Arabella & The Waterhouse Fam...

By GeenaAG

709K 77.2K 15.4K

Maukah kamu tinggal bersama keluarga yang memiliki kuburan di halaman belakang rumah? Atau makan malam bersam... More

Dalam kenangan, Anthony Ackerman
Grave 1
Grave 2
Grave 3
Grave 4
Grave 5
Grave 6
Grave 7
Grave 9
Grave 10
Grave 11
Grave 12
Grave 13
Grave 14
Cast & Characters
Grave 15
Grave 16
Grave 17
Grave 18
Grave 19
Grave 20
Grave 21
Grave 22
Grave 23
Grave 24
Grave 25
Grave 26
Grave 27
Grave 28
Characters ; The Sims Version
Grave 29
Grave 30
Grave 31
Grave 32
Grave 33
Grave 34
Grave 35

Grave 8

18.2K 2K 267
By GeenaAG

For you who thinks Frankeinstein is cute

Akhirnya, rumah keluarga Waterhouse kembali sunyi. Anak-anak sudah berada di sekolah, paman Elijah menghilang di siang hari, hanya ada Erico si bungsu yang masih tertinggal di rumah karena terjangkit penyakit cacar.

Nyonya Eveline memeriksa kondisi putra bungsunya yang sedang tertidur pulas di dalam *peti mati. Syukurlah anak itu bisa tertidur tanpa perlu diberi mantra penenang seperti yang sudah-sudah. Sepertinya hadiah boneka voodo yang diberikan paman Elijah mampu membawa pengaruh positif bagi si bungsu. Nyonya Elveline pun sedikit bisa bernapas lega karena demam Erico sudah mulai membaik, tetapi bintik-bintik cacarnya semakin bertambah.

(*Biasanya sering digunakan anak-anak keluarga Waterhouse untuk beristirahat pada siang hari).

"Semakin parah, ya?" tanya Tuan Evanders sembari menyentuh kening si bungsu.

"Kurasa kita perlu membawanya ke rumah sakit," saran Nyonya Eveline kepada suaminya. "Aku khawatir kalau kondisi Erico terus-menerus seperti ini, dia akan kehilangan waktu bermainnya."

Tuan Evanders tampak merenung. "Ah, kita tidak perlu membawanya ke rumah sakit," jawabnya kemudian. "Karena kita yang akan memanggil dokter ke rumah ini."

"Apa kau serius?" Suara Nyonya Eveline meninggi satu oktaf. "Bukankah tahun lalu ada dokter yang sampai mengompol gara-gara ulah iseng Elena sewaktu diberi vaksin, ingat itu?"

"Itu kasus yang berbeda. Anak-anak tidak perlu tahu soal ini, kalau tidak semua kejadian yang sama bahkan lebih buruk akan terjadi."

"Yeah, aku mengerti." Nyonya Eveline masih tampak ragu. "Menurutmu, apakah ada dokter yang bersedia datang ke rumah kita setelah mereka tahu kita yang meminta?"

Tuan Evanders mengangkat sebelah sudut bibir. "Itu bisa diatur," ujarnya sembari berpaling dari istrinya. "Sekarang aku harus memastikan apakah peliharaan kita sudah diberi makan atau belum."

***

Tempat yang paling disukai oleh keluarga Waterhouse untuk bersantai adalah area halaman belakang rumah. Di sana segala sesuatunya bisa terjadi; dari yang masuk akal sampai yang paling tidak masuk akal.

Tuan Evanders tiba di halaman belakang rumah sambil menunjukkan senyuman paling cermelang. Dia mengangkat sebelah tangan ke udara, mengisyaratkan si cowboy hitam untuk datang. Dalam hitungan detik, seekor burung gagak berusia seratus lima puluh tahun hinggap di tangannya. Burung itu diberi nama Jack O'lantern lantaran kedua matanya berwarna oranye seperti labu kuning. Setelah memberi makan--campuran telur busuk dan tulang iga tupai--kepada Jack O'lantern, Tuan Evanders beralih ke kucing hitam pemalas bernama Blackjack. Kucing itu menghampiri kaki tuannya dengan memasang tampang paling menyedihkan seakan-akan baru menjadi korban tabrak lari.

"Tidak perlu bertindak seperti perempuan cengeng," cibirnya sembari menyodorkan mangkuk berisi potongan kaki kodok.

Setelah puas memberi makan Blackjack, Tuan Evanders menuju kolam kecil yang dihuni oleh belasan belut listrik. Dia melemparkan seember penuh mayat tikus gempal ke dalam kolam, yang di lahap langsung oleh belut-belut itu dalam sekejap. Selanjutnya, pria itu menuju kandang ular kobra yang mereka beri nama Lil Devil. Sayangnya Lil Devil merupakan ular yang menjalani hidup sebagai vegetarian. Alih-alih memangsa hewan omnivora, Lil Devil lebih menyukai tanaman jamur beracun milik Nyonya Eveline.

Semua hewan peliharaan itu sebenarnya milik anak-anak keluarga Waterhouse yang selalu lupa memberi makan. Sehingga para orang tualah yang mengambil alih pekerjaan tersebut. Kendati demikian, Tuan Evanders sama sekali tidak merasa keberatan karena dia sendiri sangat menyukai binatang.

Semua hewan peliharaan sudah dipastikan menerima jatah makan paginya. Dengan santai Tuan Evanders kembali melangkah ke dalam rumah. Namun tiba-tiba langkahnya terhenti begitu merasakan tanah di atas kuburan mendiang sang ayah bergetar.

Dia memutar tubuh menghadap kuburan sang ayah dan berkata, "Aku sedang tidak ingin main catur, Ayah."

***

Pasti rasanya menyebalkan ketika semua orang yang tidak kamu kenal berbisik-bisik membicarakan tentang dirimu. Kamu bahkan tidak tahu apa kesalahanmu, tetapi semua orang seakan-akan menuduhmu memiliki panu di sekujur tubuh.

Bisa jadi jam istirahat merupakan saat-saat yang paling dihindari Arabella. Hampir semua orang di sekolah sudah menyadari kalau dia tinggal bersama keluarga Waterhouse. Nama baiknya benar-benar tercoreng. Mungkin ungkapan yang paling tepat untuknya saat ini adalah; sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga.

Banyak yang memandang Arabella dengan ngeri, tidak sedikit juga yang kasihan padanya. "Kau tahu gadis pindahan itu? Kasihan sekali dia harus tinggal bersama keluarga pengidap kelainan mental. Malang sekali ya nasibnya."

Arabella mengembuskan napas frustrasi untuk yang kesekian kali. Kebetulan dia tidak sengaja mendengar beberapa murid perempuan membicarakan dirinya dari dalam toilet, sementara dia sendiri duduk di bilik paling ujung; sedang mencabik-cabik tisu toilet lalu memasukkannya ke mulut.

Keputusannya menuju kantin sekolah pasca kejadian di toilet merupakan langkah yang salah. Karena setibanya di sana, Arabella segera mendapati Darwin berserta teman-teman barunya dari kalangan anak nakal, saling melempar kentang goreng. Tidak seperti dirinya yang sulit mendapatkan teman, Darwin—yang sejatinya adalah pelaku penindasan orang-orang tidak bersalah—dalam waktu sehari bisa membuat satu kelompok geng Trojan tunduk.

Arabella tidak mau menambah risiko untuk percaya pada omong kosong Darwin. Dia masih menyimpan rasa kecewa kepada orang yang dinilai terlalu penakut dan tidak bertanggung jawab itu. Namun di sisi lain, dia juga sadar betul kalau hanya cowok itu yang datang ketika dia sedang membuntuhkan bantuan. Tetapi tetap saja, Arabella tidak mau repot-repot menyapa Darwin dan lebih memilih menghindar sebelum cowok itu melakukan hal-hal gila, yang membuatnya menjadi pusat perhatian. Karena yang cowok itu lakukan sedari tadi adalah meminta maaf kepadanya dengan cara yang berlebihan.

Keadaan di koridor tak kalah menyebalkan. Arabella tidak sengaja bertemu Elena yang tiba-tiba saja menyapanya.

"Hey Arabella, apa kau mau makan siang denganku?" kata Elena dengan nada sumringah seolah dia dan Arabella adalah teman akrab.

Arabella menggelengkan kepala. Sebelum semua mata tertuju padanya, dia memilih memutar balik dan menjauh dari Elena.

Tak punya pilihan lain, terpaksa Arabella memilih perpustakaan sebagai tempat pelarian yang paling memungkinkan. Yeah, paling tidak di sana lebih baik daripada tempat lain yang telah dia kunjungi sebelumnya. Namun, kedamaiannya sirna dalam sekejap setelah dia berpapasan dengan Emily di depan pintu masuk perpustakaan.

"Emily, sedang apa kau di sini?" bisiknya pelan, tidak mau sampai terdengar orang lain.

Emily mengeryitkan dahi sekaligus memasang tampang mematikan seolah-olah sedang berkata, "Apa pedulimu, Pecundang?" kemudian dia melangkah masuk ke dalam perpustakaan dengan dagu terangkat ke atas.

Seorang murid laki-laki berambut mekar dan berbadan kerempeng menghampiri Arabella. Matanya menunjukkan rasa empati yang teramat dalam seakan dia sedang menyaksikan seseorang terjangkit penyakit aronexia, yang dalam waktu dekat akan meninggal dunia. "Apakah kau benar-benar tinggal bersama mayat berjalan itu?" tanyanya ingin tahu.

"Dia bukan mayat." Arabella berdecak sebal. Lagi pula masa iya dia mau tinggal bersama mayat.

"Tetapi banyak yang melihatmu turun dari mobil rongsokan keluarga Waterhouse. Sebenarnya apa hubunganmu dengan mereka?"

"Sebaiknya kau tutup mulut besarmu itu sebelum aku membakar habis seluruh rambutmu," tukas Arabella berang. Habis sudah minatnya untuk membaca di dalam perpustakaan. 

Arabella tidak ingin menjadi orang yang terus-menerus dimintai keterangan. Atau tidak sengaja mendengar orang lain membicarakan tentang dirinya yang bukan-bukan. Dia memutuskan menuju ke sebuah taman yang berada di samping sekolah. Mungkin di sana satu-satunya tempat teraman dibandingkan tempat yang ada di galaksi tata surya ini, mengingat tidak ada murid yang terlihat satu pun di taman tersebut.

"Oh, semoga saja nasibku tidak seperti Brianna Lou," renungnya.

Syukurlah Arabella membawa satu buku dari perpustakaan untuk di baca sambil menunggu jam pelajaran berikutnya dimulai. Dia memilih bersandar pada pohon beringin tua dan mulai membaca bukunya dari halaman pertama. Tidak pernah terpikirkan olehnya bahwa taman sekolah bisa menjadi tempat yang menyenangkan dan damai. Seharusnya sejak awal saja dia menyambangi tempat ini sebelum orang lain yang menempati. Namun sialnya, kedamaian lagi-lagi terganggu oleh adanya angin kencang yang bertiup tanpa permisi, memporak-porandakan tatanan rambutnya yang sudah dia atur sedemikian rupa. Daun-daun kering bertebangan ke segala arah, rerumputan di bawah kakinya bergerak seolah-olah dia sedang duduk di atas perkemahan belatung.

Merasa tidak nyaman, Arabella bangkit berdiri dan memeriksa barisan rumput yang telah dia duduki. Tidak ada yang aneh dari rumput itu, semuanya tampak normal seperti seharusnya. Sejurus kemudian, suara gelak tawa seseorang muncul dari atas pohon. Sontak Arabella tidak dapat mengendalikan suara jeritannya begitu mendapati Elliot telah berada di atas pohon.

"Ya Tuhan, Elliot," pekiknya histeris. "Apa yang sedang kau lakukan di atas sana?"

"Seorang idiot baru saja menganggu waktu tidur siangku."

"Aku tahu semua itu pasti ulahmu, 'kan?" tuduhnya jengkel, megedarkan pandang pada kekacauan yang dibuat Elliot. "Mungkin aku akan mati muda jika terus-terusan berhadapan denganmu, tahu."

Elliot memicingkan mata ke bawah. "Kalau begitu kita harus sering-sering bertemu," katanya. "Lebih cepat lebih baik, bukan?"

Entah sudah berapa bayak waktu yang dihabiskan Arabella untuk menahan kesabaran. Padahal dia hanya ingin menenangkan diri dari kekacauan yang selalu muncul bertubi-tubi. Dunia seakan hanya memberikan tempat terburuk untuk dinikmati, bukan tempat terindah yang seharusnya didapat.

Arabella menggigit bibir bawahnya dengan gemas, lalu mendongkak ke atas pohon. "Terserah deh apa katamu," katanya pasrah. Sebetulnya dia juga tidak ingin beradu mulut dengan cowok itu. Tidak untuk saat ini. "Silakan lanjutkan tidurmu, aku akan pergi sejauh mungkin sehingga kau tidak perlu lagi bertemu denganku seumur hidup."

Ekspresi wajah Elliot yang semula sombong berubah menjadi serius. Matanya tertuju pada sesuatu yang bergerak-gerak di atas bahu Arabella. "Bolehkah aku memberi tahumu sesuatu?"

"Apa?!"

"Ada ulat bulu di bahumu."

Coba tanyakan kepada semua orang di dunia ini mengenai lucunya bentuk ulat bulu. Kebanyakan dari mereka pasti akan menjawab bahwa hewan kecil itu tidak lebih baik dari iblis berbulu domba. Sebenci-bencinya Arabella terhadap sayuran brokoli, dia lebih benci kepada ulat bulu, yang kini merayap anggun di bahunya.

Sejurus kemudian suara teriakan--yang menyeruak di area taman sekolah--tidak dapat dibendung. Suara itu membuat burung-burung yang hinggap di dahan pohon bertebangan ke udara.

Dan untuk sementara ini, poin mereka berdua adalah satu sama.

***

Arabella kini berada di tengah-tengah bangku penonton sepak bola sambil berusaha melanjutkan membaca buku. Sebetulnya dia tidak punya hasrat untuk membaca buku itu lagi. Tetapi dengan cara berpura-pura sok sibuk, dia nyaris terlihat seperti memiliki kegiatan yang berarti. Beruntunglah beberapa murid di sekitar tribun tidak terlalu memperdulikan tentang gosip yang beredar.

Sampai kapan Arabella harus terus menghindar dari setiap orang? Sementara dari lubuk yang paling dalam, dia membutuhkan seorang teman yang selalu ada di sampingnya. Bahkan si penakut Darwin yang semula mengucapkan kata-kata manis, ternyata dalam waktu satu hari melanggar perkataannya sendiri.

Tak lama kemudian, jauh di depan sana, seorang murid laki-laki berlari ke tengah lapangan sambil membawa sebuah spanduk berisi tulisan. Pemandangan itu sontak menarik perhatian Arabella, dan juga murid-murid di sekitar tribun. Sedikit demi sedikit, dia mencondongkan tubuh ke depan, tidak yakin kalau tulisan di dalam spanduk tersebut dibuat untuk dirinya. Akan tetapi penglihatannya tidak mungkin salah, karena jelas-jelas apa yang ditulis di spanduk tersebut adalah 'Maukah kau memaafkanku, Arabella?'.

Lalu muncul dua murid laki-laki lainnya dari arah berbeda, mereka sama-sama membawa spanduk bertuliskan hal yang sama. Seakan kejutan belum berhenti sampai di sana, sayup-sayup suara musik marching band terdengar dari arah koridor.

Arabella membelalakkan mata dan membekap mulutnya sendiri kuat-kuat, tidak percaya sewaktu melihat barisan pemain musik marching band beriringan memasuki area lapangan, diikuti oleh suara nyanyian yang disenandungkan oleh ... Darwin Johansson.

You're just too good to be true,
Can't take my eyes off of you.

Darwin muncul dari belakang pemain marching band sambil tersenyum penuh arti. Gaya dan tingkah lakunya persis seperti yang dilakukan penyanyi pop Justin Timberlake. Hanya saja wajahnya yang, kau tahu, tetap saja Darwin.

You'd be like heaven to touch,
I wanna hold you so much.

Darwin melompat ke barisan pertama bangku penonton, sambil menggenggam mikrofon dengan percaya diri, tak lupa merentangkan sebelah tangannya ke udara seolah-olah dia sedang berada di dalam konser betulan.

At long last loved has arrived,
And I thank God I'm alive,
You're just too good to be true,
Can't take my eyes of you.

Arabella kini menjadi pusat perhatian. Dia pun menutup seluruh wajahnya menggunakan buku karena malu, sambil sesekali mengintip apa yang selanjutnya dilakukan Darwin. Beberapa murid mulai berdatangan ke dalam area lapangan, tidak sedikit dari mereka mengabadikan konser dadakan Darwin dengan ponsel masing-masing.

I need you baby, if it's quite all right,
I need you baby to warm a lonely night,
I love you baby.

Darwin berlari ke tempat Arabella duduk, lalu memberi setangkai mawar merah kepada gadis itu, dengan menyisipkan gerakan yang sedikit berlebihan.

Trust in me when I say 'Ok',
Oh pretty baby, 'Don't let me down', I pray,
Oh pretty baby, now that I found tou, stay,
And let me love you, oh baby let me love you, oh baby.

Suara tepuk tangan dan sorakan histeris dari penonton dadakan membuat suasana di lapangan semakin meriah. Darwin berhasil menghebohkan seisi satu sekolah di hari pertama dia menjadi anak baru. Sungguh keajaiban yang luar biasa terjadi. Setelah cowok itu bernyanyi, dia berlutut di hadapan Arabella seperti pria sejati yang ingin melamar kekasihnya.

"Setiap manusia di dunia ini tidak ada yang lahir sempurna, begitu pula dengan diriku. Aku memang laki-laki pengecut, dan juga tidak bertanggung jawab. Terserah apa yang kau pikirkan tentang dirku." Darwin menggunakan mikrofon ketika mengatakannya, sehingga seluruh orang di sekolah tahu apa yang diucapkan cowok itu. "Tetapi aku ingin kau tahu bahwa aku benar-benar meminta maaf padamu. Aku ingin memulai hubungaan kita dari awal lagi. Aku ingin semuanya kembali seperti semula. Maukah kau memaafkan aku, Arabella?"

Ada ketulusan di mata Darwin yang sedikit meluluhkan hati Arabella. Dia tidak menyangka kalau Darwin yang terkenal suka menghakimi seseorang akan berbuat hal segila ini. Jelas-jelas cowok itu bukan tipe orang yang mau meminta maaf terlebih dulu. Setidaknya sewaktu cowok itu masih gendut.

"Kau benar-benar melakukan semua ini untukku?" tanya Arabella, wajahnya kembali merona sewaktu semua murid bersorak-sorak agar dia menerima permintaan maaf Darwin.

"Aku akan melakukan apa pun untuk mendapatkan kata maaf darimu. Bahkan terjun dari atas Empire State of Building pun aku rela," ujar Darwin seraya menaik turunkan kedua alisnya. "Kau belum menjawab pertanyaanku. Aku dimaafkan atau tidak?"

Dari balik kerumunan murid-murid yang menonton, sosok tubuh gempal Mr. Garner berusaha menerobos masuk ke area lapangan. "Siapa yang melakukan hal bodoh ini?" kata Mr. Garner murka. Para murid yang menonton berhamburan kocar-kacir meninggalkan lapangan.

Darwin menoleh ke arah Mr. Garner yang sedang mengamuk. "Shit, bokong tapir itu tidak pernah berhenti menganggu hidupku," umpatnya.

"Hey, kau Johansson," teriak Mr. Garner selagi berjalan ke arah tribun penonton. "Kurasa kau mau menjelaskan semua kekacauan ini padaku."

Darwin memasang tampang memohon kepada Arabella. "Jadi, sebelum bokong tapir itu mengamuk, apakah kau mau menerima permintaan maafku?"

Arabella meminta Darwin untuk bangkit berdiri. Yeah, lebih tepatnya sebelum Mr. Garner meraih salah satu telinga cowok itu dan menyeretnya ke ruang kepala sekolah.

"Aku memaafkanmu, Darwin," jawabnya cepat. "Tetapi jangan pernah lakukan hal seperti ini lagi."

Darwin yang tidak mampu menahan rasa gembiranya sontak meninju-ninju udara, sementara Mr. Garner yang lebih mirip Troll sudah berada persis di belakangnya. Well, tidak ada ruang bagi Darwin untuk melarikan diri.

"Ini dia si pirang yang menjadi biang keladinya!" seru Mr. Garner sembari menarik sebelah telinga Darwin dan menyeretnya turun.

Darwin merintih kesakitan. "Temui aku sepulang sekolah nanti," sahutnya disela-sela rasa sakit.

Arabella tidak dapat menahan senyuman bahagia setelah menerima perlakuan manis Darwin. Dia belum pernah menerima perlakuan romantis dari cowok mana pun. Tak disangka cowok yang dulu sering menganggungnya malah bersikap sangat gentleman.

Darwin memang pantas menerima risiko akibat ulahnya sendiri, tetapi Arabella juga sedikit prihatin karena aksi cowok itu tertangkap basah oleh Kepala Sekolah. Meskipun dulu Darwin merupakan anak yang paling menyebalkan, tetapi setelah tumbuh dewasa, cowok itu bisa bersikap ... sangat romantis.

***

Saat yang paling ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Arabella memeriksa layar ponsel sambil menerobos para kerumunan murid yang sesekali melemparkan tatapan mencibir. Tetapi dia tidak peduli dengan tanggapan orang lain terhadapnya. Karena untuk saat ini, hatinya masih tidak berhenti berbunga-bunga mengingat kejadian yang terjadi di area lapangan. Bahkan mawar merah yang diberikan Darwin, dia simpan di dalam tas untuk diletakkan di kamarnya sepulang sekolah nanti.

Darwin meminta Arabella menunggu di depan pintu gerbang sementara dia sendiri bersiap memanaskan mobil. Mereka berdua berencana menonton film. Darwin sangat senang menonton film, karena dia bercita-cita menjadi seorang aktor ternama. Tetapi ayahnya menolak ide itu dan menyuruhnya masuk ke sekolah hukum.

Arabella masih tidak mampu menyembunyikan senyumannya sewaktu tiba di tempat yang dijanjikan. 

"Sepertinya seseorang baru mendapat lotre," sahut suara yang tidak asing dari arah samping.

Tidak perlu menoleh karena dia sudah yakin kalau orang itu adalah si cowok sok keren bernama Elliot. "Aku tidak ingin pulang denganmu," katanya ketus, tidak lagi tersenyum.

Elliot mengedikkan bahu. "Aku juga tidak menawarkan."

Sedetik kemudian Darwin memberhentikan mobilnya persis di depan mereka berdua. Cowok itu melepas kacamata hitamnya lalu mengedip sekali. "Kau sudah siap, Manis?"

"Yeah, selalu siap," jawab Arabella.

"Bukannya aku tidak mau menawarkan kursi kosong yang tersedia di belakang mobilku, tetapi aku tidak mau ada orang ketiga di antara kita," ujar Darwin sambil mengedikkan dagu ke arah Elliot.

"Oh." Arabella terkesiap. "Dia, maksudku Elliot, tidak akan pulang bersama kita. Dia akan pulang bersama Beep. Kau tahu, seseorang yang berdandan mirip Frankeinstein itu."

"Aku mengerti sekarang, kau akan naik mobil futuristic itu ya, Bung?" cibir Darwin diselingi gelak tawa. "Bilang pada sopirmu untuk berhati-hati selagi berkendara. Semoga kau dan ajudanmu itu selamat sampai di tempat tujuan, Bung."

Arabella memelototi Darwin, memberi isyarat pada cowok itu agar tutup mulut sebelum sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.

Elliot menaikkan sebelah alisnya tinggi-tinggi. "Seharusnya kau yang lebih berhati-hati sebelum berkendara," ujarnya. "Coba pastikan apa ban mobilmu layak digunakan sebelum berkendara di jalan raya."

Tak lama kemudian, suara letusan ban mobil yang berasal dari Porsche milik Darwin terdengar menghebohkan. Bukan hanya satu ban yang pecah, melainkan empat ban sekaligus. Elliot yang menganggap semua itu hanyalah hal bodoh segera melesat masuk ke dalam mobil futuristic miliknya sewaktu Beep tiba. Meninggalkan Darwin yang kalang kabut akibat kebodohannya sendiri.

Continue Reading

You'll Also Like

335K 38.1K 52
Rafka, seorang mahasiswa berumur dua puluh tujuh tahun yang lagi lagi gagal dengan nilai terendah di kampus nya, saat pulang dengan keadaan murung me...
766K 76.2K 28
Kaylan Saputra anak polos berumur 12 tahun yang tidak mengerti arti kasih sayang. Anak yang selalu menerima perlakuan kasar dari orangtuanya. Ia sel...
3.3M 270K 63
Lunaria dalam bahasa bunga memiliki arti kejujuran, ketulusan, dan juga kemakmuran. Seperti arti namanya, ia menjalani hidupnya penuh ketulusan hingg...
1.1M 105K 70
NOT BL! (Follow biar tahu cerita author yang lain ok!) Update sesuai mood 🙂 Seorang remaja laki-laki spesial yang berpindah tubuh pada tubuh remaja...