School's Bell

By Alya_M24

51.2K 4.2K 358

Seperti biasa di pagi hari anak-anak datang memasuki lingkungan sekolah. Niat mereka untuk menimba ilmu, namu... More

Chapter 1 [Terlambat Pulang]
Chapter 2 [Bel yang Tak Mau Berhenti]
Chapter 4 [Ada dua?]
Chapter 5 [Ending..]
Sequel sudah dipublish!
Bukan Update: FF BARU

Chapter 3 [Sosok Lain]

7.1K 743 75
By Alya_M24

Tiada hentinya bel berbunyi. Malah bunyinya semakin bising seperti ada yang menaikkan volumenya. Merasakan keadaan setegang ini membuat Hana menangis ketakutan. Jin yang berada di sebelahnya menenangkan Hana. Sedang mengamati setiap sudut tempat dengan jeli, si penjaga sekolah tiba-tiba terlihat aneh.

"Apa yang terjadi padamu?" tanya Jimin panik.


"Ce-patlah- pergi- atau kau- akan- merasakan- pende-rita-an dari-nya" perintahnya yang nampak seperti tercekik.

Sangat terpaksa Jimin harus meninggalkan teman barunya alias si penjaga sekolah ini dengan kondisi mengerikan. Ketika Jimin menoleh ke belakang untuk mengajak teman-temannya, rupanya mereka sudah hilang entah ke mana. Mereka sepertinya telah pergi mendahului Jimin. Dalam pemikiran Jimin sekarang adalah yang penting ia menjauh dari sini secepat mungkin. Jimin asal mengambil arah dan hanya terus berlari. Terpenting ia bisa lebih jauh dan jauh lagi. Kalau ia beruntung, pintu keluar akan menampakkan diri di depan mata.

Lelah memang berlari terus tanpa henti, namun hanya itu jalan satu-satunya untuk melarikan diri. Ia akan terus berlari sampai kakinya tak mampu lagi. Seiring waktu berlalu, tenaga Jimin melemah. Persediaan tenaganya telah menipis menyebabkan pergerakan kaki Jimin melambat. Tetap ia paksa kakinya berlari. Keringatnya menetes ke lantai pada setiap langkah. Berpuluh-puluh langkah ke depan, tenaganya benar-benar habis tak ada sisa. Berbeloklah anak ini ke sebuah kelas agar ia bisa beristirahat sebentar dengan tenang.

Alasan ia memilih kelas sebagai tempat beristirahat adalah untuk bersembunyi kalau-kalau hal tak diinginkan terjadi di lorong. Contohnya seperti kedatangan makhluk halus itu yang wujudnya sama sekali belum dia ketahui.


5 menit sudah lewat. Tenaganya belum juga terisi penuh. Andai tenaga manusia dapat diisi dengan cepat seperti bahan bakar pada mobil, mungkin ia tak perlu menunggu selama ini. Menunggu membuatnya bosan, iseng-iseng ia memainkan ponsel mencari hiburan. Sebuah ide muncul begitu saja belum lama ia memainkan ponsel miliknya. Terpikir oleh lelaki ini untuk menghubungi orang tua atau kerabat dekat dengan tujuan meminta tolong. Mungkin mereka akan menganggap Jimin gila, tapi ia berharap mereka bisa datang ke sini mendobrak pintu sembari membawa pihak berwajib.

Coba ia mengubungi ibunya. Baru saja orang pertama yang ia hubungi, tapi gagal. Ponselnya mengatakan " Pulsa anda tidak mencukupi untuk melakukan panggilan". Tangannya gatal ingin melempar ponselnya keluar jendela. Tapi ia menahan mimpinya itu karena ponsel ini didapatkannya dengan susah payah. Bertahun-tahun ia menabung hanya untuk satu ponsel ini. Selama itu seringkali saat uangnya sudah mencukupi, ternyata ada kebutuhan lain yang lebih mendesak sehingga harus mengorbankan uang-uangnya itu begitu saja.

Mengingat keinginannya tadi untuk melempar ponsel keluar jendela, ide kedua muncul. Segera ia menghampiri jendela yang ada di dalam kelas ini. Jendela ia buka dengan mudah sebab tak terkunci. Namun baru Jimin sadari bahwa seluruh jendela di sekolahnya dipakaikan jeruji besi. Banyak faktor pemicunya, salah satunya akibat ulahnya juga. Pernah beberapa kali ia mencoba kabur lewat jendela dan tertangkap basah oleh guru bahkan kepala sekolah. Mulai semester sekarang pengamanan semakin diperketat dengan dipasangnya jeruji besi. Yang bisa keluar-masuk jendela hanya angin yang berhembus.


Secara samar terdengar bunyi lain di luar kelas selain bunyi bel.

"Sial!" umpat Jimin kesal.

Dirinya mulai diliputi keputus asaan. Perkiraannya itu adalah suara si makhluk halus alias hantu. Bola matanya penasaran sehingga mengintip ke luar lewat lubang kunci yang ada di pintu. Bola mata muncul di lubang kunci dari luar sana. Entah bola mata milik siapa, tapi itu membuat jantung Jimin seolah akan meledak. Teriakan kaget sudah berada di ujung tenggorokan. Semampunya Jimin menahan itu. Di pintu Jimin diam dengan tujuan menahan pintu jika ada yang mencoba membukanya. Memastikan orang misterius itu masih ada atau tidak, Jimin mengintip lagi lewat lubang kunci. Yang muncul di lubang pintu adalah lubang hidung seseorang.

"Jin, jangan bermain-main di situasi seperti ini!" tegur Jimin membuka pintu.

Hidup tak sesuai perkiraannya. Sosok yang berada di hadapannya bukan Jin, melainkan seorang perempuan dengan pakaian seragam sama. Bedanya, sudah pasti ia memakai rok dan kondisinya lusuh layaknya pengemis. Rambutnya diikat dua juga berantakan. Kepalanya menunduk membuat Jimin tak dapat melihat wajah gadis ini.

"Hana? Tapi penampilan Hana tidak begini tadi... hhmm..." lelaki ini diam berpikir.

Kepala perempuan itu mengangkat ke atas menatap Jimin. Dengan kedua mata putihnya membuat Jimin gemetar seketika. Celananya hampir basah karena Jimin hendak mengompol. Gadis tersebut tersenyum manis pada Jimin, atau lebih pasnya tersenyum mengerikan.


"Oppa, mari main denganku.." ajaknya senyum menunjukkan gigi-gigi tajam.

Mengalahkan kecepatan kilat Jimin menutup pintu. Degup jantungnya berpacu sangat cepat. Tubuhnya ter basahi keringat ketakutan. Sekilas gadis itu terlihat sangat asing. Namun Jimin mencoba mengingat keseluruhan wujud gadis aneh itu secara lengkap. Suatu hal nampak sama dengan seseorang. Gadis tadi memakai liontin hati berwarna silver. Sedangkan liontin itu tak asing bagi Jimin. Sekeras mungkin ia mencoba mengingat hal lain yang ada kaitannya dengan liontin hati tersebut.

"Mana mungkin.."

.........................

Kaki-kaki Jungkook menghantam lantai menyusuri lorong yang memanjang lurus. Bel yang terus menghantuinya membuat langkahnya semakin lama semakin cepat.

"Jungkook!" panggil seseorang.

Sontak Jungkook menghentikan langkah. Antara bahagia dan takut Jungkook menoleh ke belakang.

"Jin, kau ada di sini?" tanya Jungkook yang terkejut.

Jin melangkah maju menuju Jungkook.

"Ayo kita pergi dari sini!" ajak Jungkook pada Jin.

"Tidak" jawab Jin singkat.


"Kenapa?" heran Jungkook.

Salah satu sahabat Jungkook ini pun membawanya ke arah lain.

"Kau mau ke mana?" tanya Jungkook lagi.


"Ikuti aku jika kau ingin selamat" kata Jin membuat Jungkook yakin.

Ikutlah Jungkook dengan Jin. Ruangan yang dituju adalah lab sains.

"Untuk apa kita ke sini?" bingung Jungkook menengok ke sana-sini.

Jin tidak segera menyahut, ia malah disibukkan dengan melihat-lihat sekitar.

"Jin! Jawab aku!" teriak Jungkook sedikit kesal.

Dengan perlahan Jin berbalik ke arah Jungkook.

"Sepertinya di sini aman... Tak akan ada yang menemukan kita.." jawabnya memantau sekitar.

Perasaan Jungkook lumayan lega. Mungkin ia tak perlu bertatap muka dengan hal-hal ganjil yang mengerikan.

"Jungkook.." panggil Jin menatap Jungkook dengan lurus.


Alis Jungkook terangkat seperti bertanya "apa?". Selangkah demi selangkah Jin maju mendekati Jungkook. Apa yang ia lakukan selanjutnya? Bak kecepatan kilat, tangan Jin bergerak menuju leher Jungkook lalu mencengkeramnya.


"Apa kau gila?!" teriak Jungkook berusaha melepaskan tangan Jin dari leher.

Nafasnya mulai terhambat sehingga sesak. 'Aku harus bagaimana?' pikir Jungkook yang benar-benar terancam.

Kembali ke Jimin. Hatinya bimbang, menurutnya jika ia tetap diam di sini maka pintu keluar tak akan ia temukan segera, namun jika ia bergerak keluar maka hal abstrak yang aneh dan mengerikan itu harus ia hadapi. Haruskah ia menunggu fajar tiba? Itu terlalu lama. Kondisi ruangan kelas ini juga gelap membuatnya tak bisa melihat apa pun. Cukup tak enak juga berdiam di tempat yang begini. Ditemani bunyi bel yang terus mengalun meramaikan telinganya, Jimin berpikir. Sematang mungkin ia mempertimbangkan keputusannya. Sampai akhirnya sebuah keputusan ia raih.

"Mari kita bertatap muka para makhluk astral.." ucap Jimin memasang senyum berani.

Lebar-lebar dan tanpa ragu pintu dibuka. Lorong mengerikan ini menyapanya dengan suara-suara aneh. Bukan takut, namun ia semakin berani. Kaki berpacu membelah udara yang ia lewati. Suara seorang gadis yang memanggil-manggilnya muncul dari belakang seperti mengikuti. Langkahnya semakin kencang agar bisa segera keluar dari malam terkutuk ini. Tangga tertemukan, turunlah ia menginjak satu-persatu anak tangga. Kesal rasanya jika seperti ini caranya karena memakan waktu lama. Ide gilanya muncul, dirinya menaiki pagar tangga lalu meluncur ke bawah di atas pegangan pagar tersebut.

Cara ini ia yakini lebih cepat dan praktis juga tidak menguras banyak tenaga. Berlari kembali menginjak setiap permukaan lantai yang ada di depannya. Arah mana pun ia lalui yang penting semakin jauh dan jauh dari tempat tadi. Semakin jauh ia dari sana, maka ia bisa semakin aman dan mudah dalam mencari pintu keluar. Sudah sekencang mungkin lelaki ini berlari, tapi harus terhenti karena suatu hal.

"Kalian di mana? Aku sendirian, tolong aku!" suara kali ini berbeda dengan suara gadis misterius tadi.

Ini memang terdengar normal tanpa ada efek menyeramkan. Persis seperti suara Hana, mungkinkah itu dia? Jimin menengok ke sana-sini. Tak ada siapa pun di sekitar. Jadi di mana Hana sebenarnya? Kelas terdekat ia tengok isinya. Suatu kelas yang tak jauh dari Jimink ternyata ada penghuninya. Siapa itu? Di sanalah Hana berada. Bersama Jimin, Hana berlari mencari tangga yang bisa membawa mereka ke lantai dibawahnya. Dengan begitu jarak mereka dengan pintu keluar semakin dekat.

"Apa kau tahu ke mana Jin pergi?" tanya Jimin bingung.


"Entahlah, aku juga kehilangan jejaknya.." rupanya Hana sama-sama bingung.

"Kenapa saat berlari kau tidak mengajakku? Jadi aku berlari sendirian.." kesal Jimin yang sebenarnya takut ketika itu.

"Maafkan aku, tadi aku sangat ketakutan sampai lupa pada siapa pun dan hanya memikirkan diriku-sendiri, hehehe..." hanya permintaan maaf dan senyum unjuk gigi yang bisa ia beri.

Terus kaki mereka berpacu bergesekan dengan lantai. Nafas semakin sesak karena dicekik rasa takut juga lelah. Tidak ada lagi waktu untuk mengisi tenaga. Di kala terdesak mana mungkin terpikirkan untuk diam sejenak. Yang ada di benak mereka hanya lari, lari dan keluar dari sini. Perjalanan tak semulus yang diharapkan. Tanpa penyebab yang jelas Jimin jatuh ke lantai. Ia merasa seolah ada yang menarik kakinya sehingga kehilangan keseimbangan.

Tawa pun terdengar. Menyebalkan juga jatuh malah ditertawakan.

"Kenapa kau malah menertawaiku?!" emosi Jimin yang berusaha bangkit.

Beserta wajah kesalnya Jimin menengok ke Hana. Tampaknya ia mendapatkan kejutan yang lebih indah daripada kejutan ulang tahun. Apa itu? Sosok gadis yang rambutnya diikat dua muncul kembali menggantikan kehadiran Hana yang seharusnya berdiri di tempat itu. Rahang Jimin benar-benar hampir copot melihat sosok tersebut. Bola matanya juga seperti akan terlempar keluar. Bercucuran keringat dingin di sekujur tubuhnya.

"Sepertinya aku harus pergi.." pamit Jimin tersenyum unjuk gigi lalu berlari sekencang mungkin.

Jangan kira ia akan lolos begitu saja dengan mudah. Semakin ia melangkah maju, semakin berat untuk mengambil langkah. Seakan ada yang menarik tubuhnya dari belakang. Jimin tak menyerah, terus ia berlari. Sayangnya usaha tersebut tak berhasil. Kuat sekali kekuatan yang menariknya. Terseretlah ia ke belakang sampai berhenti di dekat gadis tadi. Di dekat telinga Jimin, gadis itu berbisik "Jangan kira kau bisa lolos...".

Beberapa pecahan kaca jendela yang berserakan di bawah tiba-tiba melayang menghadap ke arah Jimin. Diri Jimin benar-benar ditodong sekumpulan pecahan kaca yang banyak. Tajamnya ujung-ujung setiap pecahan kaca membuat lelaki ini merinding, membayangkan bagaimana pecahan kaca tersebut menggores dan menembus kulitnya dengan mudah juga meraba dagingnya dengan penuh perasaan. Nyawanya terancam bukan main. Ukuran setiap pecahan kaca bervariasi, namun yang paling seram ada yang hampir seukuran wajahnya. Tidak hanya itu, pecahan kaca terbesar itu mengarah ke dada kiri Jimin juga ke kepala. Mau melarikan diri, ia tak bisa apa-apa.

Hanya bisa pasrah dan berdo'a, begitulah yang dilakukan. Bergerak maju perlahan si gerombolan pecahan kaca. Ujung pecahan kaca mulai mencium kulit Jimin. Sedikit lagi pecahan kaca itu menekan kulitnya, maka cairan merah akan mengalir.

"Jangan macam-macam kau padanya!" teriak seorang pria mendorong si gadis menjauh dari Jimin.

Otomatis pecahan kaca tersebut tak jadi melukai kulitnya. Hati Jimin terasa lega terbebas dari maut. Tak bisa dibayangkan bagaimana jika orang itu tidak datang. Jantung dan kepalanya mungkin sudah tersentuh tajamnya pecahan kaca. Juga nyawanya akan mengucapkan selamat tinggal. Sosok yang menolong Jimin adalah si penjaga sekolah. Si gadis akan jatuh mendarat ke lantai, namun dalam sekejap dirinya menghilang. Ke mana perginya dia? Mereka berdua melihat ke segala arah. Keberadaannya tak terlihat sama sekali. Tanpa diduga-duga terbang sebuah pecahan kaca ke arah mereka. Sontak mereka langsung menghindar secepat mereka bisa.

Dari arah lain datang juga hal yang sama. Hampir saja itu mengenai wajah Jimin. Setelahnya datang secara bergerombol pecahan kaca mengarah ke bocah ini dan si penjaga sekolah. Seraya melindungi kepala dengan tangan, dua orang ini menunduk ke bawah. Masih ada beberapa yang mengenai mereka namun tak menyebabkan luka yang serius. Hanya sedikit goresan-goresan kecil di kulit. Seragamnya sedikit rusak karena ikut tergores.

Suasana menjadi hening, tak ada bel yang terus-menerus bernyanyi. Hujan pecahan kaca berhenti. Mereka tak langsung bangun. Lirik sana-lirik sini, takutnya masih ada pecahan kaca yang melayang menuju mereka. Merasa sudah aman, pelan-pelan mereka berdiri. Sampai di detik ini tak ada hal apa pun terjadi. Tetap mereka waspada. Langkah maju mereka ambil tanpa meninggalkan setitik pun suara. Ceroboh Jimin, sebuah pecahan kaca terinjak sehingga memecah keheningan.

Terputar kembali bunyi bel yang begitu bising. Pecahan-pecahan kaca yang tergeletak di bawah pun terbang melayang. Semuanya ditodongkan ke arah mereka. Tanpa aba-aba kaki mereka langsung berpacu. Pecahan kaca terus terlempar pada mereka namun beruntung itu meleset, sebisa mungkin mereka menghindar. Tangga menuju lantai di bawah sini pun berhasil diraih setelah berlari cukup jauh. Lemparan pecahan kaca berhenti setelah mereka berhasil turun ke lantai 2.

Masih dalam kondisi berlari, Jimin merasakan keanehan. Seharusnya ada suara langkah kaki yang mengikutinya dari belakang, yaitu langkah kaki si penjaga sekolah. Ia rem kakinya dan benar saja tak ada suara langkah kaki lain. Bingung sudah pasti, mata ia pasang dengan benar untuk memeriksa sekitar.

"Lari, nak! Lari!" perintah seseorang sambil berteriak.

Entah dari mana asalnya, yang pasti itu adalah suara si penjaga sekolah. Tak kunjung 5 detik setelahnya, ada suara orang bersenandung. Sungguh merdu suara yang ia keluarkan. Ini jenis suara perempuan. Arah datangnya suara belum diketahui. Daripada menemukan hal tak diinginkan, Jimin lebih memilih tidak usah penasaran. Dirinya berbalik akan mulai berlari. Ketika berbalik, seseorang telah berdiri di hadapannya dengan senyum lebar.

Rambut panjang tergerai diselimuti warna putih yang juga diselingi warna hitam. Kulitnya seputih kapur juga jahitan di mana-mana. Seluruh giginya berbentuk seperti taring. Di tengah bola matanya hanya terdapat titik kecil saja. Pakaiannya bukan seragam melainkan kemeja yang sudah tak karuan bentuknya juga rok sepan yang begitu usang. Siapa yang tak kaget bertatap muka dengan sosok mengerikan tersebut. Dalam ketegangan yang hampir membunuhnya ini ia hanya bisa diam dan meneguk ludah susah payah.


Meledak rasanya jantung lelaki kelas 11 ini.

"Hai.." sapa Jimin melambaikan tangan juga memberi senyum terpaksa.

Rupanya ia tak mendapatkan reaksi yang bagus. Lehernya terasa seperti ada yang mencekik. Nafasnya terhambat dan itu semakin parah dari detik ke detik. Melayang tubuh Jimin ke udara secara perlahan. Sosok mengerikan itu menggerakkan Jimin dengan matanya. Lalu apa yang harus Jimin lakukan?


Continue Reading

You'll Also Like

69.7K 5.7K 12
Kisah Jeon Jungkook yang harus berjuang untuk menyembuhkan dan mengurus hyungnya yang koma akibat kecelakaan hebat yang menimpanya. Namun disaat dia...
510 182 18
Mempunyai banyak teman itu bagus. Tapi apa jadinya jika kalian memiliki teman dari alam lain? Tidak nyaman? itu pasti. Tapi terkadang dia bisa menjad...
674 87 6
Mungkin jika aku yang pergi meninggalkan mereka semua, aku bisa menjaganya dan mengakhiri dendam ini.
1M 86.3K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...