[ i ] Raka and Daffa

By auraha

504K 44K 3.6K

✎ aur's "gue normal, gue normal, gue normal!" - daffa [boy and boy series : 1st book] copyright © auraha 2015... More

chapter 1
chapter 2
chapter 3
chapter 4
chapter 5
chapter 6
chapter 7
chapter 8
chapter 9
chapter 10
chapter 11
chapter 13
chapter 14
chapter 15
chapter 16
chapter 17
chapter 18
epilogue
📣 2nd book 📣

chapter 12

14.8K 1.8K 46
By auraha

"Ka," panggil Daffa saat Raka sedang mengikat tali sepatunya. Daffa yang tidak mendapat respon apapun hanya tersenyum kecil dan melempar handuk kecil berwarna biru muda pada Raka. "Semangat tandingnya, semoga menang."

Sesaat, Raka melirik Daffa dengan tatapan yang bisa dibilang... sedih? Entahlah, tatapan itu susah ditebak. Setelah itu Raka berdiri dari sofa milik penginapan lalu berdiri tanpa memberi respon lain.

Sebelum Raka keluar dari kamar Daffa sempat berkata, "Inget Ka, jangan terlalu stres. Berusaha semaksimal mungkin dan lakuin yang terbaik aja. Gak bakal ada yang bunuh lo juga kalo tim kalah." Daffa tersenyum hangat meskipun ia tau Raka tidak melihatnya.

Kemudian pintu kamar tertutup, tanpa ada balasan dari Raka. Itu sedikit bikin Daffa sakit hati, sejujurnya. Pasalnya Daffa sama sekali tidak tau apa yang ia perbuat sampai Raka tidak mau menegurnya sejak kemarin sore.

Jadi begini ceritanya. Setelah melakukan kegilaan di mobil, membuat kekacauan di jalan karena hampir menyerempet angkutan umum, ditilang dan ditahan beberapa puluh menit karena SIM Daffa yang tertinggal di kamar penginapan, akhirnya mereka kembali tempat penginapan.

Sebelum mobil sempat parkir, Raka langsung turun tanpa mengucapkan sepatah kata pun dengan lengan sweater ia panjangkan yang entah apa kegunaannya. Azka sempat menyusul, tapi gak keburu. Malah manusia itu sudah tidak terlihat ataupun tertinggal jejaknya. Hal itu terus berlangsung sampai pukul 1 pagi.

Bahkan Daffa sudah panik mencari kapten basket itu dengan membuka satu persatu kamar pemain (iya, Daffa dikasih pelatih master key) serta spam chat ke Raka, Sayed dan Azka. Tapi Raka yang benar-benar seorang teman yang baik malah nyuekin Daffa yang udah mengkhawatirkannya sampai tengah malam dan mengocehinya saat ia tiba di kamar.

Semua perilaku Raka belakangan membuat Daffa bingung. Terkadang anak itu menjadi cowok sejati, terkadang malah seperti cewek labil yang hobinya ngode di timeline Line. Untuk Daffa pribadi, ia lebih suka Raka yang lepas tanpa ada beban, walau Daffa agak kurang suka dengan sikap Raka yang seperti itu.

Sikap Raka itu sebenarnya masih sangat labil dan kekanakan. Tapi terkadang karena sifat labilnya itulah yang membuatnya tampak lebih dewasa. Dan karena sifat labilnya juga Daffa jadi kepicut sama Raka san selalu kepingin ada dekat Raka untuk mengoreksi dan menenangkan emosi Raka yang meledak-ledak.

Disaat seperti inilah Daffa mulai menyadari betapa hina dirinya yang menyukai sahabat sendiri, terlebih sahabatnya itu berjenis kelamin yang sama.

Pemuda yang ditugaskan untuk menjaga pemain itu menghela napas. Jadi, tugasnya sudah selesai, 'kan? Ia tidak perlu repot-repot menonton pertandingan nanti, 'kan? Ya udah, daripada harus ikut ke gedung olahraga setempat, mending Daffa menenangkan pikiran dengan membuka channel kesukaannya.

·

·

Di kamar yang handuknya berserakan, seorang pemuda berambut terang tengah menenggelamkan wajahnya di kedua lengan yang ia lipat di atas meja. Sudah hampir satu jam pemuda bernama Daffa dengan posisi seperti itu.

Awalnya Daffa hanya menonton televisi, membuka acara kesukaannya, memanfaatkan wi-fi penginapan, membuka youtube, sampai mencari manfaat lalat bagi manusia di google. Memangnya Daffa sebosan itu sampai harus tertidur... dengan gaya ini?

Tidak biasanya ia sebosan itu, sampai-sampai tertidur dengan posisi yang mengenaskan. Padahal ada kasur yang sangat empuk, kenapa tidur di meja?

Sedikit lagi jarum panjang menunjukkan ke angka 1, yang berarti sudah resmi seorang Daffa Nugraha yang selama ini paling anti dengan yang namanya tidur siang jadi tidur siang selama satu jam.

Tapi sepertinya Daffa belum pantas untuk menerima gelar itu. Beberapa detik menuju satu jamnya Daffa tidur siang, pintu kamar dibuka dengan cukup kencang hingga menimbulkan suara yang memekakan telinga.

Daffa yang tadi tidur dengan posisi mengenaskan, juga terbangun dengan posisi mengenaskan. Ia tersentak sampai jatuh dari kursi kayu yang diduduki, padahal nyawanya belum sepenuhnya kembali.

"DAFFAAAA!!!"

"Anjir!" umpat Daffa seraya mengusap bokongnya yang sakit akibat jatuh dari kursi serta menatap kedua makhluk yang berdiri di depannya dengan tatapan hina. "Apaan sih?"

"URGENT! URGENT!!!" teriak Azka dengan mata yang membulat sempurna sesekali mengguncang tubuh Daffa, mengabaikan tatapan membunuh dari si ketua osis yang sekaligus sahabatnya.

"Urgent apa?" tanya Daffa yang terdengar santai, padahal itu adalah nada terkejamnya.

Azka mengambil napas dalam-dalam, lalu menghebuskannya perlahan. Pemuda bernomor punggung 16 itu menepuk pundak Daffa dan menatap lawan bicaranya dalam. "Tim kita kalah."

Tak butuh waktu lama Daffa langsung merespons, meskipun masih dengan gerakkan tubuh. Dia menaikkan kedua alisnya serta menganggukan kepalanya. "Yah, gimana lagi, lawannya emang susah, kan? Kalian udah ngelakuin yang terbaik, kok. Juara dua itu udah bagus," ucap Daffa, lalu bergumam di akhir kalimat yang cukup keras untuk di dengar Azka dan Sayed. "Menurut gue sih gitu."

Raut Sayed yang tadinya santai, adem, berubah jadi gak selow. Akhirnya setelah menjadi pendengar yang baik, Sayed angkat bicara. "Aduh, bukan itu permasalahan utamanya Daffa goblok--"

"Sori, gue pinter dan lo tau itu." balas Daffa datar.

Menghela napas, Sayed meralat kata-katanya. "Denger ya Daffa yang paling pinter di dunia--"

"Sori, gue cuma pinter di sekolah, bukan di dunia. Bahkan kepinteran gue belum mencapai kepinteran Albert Ein--"

"HOI ANJING!" akhirnya Azka kembali angkat bicara. Pandangan kedua sahabatnya menuju padanya, membuat Azka merasa canggung sendiri. Setelah itu, keadaan menjadi hening beberapa detik, mungkin hampir satu menit.

Meskipun gila, Azka juga masih punya hati. Dia merasa tidak enak dengan kedua temannya yang mendadak menjadi waras dan pendiam. Endingnya, Azka menghela napas dan menceritakan hal yang harusnya menjadi topik pembicaraan mereka bertiga.

"Raka kayaknya ngedown deh, Daf. Soalnya tadi abis tau tim kalah, dia langsung ngelempar botol minumnya. Padahal sayang, kan, aernya masih ada tiga perempat botol--"

"Azka, plis," potong Sayed kemudian melemparkan tatapan mematikan pada Azka. "Jangan out of topic."

"Oh iya." Azka bergumam, dan lanjut cerita. "Terus ya gue kejer dia bareng Sayed. Langkah dia besar-besar gitu, padahal gue ngejernya udah lari, tapi masih aja gak ketemu."

"Hapenya juga ketinggalan di Gelanggang tadi, otomatis kita gak ada yang bisa ngubungin dia. Dan lo tau sendiri Daf, kita pendatang di sini, kita gak tau tempat-tempat yang ada di sini." lanjut Sayed, diikuti dengan anggukan dari Azka.

Hm, sudah Daffa duga. Sejak tadi malam anak itu sangat labil dan pendiam, tidak seperti biasanya. Kalau labil mungkin masih bisa dimaklumin, tapi pendiam? Itu sama sekali bukan seorang Raka Pratama.

Biasanya pemuda dengan nomor punggung 1 itu akan mengoceh, mengoceh, dan mengoceh, membiarkan dirinya menjadi seperti radio dan Daffa menjadi pendengar setianya. Tapi tadi malam, jangankan bicara yang gak perlu, ngomong satu kalimat pun enggak.

Yah, ada sih, satu kalimat. Itu pun karna Raka kehilangan chargernya, sehingga meminjam charger pada Daffa. Namanya aja ngomong, tapi Raka sama sekali gak menatap Daffa, bahkan saat Raka bilang 'Thanks yo.', tetap tidak menatap mata lawan bicaranya.

Mengingat kejadian tadi malam membuat Daffa bingung, takut sekaligus baper. Apa jangan-jangan dia ketauan suka sama Raka, makanya sifat makhluk aneh itu berubah jadi normal? Atau, Raka juga suka sama Daffa, makanya dia gak berani ngeliat Daffa?

"HUAHAHAHHAHAHAHHAHAHAHHAHAHA!!!!" gak ada angin gak ada petir, Daffa tertawa seperti orang gila dengan mukanya yang memerah.

Sayed dan Azka menatap Daffa bingung, kemudian saling menatap.

"Ketua osis kita kenapa?" tanya Sayed.

Azka menggeleng dengan pandangan kosong. "Apa jangan-jangan Raka sama Daffa bertukar kepribadian, makanya tadi pas main, Raka mainnya ancur?"

"Hm..." Sayed mengusap dagunya dan menatap langit-langit kamar serta mengerutkan dahinya. "Bisa jadi sih."

"Berarti sekarang gue suka sama Daffa, lo suka sama Raka, gitu?" Azka menyimpulkan seenak jidat.

"Ha? Maksudnya apaan, tuh?" suara Daffa yang tiba-tiba terdengar membuat Sayed dan Azka sedikit melompat. Astaga, apa Daffa mendengar percakapan mereka?

Sayed menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali. "Y-ya, kalo untuk kepribadian, g-gue lebih suka lo-- eh, maksudnya kepribadian lo. Nah, Azka suka sama Raka-- eh, m-maksudnya---"

"Ha? Jadi ada hubungan terlarang antara lo sama Raka, Az?" Daffa memasang raut mematikan, membuat Azka mati kutu dengan mata yang berair karena ketakutan.

Azka menggandeng tangan kiri Sayed sesekali cegukan karena berusaha keras menahan tangisnya. "Eng-enggak, Daf, jangan sa-salah paham dulu. G-gue gak ada hubungan apa-apa sama R-raka."

"Apaan sih? Ngomong yang jelas dong!" sentak Daffa, membuat tangis yang daritadi Azka tahan dengan susah payah langsung pecah. Pemuda itu memang cengeng, apalagi saat ada yang memarahinya. "Kalo lo emang gak suka sama Raka, kenapa panik nyariin dia?!"

"Daffa--"

"Gue panik karna dia sahabat gue, Daf! Sahabat kita! Lagian kok lo bisa mikir gue suka sama Raka, sih?! Kalo gue cewek, lo boleh curiga. Lah, gue cowok, Daf, cowok!"

Amarah Daffa mereda saat mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Azka. Bener juga, pikirnya. Cuma karna dia suka Raka, bukan berarti ada cowok lain yang suka sama Raka, kan?

Lagian, susah juga kalo Azka beneran suka sama Raka. Azka itu imut, kepribadiannya bagus, baik sama semua orang, jadi sudah pasti Raka bakal milih Azka dibanding Daffa.

Lah... kenapa jadi gini?

Akhirnya Daffa menghela napas dan menepuk pundak Azka yang kini sedang menangis tersedu-sedu di pelukan Sayed.

Ah, Daffa jadi merinding disko.

"Sori, Az, tadi otak gue gak berfungsi dengan baik." alasan klasik seorang Daffa Nugraha, everyone. "Gue cabut dulu ya, nyari Raka."

"Kenapa harus lo yang nyari?" tanya Sayed, lalu menyipitkan matanya. "Atau malah lo yang suka sama Raka?"

Pipi Daffa memanas, entah kenapa. Dia merasa salah tingkah, tapi sesegera mungkin menutupinya dengan berdeham. "Gue cuma mau jadi orang yang bertanggungjawab, Yed. Soalnya kan gue yang disuruh untuk jagain pemain, makanya kalo ada pemain yang gak balik atau yang ada masalah, gue harus bergerak."

Wah, alasan yang bagus.

Sesaat ada raut tidak suka di wajah Sayed. Tapi akhirnya Sayed tersenyum masam lalu mengisyaratkan Daffa untuk pergi. "Cari sana, mungkin di deket tempat makanan atau kedai yang jualan rokok-- soalnya Raka kalo stres suka ngerokok."

Daffa terdiam sebentar, merasa gagal jadi teman karena sama sekali tidak tau kalau Raka masih merokok. Tapi akhirnya pemuda itu mengangguk pelan lalu keluar dari kamarnya, meninggalkan kedua sahabatnya dengan perasaan aneh mereka.

------

a/n

yak.

ga janji kpn apdet lagi.

jadi, ada yang udah liburan? gue sih meliburkan diri. males sklh soalnya bangunnya harus pagi wakkakakaka.

um, bye.

-aur

Continue Reading

You'll Also Like

100K 7.9K 12
"kayaknya aku nggak cocok duduk di samping kamu." "Yaudah dipangku aja." •| WARNING |• this is a gay area!, homophobic harap menjauh dan mundur tera...
3.6M 287K 48
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
131K 10.3K 32
Ini adalah cerita yang terinspirasi dari drama Meteor Garden 2018 dengan berbagai perubahan dan adaptasi. Tentunya cerita ini bergenre boyxboy dengan...
14.8K 2K 13
Boy's 97line NON BAKU!