Kamu.

By ideteel

107K 1.6K 91

Karena hanya kamu. Cover by : Jessica Ayu Eka Pramudita More

Awal.
1.
2.
3.
4.
6.
7.
8.
9.
Flashback.
10.
Akhir.

5.

5.4K 74 2
By ideteel

Aku menaikkan selimut yang berada di bawah kakiku. Membiarkannya menenggelamkanku hingga kepala.

"Kamu kenapa Ta?"

Suara itu.

Kupejamkan mata semakin rapat. Aku... entahlah apa yang aku harapkan. Apa aku mau suara itu pergi, lagi? Atau aku dengan egois memintanya tetap?

Tes.

Tanpa sadar sebulir air menetes dari sudut mataku. Kenapa aku menjadi terlihat sangat lemah? Perlahan tapi pasti, aku meluruhkan selimutku hingga sebahu. Mendekapnya erat seperti guling. Menghapus setetes air dari pelupuk mataku. Tidak akan ada lagi tetes-tetes lainnya.

"Kenapa kamu keras kepala begini?"

Aku menghela napas. Tak berniat membuka mata. Bahkan aku takut harum tubuhnya menghilang seperti hari lalu. Aku fokus memberikan titik nyaman pada tubuhku. Kupeluk erat selimut, membiarkan kantuk menyelimutiku.

Aku menegang seketika saat aku merasakan usapan lembut di pucuk kepalaku. Dengan kikuk aku membuka mata, mendapati Nicho mengusap rambutku lembut. Juga senyumnya.

"Jangan begini. Aku sedih."

"Aku sedih saat tau kamu terus menangis dan penyebabnya tak lain adalah aku," lanjutnya berbicara tepat di manik mataku.

Aku menghambur cepat dalam peluknya. Tak berucap sedikitpun. Bahkan tak sempat melihat reaksinya. Tanganku melingkar mendekap pinggangnya. Mengeratkan pelukanku, takut kehilangan. Kurasakan usapan di punggungku, menenangkan. Perlahan aku mengatur napasku. Memejamkan mata dan berusaha menikmati waktu yang terus berjalan di antara pelukanku. Aku menenggelamkan wajahku pada dadanya.

"Aku ga nangis. Aku cuma kangen kakak."

"Aku tau."

***

Aku bangun dari lelapku. Selimutku hilang dari dekapku. Tapi bahkan angin yang berhembus dari pendingin ruangan di kamarku tidak berhasil membuatku mengigil. Aku merasa hangat.

Terima kasih, Kak.

Aku tersenyum hambar karena hal itu. Dia bahkan sekarang sudah tidak ada di hadapanku. Mungkin sejak lama.

***

"Anak gadis baru rapi jam segini? Ckck," sahut Kak Temmy saat melihatku berjalan gontai menuruni tangga rumahku.

"Apaan sih lo kak? Tumben belom jalan ke kantor?" tanyaku saat kulirik jam dinding menunjukkan pukul 8 pagi.

Ia menyuap sarapannya lagi lalu menjawab saat aku mengambil kursi di hadapannya, "Lo mau berangkat bareng siapa?" tanyanya mengacuhkan pertanyaanku sebelumnya.

"Menurut lo sama siapa? Papa kan udah jalan ke Batam," jawabku sembari mengambil setangkup roti dari hadapanku.

Aku menatap kakakku satu-satunya yang berada di depanku dengan tatapan seakan berkata, 'Yang bener aja, masa lo lupa kalo bapak lo udah ke Batam seminggu lalu?'

Kak Temmy meneguk air mineral dalam gelas di hadapannya. Lalu menuang lagi karena dirasa masih haus.

"Ck, gue belom kelar ngomong elah. Tuh liat di teras. Noah di sana sama mama lagi diajak ngobrol. Nungguin lo," jawabnya santai.

"No-noah?"

Aku kebingungan dibuatnya. Sejak kapan?

"Lama lo! Cepetan telen roti sama susunya!" ucapnya memerintah tak terbantah lalu berlalu pergi dari ruang makan.

Aku mencekal lengannya membuatnya berbalik lagi menghadapku.

"Apalagi sih dek? Udah siang nih. Mau jalan sama siapa? Gue mau nyiapin mobil nih."

Aku mengangguk-anggukan kepalaku dengan cepat dalam tatapan mata yang memandangnya bingung.

Kak Temmy mengacak rambutku pelan. Mungkin ia gemas karena tingkahku barusan. Lantas aku memakai flat shoes dan berjalan menuju teras. Ku lihat mama sedang berbincang bersama Noah sembari meminum teh melati. Tercium dari aromanya.

"Eh Ta, udah rapi? Gih jalan!"

"Ha?"

Demi bunga dalam pot mama, kenapa di saat-saat seperti ini aku merasa mama sedang menjodohkanku dengan Noah sih?

Atau memang?...

"Eh gue ga maksa kalo lo gamau jalan sama gue. Gue cuma bertamu kok. Sama ada urusan bentar sama Temmy."

Noah dan Kak Temmy? Urusan apa?

"Urusan apaan?"

Ku lihat Noah sedikit salah tingkah dan mengusap tengkuknya.

"Kepo aja lo dek. Buruan mau jalan sama siapa? Sama Noah aja ya? Gue telat nih ke kantor. Oke? Bye!" ucapnya sambil menenteng kunci mobil dari dalam rumah.

"Pergi dulu ma." Kak Temmy mencium punggung tangan mama lalu kedua pipinya.

"Dah!" Ia mencubit pipiku, menyadarkanku pada realita.

"Hati-hati Tem!" Lalu mobil Toyota Fortuner berwarna silver itupun melaju.

"Kalian juga ayo jalan sana. Kuliah pagi kan?" usir mama lembut.

"Yaudah ma aku jalan dulu. Ayo Noah!" Aku mencium punggung tangan mama lalu kedua pipinya, seperti yang Kak Temmy lakukan tadi.

Noah pamit lalu berjalan bersamaku ke arah di mana motornya di parkir di depan rumah.

Noah tersenyum. Aku memandangnya sesaat, "Lo kenapa cengengesan gitu? Kesambet lo ya?" Aku bergidik ngeri.

"Gue tau lo segitu ga bisa lepasnya dari gue, Ta," ucap Noah disertai kekehannya. Aku menatapnya bingung, sementara ia mengeratkan pegangan tangannya di tanganku.

Apa?

Sejak kapan tanganku dan Noah...

Ah sial! Aku pasti tanpa sengaja menggandengnya. Wajahku memanas. Apa yang ku lakukan?!

"Santai aja, Ta. I'm okay. Sering-sering aja." Ia tertawa renyah, membuatku ikut tertawa walau malu masih menyelimuti.

***

Suara angin membuatku sedikit enggan memulai percakapan dengan Noah. Tapi rasa tidak enak malah mendorongku memulai pembicaraan padanya.

"Noah!! Lo ga marah sama gue?!" tanyaku setengah berteriak di belakang Noah.

Ia menoleh sebentar ke belakang, "Lo boleh ngomong, tapi nanti pas udah turun. Gue ga bisa konsen," ucapnya yang membuat kedua bibirku kembali terkatup rapat.

Aku gelisah hingga kami tiba di lahan parkir kampus. Ia memarkir motor, lalu kami turun. Membuka helmnya dan dengan perlahan membantuku membuka helm yang melindungi kepalaku.

Ia menatapku dengan senyum, membuatku juga ikut tersenyum dan memandang ke segala arah.

Oh yang benar saja! Aku malu, tahu?!

"Apaan sih daritadi senyum-senyum mulu?" tanyaku diantara senyuman.

Ia menggelengkan kepalanya, masih tetap dengan senyumnya lalu meletakkan helmnya di atas motor dan mengulurkan tangannya padaku. Dengan senang hati aku meraih tangannya, membiarkan tanganku tenggelam dalam genggam tangannya.

Berjalan berdampingan dengan senyum merekah dan perasaan berbunga.

Oh adakah yang lebih indah dari pagi ini?

"CIYEEEEE!!" Terdengar suara nyaring yang berasal dari belakang kami. Tidak lain tidak bukan, si pemilik suara ini adalah Mandy. Ia tersenyum saat aku menoleh, disusul dengan Noah yang ikut melirik malas ke arahnya.

"Apaan ciye-ciye?" semprotku begitu saja saat ia tiba di depanku.

"Idih, yang udah jadian ga mau amat jauh-jauh."

"Itu tangan, tangan," sergah Ana, yang entah darimana datangnya tidak aku perhatikan, tapi sudah ada di sebelah Mandy dengan beberapa buku yang baru ia pinjam dari perpustakaan.

"Tau ya An. Talitha gitu sekarang, Noah juga, udah jadian ga bilang-bilang." Ana tersenyum saat Mandy seakan mengadu padanya.

"Jomblo mah susah sih. Ngiri aja sama yang ada gandengan! Hahaha!"

"Beda sih yang udah ada Ricky mah!" Mandy cemberut.

"Eh tapi, kalian udah beneran resmi pacaran, huh?" Ana bertanya dengan nada layaknya reporter.

Aku tidak...

"Iya mereka pacaran!" seru suara yang aku tahu tidak berasal dari sebelahku.

Siapa?

***

Continue Reading

You'll Also Like

544K 26.6K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.5M 306K 34
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
13.4M 1.1M 81
β™  𝘼 π™ˆπ˜Όπ™π™„π˜Ό π™π™Šπ™ˆπ˜Όπ™‰π˜Ύπ™€ β™  "You have two options. 'Be mine', or 'I'll be yours'." Ace Javarius Dieter, bos mafia yang abusive, manipulative, ps...