If You Know Why [RE-PUBLISH]

By ItsmeIndriya_

21.5M 159K 6.6K

Bagaimana jadinya jika seorang gadis yang periang, ceria, cerewet, ceroboh dan gak bisa diam, tiba-tiba berub... More

PROLOG
BAB 2
BAB 3
BAB 4

BAB 1

783K 34.7K 2K
By ItsmeIndriya_

Seragam sekolah sudah melekat ditubuh Vanilla, lengkap dengan atribut MOS yang harus dibawanya. Sekali lagi ia bercermin, memastikan bahwa penampilannya sudah rapih.

Hari ini Vanilla akan memulai harinya sebagai murid SMA. Pilihan sekolahnya jatuh pada Nusa Bangsa, SMA bergengsi dengan fasilitas lengkap bertaraf internasional dengan segudang murid pintar, tampan dan berprestasi.

Kakaknya salah satu bukti bahwa Nusa Bangsa memiliki banyak murid dengan paras tampan. Zero Reitama, masuk jajaran murid populer, tampan, incaran banyak orang, berprestasi dan kapten tim basket. Cewek mana yang gak jatuh hati?

"Zero, wake up!" Teriak Vanilla menggedor kamar abangnya dengan kuat.

Vanilla mendengus. Waktu sudah menunjukan hampir pukul tujuh pagi, tapi kakaknya itu belum juga sadar dari tidurnya.

"BANG ZEROOO BANGUNN!!!!"

Mendengar teriakan itu, Zero menggeliat seraya menutup telinganya dengan bantal. Teriakan menggelegar Vanilla benar-benar mengusik tidur Zero, dan Zero tidak menyukai itu.

Karena tak kunjung mendapat sahutan dari Zero, akhirnya Vanilla memutuskan untuk menerobos masuk. "Zero, wake up! We have to--"

"Shut up bitch!" Umpat Zero memotong kalimat Vanilla. "Keluar dari kamar gue sekarang atau gue lempar jam di atas meja ke muka sok polos lo itu!" amuk Zero membuat Vanilla terkejut.

Vanilla tertegun sebentar, lalu mengerucutkan bibirnya seraya melangkah keluar dari kamar Zero. Zero tidak pernah main-main dengan ucapannya. Dari pada jam tidak bersalah itu menjadi pelampiasan, lebih baik Vanilla mengalah.

Dengan berat hati Vanilla harus berangkat sendiri dihari pertamanya sekolah. Segera Vanilla keluar dari rumah dan berjalan kaki hingga tiba di jalan raya. Tangannya langsung menyetop kendaraan umum yang kebetulan lewat.

Kalau dipikir-pikir lagi, memang lebih baik ia berangkat dengan kendaraan umum dibanding harus menunggu Zero. Seharusnya Vanilla sadar, Zero tidak akan mau berangkat bersamanya.

Lima belas menit kemudian, ia sudah sampai di depan gerbang SMA Nusa Bangsa. Vanilla terdiam saat ia melihat segelintir anak yang ditegur karena tidak menggunakan atribut Mos dengan lengkap.

Karena tidak mau mendapatkan hukuman dihari pertamanya, Vanilla mengecek kembali kelengkapan atributnya. Yakin atributnya lengkap, ia langsung memantapkan diri untuk masuk ke area sekolah.

"Permisi, kak.. atribut saya lengkap, boleh saya masuk?" Tanya Vanilla dengan aksen yang agak sedikit berbeda.

Tak ada yang menjawab. Mereka malah sibuk memperhatikan Vanilla dari ujung kepala hingga ujung kaki, tanpa berkedip sekalipun.

Vanilla yang risih langsung menegur, "Yah malah bengong. Saya boleh masuk atau gak nih?" Ketusnya.

"Eh.. boleh kok, Lo boleh masuk." Vanilla memutar bola matanya dan melangkah masuk melewati gerbang sekolah.

Sepanjang menyusuri koridor, Vanilla memperhatikan satu per satu papan yang ada di atas pintu. Ia mencari kelasnya namun tak kunjung ketemu.

"Wuih, sejak kapan sekolah kita punya murid dari luar negeri?"

"Kayaknya bukan murid pertukaran pelajar deh."

"Cantik bener. Bahkan dia lebih cantik dari primadona sekolah kita dulu."

"Gue harus tahu nama dia siapa."

"Sudah gue tandai, dia harus jadi doi gue."

Masih banyak lagi kalimat-kalimat menggelikan yang masuk ditelinga Vanilla. Sebenarnya ia dengar, namun ia mengabaikannya. Dalam hati ia mengomel karena telinganya yang benar-benar terasa panas. Mereka terdengar sangat berlebihan. Padahal Vanilla lahir dan besar di Indonesia, hanya saja wajahnya memang campuran Eropa.

"Gue kira tadi Britney balik lagi ke sekolah ini."

"Beda jauh gila! Cantikan dia dari pada Britney. Memang sih Britney cantik, tapi yang ini auranya lebih kuat."


Vanilla mengerutkan dahinya seraya berbicara sendiri dalam hati, "Britney? Siapa? Britney Spears? Katarak apa gimana tuh mereka? Tapi, makasih pujiannya, hehe." Sibuk cekikikan sendiri, Vanilla sampai tidak memperhatikan langkahnya.

Mini tour mencari kelasnya harus terhenti karena ia tiba-tiba terjatuh setelah bertabrakan dengan seseorang yang melintas berlawanan arah dengannya.

"Aw!" Ringis Vanilla mengusap bokongnya yang terasa nyut-nyutan.

"Kalau jalan pakai mata jangan pakai dengkul," ujar cowok itu seolah-olah tak  bersalah.

Vanilla mendongak dengan memicingkan mata. Ia berdiri dan melupakan sejenak rasa sakit di bokongnya.

"Heh! Dimana-mana jalan itu pakai kaki, bukan pakai mata. Mata itu gunanya untuk melihat, bukan untuk berjalan. IQ lo berapa sih? Masa gitu aja gak tahu."


Cowok itu tidak membalas kalimat Vanilla. Tatapannya datar tanpa ekspresi dan sangat terlihat menyebalkan.

"Apa lo liat-liat!? Awas tuh bola mata lo mau jatuh!" ketus Vanilla.

Perang dingin terjadi antara Vanilla dan cowok yang tidak dikenalnya itu. Mereka saling bertatapan, yang satu dengan ekspresi kesal, sedangkan yang satu lagi tanpa dengan ekspresi datar.

"Vanilla..," Kontak mata itu harus berakhir karena seseorang yang menegurnya.

Vanilla menoleh kebelakang dan melihat Raquella, teman baik Vanilla. "Oh my gosh, gue pikir nama yang tertera di papan pengumuman itu nama orang lain. Ini beneran lo?"

"Menurut lo?"

Raquella diam sejenak. Ia memperhatikan Vanilla dengan tatapan mengintimidasi, lalu sedetik kemudian ia langsung berteriak heboh seraya memeluk Vanilla. "Welcome back Vanilla! Gue pikir lo lupa jalan pulang," ucap Raquella begitu gembira.

Vanilla tertawa dan Raquella melepaskan pelukannya. "Btw, kita sekelas! Kayaknya kita memang ditakdirkan untuk kembali bersama," ujarnya terdengar dramatis.

"Lebay lo!"

Raquella melebarkan cengirannya. "Ayo kita ke kelas! Kita harus dapat tempat duduk yang strategis." Raquella menarik tangan Vanilla hingga ia hampir terjatuh untuk kedua kalinya.

Tepat setelah mereka mendapat tempat duduk, bel berbunyi. Pengumuman terdengar, menyuruh seluruh murid untuk bersiap karena upacara pembukaan masa orientasi siswa akan segera dilaksanakan.

°°°

Saat pembina upacara memberikan sambutan, kepala Vanilla terasa seperti berputar. Matahari tepat berada di atas kepala, begitu menyengat kulit, dan nyaris menghilangkan kesadaran Vanilla.

Sementara dibarisan belakang, cowok bermata hazel itu memperhatikan gerak gerik Vanilla yang tidak seimbang. Tidak mau terjadi apa-apa, ia memutuskan untuk maju, menghampiri Vanilla.


"Kalau gak kuat mending ke UKS aja, dari pada pingsan disini," ujarnya memberitahu.

Vanilla menggelengkan kepala, ia tidak tahu siapa yang berbicara dengannya karena ia tidak sanggup untuk mendongakkan kepala. "Gue gak papa, cuma pusing doang. Paling ntar hilang sendiri," balasnya.


"Kalau lo pingsan, kasian temen lo yang dibelakang. Syukur kalau lo ringan. Lah, kalau berat? Yang ada makin repot karena harus angkat dua orang yang pingsan sekaligus."

Vanilla tidak langsung menjawab. Sebisa mungkin ia menoleh agar bisa melihat siapa yang baru saja mengomelinya. "Udah ceramahnya?" Tanya Vanilla sarkastik ketika tahu bahwa cowok itu adalah orang yang tadi menabraknya di koridor.

Cowok itu melemparkan pandangan kesal dan memutuskan untuk kembali ke barisan belakang. Baru satu langkah, tubuh Vanilla goyah. Vanilla hampir jatuh ke tanah jika tidak langsung ditangkap.

"Lepas!" ketusnya menyingkirkan tangan yang memegangi lengannya. Vanilla menarik napas, ia tidak boleh pingsan. Vanilla yakin bisa bertahan hingga upacara selesai nanti.

°°°


Kepala Vanilla masih terasa berputar. Ditambah lagi dengan sorak murid-murid kelas yang semakin membuat kepalanya sakit. Sebenarnya Raquella sudah menyuruh Vanilla untuk beristirahat di UKS, tapi Vanilla menolaknya mentah-mentah.

"Kamu yang dibelakang! Maju ke depan sekarang!" Tegur salah satu pengurus OSIS yang sedari tadi asik berceramah di depan kelas.

Raquella menyenggol lengan Vanilla untuk membangunkan temannya itu.  "Apaan sih ra?" Tanya vanilla setengah kesal.


"Itu lo dipanggil ke depan," bisik Raquella menjawab.

Mata Vanilla langsung mengarah ke depan kelas. Dia lagi dia lagi, batinnya saat ia melihat cowok yang sama untuk ketiga kalinya.

"Maju ke depan sekarang!" Bentak kakak kelasnya membuat Vanilla mendengus.

Dengan malas Vanilla berdiri dan berjalan menuju depan kelas dengan sangat angkuh.

"Gue lihat-lihat lo dari tadi gak dengarin kita ngomong. Siapa nama lo?"

"Vanilla," jawabnya malas.

"Perkenalkan nama kita bertiga sekarang."

Vanilla menatap seperti hendak protes, namun diganti dengan helaan napas kasar. "Yang ini namanya kak Reza, yang cewek namanya kak Mutiara, dan  kakak kelas yang mukanya dingin kayak es serut itu namanya--" Vanilla memandang cowok itu selama beberapa detik, "Davarianova Pramudya Pamungkas."


Pandangan mereka kembali bertemu. Dua orang asing yang saling memberikan tatapan tajam. Seolah tahu bahwa ke depannya mereka akan menjadi rival.

"Kenapa?" Tanya vanilla karena terus diperhatikan. "Mau gue sebutin juga jabatan kalian? Biar gampang nyari tanda tangan kalian saat kalian berubah jadi artis dadakan nanti." Seluruh mata langsung memandang vanilla karena nada bicara Vanilla yang terdengar seperti meremehkan.

"Alright guys, satu kebaikan gue lakuin untuk kalian. Kak Dava jabatannya--"

"Silahkan duduk," potong Dava dibalas senyum miring disudut bibir Vanilla. "Oke," jawab Vanilla singkat lalu berjalan ke tempat duduknya dan kembali menempelkan kepala di atas meja tanpa peduli dengan orang-orang di depan kelas.


°°°


16 November 2015

Continue Reading

You'll Also Like

2.9M 164K 40
DILARANG PLAGIAT, IDE ITU MAHAL!!! "gue transmigrasi karena jatuh dari tangga!!?" Nora Karalyn , Gadis SMA yang memiliki sifat yang berubah ubah, kad...
5.4M 510K 24
Ryu Keira adalah orang yang sudah menata semua masa depannya dengan baik. Dia punya daftar hal-hal apa saja yang akan dia lakukan bahkan sampai ia tu...
773K 52.3K 42
"Enak ya jadi Gibran, apa-apa selalu disiapin sama Istri nya" "Aku ngerasa jadi babu harus ngelakuin apa yang di suruh sama ketua kamu itu! Dan inget...
90.2K 1.2K 10
Ini bukan apa-apa. Hanya kata-kata kosong yang tak sempat kuutarakan padamu. Hanya barisan sajak yang mengiang-ngiang di kepalaku tanpa tahu ma...