ANGLOCITA [selesai]

By moonlittype

229K 12K 180

Can you love me ganti judul menjadi Anglocita. Diambil dari bahasa Sanskerta yang berarti mengeluarkan isi h... More

SINOPSIS
PROLOG
Senyuman Pertama
Senja Bersama Riyan
Revan
Tidak sedingin es
Nasi Goreng Rasa Cinta
Cappucino Kesukaan Riyan
Perhatian Sang Kapten
Rasa Kekecewaan
Es krim keberuntungan
Kasmaran Ala Rena
Camping
Sedingin kabut
Kenapa takut gelap?
Aku disini, Riyan
Gosip tentang Riyan
Bunga dari Riyan
Tetaplah bersamaku, Riyan
Epilog
Extra Part

Hujan Kesedihan

6.1K 317 9
By moonlittype

Sekolah akan mengadakan acara ulang tahun nya malam ini. Semua siswa dan siswi pun mendapatkan undangan yang disebarkan oleh anggota OSIS. Acara akan dilaksanakan di Hotel Angkasa dengan berbagai penampilan yang seru.

Rena yang sedari tadi membaca isi undangan itu pun bingung. Pasalnya ini pertama kalinya sekolah merayakan hari jadi nya sendiri. Sebelumnya tidak pernah diadakan pesta yang bertema kan ulang tahun sekolah.

Rena menelungkupkan kepala nya. Ia mengantuk. Rena tidur terlalu malam karena sibuk memikirkan acara pesta ulang tahun itu. Ia tidak tau harus ikut atau tidak.

Rasa bosan yang menerpa akhirnya Rena membuka instagram. Sesekali ia menyukai foto dari temannya itu. Namun ada satu foto yang ia kenali. Sebuah foto Riyan bersama dengan anak-anak futsal lainnya. Terutama didalam sana juga terdapat Tania.
Rena tidak cemburu.

Meskipun dirinya dan Riyan belum pernah mengabadikan moment mereka berdua bersama. Bagi Rena itu tidak penting. Yang terpenting adalah ia bisa secara langsung bersama Riyan. Walau saat-saat itu jarang sekali terjadi.

Karena tidak bisa tidur, Rena melangkahkan kakinya menuju perpustakaan sekolah. Setidaknya jika ia didalam sana ia bisa merasakan ketenangan.

Letak perpustakaan tidak jauh dari kelasnya. Hanya cukup menuruni satu anak tangga, berbelok ke kiri. Perpustakaan berada disamping ruang guru.

Rena mulai membaca buku yang sudah ia pilih di rak khusus novel. Setidaknya ia akan mengantuk jika membaca buku. Jadi, ia akan mudah untuk tertidur dengan cepat.

Halaman pertama novel yang ia baca sudah membuat mata coklat gadis itu mengantuk.

"Kalo kamu sakit atau gak enak badan mendingan di UKS aja. Kan jadi bisa istirahat."Revan kini memergoki anak didiknya itu yang sedang ingin tertidur di perpustakaan.

Rena menunjukkan deretan gigi nya yang rapi. "Niat kesini emang mau tidur, Kak."

"Kebiasaan selalu aja ngantuk."

Rena tersenyum simpul. "Kakak kenapa ada disini? Lagi membaca sesuatu disini?"

"Memangnya saya tidak boleh ada disini?"

"Boleh sih, Pak. Hehe."

Rena kembali melanjutkan bacaan novelnya itu. Satu demi satu ia baca. Hingga kantuknya semakin besar. Rena mengantuk. Dan ia tertidur dengan pulas.

Sementara itu dari kejauhan, Riyan melihat Rena tengah duduk bersebelahan dengan kakak tiri nya itu. Ada rasa berbeda disaat ia melihat kejadian itu. Rasa cemburu melihat gadisnya di dekati oleh orang lain.

Sebenarnya ia sangat menyayangi gadisnya itu. Entah mengapa ia tidak bisa memperlakukan gadis itu menjadi istimewa. Mungkin karena hatinya masih trauma dengan wanita. Ia takut tersakiti sama seperti apa yang dilakukan ibunya terhadap ayahnya dulu.

"Aku gak tau gimana caranya, Ren. Rasanya aku gak bisa bikin kamu bahagia terutama dengan caraku sendiri."Lirih Riyan dengan kecil.

Lalu ia melangkahkan kakinya keluar dari perpustakaan membiarkan Rena terlelap di kursi perpustakaan itu.

Cowok bertinggi 175cm itu melangkahkan kaki menuju rooptof gedung sekolah nya. Menikmati angin kencang yang menerbangkan dasinya. Seragam putih abu-abu nya itu terlihat melambai karena angin disini sangat kencang.

Lalu, ia terduduk disana. Memeluk kaki nya dengan erat. Segala macam pikiran ia pikirkan. Tentang keluarga barunya, tentang Rena, tentang ekskulnya serta remedial bahkan tentang kebencian Dika.

Tidak bisakah ia hidup normal seperti anak lainnya yang terbebas dari masalah?

Dihirup nya dalam-dalam hembusan udara. Pandangannya menatap gedung-gedung pencakar langit yang tinggi itu.

Riyan meletakkan jaket yang dibawa nya untuk digunakan sebagai alas tubuhnya. Silau nya matahari tidak menyurutkan niatnya untuk berpaling dari tempat ini.

"Jadi begini kalo gaada guru? Kerjaan kapten futsal sekolah ini."Deas kini sudah berada di belakangnya.

Riyan bangun dari tidurnya itu. Ia bersikap datar dengan sahabatnya Rena itu. Tanpa menjawab sapaan dari Deas sedikitpun.

"Pantes aja Rena suka mikirin lo dan ngomel-ngomel kalo abis ketemu lo. Ternyata respon lo datar dan dingin. Gak ada jawaban apapun."sindir Deas dengan sengaja.

Riyan yang merasa tersindir akhirnya membuka suaranya. "Mau apa lo kesini?"

"Lo kenapa ada disini? Kenapa gak sama Rena. Dia itu perhatian lo sebagai pacarnya. Rena bukan anak yang aneh-aneh kok."

Riyan berdecak. "Gue harus apa?"

"Inti nya lo jangan pernah kecewain dia lagi. Lo gak tau kan gimana sedihnya dia karena keluarga nya yang pecah."

Riyan menaikkan alisnya bingung. "Keluarga dia pecah?"

Deas tertawa dengan sinis. "Bahkan lo cowoknya gak tau apa-apa tentang Rena. Hidup lo itu terlalu pendiam. Mendingan mulai dari sekarang lo bersikap terbuka kepada siapapun. Termasuk Rena. Karena dia tulus."

Riyan memikirkan perkataan Deas barusan. Keluarga Rena menjadi terpecah. Mungkin beberapa kali ia menemui Rena dipinggir jalan karena Rena sedang merasa kesepian dan butuh teman.
Riyan mulai larut dengan pikirannya.
"Semua nya ada ditangan lo. Kalo lo cuman main-main mendingan lo putusin dia. Karena dia sudah cukup sakit karena lo, Riyan Mahendra."Deas pun mengatakan segala isi hati Rena.

Dia bukan seorang cepu atau apapun. Ia tidak ingin melihat sahabatnya itu bersedih.

***

Rena membuka matanya. Tertidur di perpustakaan rasanya menyenangkan. Rasa kantuknya sudah hilang ditambah lagi ia bisa 'numpang adem' di dalam perpustakaan ini juga.

Rena menutup buku novel milik perpustakaan itu. Buku itu sudah membantunya untuk menutupi wajahnya yang aib ketika ia tertidur. Rena memperhatikan sekitarnya. Tidak ada orang, namun ia mendengar suara tarikan napas seseorang yang tengah tertidur.
Karena penasaran, Rena melihat siapa yang tengah tertidur disampingnya itu. Seorang laki-laki yang menggunakan jaket abu-abu untuk menutupi wajahnya. Merasa tidak ingin menganggu, Rena mendorong kursinya pelan agar tidak menganggu.

"Pa, Riyan takut...."lirih lelaki itu yang ternyata didengar oleh Rena.
Rena yang mendengar suara itu langsung mendekati kursi itu.

"Riyan? Riyan kamu kenapa? Riyan.." Sahut Rena yang berusaha membangunkan lelaki itu.

Riyan masih saja mengigau dengan lirih. "Pa, Riyan gak bisa berlama-lama tinggal sama mereka."

Rena yang mulai panik kini menepuk pundak Riyan agar ia terbangun dari mimpi buruknya itu. "Riyan... Riyan bangun, ada aku disini. "

Riyan masih mengigau dengan mimpi nya sendiri.

"Riyan... Riyan... Ada aku disini, kamu gak perlu takut apapun."Rena kini masih membangunkan pacarnya itu.

Akhirnya Riyan menbuka mata nya dengan napas terengah-engah. Ia mimpi buruk lagi. Riyan menghela napas sejenak. Berusaha menetralkan segala rasa takutnya itu. Rasa yang selama ini seakan menghantui dirinya.

Dipeluknya Rena begitu saja oleh Riyan dengan erat.

"Aku takut, Rena..."lirih Riyan dengan pelan.

Rena kembali memeluk kekasih nya itu. Ia berusaha untuk menenangkan rasa takut yang menghantui Riyan.

"Kamu gak perlu takut lagi, Riyan. Aku kan ada disini."Ujar Rena dengan tersenyum.

Riyan kemudian melepaskan pelukan itu. Mata nya menatap Rena dengan teduh. "Sori, gue gak sengaja." Kata Riyan dengan datar.

Rena menunduk. "Kalau kamu ada masalah, kenapa kamu gak pernah cerita sama aku?"

Riyan mengambil jaketnya itu lalu hendak pergi. "Gue lupa, ada janji sama pelatih PMR. Gue duluan."katanya dengan singkat.

Bahkan dia tidak pernah menganggap aku ada disisi nya. Cepat atau lambat rasa letihku akan hadir.

***
Rena menatap dirinya di depan cermin kamarnya. Senyuman manis ia tujukan untuk beberapa saat itu. Ia melepaskan kacamata yang biasa digunakannya karena hari ini ia tidak memakainya. Dioleskan lagi lipstik merah di bibirnya yang tipis itu. Rena memang tidak bisa berdandan berlebihan. Jadi ia memakai make up natural untuk acara malam ini.

Dengan menggunakan balutan dress biru muda selutut serta wedges setinggi 5cm itu Rena akan menghadiri acara ulang tahun sekolahnya. Rena jarang sekali berpenampilan seperti ini, biasanya ia hanya lebih suka memakai pakaian casual saja.

Rena berjalan menuruni tangga rumahnya. Ia berpamitan dengan kedua orang tuanya itu. Dirumahnya hanya ada Mama nya tidak dengan Papa nya.

"Papa masih belum pulang, Ma?"tanya Rena dengan sedih.

Wajah Giya terlihat seperti menahan luka. Ingatan luka itu masih membekas hingga saat ini. "Besok dia akan pulang. Kamu kangen ya?"

Rena mengangguk. Ia merindukan waktu nya bersama orang tuanya seperti saat ia masih kecil dulu. Bahkan ia sering berharap dikala senja agar kembalikan kehidupannya yang dulu.
Namun senja tidak mendengarnya.

"Anak mama udah cantik. Pulang jam berapa nanti, biar Pak Mamad yang jemput kamu."

Rena menggeleng pelan. "Nanti Rena bisa pesan ojek online atau pulang naik taxi aja, Ma."

Giya tersenyum dengan singkat. "Hati-hati ya. Mama sebenernya agak khawatir sama kamu."

"Tenang aja, Ma. Rena bisa jaga diri kok. Lagian kan disana juga ada Deas jadi dia selalu sama Rena terus kok."Jelas Rena dengan menggenggam tangan Mama nya itu.

Lampu-lampu penghias yang terletak di pinggir kolam itu membuat keadaan menjadi lebih Indah. Musik klasik mengalun dengan lembut membuat keadaan semakin gemerlap. Tidak hanya itu, terdapat beberapa bazzar yang menjual berbagai macam pernak-pernik dalam acara ini.

Rena melenggang masuk menuju lokasi di dalam hotel yang tertulis di dalam undangan itu.

Tidak disengaja, ia bertemu dengan Riyan. Mata Rena seakan tidak bisa berkedip melihat penampilan Riyan saat ini. Riyan begitu tampan. Senyuman sumringah Rena ia tujukan di hadapan Riyan itu. Rena masih terpana dengan penampilan Riyan itu.

"Liatinnya biasa aja. Gausah lebay!"Riyan berhasil membuyarkan Rena.

Rena tersipu malu. "Kamu keren tau. Keren banget ya untung aja Semesta menakdirkan kamu bersikap dingin. Jadi aku gak perlu cemburu deh."

"Lo juga biasa aja. Enggak cantik-cantik amat."Ledek Riyan dengan sengaja.

Rena memperhatikan penampilannya sekilas. Memang, ia tidak secantik wanita yang lain. "Emang begini kok. Makasih loh atas kejujurannya, Riyan."

"Gue tadi cuman bercanda. Lo cantik pake banget."

Rena tertawa malu. Baru dikatakan cantik saja ia sudah terbang hingga ke langit. "Makasih, Riyan."

Rena bersama Riyan melangkahkan kaki mereka bersama. Dinginnya malam tidak merubah kehangatan mereka berdua untuk pertama kali nya. Tidak pernah Riyan menggandeng tangannya seperti ini.
Bintang di langit mulai bermunculan. Terang benderang layaknya perasaan bahagia yang menghinggapi Rena.

Acara belum juga dimulai, sehingga ia bisa menikmati malam yang panjang bersamaan dengan genggaman tangan Riyan di tangannya. Rena mengikuti arah Riyan yang berkumpul bersama teman-teman nya itu. Rena mengenali mereka semua, namun mereka tidak mengenali Rena.

Sesekali Riyan menatap mata nya dengan dalam. Sesekali pula ia berbicara dengan temannya itu dengan asyik sehingga membiarkan Rena terpaku dengan pikirannya sendiri.

Rasa bosan membawa Rena untuk berpindah ke tempat lainnya. Mulai berbaur dengan siswa atau siswi lainnya. Selain itu ia juga menunggu kehadiran sahabatnya, Deas. Hingga saat ini Deas belum juga datang.
Rena kini memutuskan untung berada di depan kolam renang. Melihat bayangan dirinya sendiri yang juga seakan menikmati malam ini juga. Langit yang mendung juga tetap menampilkan bintang-bintang indah di langit. Rena memperhatikan Riyan yang masih saja sibuk dengan teman-temannya itu.

Sudah biasa Rena mendapatkan sikap seperti itu. Sepertinya sebutan 'kekasih yang tak dianggap' pantas menjadi panggilannya. Pesta ulang tahun sekolah SMA Kusuma tidak hanya dihadiri oleh warga sekolah saja. Tetapi beberapa sekolah yang sudah lama bersahabat pun boleh datang.

Segerombolan wanita yang diketahuinya berasal dari anggota ekskul cheerleader sekolah sebelah membuat Rena cemburu. Pasalnya dengan mudahnya para gadis itu bersalaman dengan Riyan. Tidak dengan dirinya.

Rena tidak boleh egois. Dengan menjadi kekasih seorang Riyan itu artinya ia sudah menetapkan hati dan percaya pada lelaki dingin itu.
Awan mulai terlihat menghitam. Hujan akan turun dengan deras. Petir juga mulai terdengar dari kejauhan disana. Dinginnya malam membuat Rena mendekap kedua tangannya itu.

Byur!

Suara deburan air itu berhasil membuat semua orang ingin mencari tau darimana bunyi itu. Riyan yang sedari tadi berbicara dengan teman-temannya mendadak memicingkan matanya. Riyan segera menghampiri kolam renang itu untuk melihat siapa yang tercebur kolam.

Mata nya membulat ketika ia melihat yang tercebur adalah Rena. Riyan segera menolong kekasihnya itu yang kini sudah basah kuyup karena air kolam itu. Dinginnya air kolam tidak menyurutkan ia untuk menolong Rena yang tengah berusaha menuju pinggir kolam.

"To--tolong."lirih Rena dengan pelan. Napasnya sudah hampir habis.
Dengan membuka jaket yang ia kenakan terlebih dahulu, Riyan segera menginjakkan kakinya di dasar kolam renang. Dinginnya air tidak ia pedulikan. Sebagai anggota PMR ia harus menolong siapapun dan dalam keadaan apapun.

"Riyan, tolong aku."lirih Rena dengan pelan.

Riyan segera menarik dan membawa Rena ke pinggir kolam. Semua orang yang hadir turut memperhatikan mereka berdua. Tidak peduli seberapa banyak orang yang melihat kejadian ini, ia hanya peduli dengan gadisnya itu. Riyan berhasil membawa Rena ke pinggir kolam.
Kedua nya basah kuyup karena air kolam yang dingin itu. Beruntung saja Rena tidak pingsan. Ia masih dalam keadaan sadar. Raut wajah Rena seakan ketakutan sekali. Hembusan angin semakin membuatnya merasa kedinginan.

Riyan segera membawa Rena ke dalam ruangan yang disediakan sekolah jika terjadi hal yang diinginkan. Dibawa nya Rena yang basah kuyup begitupun dengan dirinya. Riyan tau semua mata memperhatikan kedua nya.

Ruangan yang bercat dasar biru itu terdapat peralatan PMR yang memang sudah disediakan. Riyan segera memberikan Rena handuk untuk menghangatkan dirinya. Ia tau kalau Rena merasa kedinginan.

"Lo itu selalu aja buat masalah. Lo tau kan ini acara besar. Seharusnya lo gausah buat banyak masalah."Kata Riyan dengan datar. Sorot mata nya setajam elang seakan menusuk.

Rena menatap lelaki di hadapannya itu dengan takut. "Maafin aku, Riyan. Tadi bener-bener gak sengaja. Aku tadi di dorong sama orang lain."

"Gausah ngelibatin ini dengan orang lain. Gue tau lo emang ceroboh."

"Tapi emang bener aku didorong, Riyan... "ujar Rena dengan pelan.

Riyan tidak percaya akan hal itu. "Gausah berimajinasi. Mendingan lo jujur aja ngapain sih bohong. Jujur aja kalo lo itu selalu ceroboh."

Rena menitihkan setetes air mata. Bahkan Riyan tidak mempercayai dirinya. "Aku memang selalu ceroboh. Ya aku memang ceroboh."

"Sekarang lo tunggu gue disini. Jangan ngebantah."

Hujan deras mulai turun.
Rena melangkahkan kakinya keluar. Ia berniat untuk pulang kerumah. Jika melihat keadaan dirinya sendiri. Rena tidak yakin akan berani kembali ke dalam acara itu lagi. Dengan menenteng wedges miliknya itu ia berniat untuk kembali ke rumah.

Hujan yang turun dengan deras tidak menyurutkan niatnya itu. Ia tidak ingin merepotkan Riyan lebih lama. Jadi sudah seharusnya ia mengalah dan pulang. Sudah banyak kecerobohan yang ia torehkan.
Langkahnya terhenti saat seseorang mengenggam tangan dinginnya itu. Gadis itu terkesiap dan membalikkan tubuhnya.

"Lo mau kemana? Ga denger tadi gue bilang apa?"kata lelaki itu dengan dingin.

Rena tidak peduli dengan hujan yang turun membasahi kepala nya itu. Rasa kekecewaan nya kini lebih besar dari apapun itu. Bukan sekali ini aaja ia merasa kecewa. Namun berkali-kali karena kesalahan orang yang sama.

"Aku mau pulang."kata Rena dengan singkat.

"Ini hujan deras. Mendingan lo sekarang masuk lagi karena keadaan lo udah basah kuyup. Gue gak mau ambil resiko. Sekali aja ngertiin gue bisa kan?"Riyan kini mulai emosi.

Rena menangis. Untung saja air hujan menutupi rasa kesedihannya. "Kamu yang selalu aku ngertiin. Seharusnya kamu yang ngertiin aku saat ini, Riyan. Sekarang aku ingin tanya, apakah kamu mencintai aku?"
Riyan terdiam. Ia tidak menjawab sepatah kata apapun.
"Dan sekarang aku yakin, ada kamu ataupun tidak. Aku tetap saja sendiri. Mencintai kamu sendirian. Sudah seharusnya rasa cinta tidak hadir diantara kita."Rena kini benar-benar menangis.

Riyan membeku. Dalam hatinya ia mencintai gadis dihadapannya itu. Namun mengapa ia tidak juga mengatakan yang sejujurnya.

"Setelah lama aku menanti. Menahan rasa letih yang selalu kamu goreskan untukku bersamaan dengan luka, aku tau jawabnya sekarang. Kamu tidak akan pernah mencintai aku."Jelas Rena kembali.

Riyan menghela napas sejenak. "Rena, gue itu bener-bener sayang sama lo cuma----"

"Bahkan aku tidak diizinkan untuk memiliki nomor telepon kamu, diizinkan mencari tau dimana alamat rumah kamu, dan satu lagi kamu tidak pernah mau bercerita tentang masalah apa yang sedang kamu hadapi saat ini."

Riyan mendadak kelu. Rasa trauma dengan wanita membuatnya bersikap egois.

"Aku tau segala nya tentang kamu, Riyan. Tapi jika ditanya apakah kamu tau tentang diriku rasanya tidak."Rena kini mulai menceritakan segala isi hatinya yang selalu dipendam.

Riyan memekik kaget. Ia bisa merasakan bagaimana perasaan Rena selama ini namun bibirnya tidak bisa berkata apa-apa.

"Bahkan kamu lupa dengan janji yang kamu buat sendiri. Aku selalu menunggu kedatangan kamu. Nyatanya, kamu tidak pernah datang."lirih Rena kembali.

Riyan menatap gadisnya dengan sedih. Ia tidak bisa menghapusnya, tak bisa mendekatinya, tak bisa menghiburnya dan membuatnya kembali tersenyum.

"Sekarang, aku gak tau harus bagaimana lagi untuk mencairkan hati kamu itu."

"Gue sayang sama lo, Rena. Tapi gue takut."

Rena membasahi bibirnya. "Kamu takut karena masa lalu kamu? Jadi sudah jelas, Riyan. Kamu tidak akan pernah bisa menganggap aku ini ada."

"Gue selalu anggap lo ada, Rena."Kata Riyan dengan emosi.

"Bagaimana bisa kamu menganggap aku ada kalau kamu sendiri belum bisa berdamai dengan masa lalu?"

"Maksudnya?"

"Kamu harus beradaptasi dengan keluarga baru kamu. Jangan kecewakan mereka hanya karena masa lalu kamu yang kelam. Aku tau rasanya ditinggal oleh orang yang kita sayang. Tapi itu bukan alasan kita untuk membenci orang lain kan?"

Riyan tertawa singkat. "Revan sudah banyak cerita dengan lo ya?"

"Aku yang memaksa Kak Revan untuk menceritakan segala nya. Pesanku, berdamailah dengan masa lalu dan beradaptasilah dengan keluarga baru kamu, Riyan."Kata Rena yang tiba-tiba berlalu begitu saja.

Seluruh jiwa Riyan meluap. Ia tidak ingin kehilangan orang yang ia sayang untuk kedua kalinya. Riyan tidak pernah berniat untuk membenci masa lalu nya yang kelam. Namun ingatan kematian ayahnya selalu menari-nari di pikirannya.

Menatapi kepergian Rena tanpa tau kalau ia menyayangi gadis itu.
Bahkan selama hampir satu tahun ini hubungannya dengan Rena tidak berjalan mulus. Riyan terlalu menyakiti hati Rena.

"Seharusnya kamu tidak pergi dariku, Rena Zakilah. Karena kamu tidak mencintai aku sendirian."Lirih cowok itu dengan penuh penyesalan.

***

Revan memperhatikan gadis yang basah kuyup itu dari kejauhan. Dengan membawa sebuah payung, Revan berjalan mendekati gadis yang penuh kesedihan itu. Mata nya menatap langit yang masih menurunkan hujan dengan derasnya.
Revan menghalangi derasnya air hujan dengan payung hitam yang ia bawa. Senyuman kekhawatiran ia tujukan kepada gadis itu. Jantungnya berdegup lebih cepat daripada biasanya.

"Sebaiknya kamu pakai payung saya ini. Lihatlah dirimu. Basah kuyup. Saya tidak mau mengambil resiko kalau besok kamu tidak masuk."Kata Revan dengan tenang.

Rena tersenyum simpul. "Dingin nya hujan malam ini bisa saya taklukan, Kak. Tapi untuk menaklukan dinginnya hati Riyan saya menyerah."

"Tapi saya bangga karena kamu berani menyuruh Riyan untuk melupakan masa lalu nya. Sekarang berhentilah menangis."

Rena menatap mata teduh Revan dalam-dalam. "Mengapa Riyan membenci orang sebaik dan seperhatian kakak? Seharusnya ia merasa beruntung bisa memiliki seorang kakak kayak Kak Revan."

Revan tertawa dengan ramah. Senyuman tidak pernah ia lepaskan dari hadapan gadis ini. "Karena tidak semua orang bisa berdamai dengan masa lalu."

"Saya tidak tau harus bagaimana lagi setelah ini. Saya harus tetap berada disampingnya atau pergi meninggalkan nya bersama luka."lirih Rena dengan pilu.

Sejujurnya ia tidak ingin menutup kisanya dengan kesedihan.
Revan memegang pundak gadis dihadapannya itu. "Jangan pernah menyerah. Satu hal yang harus kamu tau, kamu adalah sesuatu yang berarti di dalam hidupnya."

Rena mengangguk mengerti. Dia tidak akan menyakiti hati orang lain karena rasanya begitu menohok hati.
"Sekarang saya antar kamu pulang ke rumah."

Apakah ini sebuah akhir?

Continue Reading

You'll Also Like

2.3M 82.1K 29
Hanya sebuah cerita pasaran tentang sebuah pernikahan yang terjadi karena perjodohan, yang di perankan oleh Saskia Ariana Mardian dan Damar Putra Rah...
548K 47.5K 38
Tidak terima dijodohkan, Reina Dhananjaya, mahasiswi semester akhir yang bandel, berupaya keras agar perjodohannya dengan Ivander dibatalkan. Reina...
224K 12.6K 50
Centana, perempuan 30th yg memiliki trauma pada pernikahan, tiba-tiba harus dihadapkan dengan sebuah insiden mengejutkan. Ia terbangun dan mendapati...
25.3K 1.4K 50
Alfian and Almira's stories # 1 - wettyindo Oktober 2020 # 1 - watty Indonesia Oktober 2020