini ngelantur kemana-kemana, untuk itu beginilah jadinya. Namun endingnya emang dipikiran saya kayak gini. Ara menyadari perasaannya lalu jadian deh sama Bian, hahaha...

 

Untuk itu mohon maaf atas setitik sehuruf yang membuat keliru atau menyalahartikan maksud kalimat yang saya tulis. Sebagai manusia biasa dan penulis amatir saya memang tak luput dari kesalahan.

 

Kritik saran atau apapun itu tetap terbuka untuk anda sekalian :) dan semoga suka akan cerita saya ini.. jangan bosan untuk mampir lagi kesini sekedar sebagai teman bacaan minum teh atau kopi disore hari, hehe..

 

Sekali lagi, Makasih :)))

 

-Sweetniez-

Continue Reading

You'll Also Like

6.1M 261K 58
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
22.5K 2.9K 46
BUDAYAKAN FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA:) (Completed) "Tuhan mengizinkan kita untuk merasakan luka, tetapi Ia juga akan memberikan penawarnya." Ada pad...
705K 55.3K 30
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
90.9K 6.6K 37
Sagita Anallya🍂 Aku melangkah melewati satu persatu jalan, ini tentang aku pada bulan 𝘴𝘦𝘱𝘵𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘢𝘬𝘪𝘵𝘬𝘢𝘯. Dikecewaka...