CRUSHED

By wavybutera

230K 12.4K 1.4K

[DISCONTINUED] "He's an asshole. He's a bastard. He's hurting me. He makes me a mess." WARNING: This book con... More

Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 25
Chapter 26
Author Note (PLEASE READ)
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29

Chapter 24

5.3K 457 39
By wavybutera

Harry's POV

Setelah sekian lama memendam keinginanku sendiri untuk datang kemari, kini akhirnya aku sanggup menatap batu persegi dingin di atas gundukan tanah yang masih lembab akibat terkena rintikan hujan ini. Rumput hijau yang tumbuh di sekeliling tanah itu sudah dipangkas rapi sehingga membentuk komposisi warna yang aneh bila dipadukan dengan warna tanah yang kecokelatan dan warna kelabu dari batu persegi yang tertancap kuat di atasnya.

Angin yang bertiup kencang beserta awan kelabu yang berarak menyelubungi langit serasa menambah suasana mencekam sore hari ini. Mendesah panjang, lagi-lagi aku tidak bisa untuk tidak menatap nanar batu persegi yang seperti tengah mencambuk tubuhku begitu kuat. Sesungguhnya peristiwa yang sudah lama terjadi itu masih meninggalkan rasa sakit yang teramat menusuk di dalam hati dan kuakui rasa sakit itu berhasil mengambil alih perasaan yang sebenarnya kumiliki sekarang.

Pemilik nama yang tergurat di atas batu nisan itu adalah perempuan yang teramat kucintai bahkan melebihi nyawaku sendiri. Perempuan yang tidak pantas mengalami kematian dengan cara yang sedemikian tragis. Tapi seberapapun aku meratapinya, orang itu sudah mati. Dia tidak akan kembali lagi.

Sesungguhnya aku malu mengakui hal ini tapi aku benar-benar merindukan kehadirannya. Aku merindukan keberadaan seorang ibu dalam kehidupanku. Dunia ini sangat tidak adil. Bahkan sekarang aku sama sekali tidak mempunyai keluarga yang bisa menjadi rumah kehidupanku. Aku tidak lebih dari seorang pria lugu yang tumbuh menjadi pria brengsek akibat pergaulan bebas.

Keparat! Ini semua karena rencana busuk pria itu!

Sumpah demi apapun, aku tidak akan pernah menerima perlakuannya terhadap keluargaku. Aku bahkan masih mengingat persis bagaimana langkah demi langkah yang ia tempuh berjalan sempurna sehingga keluargaku benar-benar berantakan.

Namun untungnya aku tidak selemah itu. Aku berhasil bangkit dan membuat keluarga pria itu berantakan meski belum bisa dikatakan hancur. Dan tinggal selangkah lagi aku bisa menghancurkan keluarga pria itu. Nyawa orang yang dicintainya berada di tanganku. Bahkan mungkin jika aku tidak memiliki perasaan, aku sudah menghabisinya sejak kemarin.

Kau tidak menyakitinya karena kau mencintai gadis itu!

Tidak! Itu tidak benar. Aku menggelengkan kepala secara frustasi untuk mengenyahkan pemikiran itu dari otakku. Mana mungkin aku bisa mencintai seorang gadis yang terlahir dari keluarga yang berhasil merenggut seluruh kebahagiaanku? Itu-tidak-akan-terjadi. Sampai kapan pun gadis itu harus merasakan penderitaan yang selama ini kuderita.

"Apakah sampai sekarang kau masih memendam kebencian terhadap keluarga itu? Termasuk... gadis yang baru saja kau selamatkan." ucap seseorang dari arah belakang. Tanpa menoleh ke arahnya pun aku sudah tahu jika orang yang berkata seperti itu adalah Grace. Hanya dia yang tahu rahasia terbesarku selama ini. "Dia tidak semestinya menerima ganjaran atas perbuatan hina yang dilakukan oleh mendiang ayahnya. Lagi pula kau sudah membuatnya tiada, apa hal itu tidak cukup untuk membalas dendammu?" katanya, merendahkan tubuhnya hingga sejajar denganku. Ada senyum samar yang terlukis pada bibir tipisnya.

"Tidak. Dia harus merasakan penderitaan yang selama ini kuderita."

Grace berdecak. "Gadis itu tidak...-"

"Dia bersalah, Grace, dia bersalah! Dia salah karena dia terlahir dari keluarga terhina. Dia salah karena dia mempunyai hubungan darah dengan pria yang sudah menghancurkan keluargaku. Oleh sebab itu, dia harus mati! Cepat atau lambat."

"Kalau begitu mengapa malam itu kau menyelamatkannya? Mengapa kau tidak membiarkannya kehabisan darah lalu mati dengan cara yang tragis? Mengapa kau justru membawanya ke rumahmu dan menyembuhkan lukanya? Mengapa, hah?!"

"I-itu...-"

"Aku tidak habis pikir dengan jalan pikiranmu, Harry." desah Grace perlahan, dia menghela napas panjang seraya menggelengkan kepala dengan heran. "Semua orang di dunia ini pasti pernah terlibat dalam perbuatan tercela. Tapi yakinlah, tidak ada orang yang mau dilahirkan ke dunia ini dari keluarga terhina yang telah menghancurkan keluarga orang lain. Jika kau menuruti hawa napsumu untuk membunuhnya, maka kau orang bodoh yang hanya memikirkan kejahatan tanpa melihat setitik kebaikan di dalam hatinya."

Sialan. Apa yang dikatakan Grace memang benar. Gadis itu tidak seharusnya menerima ganjaran atas perbuatan hina yang dilakukan mendiang ayahnya. Ellie berhak melanjutkan kehidupannya meski pada akhirnya aku sendiri yang tersiksa lantaran harus menahan emosiku untuk tidak menyakitinya.

***

Ellie's POV

Sekujur tubuhku terasa lemas dan mati rasa, seakan-akan telah berubah menjadi jelly. Aku mencoba menggerakkan tangan dan kakiku, tapi hasilnya nihil. Seolah aku kehilangan kuasa atas seluruh organ tubuhku sendiri. Apa ini? Apakah aku mengalami luka yang serius akibat tembakan itu? Atau apa sekarang aku berada di awang-awang kegelapan dengan sesosok malaikat maut yang akan membawa jiwaku ke neraka?

Tidak. Tidak bisa. Aku tidak bisa pergi begitu saja dengan cara yang tidak pantas. Ini semua terlalu cepat dan aku tidak mungkin menyerahkan nyawaku kepada malaikat itu dengan mudahnya. Aku berubah panik ketika malaikat serba hitam itu melangkah mendekatiku. Dia membawa pisau besar yang berlimang darah hingga menetes mengenai pakaiannya. Aku mengingatnya. Ya, darah itu! Tiba-tiba aku bisa mendengarkan suara senapan yang berhasil mengenai lenganku saat itu.

Aku semakin panik. Aku berusaha bergerak menjauhi malaikat itu dengan mengerahkan seluruh tenaga yang masih tersisa. Namun itu semua percuma. Gelombang gelap semakin menekanku dan seketika itu pula aku hanya bisa meringkuk, memasrahkan semua hal yang akan menimpa diriku. Baru sedetik aku berserah diri, aku mendengar suara seseorang bergumam di dekatku.

Aku mendengarnya. Suara Harry terdengar jelas dan nyata. Apakah dia menangis? Orang seperti dia menangis karena aku? Ah tidak, mana mungkin dia menangis karenaku. Pasti ini hanya khayalan belaka. Tapi tidak bisa terelakkan lagi, suara Harry memberikan motivasi tersendiri untukku.

Bak mendapat secercah harapan, aku menarik napas dan berusaha berteriak sekencang-kencangnya. Aku kembali mengerahkan seluruh tenagaku untuk mengangkat tangan maupun kakiku, namun ketika aku berhasil menggerakkannya, segalanya berubah jadi tidak terkendali. Tanganku terangkat kuat bersamaan dengan tubuhku yang berdiri tegap, kemudian menghantam lingkaran hitam di sekitarku sehingga membuatnya pecah.

Kegelapan tadi mendadak berubah menjadi kilatan cahaya perak yang kelewat menyilaukan mata. Rasanya cahaya itu seperti mata pedang tajam yang bisa mencincang pandanganku. Namun ketika aku mencoba menutupi mataku menggunakan lengan, cahaya perak tadi menghilang seketika, berubah menjadi pendar lampu di atas kepalaku. Aku terbangun cepat dengan napas yang terengah. Samar, aku melihat bayangan wajah Harry yang tengah menatapku dengan raut wajah yang tidak terbaca.

"Ellie..." Lagi-lagi, suaranya terdengar begitu jelas dan nyata. Aku bersumpah suara itu adalah suara terindah yang pernah aku dengar.

Aku tidak bisa membuka mulut untuk membalasnya. Keringat dingin mengalir di sekujur tubuhku. Rasa-rasanya aku telah kehilangan peredaran udara di sekelilingku. Hingga tak lama, aku merasakan telapak tangan besar memeras tanganku dan tanpa melihatnya pun aku tahu tangan besar itu adalah tangan Harry. Aku mencoba mengulum senyum lebar pada wajahku, meski aku tahu senyumanku hanya akan terlihat seperti senyuman pahit.

"Kau sudah bangun." katanya lagi, sembari melemparkan senyuman tipis pada bibir penuhnya.

"Apa aku mati?"

Harry nampak tertawa kecil, lalu menggelengkan kepalanya sambil membelai puncak kepalaku.

"Kau tidak mungkin mati hanya karena tembakan di lenganmu." Otakku kembali memutar kejadian yang menimpaku tempo lalu. Dan sekujur tubuhku menjadi kaku saat aku teringat darah segar yang menetes dari luka di lenganku. "Tapi tenanglah, semuanya sudah berakhir. Kau sudah aman dan aku berjanji mulai saat ini kau tidak akan melihat setetes darah lagi selama hidupmu."

Aku tersenyum singkat. Mengedarkan pandangan ke sekeliling, aku baru menyadari jika aku berada di tempat yang begitu asing bagiku. Bukan seperti rumah sakit, bukan seperti kamar di apartemenku. "Sekarang aku berada di mana?"

"Ini kamarku."

Oh.

Harusnya aku tahu jika aku berada di kamar Harry. Dia yang menyelamatkanku jadi sudah pasti dia membawaku ke frat-nya. Diam-diam aku jadi merasa bingung dengan perubahan sifatnya yang signifikan.

"Mengapa kau menyelamatkanku, Harry?"

Aku tidak tahu dengan diriku sendiri, karena pertanyaan itu tiba-tiba lolos dari mulutku tanpa bisa kukendalikan sebelumnya. Pun Harry nampak sedikit tergelak setelah mendengarnya. "Tidak perlu kau pikirkan. Apa kau perlu sesuatu? Aku akan mengambilkan...-"

Aku berusaha menggapai tangan Harry ketika dia bangkit dari tempat duduknya. "Tidak, aku tidak membutuhkan apa-apa. Kumohon jangan tinggalkan aku sendiri, Harry." pintaku yang dibalas anggukkan ragu darinya. Aku mencoba bangkit, dan memeluknya seerat mungkin. Dan di luar dugaanku, Harry justru membalas pelukanku dengan melingkarkan kedua tangan besarnya ke tubuhku.

"Harry."

"Mhmm..."

"Aku takut."

Harry sempat merenggangkan pelukannya pada tubuhku, tapi lagi-lagi aku terkejut dengan reaksi tubuhku terhadap pergerakannya. Aku kembali memeluk perut Harry lebih erat dari sebelumnya. "Kau tidak perlu merasa takut." katanya menenangkanku. Untuk beberapa saat aku merasa tenang, tapi selang beberapa detik selanjutnya, ketakutkanku kembali meraja lela.

"Aku takut jika aku mati, sama seperti ayahku ketika dia menemui ajalnya." Tidak ada balasan apapun dari Harry. Berinisiatif, aku kembali melanjutkan kata-kataku sebelumnya. "Aku ingat betul bagaimana bayangan hitam itu menyodorkan pisaunya di pelipis ayah. Lalu dia menarik tuasnya hingga...-"

"Shush..." Harry mendesis seraya membawa telunjuknya ke atas bibirku. "Kau tidak perlu menceritakannya kepadaku sekarang. Kau bisa menceritakan semuanya ketika keadaanmu membaik, oke?"

Aku mengangguk dan memejamkan mata, sambil sesekali menghirup aroma tubuh Harry yang begitu menenangkan. Sisa malam ini kami habiskan tanpa membicarakan apa-apa. Harry tetap melakukan hal itu-menarikku ke dalam dekapannya yang hangat-seperti tengah menjagaku hingga pada akhirnya aku jatuh tertidur di dalam pelukannya.

***

Paginya, aku terbangun akibat cahaya sinar matahari yang memasuki ruangan dari jendela. Aku meraba-raba ke kanan dan kiriku, tapi aku tidak bisa menemukan keberadaan Harry. Seingatku semalam aku memintanya menemaniku, dan dia menuruti permintaanku, lalu kemana perginya Harry sekarang?

Aku segera bangkit dan menyenderkan tubuh pada headboard. Jam yang menggantung pada dinding menunjukkan pukul 9 pagi. Aku tidak pernah bangun sesiang ini sebelumnya.

"Apa yang kau rasakan?" tanya Harry yang muncul tiba-tiba. Dia membawa nampan yang berisi semangkuk bubur panas dan segelas air putih.

"Lebih baik dari sebelumnya."

"Habiskan makananmu." ujar Harry sambil meletakkan nampan yang dia bawa di atas nakas lalu menjaga jarak dariku beberapa langkah. "Kau ini merepotkan sekali."

Aku mengerutkan dahi bingung. "Apa maksudmu?" Tidak. Bukan itu yang sebenarnya ingin kukatakan. Aku hanya tidak percaya menerima kenyataan bahwa Harry tetaplah Harry. Tidak ada Harry yang lembut seperti semalam. Sebagian dari diriku merindukan kehadiran Harry yang bersikap lembut dan posesif terhadapku saat pertama kali aku membuka mata.

"Ini semua juga dampak dari kesalahanmu sendiri, El. Coba saja kalau dari awal kau lebih mendengarku dan menjauhi si bajingan itu, maka kau tidak akan terlibat ke dalam masalah kami. Kau tidak akan berbaring lemah di atas ranjangku. Sampai kapan kau akan menjadi gadis yang keras kepala, hah?!" bentak Harry. Spontan aku menutup kedua telinga rapat-rapat lantaran kepalaku merasa pening karena teriakan Harry tadi.

Aku tidak habis pikir dengan pria ini. Dalam sekejap dia bisa bersikap lembut, namun dalam sekejap pula dia bisa membentakku semaunya. Bahkan di saat keadaanku yang belum 100% pulih, dia masih sanggup menyentakku seperti itu. "Cukup, Harry! Oke, aku tahu semua ini salahku. Kukira kau tidak perlu membentakku meski hanya sekali saja."

Harry langsung menutup mulut dan menarik bibirnya menjadi garis lurus. Aku tidak peduli apakah amarahnya kepadaku semakin meledak-ledak atau tidak. Yang jelas sekarang aku merasa lemah dan aku butuh makanan untuk mengembalikan tenagaku.

Kontan aku berusaha merangkak turun dari ranjang untuk menggapai mangkuk bubur yang Harry letakkan di nakas. Namun sayangnya aku tidak berhasil memijakkan kaki dengan sempurna, alhasil tubuhku jadi bergetar dan langsung ambruk di atas lantai.

"Ellie?" Harry spontan membantuku bangkit dan mendudukkanku di tepian ranjang. Aku tidak menyangka kalau kejadian singkat malam itu bisa memberikan dampak yang besar pada tubuhku. "Kau ini benar-benar merepotkanku." katanya lagi. Kali ini Harry meraih mangkuk bubur itu dan menaruh mangkuk tersebut di atas pangkuannya.

Whoa, satu kejutan lagi. Ternyata Harry berniat menyuapiku. Aku hendak memprotes perlakuannya, tapi dia buru-buru mendesis dan menyodorkan satu sendok bubur ke dalam mulutku.

"Harry, kau tidak perlu melakukan semua ini. Aku bisa...-"

"Jangan banyak protes." tukas Harry dan menyuapiku satu sendok bubur lagi. Merasa canggung, aku pun lebih memilih diam dan menghabiskan bubur yang diberikan oleh Harry.

Pandanganku hanya terfokus pada wajah datar pria bengis di hadapanku ini. Kupikir percuma saja jika wajah menawan Harry ini tidak sebanding dengan perbuatannya yang selalu bernilai buruk. Diam-diam aku jadi bingung mengapa mood Harry bisa berubah-ubah begitu cepat dan tidak terduga. Aku sendiri tidak yakin dia benar-benar mengalami gangguan mental atau semacamnya, karena nyatanya dia masih memiliki teman dan bisa bersosialisasi-meski tidak sebaik itu.

"Kenapa?" ucap Harry tiba-tiba, membuatku tersadar dari lamunanku dan menggeleng cepat.

"Tidak."

Harry menyeringai. "Kau terpesona denganku?"

Apa? Terpesona dengannya? Ck, mana mungkin aku terpesona dengan pria brengsek sepertinya!

"Kau ini percaya diri sekali." elakku, membuat Harry kembali melemparkan seringaian lebarnya.

Tak terasa aku sudah menghabiskan semangkuk bubur itu. Harry membawa nampan itu ke dapur terlebih dahulu lalu kembali menemuiku di kamarnya. Selama menunggunya kembali, aku hanya bisa tersenyum mengingat perlakuannya yang kuakui sedikit berubah setelah kejadian malam itu. Pertama, dia menyelamatkanku. Kedua, dia menenangkanku ketika aku merasa ketakutan. Dan yang terakhir, dia menyuapiku. Pria ini memang sangat susah untuk ditebak.

Tak lama, Harry kembali memasuki kamar, namun kali ini dia sudah mengganti pakaiannya menjadi setelan santai namun terkesan rapi. Apa dia akan meninggalkanku? Mengingat selain menghabiskan waktunya untuk berkuliah, Harry juga memiliki pekerjaan di suatu perusahaan. "Kau akan pergi kemana?"

"Membawamu mencari udara segar."

Apa? Aku tidak salah dengar, kan? "Kau serius?"

"Apa aku terlihat bercanda?" Harry berbalik dan melemparkan tatapan tajamnya membuatku mendengus rendah. "Kau tidak mau mati kebosanan karena terus-terusan meringkuk di atas ranjangku, kan? Jadi sebaiknya kau segera menyiapkan diri sebelum aku berubah pikiran."

"Ta-tapi..."

"Aku memberimu waktu selama lima belas menit." ujar Harry. Dia langsung memutar tumit dan berjalan keluar dari kamar. Selama beberapa detik aku hanya bisa melongo melihat sikap aneh yang ditunjukkan Harry terhadapku. Tapi baiklah. Mungkin dengan sedikit udara segar aku jadi merasa lebih baik sehingga aku tidak perlu merepotkannya lagi.


TO BE CONTINUED!

A/N: Sekar apa banget dah ya sok sibuk sampe late post gini, udah gitu chapnya pendek bat juga wkwk duh maafkan yha kalo mengecewakan:( Adakah yg masih mau baca cerita absurd ini sampe selesai? Sedikit spoiler, dari sini ada banyak Hellie moment yg dari dulu kalian tunggu2.

Continue Reading

You'll Also Like

80.7K 7.1K 79
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
205K 19.3K 71
Freen G!P/Futa • peringatan, banyak mengandung unsur dewasa (21+) harap bijak dalam memilih bacaan. Becky Armstrong, wanita berusia 23 tahun bekerja...
235K 19K 93
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
919K 55.6K 35
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...