[ i ] Raka and Daffa

By auraha

504K 44K 3.6K

✎ aur's "gue normal, gue normal, gue normal!" - daffa [boy and boy series : 1st book] copyright © auraha 2015... More

chapter 1
chapter 3
chapter 4
chapter 5
chapter 6
chapter 7
chapter 8
chapter 9
chapter 10
chapter 11
chapter 12
chapter 13
chapter 14
chapter 15
chapter 16
chapter 17
chapter 18
epilogue
📣 2nd book 📣

chapter 2

40K 3.7K 283
By auraha

"Salah gue apa coba sampe harus punya temen gesrek kayak lo?" itu sudah dikategorikan kalimat paling banyak Daffa ucapkan hari ini.

Pasalnya sejak disuruh keluar pada jam ketiga dan dihukum membersihkan wc, Daffa berpikir bahwa Raka bukan teman yang baik untuknya. Apa lagi di ruang guru saat Daffa ditugaskan mengumpul lembar kerja siswa Matematika kelas. Saat itu terdengar dari dalam Raka tengah tertawa sangat keras sampai-sampai Daffa ikut-ikutan ditegur guru. Semua guru tau mereka berteman, tentu saja.

Raka memasang raut kebencian sebelum menjawab, "Itu juga karna lo yang marah-marah najis gak jelas sama gue. Lagian kenapa sih tadi ninggalin temen lo yang ganteng satu ini? Gue tau lo jones tapi kan lo masih punya gue." jawab Raka absurd, seperti biasa.

Padahal Daffa sama sekali tidak menyebutkan kalau dia kesal karena dihukum Pak Bolot tadi. Ia terima dihukum seperti itu karena dia memang melanggar peraturan kelas yang dibuatnya sendiri; dilarang bersuara keras ketika jam pelajaran berlangsung. Jadi tidak ada alasan baginya untuk kesal dengan hukuman itu. Daffa malah kesal ketika Raka tertawa keras dan malah dirinya yang ditegur. Sialan.

Akhirnya Daffa hanya menatap Raka sekilas kemudian menghidupkan motor hijau miliknya-- atau harus dia bilang, milik mereka. Sebelum pindah dan menjadi teman sekamar, orangtua mereka sepakat untuk membelikan mereka satu motor untuk digunakan nanti. Meskipun Raka lebih sering menggunakannya. "Gue yang bawa." ujar Daffa singkat seraya memakai helm yang senada dengan warna motornya.

"Gak bisa gitu dong!" protes Raka, membuat isyarat dia membenci usulan dari Daffa. "Gue mau buktiin ke Suryati kalo yang seme itu gue! Masa malah gue yang dibonceng sih?! Gak bisa, gak bisa." Raka menggeleng histeris dan mencoba mencabut kunci yang sudah tertancap nyaman di sana.

Sebenarnya bukan hal aneh melihat pertengkaran diantara kedua karib ini. Malah aneh jika mereka berdua akur. Hanya saja, sepertinya kali ini agak berlebihan jika mereka bertengkar untuk jabatan seme. Bahkan Daffa tidak tau apa itu seme, jadi kenapa Raka ribut begitu?

"Gue gak tau maksud dari omongan lo, tapi biarin gue yang bawa." jawab Daffa ngotot. Ia menarik celana seragam khususnya hingga melewati batas kaus kaki lalu naik ke atas motor, mengabaikan teman absurdnya yang masih menatapnya jengkel. Lantas Daffa membuka kaca helmnya lalu berkata, "Mau naik gak?"

"Ya mau dong! Kalo gue gak naik, gue pulang pake apa." gumam Raka seraya memajukan bibirnya ke depan, seperti anak kecil yang lagi merajuk. "Tapi gue gak mau lo yang boncengin gue!"

"Yaudah," akhirnya Daffa membuat keputusan dan turun dari motor. Pemuda berambut agak terang itu membuka helm dan memberikannya pada Raka lalu berjalan menuju gerbang kanan Masjid. "Lo bawa motor, gue naik bus."

"Loh? Gue yang bonceng! Sini, sini, gue bersiin nih jok belakang." kata Raka yang terdengar seperti mengajak 'minum', sambil menepuk-nepuk tempat duduk penumpang. Tapi nihil. Daffa tetap berjalan menuju gerbang kanan dan mulai menutup telinganya dengan earbuds birunya.

Jadi ya... sepertinya Raka juga membuat keputusan.

"Nah gitu dong." ujar Daffa senang dan mulai menggas(?) motornya lebih ngebut. Sementara Raka hanya memasang tampang datar dan tidak rela ini terjadi. Bisa-bisanya anak itu tersenyum diatas penderitaan temannya, dasar tidak setia kawan.

Motor mereka mulai menuju gerbang depan, tempat pejalan kaki dan motor keluar masuk. Raka yang merasa tertekan membuang pandangan ke kanannya dan mendapati Suryati tengah menatapnya tak percaya.

Oh yang benar saja.

Raka tidak siap dan tidak ingin mendengar teriakan cewek itu yang menyebutnya uke besok.

***

Setelah mengalami sedikit perdebatan di Masjid tadi, perjalanan mereka menjadi sunyi. Mungkin tidak sesunyi itu karena suara mesin kendaraan di kiri-kanan mereka tapi hei, mereka sunyi. Raka yang biasanya ngomel karena biasanya saat membawa motor banyak serangga yang masuk ke mulut atau lubang hidungnya dan debu yang masuk matanya, kini hanya diam tanpa melakukan apapun. Kecuali bernafas. /krik

Dan Raka memang malas mengungkit permasalahannya dengan orang lain, menurutnya mengungkit hanya akan membuat kenyataan menjadi buruk. Jadi Raka memilih untuk diam dan mengalah daripada harus bertengkar dengan Daffa. Apalagi Daffa sudah menjadi sahabatnya sejak kecil. Daffa mengerti Raka lebih dari siapapun, begitu juga Raka.

Tapi dia belum mengetahui alasan Daffa marah tadi. Apa Daffa memang merasa jomblo karena Raka yang mengobrol dengan Suryati? Atau Daffa tidak mau terlambat sekolah? Terlalu banyak kemungkinan. Lantas Raka memutuskan untuk menanyakan hal itu pada orangnya langsung.

"Oh ya Daf, kok tadi marah sih?"

"HA?"

"Kenapa marah?"

"GAK DENGER!"

"MAKANYA JANGAN NGEBUT GOBLOK!"

"GAK USAH TERIAK BISA KALI! GUE GAK TULI!"

"GUWAH!! TADI LO BILANG GAK DENGER! SEKARANG GUE TERIAK LO MALAH MARAH!"

"GENDANG TELINGA GUE BAKAL PECAH!"

Dan ya... niat Raka bertanya untuk mendapat jawaban yang masuk akal dan tidak dihantui oleh pikiran yang seolah berbicara itu adalah salahnya membuat Daffa marah, tapi dia malah mendapat teriakan super dari Daffa dan membuat Daffa hampir jatuh karena terlalu kencang berteriak. Mereka berhenti di halte perempatan lampu merah beringin. Bukan ada pohon beringin, tapi karena jalan ini bernama jalan beringin.

Raka merengut tak suka dan menatap Daffa tajam. Ia tau kalau Daffa itu absurd, tapi kenapa harus berhenti tiba-tiba? Dan kenapa harus di depan Indomaret? Apa Daffa mau menghabiskan uangnya lagi?

Daffa membuka helm dan turun dari motor trackernya. Pemuda itu membenarkan posisi kacamatanya dan sedikit mengacak rambutnya lalu berjalan menuju pintu masuk supermarket terkenal itu. Sementara Raka masih memikirkan gerakan absurd yang akan Daffa lakukan selanjutnya. Gerakan Daffa tidak absurd, sebenarnya. Tapi otak Raka hanya terlalu lemot untuk mencernya keadaan.

"Ngapain ke Indomaret?" tanya Raka tiba-tiba, membuat langkah temannya berhenti dan menoleh ke arahnya. Daffa mendecih kecil sebelum menjawab, "Lo pikir sendiri deh kenapa gue parkir dan jalan ke Indomaret."

Kening Raka berkerut, pemuda itu memejamkan matanya dan memasang pose berpikir sebelum menjentikan tangannya di udara. "Karna parkirnya gak bayar!" jawab Raka, mengepalkan tangannya. "Soalnya kita semua tau lo itu terlalu pelit untuk membayar duit parkir, padahal cuma dua rebu."

"Huh? Ngajak berantem?" Daffa memasang tampang menyeramkan, membuat Raka melompat dan langsung memasang kuda-kuda. Seperti biasa, kalau Daffa mulai marah, Raka langsung memasang kuda-kuda. Tradisi aneh itu sudah mereka jalani sejak--- entah siapa yang bisa mengingat. Mereka sudah berteman sejak kecil, jadi wajarkan kalau mereka lupa tentang tradisi aneh itu? "Eh, lo denger gak sih? Yaelah pake melamun segala, gak tau mulut gue udah ngeluarin busa ya karna ceramahin lo?!"

Melihat Daffa yang melotot, Raka menoyor kepala Daffa dan menutup matanya. "Bawel amat sih jadi manusia. Ini tanggal berapa sih? Kok lo udah marah-marah gak jelas gini sih?" jawab Raka malas dengan sedikit bercanda, lalu berjalan melewati Daffa menuju pintu masuk Indomaret.

Ya. Bahkan untuk masuk ke dalam sebuah supermarket, Raka dan Daffa harus bertengkar terlebih dahulu.

"Lo pikir gue bisa PI-EM-ES? Asal lo tau ya, gue itu udah lumayan sabar ngadepin lo tapi lo nya aja yang makin gila setiap hari. Coba aja temen gue kayak Rian atau Azka, pasti hidup gue aman damai tentram sejahtera." Daffa merengut tak suka dan sengaja mendorong bahu kanan Raka hingga pemuda dengan seragam berantakan itu hampir terjatuh. Yang didorong hanya memberi ekspresi datar dan mengambil ponselnya lalu membuka kalender--- 27 Februari. Pantas saja Daffa marah-marah, ternyata karena tanggal tua. Nasib anak yang hidup mandiri di ibu kota memang mengenaskan.

Raka tidak akan terkejut kalau nanti Daffa minta dibayarin.

"Selamat datang, kakak!" ujar seseorang yang memakai seragam biru dengan senyuman yang lebar. Ah, karyawan sini, 'kan? Kalau biasanya semua orang yang datang hanya mengabaikan orang itu, lain halnya dengan Raka. Karena kalian tau, Raka itu antimainstream. "Terimakasih, Dek!"

Mendengar itu Daffa dengan bringas menoleh ke asal suara dan menemukan Raka yang masih cengar-cengir dengan cewek berseragam biru. Raka memang benar-benar memalukan! Melihat Raka yang masih mengobrol dengan cewek berseragam biru dan si cewek terlihat tidak nyaman, Daffa langsung berjalan mendekati mereka dan menarik kerah baju Raka menjauh dari cewek tadi. "Malu-maluin aja." ucap Daffa.

Yang dihina tertawa kecil sebelum mencibir. "Gue malu-maluin berarti gue punya kemaluan. Emang lo." jawabnya dengan tingkat percaya diri yang tinggi, dan tingkat bahasa yang rendah. Menyadari tidak adanya balasan dari Daffa dan sesuatu yang salah pada omongannya, ia menyilangkan kedua tangannya di udara lalu berkata, "Ma-maksud gue aurat malu! Lo tau 'kan kalo kita semua punya kemaluan. Huhh... lo juga tau 'kan kalo bahasa gue kadang agak ngawur."

"Gue bakal menganggap lo gak pernah ngomong gitu," Daffa memasukkan tangannya ke dalam saku celana abu-abunya dan memberi Raka wajah songong. "Kecuali..."

Raka menghela nafas. "Oke, oke. Gue bakal bayar APAPUN yang mau lo beli nanti. Gue bakalan bonceng lo sampe kita ke apartement, dan gue yang nganter baju kotor kita ke laundry. Ada permintaan lagi, Tuan Muda?" Raka mengakhiri ucapannya dengan pertanyaan sarkas, membuat Daffa tersenyum geli. "Jangan makan potongan pizza terakhir sebelum izin, terus..."

"Lo bisa gak sih gak usah sok misterius gitu? Menjijikan tau gak." ujar Raka, melempar tatapan nista pada Daffa. Tanpa mereka sadari, seluruh pengunjung yang baru saja memasuki supermarket ini langsung melihat mereka. Bahkan cewek yang tadi di'goda' Raka dan penyebab utama pertengkaran mereka pun ikut-ikutan melihat mereka. Padahal mereka hanya beradu mulut, bukan adu otot atau apa.

"Jangan deket-deket sama Suryati, gue gak suka." jawab Daffa akhirnya. Ia mengalihkan pandangannya ke pisang yang berada di sebelah kiri seolah pisang itu lebih menarik dari lawan bicaranya. Uhm, mungkin itu tidak sepenuhnya salah.

Awalnya Raka hanya menatapnya tak percaya, namun kelamaan ia mencibir lalu berkata, "Hah! Lo ngomong gitu karna lo mau jadi seme 'kan?! Sori aja, tapi gue lebih punya potensi jadi seme dibanding lo. Lo harus nerima itu dengan lapang dada, ya?" Raka menepuk bahu Daffa pelan.

"Mau mati muda apa mati tua?" tanya Daffa sambil meregangkan otot tangannya.

"Eh?"

Daffa tersenyum meledek. "Gitu aja takut gimana mau jadi seme~" goda Daffa pada Raka, meskipun Daffa sendiri tidak tau arti seme. Yang pasti itu adalah gelar yang berarti untuk Raka.

"Kalo gue beliin lo pizza, lo bakal ngakuin gue sebagai seme?"

Daffa memasang wajah berpikir. Ia menutup matanya dan memegang dagunya dengan telunjuk. "Gimana ya. Soalnya kalo lo beliin gue pun, lo bakalan makan potongan terakhir. Padahal potongan terakhir itu yang terpenting. Jadi kayaknya---"

"Bonus Ice Vanila Latte, sekalian beli soalnya Pizza Hut sama Starbucks deketan."

Daffa membuka mata sebelah kanan, menatap temannya dan kembali menutup matanya. "Hah~ palingan ntar lo beli satu terus lo bakal minta punya gue dengan alasan haus. Pizzanya juga paling ntar lo pilih berdasarkan rasa favoritelo---"

"Meat lovers dengan pinggiran sosis. Gue gak bakal beli pizza, lagi gak nafsu. Dan gue gak bakal minta minumannya karna gue gak suka Vanila." jawab Raka malas. Sepertinya Daffa memang berniat untuk memanfaatkannya di saat-saat seperti ini. Teman macam apa itu.

"Hmm, tapi tetep aja--"

"Oke, oke, lo tau apa? Sebagai temen lo yang paling baik gue bakal bayar jatah bensin lo selama 2 minggu. KURANG APA LAGI PENAWARAN GUE, DAFFA NUGRAHA?!"

Sebenarnya Daffa sudah setuju dengan persetujuan Raka menjadi seme atau apalah itu yang tidak ia mengerti, sejak Raka menawarinya pizza. Berhubung uang di dalam dompetnya masih belum ada Soekarno dan Hatta, ia berencana meminta Raka sekalian membelikan apapun yang ia mau. Daffa terdengar jahat sekarang. Tapi dia gak bakal menarik permintaannya tadi, kapan lagi bisa makan enak ditanggal tua?

Itu membuat Daffa menyeringai jahat. "Gue terima. Tapi pertama, lo harus bayar semua cemilan yang mau gue beli." kata Daffa, kembali tersenyum jahat.

"Kenapa lo jadi kayak cewek matre yang mau ngabisin duit cowoknya sih, Daf." gumam Raka lalu mengikuti Daffa dari belakang.

"GUE BISA DENGER ITU!"

"D-DENGER APA?! GUE GAK NGOMONG APA-APA!!!"

"BESOK PERGI SEKOLAH NAIK BUS!"

"EH?! KEJAM! KEJAAAAAM!!!!!"





★    ★    ★

go follow us: auraha

Wednesday,
Jun 29, 2016
9.17 PM
-  aur  -

Continue Reading

You'll Also Like

130K 7.8K 30
Kisah tentang laki- laki yang bernama 'Ran' cowo formal dingin tegas dan acuh terhadap sekitar lalu bertemu dengan sosok 'Zayn' si berandal 'kecil' y...
451K 42.1K 39
Part tidak lengkap Aku pergi bukan berarti meninggalkan mu. _Galen Athaya Putra_ Start_ 26 desember 2022 END _04 januari 2023
586K 38.9K 48
[Dalam penulisan cerita terdapat banyak Typonya dan masih belum direvisi] Menceritakan seorang anggota OSIS yang diperkosa oleh kakak kelasnya yang b...
102K 6.6K 19
[Dalam penulisan cerita terdapat Typo, mohon maklum] Season 1 [My Husband || End] - Hakim Werjinandra - Kian Nino - Werjinandra - Tama Pratama - Abi...