Skenario Dunia Mobil (SELESAI)

By TazKingdom

21.8K 1.6K 348

(Second Book: Skenario Dunia) Didekasikan untuk Sasuke's Birthday. Semua diplot dengan sempurna. Tidak mungki... More

Chapter 2
Chapter 3
chapter 4 (ending)

Chapter 1

9.3K 441 56
By TazKingdom

Sasuke Uchiha (27), si jenius yang berasal dari Kota Konoha menatap dingin orang-orang di hadapannya. Kedua bola mata sang bungsu menggelap, nampak kosong. Sungguh ia tidak tahu apa yang sekarang dia rasakan. Ia hanya bisa merasa gerah, ketika sang kakak mulai menggoreskan tinta pada sebuah kertas yang dijepit pada papan dada. Ditambah lagi, ruangan yang luas serba putih itu tiba-tiba menjadi sesak, ketika banyak sekali tamu untuk dia di hari ini, tamu yang diundang oleh Sasuke sendiri pada saat hari ulang tahunnya.

Sasuke menarik nafas, dan menghembuskan nafas perlahan. Ia ingin menghapus peluh yang membasahi keningnya. Sayang sapu tangan yang sempat dia sediakan sebelum berangkat ke kediaman sang kakak tertinggal di dalam kamarnya. Ia bahkan terlalu malas untuk beranjak dari tempat ini dengan tujuan mengambil tisu di salah satu meja yang ada di ruangan tersebut.

"Jadi, apa tujuanmu, Sasuke?" tanya Itachi (29) dengan alis terangkat tinggi. Ia menatap Sasuke dari balik kacamata berbingkai silver-nya. "Cepat katakan, apa yang membuatmu memanggil mereka semua kemari? Aku harap alasanmu memanggil kita kemari tidaklah mengecewakan karena kau sudah merepotkan, sekaligus menghabiskan waktu penting mereka dengan panggilan mendadak ini. Bahkan beberapa dari mereka datang dari luar negeri, hanya untuk memenuhi panggilanmu."

Sasuke mendengus mendengar ucapan Itachi.

Teman-teman Itachi tidaklah datang untuk memenuhi undangan Sasuke atau mencoba berbaik hati layaknya seorang ibu peri di cerita Cinderella. Mereka semua datang untuk kepuasan pribadi mereka sendiri. Hei, siapa yang tidak akan tergiur untuk memenuhi undangan the greatest Uchiha Sasuke yang kehebatannya sudah tidak diragukan lagi?

Sasuke mendelik kesal pada sang kakak. "Kau jangan berkata sekeras itu. Aku tahu apa yang aku lakukan," ujar Sasuke. "Lagipula, undangan ini tidaklah akan merugikan bagi mereka, maupun dirimu," Sasuke bergerak gusar. "Kemudian... Aku rasa mereka datang kemari bukanlah karena undanganku, melainkan hanya ingin bersenang-senang," delik Sasuke pada teman-teman Itachi yang sekarang ini tersenyum penuh maksud ke arah sang Uchiha bungsu.

Dengusan terdengar dari bibir Itachi. "Jadi sekarang," Itachi menghela nafas. "Apa bisa kau langsung ke saja inti permasala—"

"Aku hanya ingin meminta penilaian mengenai bukuku saja," Sasuke memotong ucapan sang kakak, gerah dengan pertanyaan Itachi. "Sebelum aku pergi ke jumpa fans dan menghadapi beberapa pertanyaan mereka. Aku harap kalian bisa membantuku," raut wajah Sasuke berubah serius.

Suasana di dalam ruangan kerja yang didominasi warna serba putih itu hening seketika. Sasori, Sai, Shukaku, Shikamaru, si kembar Pain-Yahiko, Menma, dan teman-teman perkumpulan Itachi lainnya menatap Sasuke seolah Uchiha muda adalah makhluk paling langka di dunia ini. Sasuke membutuhkan bantuan seseorang? Sejak kapan? Terlebih teman-teman Itachi yang notabene tidak terlalu dekat dengan Sasuke yang introvert. Tetapi, di sinilah sisik menariknya. Seorang Sasuke meminta bantuan seseorang. Tentu saja akan membuat orang-orang yang diminta bantuan akan penasaran.

"Kau pasti bercanda," Itachi mendengus, tidak percaya Sasuke bisa meminta seseorang untuk menolongnya. Ia memutar kedua bola matanya. "Jika kau ingin berkata bohong, jangan lakukan kepadaku. Aku tidak akan pernah mengizinkanmu keluar dari tempat ini, sampai masalah "kita" selesai, dan semua orang yang kau undang mengerti alasan kau memanggil mereka kemari. Apa kau tidak merasa bersalah telah mengundang mereka kemari?" ujar Itachi, tidak akan mempersilahkan adiknya untuk kembali ke tempat yang lebih tenang dari ruang kerjanya.

Sasuke menghela nafas sejenak. Bukan salahnya, jika orang-orang itu memenuhi undangannya, mereka saja yang selalu ingin tahu urusan Sasuke, sehingga sedikit saja sinyal kehidupan dari Sasuke akan langsung dihampiri mereka, seperti stalker saja. Sasuke yang hanya mengundang mereka melewati email memang tidak berharap banyak bisa kedatangan tamu sebanyak ini bertepatan pada hari ulang tahunnya. Ia hanya berharap teman-teman kakaknya akan membalas beberapa pertanyaan melalui bukunya, walaupun hanya melewati email. Yeah, tidak disangka teman kakaknya malah bereaksi berlebihan. Bukan satu atau dua orang teman kakaknya yang memenuhi undangan Sasuke untuk berbincang-bincang, melainkan seluruh teman kakaknya—tepat di hari yang sama, seperti janjian saja—datang menemui Sasuke. Eh, atau memang mereka melakukan janjian untuk menghakimi Sasuke?

Sasuke menatap tajam sang kakak. Tidak ada sedikitpun kebohongan dari sorot matanya. "Aku serius," ujarnya, dengan ekspresi dingin, tidak terlihat bercanda sama sekali.

Dalam waktu sekejap, suasana di dalam ruangan itu menjadi dingin. Semua orang di tempat itu, menjadi percaya dan tidak percaya pada ucapan Sasuke. Bahkan Shikamaru yang sejak tadi memejamkan matanya, kini menatap Sasuke tanpa berkedip. Seluruh ekspresi orang-orang di dalam ruangan itu tertarik dengan ucapan Sasuke. Sang Uchiha muda pun menatap tamu-tamu kakaknya. Ia menatap tamu-tamu itu tajam seolah mengatakan, 'memangnya-sangat-bermasalah-jika-aku-memiliki-kecengan?'

"Baiklah. Jangan terlalu banyak berdebat, Kawan. Kita tidak memiliki banyak waktu di sini. Terlebih dirimu, Itachi," ujar Menma, mengangkat kedua bahunya. Ia menatap kembali layar ponsel pintarnya. Kemudian tamu-tamu kakaknya pun mulai mengalihkan perhatiannya pada hal lain.

Sasuke menatap teman-teman kakaknya yang mulai sibuk dengan diri mereka sendiri.

Sasuke menatap kembali sang kakak. Ia menghela nafas. Jika ada orang yang lebih pintar dari Itachi Uchiha bisa diajak satu ruangan, pasti Sasuke lebih memilih orang itu daripada kakaknya yang tidak bisa dibaca ekspresinya dan bicaranya sangat pedas.

"Oke, oke," ujar Itachi, mengalah. "Aku akan pertegas di sini agar semua orang mengerti," jeda sejenak. "Kau mengundang kami untuk membantumu dalam penilaian cara bicaramu di depan para fansmu, bukan?" tanya Itachi, memulai kembali pembicaraan. Ia melihat kertas di tangannya, dan memperbaiki letak pena di jari-jarinya, siap untuk mencatat. "Lalu, apa yang bisa kami bantu sekarang ini?"

Sasuke menelan ludahnya sejenak. Ia memejamkan mata, dan membukanya secara perlahan. Tenang. Tenang. Tenang. Ia mengucapkan kata tersebut sebanyak tiga kali sebelum menarik nafas, menghembuskan udara secara perlahan, dan memulai ceritanya. Jika sudah seperti ini, tidak ada lagi yang bisa dia lakukan selain...

Bercerita segalanya pada sang kakak semua isi bukunya.

"Kalian hanya perlu mendengarkan saja dulu," bisik Sasuke. "Mendengarkan sebuah cerita yang dimulai dari eksperimen seseorang. Eksperimen yang sangat penting, dan pantas diberi nobel karena kehebatannya," Sasuke patut berbangga diri dengan tokoh di dalam bukunya itu. Ia bersiap-siap memasang tembok pada wajahnya, ketika tamu kakaknya berhenti sibuk dengan diri mereka sendiri, mencuri dengar cerita Sasuke.

"Eksperimen yang bahkan kau sendiri gila karenanya, dan pasti membuat kau membenci hari ulang tahunmu sendiri."

Dan...

Saat itu...

Cerita pun dimulai.

Skenario Dunia Mobil

Disc: Masashi Kishimoto

Pairing: SasuNaru

Rat: M

Warn: OOC, miss typo(s), yaoi, NC-21, lime/lemon, dan masih banyak hal lagi.

Cerita ini semata-mata hanya untuk kesenangan pribadi author, bukan dibuat untuk merugikan siapapun, termasuk merugikan pengarang Naruto asli—Masashi Kishimoto.

Cerita ini bukanlah untuk diplagiat, terlebih hanya untuk di copy-paste.

19 Desember 2011,

Bengkel Kerja Sasuke.

Suna, Pulau Hokaido.

Sasuke Uchiha si jenius.

Sejak kecil Sasuke sudah mendapat title tersebut, hingga dia tidak tahu kapan terakhir kali seseorang pernah mengguruinya. Pada umurnya yang terbilang muda, tepat di hari ulang tahunnya, ia berhasil lulus dari universitas terbaik di London, dengan berbagai macam gelar. Bukan hanya double degree yang diperolehnya, tetapi triple, bahkan bisa lebih gelar yang dia dapatkan dalam waktu bersamaan. Sasuke makhluk sempurna, begitulah yang orang-orang nilai darinya. Selain kejeniusannya, diapun terkenal karena tingkat perekonomian keluarganya yang di atas rata-rata, wajahnya yang tampan (tidak terlihat nerd sama sekali walaupun dia seorang kutu buku dan ilmuwan), serta suara baritonnya yang bisa membuat seorang nenek yang sudah menikah selama 64 tahun bercerai hanya untuk dijadikan madu oleh sang Uchiha.

Sasuke sangat bersyukur dengan kelahiran dirinya.

Ia selalu merayakan hari ulang tahunnya dengan prestasinya.

Sejak lahir Sasuke selalu dipuja oleh banyak orang. Bahkan kakaknya yang hebat pun menjadi poin lebih untuk diri Sasuke. Semua orang mengatakan dia ini adalah pemuda yang beruntung karena memiliki kakak seperti seorang Itachi Uchiha yang sama jeniusnya dengan Sasuke—namun tidak terlalu suka mengumbar-umbar kejeniusannya seperti sang adik, tetapi lagi, dapat diandalkan oleh siapapun. Kebaikkan dan murah senyum Itachi menjadi titik utama kesempurnaan sang kakak dibandingkan sang adik yang terkenal sangat introvert namun tetap dianggap memukau oleh kaum Hawa.

Membicarakan kesempurnaan Sasuke di luar sana tidak akan pernah habis.

Bahkan puluhan edisi majalah Konoha Times pun tidak akan pernah tuntas mengupas kehebatan Uchiha muda ini. Namun, manusia tetaplah manusia. Sebaik-baiknya mereka, ataupun sesempurna mereka, pastilah mereka memiliki kesalahan. Bahkan kesalahan yang sangat fatal untuk ukuran seorang Sasuke Uchiha. Kesalahan yang membuat dirinya menjadi... sedikit gila. Kesalahan yang membuat dirinya yang membuat Sasuke membenci title jenius yang sudah tertanam di dalam dirinya sejak dia kecil.

Sasuke sangat suka tantangan.

Sasuke selalu bergonta-ganti hobby untuk memuaskan hasratnya, dan membuktikan diri jika si hebat Sasuke Uchiha masih hidup setelah melakukan kegiatan sangat ekstrim di satu hari setelah hari ulang tahunnya. Dari sekian banyak hobby, 90 persen hobby-nya adalah yang berbau "Memacu adrenalin." Dimulai dari berjalan dengan seutas tali di antara tebing berbatu, bungee jumping di air terjun, serta melakukan penurunan bukit berbatu yang sangat curam (nyaris 90 derajat) dengan menggunakan sepeda gunung.

Sasuke selalu mengakhiri hobby-nya tepat pada hari ulang tahunnya, ketika dia melakukan hal tergila dengan hobby-nya dan selamat, tiada cacat. Ya, semua hobby-nya berjalan sangat mulus karena Sasuke memiliki perhitungan yang akurat dalam apapun. Bagi Sasuke, sudah terlalu banyak yang dia lakukan untuk kepuasan dirinya sendiri dengan hobby ekstrimnya, hingga dia menemukan titik jenuh. Pada akhirnya, Sasuke yang merasa hobby ekstrim terlalu membosankan, memilih untuk mencari hobby yang umum. Hobby yang cukup sering dilakukan oleh banyak orang, tetapi selama ini belum pernah disentuh Sasuke.

Membuat suatu tulisan berseni!

Pujangga?

Author?

Atau seorang motivator?

Membuat puisi, cerita berkata tinggi, serta menuangkan ide dalam sebuah tulisan memang terdengar mudah. Semudah mencoret kertas putih dengan tinta hutam. Tetapi, apakah membuat ide yang cetar membahana dan disukai banyak pihak bisa semudah itu? Apakah di hari ulang tahunnya nanti, Sasuke bisa masuk kembali ke dalam majalah karena berhasil melakukan sesuatu yang menghebohkan di hari ulang tahunnya?

Entahlah.

Mungkin hanya Sasuke sendiri yang bisa menjawabnya.

Sasuke merobek kertas dan meremasnya untuk kesekian kalinya. Sudah kesekian kalinya juga dia melempar kertas ke tempat sampah, tetapi kertas tersebut hanya berlabuh di pinggir—luar—tempat sampah tersebut. Sasuke menghela nafas. Ia menyandarkan punggungnya pada kursi. Ia memejamkan matanya sejenak. Hanya sejenak.

Sasuke menyerah?

Tidak. Dia tidak menyerah. Kata menyerah tidak pernah ada di dalam kamus sang Uchiha. Ia hanya menenangkan tubuhnya, dan memutar otaknya untuk mencari sesuatu di dalam otaknya yang bernama "Ilham". Tetapi.... kenapa otaknya yang selalu bisa menciptakan barang-barang berteknologi tinggi, obat-obatan yang berguna bagi umat manusia, tidak bisa berpikir tentang hal remeh seperti ini? Kenapa satu kata patah indah pun tidak ada yang terbesit di otaknya dan cocok untuk karya pertamanya?! Apakah dia sudah melupakan kata-kata di dalam kamus Jepang?

Sasuke membuka matanya. Sebenarnya, apa sulitnya menulis karya sastra? Bukankah menulis sastra hanyalah sebuah hayalan, lain halnya dengan angka-angka rumit untuk mengukur titrasi, atau mengukur berapa kecepatan sebuah benda yang dilempar secara parabola? Tetapi rasanya, otak Sasuke seperti dibom. Ia tidak dapat menemukan sedikitpun ide. Otaknya yang dipaksa untuk berhayal hanyalah menyebutkan kata rumus, percobaan, dan rumus lagi!

Ada apa dengan otaknya?!

Kenapa dia tidak dapat berpikir cermat?!

Kenapa dia tidak bisa berpikir sastra semudah berpikir hitungan matemati—

Tunggu!

Tiba-tiba sebuah ide "jenius" terbesit di dalam otak Sasuke, membuat Sasuke membuka matanya.

Kenapa tidak dia memikirkan karya sastranya seperti memikirkan cara menghitung kimia?

Yah, itu sangat brilliant!

Jika memang otaknya tidak mampu untuk berpikir sastra, pasti otaknya mampu berpikir dengan logika, bukan?!

Yeah... benar!

Itu sangat jenius.

Atau terdengar gila?

Karena...

Sasuke berbicara sendiri!!

Sasuke beranjak dari kursi kebesarannya. Kursi yang selama ini selalu menemani dirinya di hari-hari yang melelahkan. Sasuke melangkah menuju sebuah lemari besar yang memiliki deretan jurnal, buku, serta tulisan-tulisan ilmiah di dalamnya. Sasuke menatap satu-persatu pinggiran buku tersebut, membaca setiap judul buku-buku miliknya. Ia menatap satu-persatu tulisan ilmiah yang bisa dia gunakan untuk hobby-nya sekarang. Tetapi, apa yang bisa dia gunakan? Sasuke mengetuk-ngetuk ujung rak lemarinya. Ia berpikir sejenak, kemudian dengan asal dan malas membuka-buka jurnalnya... sampai...

Sang Uchiha terdiam.

Bibirnya perlahan melengkung ke atas.

Ia tersenyum.

Dan senyumannya semakin lebar.

"Ini akan menjadi prosa terbaik sepanjang sejarah," ujar Sasuke dengan percaya dirinya. Prosa yang akan mengetarkan dunia karena diangkat dari kisah nyata yang sangat berbeda.

End Sasuke's Story

"Jadi, itu isi bukumu yang laris itu?" Shukaku yang dengan hikmat mendengar cerita Sasuke membuka pertanyaan di saat Sasuke diam cukup lama, seolah mengakhiri ceritanya. "Wow, cerita sangat singkat!"

"Jadi, eksperimen apa yang tokoh itu buat?" tanya Menma, sama penasarannya dengan Shukaku.

"Kau yakin buku itu laris dibeli orang, atau kau sendiri yang membelinya??" lanjut Pain, dengan senyuman meremehkan. "Bahkan buku Lee yang tidak sejeniusmu terlihat lebih menarik," ledek Pain, membuat perempatan urat muncul di kening Sasuke.

Sabar Sas!

"Karyamu belum patut untuk dikomersilkan!" celetuk salah satu dari mereka yang minta dikebiri. Entah siapa orang yang berani berkata sekejam itu.

"Ini cerita omong kosong," kali ini sosok pemuda yang sulit dikalahkanlah yang berbicara. Sasuke menatap Itachi yang sedang berpikir, menyerna omongannya sendiri. Tampaknya aku salah bicara? Itachi menyadari aura tidak nyaman yang keluar dari tubuh Sasuke.

Sasuke memutar kedua bola matanya. Dengan tajam ia menatap para tamu kakaknya. Para tamu yang selalu seenak perut mereka jika berbicara. "Aku tahu kalian belum membaca bukuku karena itu tidak sesuai dengan genre buku yang kalian sukai, dan aku tahu beberapa dari kalian tidaklah suka membaca. Tetapi, bisakah kalian berhenti bertanya tidak-tidak sebelum aku menyelesaikan ceritanya?!" seru Sasuke, kesal dengan pertanyaan-pertanyaan tidak sopan yang dilontarkan teman-teman kakaknya. Setidaknya hargai dirinya, walaupun hanya... sedikit. Ya, sedikit. Berhubung teman-teman kakaknya tidak pernah tahu cara menghargai makhluk hidup.

Semua pendengar itupun menutup mulut mereka, dan kembali beraktivitas. Mereka tidak mau mengambil resiko tidak bisa mendengar cerita Sasuke, setelah jauh-jauh datang kemari. Melihat Sasuke mulai membuka diri pada mereka, mereka cukup bersyukur. Mereka pun kembali sibuk dengan majalah, ponsel, bahkan pinggir sofa—untuk tidur. Sedangkan Sasuke menghela nafas, menatap kakaknya, dan siap untuk cerita kembali. Sebelum bercerita, Sasuke menatap jam tangan rolex-nya, berharap waktu yang dimilikinya sekarang cukup.

"Ha-ah, kalian dengarlah baik-baik," Sasuke mulai membuka suaranya. "—Karena aku tidak akan pernah mengulang cerita ini," ujar dirinya. "Tidak akan pernah."

Sasuke's Story

2 Januari 2012

Bengkel Kerja Sasuke.

Suna, Pulau Hokaido.

Setelah mendekam di kamar selama dua minggu, berdiam diri seperti ayam yang akan menetaskan telurnya, akhirnya Sasuke keluar dari bengkel kerjanya. Tubuh Sasuke yang biasanya berisi kini mengurus, rambut di dagunya tumbuh kasar, membuat sensasi menggelitik pada saat dirinya sendiri menyentuh dagu itu, dan Sasuke tidak terlalu suka hal itu. Sedangkan surai hitamnya mengusam, kemudian lingkaran hitam melingkari matanya. Sasuke terlihat suck! Ia seperti profesor gila. Tetapi senyuman kebahagiaan tidak menghilang dari bibirnya. Ia telah berhasil merancang alur permainannya. Ia telah berhasil menyempurnakan eksperimen yang ditemukannya pada semester dua masa kuliah, dan Sasuke pun berhasil menuliskan plot cerita yang akan dia gunakan saat menggunakan eksperimen tersebut.

Sasuke melangkah ke arah kamar mandi. Ia ingin mencuci mukanya sejenak. Sasuke menatap cermin wastafel di hadapannya. Ia nyaris berteriak, tidak mengenal dirinya sendiri, ketika melihat wajahnya yang sangat mengerikan. Sial! Dimana wajah tampanku? Batin Sasuke, narsis. Sasuke pun lekas mencuci wajahnya, membuka pakaiannya, dan bersiap untuk mandi. Setidaknya, dia harus terlihat sangat baik, ketika dia mulai mengerjakan hobby nya. Ia harus terlihat tampan, sehingga dikala dia berhasil menjalani hobby barunya, dan orang-orang akan meliputnya, dia tidak akan terlihat seperti orang gila, dan penerus bangsa menjadi takut untuk bereksperimen seperti dirinya.

Selesai membenahi tubuhnya yang baunya sudah sama dengan kambing, Sasuke menyantap makan pagi sekaligus siang yang telah disiapkan oleh asistennya.

"Katakan pada semua orang yang akan menemuiku, aku akan bekerja sangat lama di bengkel," ujar Sasuke, memerintah asistennya untuk melarang siapapun orang yang akan bertamu padanya.

"Mhm, tapi Tuan muda, Nyonya Mikoto meminta saya agar memberitahu Tuan, jika Tuan harus menghadap padanya," kata sang asisten. "Nyonya Mikoto ingin mengajak Anda ke acara bazaar amal, serta meminta Anda menyumbangkan beberapa benda yang sudah tidak terpakai untuk acara tersebut," lanjutnya.

Sasuke berpikir sejenak. Dia lupa jika ibunya yang sangat suka melakukan acara-acara untuk progam amal meminta dirinya menyumbangkan beberapa benda yang sudah tidak terpakai tetapi masih layak untuk digunakan. Sasuke mengerutkan keningnya. Tidak ada waktu lagi bagi sang Uchiha untuk bertemu ibunya, dan memilah-milah barang bersama ibunya. Waktu ulang tahunnya akan tiba, dan dia harus mengerjakan proyeknya dari sekarang. Ia tidak ingin di hari ulang tahunnya, tidak ada kejutan sama sekali untuk dirinya. Ia ingin sesuatu yang hebat di setiap hari ulang tahunnya, dan proyek kali ini merupakan salah satu jalan untuk mencapai kesempurnaan—lagi—pada hari ultahnya.

"Katakan saja pada Ibu, dia pilah-pilah saja sendiri mana barangku yang bisa digunakan untuk acara bazaar. Aku mempercayai semua pada dirinya."

"Baik, Tuan muda."

Sasuke menegluk minumannya.

"Dan satu hal lagi, Tuan muda...," sang asisten kembali berbicara.

"Katakan saja!" perintah Sasuke.

"Tuan besar meminta Anda untuk hadir dalam acara proyek besar perusahaan. Sebagai orang terpenting dalam proyek itu, kehadiran Anda sangat dinanti," sang asisten menatap cemas Sasuke. "Saya harap Tuan bisa menjaga kondisi Tuan sampai acara itu dimulai."

Sasuke paham betul apa yang dimaksud asistennya. Sudah beberapa tahun ini, Keluarga Uchiha mencari teknologi yang bisa digunakan dalam perlombaan F1. Teknologi tersebut berguna untuk menambah performansi mesin mobil, dan kecepatan mobil di lintas arena. Dari sekian banyak profesor yang disewa oleh Perusahaan Uchiha, Sasuke-lah yang berhasil menemukan teknologi tersebut. Ia berhasil meningkatkan performansi mobil Formula One hingga mencapai titik maksimal. Bahkan Sasuke meningkatkan efisiensi mesin nyaris 100 persen, membuat kerja mesin sangat tinggi, dan benar-benar mengalahkan efisiensi kerja mesin carnot (hukum termodinamika II), dengan performa efisiensi volumentrik, termal, bahkan mekanis terbaik dibanding mesin apapun.

Dengan kemampuan Sasuke, perusahaan-perusahaan besar di seluruh dunia memperebutkan dirinya, bahkan mencoba bekerja sama dengan dirinya.

Sasuke si pembuka gerbang end tech, itulah julukan untuk Uchiha bungsu.

Sasuke berpikir sejenak. "Aku pasti datang. Katakan padanya, tidak perlu cemas," ujarnya percaya diri. Sang asisten mengangguk paham.

Setelah itu, Sasuke beranjak kembali ke bengkel kerjanya. Ia menatap sebuah kursi empuk di tengah ruangan, dan tombol-tombol yang seperti keyboard menempel pada dudukan tangan kursi itu. Sasuke melangkah menuju meja kecil yang ada di pinggir kursi itu. Ia menekan sebuah tombol pada meja kecil itu, membuat ruangan yang tadinya sangat gelap mulai menyala, memperlihatkan aliran listrik pada dinding tembok, dan berakhir pada layar besar di hadapan Sasuke.


Sembari meminum obat suplemen buatannya, agar bisa bertahan beberapa hari tanpa makan dan minum, sang pemuda memeriksa secara ditail setiap sub program yang telah dibuat Sasuke untuk proyeknya. Ia pun memeriksa segala keperluannya dalam menjalankan proyeknya. Setelah semua dianggap telah selesai, Sasuke melangkah menuju kursi sembari melepas seluruh pakaiannya, dan duduk di atas kursi itu. Ia menatap besi panjang untuk infusan yang menempel pada samping—sedikit—belakang kursi. Sasuke mengambil selang infusan itu, dan menatapnya tidak suka. Ia ragu untuk menggunakan infusan tersebut. Ish, Sasuke tahu dengan pasti efek samping dari infusan ini. Cairan yang ada di dalam wadah ini akan merubah bentuk tubuhnya menjadi lebih berisi. Tetapi, jika dia tidak memakai infusan, ia tidak bisa menjamin tubuhnya akan bertahan hidup, jika terjadi sesuatu di luar sana. Ia bisa mati konyol karena obsesinya sendiri.

Ya, walaupun dia sudah menggunakan suplemen buatannya, tetapi Sasuke harus memiliki cadangan untuk tubuhnya, jika terjadi sesuatu. Ia harus memasangkan infusan rancangannya yang biasa mengatur kebutuhan tubuhnya sendiri sebelum dia tidak sadarkan diri, dan mempasrahkan hidupnya pada mesin.

Pada akhirnya Sasuke menusukkan sendiri jarum infusan ke tangannya. Setelah itu, ia menatap bagian tengah besi infusan. Ia menatap sebuah benda bulat yang memiliki layar digital dan terhubung pada selang infusan, dan menempel pada besi infusannya, kemudian terhubung pada kabel di kursi itu. Sasuke menekan tombol yang ada di benda tersebut. Timer. Sasuke mengukur waktu secara ditail kapan saja infusan tersebut boleh memberi nutrisi untuk tubuhnya. Setidaknya dengan mengatur waktu ini, tubuh Sasuke tidak akan berakhir menjadi terlalu jelek kalau.... ada sesuatu. Entah kenapa Sasuke berfirasat tidak enak tentang karyanya sekarang. Tetapi Sasuke terkenal sebagai Mr. Zero accident—Tuan yang melakukan kesalahan dalam percobaannya sebanyak nol persen.

Setelah memasang infusan, ia tersenyum tipis dikala tangannya menggapai benda bulat—berwarna-warni yang terhubung pada kabel layar. Sasuke memasang benda bulat itu di dada, pelipis, serta salah satu pergelangan bawah tangannya. Selain benda bulat itu, Sasuke pun memasang helm yang disambungkan pada kursi itu. Sasuke memasang penutup mata yang menyambung pada pelindung kepala itu. Bagian depan penutup mata itu seperti kacamata dalam versi rata; berwarna hitam, seperti mata robot yang ada di film box office. Namun, dikala Sasuke menekan tombol hijau pada dudukkan tangan di kursi itu, penutup mata itupun berubah warna menjadi kemerahan. Kacamata itu menampilkan deretan angka, huruf, dan tulisan-tulisan. Setelah semua siap, Sasuke mulai menekan tombol-tombol lainnya, hingga kedua tangan dan kakinya terikat oleh besi, dan kepalanya seperti disengat oleh listrik.

Lambat-laun, layar besar di hadapan Sasuke mulai menampilkan program penghitung.

10%...

50%...

80%...

100%...

Loading Complete

Dari arah sebuah tabung kaca yang terhubung pada layar itu keluar cahaya. Benda bercahaya sebesar kepalan tangan, dan lebih keras dari berlian mulai mengalirkan kekuatannya menuju kabel-kabel selang yang telah disediakan oleh Sasuke. Aliran tersebut menuju Sasuke, dan memasuki kursi yang diduduki Sasuke. Kemudian cahaya tersebut masuk ke dalam sistem tubuh Sasuke melalui kabel-kabel yang dipasang Sasuke pada tubuhnya. Setelah itu, rasa panas pada tubuh Sasuke semakin menyengat. Terlebih saat kepalanya serasa ditarik-tarik, dan seluruh tubuhnya seperti akan dirobek. Lambat-laun, kekuatan itu menarik dirinya, terus menariknya, melewati arus menyengat, hingga mencapai sebuah benda yang mirip seperti pistol laser rasaksa.

Dan?

Setelah mengalami proses, cahaya itupun masuk ke dalam benda tersebut sebelum ditembakkan, menembus dinding, tanpa meninggalkan jejak sedikitpun, layaknya makhluk kasat mata.

Perlahan dan pasti kesadaran Sasuke mulai menghilang. Dalam waktu sekejap, tidak ada lagi hal yang dapat dirasakan dan diingat oleh Sasuke. Semua gelap. Ia tidak tahu lagi apa yang akan terjadi. Ia hanya bisa pasrah pada apapun nasib yang akan terjadi pada dirinya.

Warning!

Logical Error

01110011 01100101 01101100 01100001 01101101 01100001 01110100 00100000 01110101 01101100 01100001 01101110 01100111 00100000 01110100 01100001 01101000 01110101 01101110 00101100 00100000 01010011 01100001 01110011 01110101 01101011 01100101 00100001

TRING!

6Q98 WQW7HQ47

Beberapa detik setelah Sasuke meninggalkan kesadarannya, tulisan itupun muncul di layar besar—tempat kerja Sasuke.

.

Nggggguuuungggg.... Ngggguuunggggg...

Suara bising dari knalpot membuat otak Sasuke berfungsi secara perlahan. Sasuke membuka matanya. cahaya lampu aula besar, dan suara bising langsung menyambutnya, membuat kepalanya terasa pusing. Sasuke ingin memegang kepalanya, tetapi tubuhnya terasa kaku. Ia seperti tidak memiliki tangan dan kaki?! Mhm... ada apa dengan dirinya?! Apakah dia lumpuh? Sasuke membiasakan dirinya terlebih dahulu untuk melihat keadaan sekeliling sampai saatnya dia baru sadar, dia tidaklah berada di dalam kamarnya. Ia tidak berada di kediamannya. Ia berada di sebuah tempat yang tidak dia ketahui?!

"Dimana aku?!" seru Sasuke, ketika orang-orang di hadapannya sibuk mondar-mandir, bersifat acuh, seolah tidak mendengar seruannya. Bahkan para kaum pemuja yang biasanya berteriak ketika melihat dirinya terlihat sibuk dengan diri mereka sendiri, tidak peduli dengan keberadaannya. Damn, ada apa dengan dirinya?! Apakah kadar pesonanya berkurang terlalu drastis?! Sasuke tidak bermaksud ingin dipuja, tetapi dia heran saja dengan keadaannya sekarang.

Sasuke mencoba mengingat-ingat kejadian sebelum dia tidak sadarkan diri, tetapi tidak ada sedikitpun ingatan yang terbesit di pikirannya. Sasuke menghela nafas. Kemudian, dia menatap sekitar, berharap ada suatu hal yang bisa menjawab pertanyaannya. Sasuke melihat suasana sekitarnya begitu ramai. Anak-anak, orang tua, serta para remaja sibuk kesana-kemari, menghampiri stand. Hmm... stand?! Sasuke ingin mengerutkan dahinya, namun tubuhnya masih terasa sangat kaku. Sasuke pun melihat anak-anak sibuk membeli permen, atau bermain permainan di salah satu stand, sedangkan para orang tua sibuk berbincang-bincang, dan membeli pakaian, serta alat-alat rumah tangga.

Keramaian ini...

Suasana ini...

Stand-stand ini...

I—ini terlihat seperti...

Bazaar?!

Dengan panik Sasuke mencoba untuk menggerakkan tubuhnya, bermaksud keluar dari tempat ini. Tetapi tubuhnya tidak dapat digerakkan. Tubuhnya serasa keras seperti terbuat dari logam. Sasuke mendecih kesal. Ia masih berusaha untuk bebas dari tempat ramai ini ketika suara yang dia kenali terdengar dari arah sampingnya. Sasuke melirikkan matanya. Ia melihat seorang pria berumur 30 tahunan, rambut silver, dan memakai masker—yang entah fungsinya untuk apa—sedang berdiri di sampingnya.

Kakashi?!

"Kakashi! Hei, Kakashi!" Sasuke mencoba memanggil Kakashi, tetapi Kakashi yang merupakan kenalan dekat ayah-ibunya hanya bersifat acuh. Ia malah merasa tubuhnya tertekan ketika Kakashi menempel pada dirinya, dan duduk di bagian depan tubuhnya. "Hei, apa yang kau lakukan?! Menyingkir dari tubuhku!" seru Sasuke, tetapi Kakashi tidak mendengar dirinya sama sekali.

"Yooo, Kakashi!" seorang laki-laki yang tidak Sasuke kenal menghampiri Kakashi. Laki-laki itu berdiri di hadapan Kakashi. "Jadi, barang apa yang kau jual hari ini?" tanya laki-laki tersebut.

"Hanya barang-barang yang berasal dari Keluarga Uchiha, seperti perlengkapan bayi kedua Uchiha junior, serta... mainan para Uchiha?" ujar Kakashi sambil menggerakkan kepalanya, menunjuk ke bagian dalam tenda stand miliknya, dan menolehkan kepalanya pada Sasuke. Kakashi menatap Sasuke sebelum pandangannya beralih kembali pada laki-laki di hadapannya.

Apa maksud dari pandangan itu?

Sasuke membatin bingung.

"Mobil tua ini juga?" tanya laki-laki itu sambil menepuk-nepuk kepala Sasuke.

DUK! DUK! DUK!


Bunyi logam terdengar dari atas kepala Sasuke.

"ISH!" Sasuke memekik sakit ketika orang tersebut menepuk-nepuk kepalanya. Ia mendelik sebal pada orang tersebut. "Hei, hentikan tanganmu, berdebah! Atau aku akan menghajarmu!" umpat Sasuke, tetapi umpatannya hanyalah dianggap seperti angin lalu.

Dari balik maskernya, Sasuke dapat melihat Kakashi tersenyum penuh misterius. "Ya, ini mainan Sasuke. Mobil lama. Mikoto menjual mobil ini padaku, ketika Uchiha bungsu akan dibelikan mobil yang lebih baik dari ini?" ujar Kakashi, kemudian dia menarik laki-laki di hadapannya, dan memeluk pinggang laki-laki itu. "Hadiah ulang tahun. Kau tahu, bukan, maksudku?" bisik Kakashi dengan nada menggoda.

Kedua mata Sasuke terbelalak. "A—apa yang dia lakukan?!" serunya, saat Kakashi memperlakukan laki-laki di hadapannya intim.

Laki-laki itu mendorong dada Kakashi. "Ka—Kakashi, jangan macam-macam. Kita di tempat umum," ia berusaha melepaskan tangan Kakashi dari pinggangnya.

"Jadi, jika di tempat sepi kau mau?" goda Kakashi, tidak seperti biasanya di mata Sasuke.

"Kakashi!" pekik pria itu. Wajahnya merona, membuat Sasuke muak.

Kakashi memajukan wajahnya. "Sedikit saja. Baru aku akan melepaskanmu," desah Kakashi, membuat wajah laki-laki di hadapannya semakin memerah.

"Dasar mesum," rutuk laki-laki tersebut. Secepat kilat dia membuka masker Kakashi, kemudian mengecup bibir Kakashi.

Oh...

My...

God!

Sasuke pasti freaking out layaknya gadis SMP ababil ketika melihat kecoa terbang jika dia bukan seorang Uchiha. Ia harus mengetahui fakta baru jika kerabat dekat ayahnya, orang yang selalu berkunjung ke rumahnya, orang yang selalu memanjakannya, dan orang yang pernah memandikannya sewaktu Sasuke kecil adalah.... gay, homo, menyukai sesama jenis, atau apalah itu!!!

Sasuke merinding sendiri membayangkan tubuhnya pernah disabun, disamponi, dipakaikan pakaian, kemudian... kemudian... KYYYYAAAAAAA, teriak Author—OOC.

Mampus, lo, Sas!

Ujar Author yang berhasil buat telinga Sasuke tuli seketika.

"Apakah lambo?" dia—laki-laki di dekat Sasuke kembali mengobrol biasa. Tangan Kakashi sudah terlepas dari pinggang teman bicaranya. Mereka terlihat biasa saja sekarang. Tidak mesra seperti tadi. Sungguh aneh!

"Yeah, apa lagi yang diberikan Fuga-Miko untuk salah satu anak kesayangan mereka—si anak jenius?" Kakashi berkata dengan nada datar, seolah tidak ada hal yang menarik dari Keluarga yang selalu menjadi langganan di cover majalah bisnis itu.

"Sasuke Uchiha memang pantas mendapatkan hal itu, mengingat prestasinya yang sangat hebat," mata pria itu berbinar-binar, penuh kekaguman.

"Hati-hati jika memuji orang. Kau bisa membuat seseorang di depanmu cemburu," sindir Kakashi, kekanakan.

Sasuke mendengus. Kau tidak usah cemburu karena aku tidak mungkin merebut kekasihmu, Homo! Batin Sasuke, gemas.

Sang laki-laki tersenyum tipis ketika melihat tampang Kakashi. Iapun melihat jam tangannya. "Oh, aku sudah terlambat," gumam laki-laki itu, dengan raut wajah terkejut. "Masih banyak yang harus aku lakukan. Jika kau butuh sesuatu, hubungi aku saja," laki-laki itu mengecup pipi Kakashi. "Jika begitu, sukses, ya, Kakashi-kun," ujarnya sambil melambaikan tangan, berjalan menjauh dari Kakashi.

"Hei, Iruka-chan!" seru Kakashi, menghentikan langkah kaki laki-laki itu.

Oh, Iruka namanya?

Sasuke tahu sekarang siapa pasangan dari Kakashi si homo.

"Kau belum "mengucapkan" salam perpisahan secara benar padaku," ujar Kakashi dengan nada menggoda.

"Damn, jangan lagi!" Sasuke menggeram. Ia berharap laki-laki bernama Iruka itu menolak tingkah mesum Kakashi yang terkenal suka membaca novel berlabel 18++. Jyaaah, sekarang Sasuke dapat membayangkan isi novel itu. Selain adegan tidak senonoh, pastinya novel itu bergenre... yaoi?

Dengan semburat merah Iruka melangkah kembali mendekat pada Kakashi. Ia membuka masker Kakashi dan mengecup bibir laki-laki itu. Tidak ingin melepas Iruka begitu saja, kedua tangan Kakashi memerangkap tubuh Iruka. Lidahnya yang lihai mulai mengelus permukaan bibir Iruka, mengetuk-ngetuk bibir itu agar terbuka. Perlahan demi perlahan ciuman yang hangat dan romantis pun berubah menjadi penuh nafsu, dan penuh air liur. Dapat dilihat oleh Sasuke, orang-orang yang melewati mereka hanya bisa memasang ekspresi bodoh, bahkan menatap Iruka dan Kakashi seperti pasangan tergila sepanjang masa.

"Aku. Ingin. Muntah," Sasuke menutup matanya, tidak mau melihat adegan memualkan itu.

"Sampai jumpa!" suara serak Iruka membuat Sasuke membuka matanya kembali. Akhirnya, mereka selesai berciuman juga!

Iruka melambaikan tangannya, berpamitan pada Kakashi. Ia menjauh, dan semakin menjauh, meninggalkan Kakashi yang masih terpesona dengan bokong Iruka. Ah, malam~ Cepatlah datang, Kakashi si mesum ingin sekali menikmati bokong itu. Mengelusnya, mengecupnya, dan—

"Mukamu sungguh menjijikan, Kakashi!" Sasuke bergidik ngeri, memotong deskripsi Author. Tidak mau menatap wajah mesum di balik masker itu, atau mendengar ucapan Author yang sama mesumnya dengan para reader yang membaca rating Mature di salah satu situs baca.

Sasuke mengalihkan pandangannya dari Kakashi. Ia tidak ingin menatap wajah Kakashi lebih lama. Sasuke menerawang ke depan sana, menatap orang-orang yang masih sibuk berburu barang di bazaar ini. Sebenarnya bazaar apa ini? Untuk apa bazaar ini diadakan? Sasuke sama sekali tidak bisa mengingat apa yang terjadi dengan dirinya, dan kenapa dia bisa berada di sini. Ia hanya mengingat dirinya sedang sangat bosan, dan ingin mencari hobby baru, kemudian... dia membuat eksperimen?!

"E—eksperimen itu!" seru Sasuke, baru mengingat eksperimen yang telah dilakukannya. "Eksperimen sok pujangga itu. Aku seharusnya telah masuk ke dalam—

Empat orang pria yang berbadan kekar melangkah mendekat menuju Sasuke dengan membawa kaca besar. Kaca yang akan mereka masukkan ke area sirkus di samping gedung bazaar ini. Orang-orang itu semakin mendekat, melewati Sasuke, hingga sang Uchiha dapat melihat pantulan dirinya dari kaca itu. Sasuke mengerjapkan matanya. ia memandang dirinya. Ia memiliki kaki, tetapi kakinya berjumlah empat, tetapi tidak panjang, melainkan bulat. Ia memiliki mata, tetapi matanya tidak terlihat wajar. Itu terlihat seperti mata... lampu mobil?!!

Pekikkan Sasuke pasti akan terdengar sangat keras andai kata dia seorang manusia sekarang ini. Tetapi sayangnya dia bukanlah manusia. Ia hanya sosok makhluk yang terperangkap pada seonggok besi tua! Sial. Kenapa bisa seperti ini?! Sasuke mencoba mengingat kejadian sebelum dia terjebak di dalam mobil tua ini. Ia telah memasang infusan, menekan tombol on, memasang penutup mata itu, kemudian menentukan koordinat perpindahan pikirannya.

Ya, koordinat itu!

Sasuke berada di sini pasti karena dia telah melakukan kesalahan. Kenapa bisa? Pikirannya yang seharusnya beralih pada benda kecil yang selalu dibawa kakaknya kini terperangkap pada mobil tua yang ada di garasi keluarga Uchiha, dan ibunya telah menjual mobil ini tanpa sepengetahuan dirinya?! Sial. Sial. Sial. Kenapa nasibnya seperti ini? Sasuke memejamkan matanya. Ia berharap bisa berkonsentrasi dan kembali pada tubuhnya. Tetapi hasilnya nihil. Ilmunya bukanlah kekuatan super. Ilmunya adalah ilmu pengetahuan alam, kimia, dan fisika. Ia tidak bisa melakukan semuanya seperti telepati. Aghhhhhh Kenapa mobil sangat berbeda dari ponsel? Benda yang berada di daerah mesin mobil yang bernama accu—brengsek—itu, selalu bisa membuat "kesadaran" mobil aktif, walau mesin telah dimatikan. Terbukti lampu ruang dalam mobil mobil masih bisa menyala walau mobil tersebut telah dimatikan mesinnya, dan jam di dashboard mobil masih bisa tepat waktunya.

Damn, sekarang Sasuke di dalam kesulitan!

Ia tidak bisa kembali pada tubuhnya sampai mobil ini mati.... total?

"Kau sangat menyebalkan, Kaa-san," Sasuke menggerutu. "Kejutan ini sangat tidak lucu," Sasuke yang tadinya ingin dikejutkan oleh mobil mewah di dalam garasi lebih dikejutkan lagi dengan tingkah ibunya yang menjual mobil lamanya tanpa berdiskusi lebih dulu. Sasuke pun merutuki nasibnya, menyesal karena membiarkan ibunya yang memilah-milah barang yang akan disumbangkan ke bazaar ini. Ia berharap ada seseorang yang menyabut accu mobil ini, mobil ini rusak, atau ada yang merusak mobil ini hingga pikirannya bisa kembali pada jasadnya.

Ah,

Tetapi sepertinya keadaan itu akan sangat lama, mengingat betapa apiknya Sasuke merawat mobil tua kesayangannya ini, dan tidak mungkin ada yang berani melakukan tindakan anarkis di depan Kakashi.

End Sasuke's Story

Di saat Sasuke mengakhiri awal ceritanya, seluruh tamu kakaknya, dan kakaknya sendiri hanya bisa menatap Sasuke dengan ekspresi cengo mereka. Dapat dilihat dari wajah mereka semua, berpikir cerita Sasuke benar-benar merusak image orang. Oke, mereka semua tahu jika Sasuke sangat jenius, dan Sasuke selalu menciptakan hal-hal menakjubkan bin menakutkan. Tetapi untuk kasus kali ini... mereka minimal dianggap orang idiot jika membiarkan Sasuke menggunakan nama seseorang untuk menjadi terlihat gay.

"Cerita tadi... aku harap bukan sungguhan," Menma membersihkan tenggorokan. Berharap Sasuke tidak terlalu mendengar suara horornya. Habis sudah image Kakashi di mata publik untuk kali ini. Untung saja buku yang akan diterbitkan Sasuke baru sampai di Suna.

"Apakah kau sedang bercerita tentang The Cars?" Pain mengangkat sebelah alisnya. "Itukah hasil dari mengurung diri selama berminggu-minggu?"

"Wow, sungguh hebat. Aku kira orang sepertimu hanya bisa menulis di ensiklopedia antariksa, mesin, atau ensiklope—

"Itu benar-benar murni ceritaku dan jangan dihina!" Sasuke memotong perkataan Yahiko, kembaran Pain. Ia menatap si kembar sengit, bersiap tempur walaupun harus menghadapi dua orang sekalipun. "Jangan dihina walau nama tokohnya... ya... seperti tidak orsinil."

Desahan pelan terdengar dari hadapan Sasuke. "Jangan memberi nama tokoh sembarangan, Sasuke," bisik Itachi dengan nada khawatir. "Aku tahu siapa Kakashi, dan Kakashi tidaklah homo," ujar Itachi yang juga tidak percaya, dan tidak ingin percaya dengan ucapan adiknya. Ia menatap ke arah ponselnya yang tersimpan apik di atas sebuah kotak berwol merah—atas meja. "Ha-ah, kau bahkan berhayal bisa masuk ke dalam ponselku? Hebat sekali!" sindir Itachi. Walau dia tidak terlalu suka cerita Sasuke, tetapi ide Sasuke yang ingin memasuki ponselnya tidak dapat begitu saja diterima Itachi.

Sasuke menatap ponsel Itachi. Walau kakaknya terlihat lebih ugal-ugalan daripada dirinya, tetapi Itachi terkenal orang paling rapih dan apik di keluarganya, bahkan melebihi Sasuke sendiri. Itachi selalu merawat benda yang dimilikinya. Ia tidak pernah menyimpan benda-bendanya di tempat sembarang. Itachi selalu menyiapkan tempat untuk setiap bendanya, seperti ponsel milik Itachi yang selalu disimpan pada tempatnya. Oleh karena sifat Itachi yang rapih itu, Sasuke berniat menjadikan Itachi salah satu bagian karakter di ceritanya.

"Terserah aku dong. Aku yang membuat ceritanya," Sasuke yang keras kepala tidak terima diceramahi. Lagipula Kakashi tidaklah komplein dengan cerita Sasuke, walaupun Sasuke yakin ada kabar buruk di luar sana mengenai nama Kakashi akibat bukunya ini. "Eh, sudah aku katakan, bukan? Kalian jangan dulu komplein sebelum ceritaku selesai," ujar Sasuke dengan sungguh-sungguh.

"Ya,ya... Terserah kamu saja. Mudah-mudahan kau tidak berakhir di penjara karena tertuduh merusak nama baik orang lain!" Pain hanya bisa menggelengkan kepala.

Sasuke tertawa jumawa. "Seperti mereka sanggup memenjarakan aku saja," tawa Sasuke berhenti, tergantikan oleh senyuman sinis.

Itachi memutar kedua bola matanya atas kesombongan adiknya. "Sudahlah, Sasuke, lanjutkan saja. Kebetulan waktuku masih lama untuk mendengar ceritamu," ujar sang Uchiha sulung, melerai kedua pemuda yang sedang adu mulut itu. Ia tidak ingin ruang kerjanya hancur karena pertengkaran tidak penting.

Sasuke menatap kakaknya. Sial. Rupanya Itachi pun tidak terlalu suka dengan ceritanya, dan menganggap ceritanya tidak layak di pasaran, dan aneh sekali bisa laku dan habis dalam jumlah banyak hanya dalam waktu tiga hari. "Kalian memang benar-benar menyebalkan," dengus Sasuke. "Aku bersumpah kalian akan menyesal tidak suka ceritaku," Sasuke berjanji akan membuat orang-orang itu menyesal. Tetapi, untuk apa dia membuat orang-orang ini suka ceritanya? Mereka tidak akan beli bukunya ini.

"Yeah, whatever. Cepat cerita!" Pain memutar kedua bola matanya, tidak peduli dengan sumpah Sasuke yang terdengar kekanakan di telinganya.

Sasuke mendelik, namun dia memutuskan untuk menelan kekesalannya. Tidak ada untungnya bertengkar dengan Pain, dan Sasuke memilih untuk melanjutkan ceritanya, tanpa peduli orang-orang di hadapannya suka atau tidak suka pada ceritanya.

Sasuke's Story

7 Januari 2012,

Area Bazaar, Suna, Pulau Hokaido.

Que sera, sera

Whatever will be, will be

The future's not ours to see

Que sera, sera

What will be, will be...

Panitia bazaar memutar musik bernada mellow sejak matahari tenggelam untuk membuat suasana sunyi di malam hari—yang hanya dihiasi oleh lampu kerlap-kerlip layaknya lampu di malam natal ini—sedikit semarak.

Sasuke menatap suasana sekitarnya. Ibunya memang paling pandai jika diminta sebagai pemimpin suatu pesta. Bukan hanya tempatnya saja yang nyaman, melainkan disain acara tersebut akan terlihat mengagumkan. Suasana di dalam ruangan kosong disulap seperti suasana tropis. Acara amal tahunan ini menggunakan pohon buatan yang mirip seperti aslinya dan ditaruh di tempat-tempat terbaik di setiap sudut ruangan. Selain itu, lantai ruangan pun dilapisi oleh rumput sintetik dengan hiasan bunga di sekitarnya. Membuat suasana di sekitar gedung ini mirip sekali seperti padang rumput yang dipenuhi oleh pepohonan. Tidak luput Mikoto pun menggunakan pengharum ruangan yang beraroma kayu cendana yang dicampur oleh dedaunan sehingga dari segi penciuman pun mirip sekali seperti di hutan tropis.

Tik... Tik... Tik...

Salju mulai turun, mengenai langit gedung yang sengaja dibangun dengan menggunakan kaca.

Sasuke menatap langit.

Turun salju.

Lagi-lagi malam ini turun salju. Untung saja ibunya tidak mengadakan bazaar di outdoor, melainkan di sebuah tempat di dalam ruangan yang luasnya empat kali lapangan sepak bola, sehingga Sasuke tidak perlu merasakan hawa dingin di awal tahun ini.

Sudah tiga hari Sasuke berada di tempat bazaar, mengenal berbagai macam pengunjung dari bazaar ini. Ternyata, tidak semua orang yang datang ke tempat ini untuk berbelanja. Kebanyakan pengunjung datang ke tempat ini hanya untuk berkunjung, dan melihat-lihat. Sasuke menjadi ingat dengan sifatnya sendiri ketika memasuki tempat belanja. Ia pasti memaksakan dirinya untuk membeli barang, ketika sudah mengunjungi suatu tempat belanja, walaupun barang yang dia beli tidaklah terlalu menarik perhatiannya.

Harga diri.

Hanya karena harga dirinya yang terlalu tinggi, terkadang dia terlalu loyal, membeli hal-hal yang tidak perlu, sehingga merugikan dirinya sendiri.

"Harga diri seorang Uchiha," Sasuke mentertawakan dirinya sendiri yang jauh dari kata membumi.

"Sepertinya hanya dirimu saja yang belum laku, Mobil?" Kakashi bersandar di badan Sasuke, dengan secangkir kopi yang mengepul di tangannya. Kakashi mengenakan mantel, serta syal yang melingkar di lehernya. Dari syal tersebut Kakashi dapat melihat tulisan K.I. yang menurut Sasuke berarti Kakashi—Iruka. Cih, pasti syal itu hadiah natal dari si uke~

"Chk, aku beruntung jika begitu..," Sasuke berdecak, sedikit lega. Ia bersyukur tidak ada satupun orang yang membelinya, hingga dia tidak perlu beranjak ke tempat yang lebih jauh dari ini. Sasuke bahkan berharap kedua orang tuanya kembali membeli mobil ini, dan menyadari jika dirinya terjebak di dalam mobil.

Kakashi menghela nafas, menatap mobil di belakangnya. "Besok hari terakhir acara ini. Aku harap ada mujizat yang membuatmu cepat terjual," ekspresi Kakashi membuat Sasuke tidak nyaman. Saat Kakashi memandang dirinya, tersirat kesedihan di matanya.

"Sayangnya aku tidak mengaminkan doamu," Sasuke berkata sinis. Ia berharap Kakashi bisa mendengarnya, dan berhenti bersandar di badannya. Kehomoan Kakashi membuat Sasuke sangat trauma.

Kakashi mengelus bagian atas Sasuke. "Jika tidak ada yang mau membelimu maka dengan menyesal, aku akan mengirimmu ke tempat daur ulang," ujar Kakashi sambil menepuk-nepuk bagian atas Sasuke. "Mau bagaimanapun, aku tidak mungkin menampung benda sebesar ini di apartemenku. Mhm...," Kakashi berpikir sejenak. "Kau tahu, Mobil?" Kakashi berbisik, seolah tahu mobil itu bernyawa sekarang. "Biaya parkir di apartemenku sangat mahal."

Jika mobil bisa menyeringai, maka seringai iblis akan terlihat jelas di cangkang Sasuke sekarang ini. "Bagus. Dengan begitu, aku tidak tidak perlu tinggal dengan orang homo sepertimu," Sasuke bersorak bahagia. Tetapi senyuman itu pudar setelah dia mencerna ucapan Kakashi tadi. "Eh?!—apa maksudmu mengirim mobil ini ke tempat daur ulang?!" Sasuke terkejut dengan ucapan Kakashi. "Kau tidak bisa melakukan itu!" serunya, tidak setuju dengan ucapan Kakashi.

Tidak dapat dipungkiri jika Sasuke ingin sekali kembali pada tubuhnya. Tetapi tidak dapat dipungkiri juga, jika dia tidak setuju mobil kesayangannya, mobil yang telah menemaninya dari semenjak dia belajar mengendarai mobil dihancurkan begitu saja. Walau Sasuke tidak pernah menggunakan mobil ini, dan lebih menyukai mobil terbarunya, tetapi Sasuke sama sekali tidak berniat menjual mobil ini. Ia berniat untuk menyimpan mobil ini. Bukan karena dia tidak suka mobil ini, dan bukan juga dia memiliki banyak mobil lebih bagus, hingga dia tidak ingin menggunakan mobil ini. Ia tidak menggunakan mobil ini karena... dia tidak ingin mobil ini terkena hujan dan terkena panas, hingga kerusakkan pada mobil ini lebih cepat.

"Kau tahu? Aku kira Uchiha muda itu tidak akan pernah melepaskanmu," suara Kakashi menyadarkan Sasuke dari kegetiran. "Dulu aku menduga Sasuke adalah tipe orang yang akan selalu menyimpan segala hal yang menjadi bagian sejarah hidupnya," Kakashi tersenyum tipis. Ia pernah sekali berkunjung ke kamar Sasuke, dan sempat dia melihat mainan-mainan Sasuke tersusun rapih. Mainan yang telah terjual kemarin. "Aku dulu menduga jika Sasuke berbeda dari anak muda lainnya. Di mataku, sempat aku berpikir jika dia tipe orang yang tidak bisa melupakan hal-hal yang pernah mewarnai kehidupannya, walau hal tersebut merupakan ronsokan di mata orang-orang," Kakashi menghela nafas, terlihat sedikit kecewa. "Ya, setidaknya, walau dia mengeluarkan benda bersejarahnya, aku kira dia akan mengeluarkannya pada orang yang layak merawat benda-benda itu, bukan melewati acara seperti ini dimana orang jorok pun bisa membeli barang-barangnya."

"Berhentilah, berkata seperti itu!" Sasuke berseru. "Aku sama sekali tidak berniat menjual benda-benda itu!" Sasuke ingin mengacak-acak rambutnya. Kenapa ibunya harus menjual benda-benda di masa kecil dan remajanya, sih?

Kakashi menyeruput kopinya. "Tetapi benda tetaplah benda, bukan? Walau benda pernah hidup di kehidupan seseorang, menemani sewaktu orang itu sedih atau senang, tetapi suatu saat orang itu pasti akan melupakan benda tersebut," lirih Kakashi. Ia menerawang sejenak. "Tidak usah berpikir jauh, mainan diwaktu kita kecil pun selalu bernasib sama—di gudang atau sudut kamar pada akhirnya, tidak dimainkan seperti kita waktu kecil, sebagaimanapun kita menyayanginya di masa lalu...," Kakashi tersenyum kecut. "Hahahaha, oleh karena itu... mungkin... orang membenci museum," tawa hambar terdengar di bibir Kakashi. "Di dalamnya hanya tersimpan benda mati, bagian sejarah yang tidak akan tersinggung walaupun kita melupakan dan menghancurkannya."

Ucapan Kakashi membuat Sasuke merenung. Benar juga. Kebanyakan orang kerap kali melupakan sejarah. Kebanyakan orang tidak pernah mengingat benda atau hal-hal yang pernah menemani dirinya, terlebih ketika orang itu sudah memiliki mainan baru. Setelah benda digunakan, tidak tampak keren lagi, atau tidak trend lagi, orang-orang tersebut kemungkinan besar akan membuang atau membiarkan benda tersebut di tempat yang tidak layak. Apakah dia orang seperti itu? Apakah Sasuke orang yang melupakan sejarah? Sepertinya tidak. Sasuke selalu menyimpan benda-benda itu dengan rapih, dan membersihkannya, setiap dia memiliki waktu luang, hingga... hari ini tiba.

Sasuke termenung sedih.

"Terima kasih, telah membuat stand-ku lebih menarik. Uchiha muda yang merawat benda-benda di masa kecilnya itu, membuat stand ku menjadi lebih berwarna dan selalu mendapat pujian dari orang-orang yang melihat benda-benda itu," lagi-lagi Kakashi menepuk bagian atas mobil. "Ha-ah, apa yang aku lakukan? Kenapa aku berbicara pada mobil?" Kakashi menggeleng sendiri. Ia melangkahkan kaki untuk masuk ke dalam tenda standnya.

Suasana menjadi hening kembali ketika Kakashi sudah masuk ke dalam standnya. Satu-persatu lampu di dalam area bazaar mulai dimatikan, setelah seluruh pengunjung dipastikan pulang. Kemudian, musik yang mengantar pengunjung pun sudah dipadamkan. Sepi. Suasana menjadi sangat sepi, ketika para penjual mulai menutup stand mereka, dan begitu juga dengan Kakashi. Setelah Kakashi menutup tubuh mobil yang dirasuki oleh sang Uchiha, dengan selimut mobil, Kakashi pun menutup standnya, dan melangkahkan kakinya—menjauh dari stand. Semua terasa kosong. Di saat Sasuke tinggal di dalam kesunyian, dia baru sadar, betapa sendirinya, kehidupan sebuah benda. Benda yang tidak diinginkan oleh siapapun.

Malas untuk berpikir macam-macam, Sasuke menutup matanya, menanti takdir yang akan membawanya entah kemana. Ia hanya bisa berharap dirinya akan baik-baik saja, dan begitu juga dengan mobil kesayangannya, ketika takdir tersebut tiba.

.

.

.

"Ini saja, Kak! Aku mau ini!" suara cempreng mengusik ketenangan Sasuke.

Tidur nyenyak Sasuke terusik dikala selimut mobil yang menutupi tubuhnya dibuka oleh Kakashi. Sinar matahari pagi yang cukup cerah di hari ini dan masuk melalui tembok gedung yang terbuat dari kaca langsung menghantam bagian depan wajah Sasuke, membuat sang Uchiha merutuk sifat manusia di sekitarnya, dan matahari yang bersinar terik di hari ini, membuat salju di luar sana meleleh. Sasuke memincingkan mata, membiasakan matanya untuk melihat. Lambat-laun, iapun dapat melihat jelas pemandangan di sekitarnya. Sang Uchiha mengerjapkan matanya dikala sosok pemuda berambut pirang berdiri di hadapannya, menatapnya dengan kedua bola mata berbinar-binar. Dari seringai pemuda itu, Sasuke dapat menilai betapa bodohnya otak pemuda tersebut.

Dobe...

Kesan pertama Sasuke yang masih kesal karena dibangunkan dengan cara sangat tidak enak. Tetapi, melihat muka pemuda dobe di depannya, ia merasa dejavu. Ia merasa mengenal sosok itu. Siapa, ya? Sasuke seperti pernah melihatnya di suatu tempat.

"Apa yang kau katakan, Naruto?" sosok pemuda bersurai jingga berdiri di samping pemuda berambut pirang itu. Ia mendelik ke arah Sasuke. Apa salah Sasuke, coba?

"—Bukankah kau bisa membeli mobil yang lebih bagus?" kata pemuda bersurai jingga itu, dengan raut wajah tidak setuju.

"Tetapi aku ingin ini!" tunjuk pemuda yang bernama Naruto.

I—ingin?

Sasuke terkejut dengan keinginan pemuda di hadapannya.

Apa maksudnya dengan ingin?

Pemuda bersurai jingga itu memutar kedua bola matanya. "Ha-ah, tidak usah membeli mobil di tempat ini. Kita datang ke tempat ini untuk membeli benda yang berguna, atau hanya melihat-lihat, bukan membeli rongsokan seperti ini," katanya, sambil menepuk bagian depan tubuh Sasuke. Penghinaan sekali.

"Hei, itu menyakitkan, Sialan!" Sasuke berseru yang tentu saja tidak akan didengar oleh pemuda itu.

"Tetapi, Kak... aku ingin mobil. Jika menggunakan mobil ini, aku pasti akan lebih percaya diri untuk belajar mobil," rajuk Naruto, kukuh dengan pendiriannya.

Seandainya dia tidak terperangkap di besi rongsokan ini, pasti orang-orang akan melihat kedua bola mata Sasuke yang terbelalak. "A—apa? Belajar mobil?! Kau ingin menggunakanku untuk belajar mobil?!" seru Sasuke. Segala pikiran negatif langsung bermunculan di otak jenius Sasuke, ketika dirinya dibeli hanya untuk dipakai untuk belajar mobil. Demi Tuhan, Sasuke dapat merasakan betapa mengerikannya menjadi teman belajar mobil bocah di hadapannya ini.

Sasuke menatap manusia yang diduga Sasuke sebagai kakak dari pemuda bernama Naruto itu. Ia rela sekali memasang wajah memohon pada kakak Naruto agar tidak membelinya. Tetapi, dia hanya manusia yang terkurung di dalam benda, dan hanya bisa pasrah, menikmati perlakuan manusia-manusia di sekitarnya. Sasuke pun berdoa pada yang di atas agar manusia berambut jingga itu tidak mengikuti keinginan adiknya. Namun, doa hanyalah doa. Manusia hanya bisa meminta, dan berusaha, ketika Tuhan yang memutuskan segala hal yang akan terjadi pada diri manusia tersebut. Amiiinnn~

"Baiklah...," ujar kakak dari Naruto, Kyuubi, mengiyakan permintaan adiknya.

"YES!" pemuda bernama Naruto itu ber-yes-yes ria, ketika Sasuke berharap bisa mati sekarang.

Astaga!

Kenapa waktu matiku harus dilakukan secara perlahan?

Sasuke membatin, tidak percaya jika dia harus mati di tangan seorang bocah.

Kyuubi melewati Sasuke, masuk ke dalam tenda stand yang tersedia di belakang Sasuke. Dengan antusias, Kakashi menyambut Kyuubi. Ia segera mengambil kunci mobil, membuka "pintu" Sasuke, dan mempersilahkan Kyuubi untuk melihat bagian dalam Sasuke. Saat itu, Sasuke berharap dirinya—saat menjadi manusia—tidak membuat dekor bagian dalam mobilnya sangat bersih, rapih, menarik dan apik. Namun, kebaikkan Sasuke dalam merawat benda menjadi malapetaka bagi Sasuke sendiri. Dapat dirasakan oleh Sasuke, Kyuubi tersenyum puas, mengagumi mobil yang akan dibelinya.

"Berapa harga mobil ini?" tanya Kyuubi, cukup tertarik untuk membeli mobil antik ini. Sepertinya, pengguna lama mobil ini sangat apik dalam merawat mobil ini.

"Silahkan ke dalam, sebaiknya kita bicarakan di dalam saja," Kakashi tersenyum bisnis sambil mempersilahkan Kyuubi untuk masuk ke dalam tenda berwarna putih itu.

Suasana menjadi sunyi-senyap dikala Kyuubi dan Kakashi masuk ke dalam stand itu. Sekarang, yang tertinggal di luar sana hanya sosok pemuda berambut pirang yang masih mengagumi tubuh baru Sasuke.

"Wah... kau mulus sekali... mobil," gumam Naruto, sambil mengelus badan Sasuke. Naruto menyentuh Sasuke dengan sangat lembut, seolah Sasuke adalah barang yang akan hancur jika sedikit saja dikasari. "Sepertinya pemilikmu sebelumnya sangat apik, ya?" puji Naruto. Sasuke dapat melihat kedua bola mata biru itu berbinar-binar, memandang Sasuke kagum. "Aku tidak sabar untuk segera memilikimu."

"Chk," Sasuke berdecak, tidak peduli dengan pujian atau kata-kata "lucu" bocah didekatnya ini.

Memangnya aku ini, bodoh dan jorok seperti dirimu?

Dasar, Bocah!

Dan, HEI!

Jangan sentuh aku seperti itu!

Pekik Sasuke, ketika sentuhan Naruto membuatnya geli.

.

.

.

10 Januari 2012,

Kediaman Namikaze

Konoha, Pulau Kyushu.

Setelah mengalami proses jual-beli yang panjang di antara Kyuubi dan Kakashi, kemudian mengalami perawatan "kecantikan" dari teman-teman Kakashi, dan melakukan perjalanan cukup jauh dari Suna-Konoha (12 jam) dengan menggunakan truk, pada akhirnya Sasuke tiba di sebuah kediaman yang sangat besar. Sama besarnya dengan kediamannya di Konoha sana. Sasuke menatap sekeliling kediaman itu. Ia merasa mengenal tempat ini. Tetapi, dimana dia melihat tempat ini? Saat Sasuke mencoba mengingat-ingat tempat ini, tiba-tiba dia mendengar suara teriakkan yang memekakan telinga.

"MOBILLLLLLLL, AKHIRNYA KAU DATANG JUGA!" teriak Naruto, sangat antusias, walaupun Sasuke belum diturunkan dari truk itu. Sasuke sampai menduga Naruto sebentar lagi akan menari seperti monyet di pinggir jalan karena terlalu senang.

"Benar, selamat datang di neraka, Sasuke..," bagi Sasuke sapaan Naruto terdengar seperti suara pintu masuk ke dalam neraka di akhirat sana.

Perlahan dan hati-hati, dengan komando tidak penting dari Naruto, tubuh Sasuke diturunkan dari truk pengangkutnya oleh sang sopir dan keneknya. Sasuke menghela nafas. Akhirnya, dia bisa menginjak bumi lagi. Sasuke melihat ke arah Naruto. Ternyata, selain Naruto, ada juga tiga orang lainnya yang menyambut Sasuke. Ketiga orang itu lebih tertarik dengan sifat kekanakan Naruto daripada kehadiran Sasuke. Salah satu dari mereka mendekat ke arah Naruto, dan mengelus kepala Naruto.

Naruto menolehkan kepalanya pada pria yang mengelus kepalanya. "Apakah aku boleh menggunakannya sekarang?" tanya Naruto pada ayahnya dengan mata memohon, seperti anjing kecil. Ia menatap Minato—laki-laki bersurai pirang seperti Naruto, dan wajah seperti Kyuubi—dengan penuh harap.

Sasuke mendengar awas perbincangan di antara anggota keluarga ini. Perbincangan yang menyangkut hidup dan mati mobil kesayangannya dan dirinya sendiri!

"Jangan. Jangan izinkan dia menggunakanku!" teriak Sasuke. Dari wajah Naruto saja, Sasuke dapat memprediksi kapasitas otak Naruto dalam menjalankan mobil.

"Tidak. Sampai Kyuubi-nii pulang, dan mengajarimu mobil terlebih dahulu," wanita bersurai merah yang diduga Sasuke sebagai ibu Naruto—karena kemiripan wajahnya dengan wajah Naruto—menatap Naruto dengan raut wajah tegas. Sasuke menghela nafas lega, masih ada orang yang membela dirinya.

"Terima kasih, Ibu..," kata Sasuke. Tidak tahu nama wanita itu, membuat Sasuke asal memanggil wanita di depannya.

"Menunggu Kak Kyuu pulang? Ya Tuhan, Ayah bisa-bisa ketika aku sudah kakek-kakek baru bisa menggunakan mobil ini," ujar Naruto. Ia merengek pada ayahnya, seolah percuma saja jika berbicara pada sang ibu yang lebih galak dan sulit dilunakkan, berbeda dengan pria di sampingnya. "Boleh, ya, ayah? Boleh, yaaa?" Naruto merajuk sambil menggoyang-goyangkan lengan ayahnya.

Ekspresi Naruto sekarang ingin membuat Sasuke menonjok wajah Naruto, walaupun terlihat menggemaskan, seperti ingin dipeluk, dicium, dan diperko—

Hei, siapa bilang dia menggemaskan?!!!

Dan siapa juga yang mau memeluk, mencium, apalagi memper—perko—AGH!

Teriak Sasuke yang tidak bisa melanjutkan ucapannya. Sasuke mengutuk Author yang selalu melebih-lebihkan deskripsi ceritanya.

Dasar author idiot!

Lagi-lagi Sasuke harus mengemban tugas memiliki otak luar binasa akibat author sinting.

Pelayan Keluarga Namikaze yang diam di sebelah Kushina hanya bisa tersenyum simpul ketika melihat ekspresi Naruto saat ini.

"Ah, masalah itu...," Minato memang paling lemah pada rengekkan putra bungsunya. Ia menggaruk pipinya yang tidak gatal. "Bagaimana, ya?" Minato sibuk menimbang-nimbang. Tipikal laki-laki tidak tegas jika di rumah.

"Hei, kau kepala keluarganya! Jangan plin-plan!" Sasuke berharap Minato bersifat tegas seperti istrinya. Jantungnya berdebar tidak karuan, takut Minato membuat keputusan yang membuat mobilnya akan hancur, atau lebih parahnya mentalnya yang hancur.

"Sekali tidak, tetap tidak," Kushina berkata lebih tegas. "Masuklah. Ibu akan meminta sopir untuk memasukkan mobilmu ke dalam garasi," cepat-cepat Kushina menarik tangan Minato, melarang sang suami untuk berbicara dengan Naruto. Kushina tidak mau mengambil resiko anaknya celaka karena Minato mengizinkan Naruto menggunakan mobil yang baru datang itu.

Sepasang suami-istri itupun masuk ke dalam rumah, meninggalkan Naruto sendiri.

Sasuke menyeringai senang karena sifat tegas Kushina. Sekarang dialah yang ingin menari karena melihat ekspresi Naruto yang kecewa.

Itu namanya wanita!

Sasuke menjadi ingat sifat ibunya, jika anak-anaknya menginginkan sesuatu yang tidak-tidak.

"Ughhhhhhh, Ayaaahhh...," Naruto menghentakkan kakinya sebelum ikut masuk ke dalam rumah—menyusul kedua orang tuanya—masih kukuh untuk membujuk Minato dan Kushina agar dia diizinkan mengendarai Sasuke.

Sasuke mendengus. "Anak manja...," gumamnya—merasa Naruto kekanakan sekali. Kali ini sang Uchiha bisa bernafas lega karena keputusan Kushina. Sekarang dialah yang bisa beryes-yes ria karena masih hidup lebih panjang.

End Sasuke's story

"Na—Namikaze? Maksudmu kau menulis nama Namikaze Minato di bukumu?!!!" seru orang-orang di dalam ruangan itu, semakin horor ketika mendengar cerita Sasuke.

Tidak ada satu orang pun di Jepang yang tidak mengenal siapa Minato, laki-laki yang merupakan pembuat gerabah dan pelukis terkenal hingga ke mancanegara, dan namanya tidak pernah absen di majalah Times Konoha, New York Times atau majalah-majalah hebring lainnya. Selain karya-karya Minato yang digilai banyak orang—hingga banyak artis luar negeri yang bersedia meluangkan waktunya untuk datang ke pameran yang diadakan Minato—sang Namikaze pun memiliki museum seni, serta tempat-tempat konser yang selalu disewa untuk konser internasional karena tempatnya yang nyaman; Tokyo Dorm salah satu tempat itu. Bisa dibilang, dari aset yang dimiliki kepala keluarga Namikaze itu, kekayaan mereka berbanding lurus dengan kemampuan laki-laki itu.

Bukan hanya Minato saja yang terkenal, melainkan Kushina Namikaze—putri satu-satunya dari Keluarga Uzumaki—legenda pembisnis yang terkenal dalam bidang property serta modeling. Kushina merupakan perancang internasional. Rancangannya sudah diakui oleh dunia. Tetapi, pada umurnya yang menginjak kepala tiga, dia sudah mengurangi aktivitasnya tersebut dan memilih lebih fokus membesarkan anak-anaknya. Ternyata, setelah diselidiki, Kushina tipikal wanita yang lebih condong ke ibu rumah tangga daripada wanita karir, walaupun memiliki segudang talenta.

Selain Kushina terdapat juga Kyuubi—pemuda yang mendapat julukan Tensai—julukan yang sama dengan Sasukeini berhasil lulus di salah satu perguruan tinggi Amerika pada usianya yang masih muda. Sifatnya sangat misterius. Ia hanya diketahui pernah meraih medali olimpiade U-13 pada ajang kompetisi bela diri. Selain itu, iapun pernah didaulatkan sebagai peserta paling muda dalam kompetisi science—sama mudanya saat Sasuke mengikuti ajang tersebut. Setelah itu, Itachi dan rekan-rekannya tidak pernah mendengar kabar Kyuubi.

"Hn," jawab Sasuke, dengan ekspresi datar.

Seluruh orang itu saling bertatapan. "Oh..," tubuh orang-orang itu menegang. "Yang benar saja."

"Oh, yang benar saja!" Pain berkata sambil memijat pelipisnya. "Kau pikir, kami tidak tahu siapa dia?" tanya Pain. "Tidak mungkin kau menuliskan nama dia, Sasuke! Kau bahkan sepertinya belum meminta izin padanya, agar namanya bisa ditulis di bukumu!"

Sasuke mendengus. "Terserah aku saja," kata Sasuke, malas berdebat dengan Pain. Ia melipat kedua tangannya di depan dada. "Ia harusnya merasa beruntung dong karena menjadi bagian penting dalam bukuku," ujar Sasuke—sangat egois.

Itachi menggeleng. Dia memang kesal dengan sikap Pain yang terlalu blak-blakan pada adiknya, tetapi dia juga tidak bisa menyalahkan Pain karena Itachi pun tidak bisa mentoleri sikap Sasuke. Ia yang memiliki pergaulan sangat luas cukup mengenal siapa Minato Namikaze. Laki-laki bersurai pirang itu terlalu berbahaya jika digunakan sebagai obyek cerita Sasuke. Sang pemuda harus menarik buku-bukunya, cepat atau lambat, sebelum buku tersebut menjadi masalah bagi Sasuke sendiri.

"Sudahlah, Pain. Jangan menekannya dulu. Nanti dia tidak mau cerita lagi, dan kita tidak akan tahu apa yang dia inginkan sebenarnya dari kita," Itachi tidak mau Sasuke pergi sebelum masalah mereka semua selesai.

"Hm...," Pain angkat bahu, memilih tutup mulut. Ia tidak mau terkena semprot Itachi karena sikapnya yang tidak bisa dikontrol.

Sasuke mengangkat kedua bahunya. "Chk," Sasuke berdecak. "Jadi, bagaimana sekarang? Kalian mau membantuku atau tidak?"

Semua orang di tempat itu saling berpandangan, kemudian mereka hanya bisa menghela nafas. Sepertinya mereka hanya bisa mendengar cerita Sasuke untuk sementara waktu sebelum mereka mengambil keputusan yang besar apakah mereka harus menarik buku Sasuke yang laku dalam waktu tiga hari ini secara paksa, atau tidak.

Sasuke's Story

21 Januari 2012

Kediaman Namikaze

Konoha, Pulau Kyushu

Sasuke menatap malas pintu garasi di hadapannya. Sudah berhari-hari ini dia berada di dalam garasi, dan orang-orang di kediaman ini akan datang ke ruangan ini jika mereka membutuhkan barang dari rak yang ada di sekitar Sasuke, atau Naruto masuk ke dalam ruangan ini hanya untuk mengelap dirinya agar tidak berdebu, dan memanaskan mesin agar tidak terjadi kerusukkan pada mesin Sasuke. Sang Uchiha sedikit merasa lega dengan sifat Naruto. Setidaknya bocah yang disangka-sangka Sasuke bodoh, ternyata sayang juga pada benda ronsokkan seperti Sasuke ini. Tetapi Sasuke pun merasa kesal pada Naruto karena sikap apik sang bocah. Ish, kenapa tidak anak ini membiarkan mesinnya terus dingin, hingga accu mobil ini mati, dan dia bisa pulang dengan senang, kemudian cerita ini tamat!

Dasar dobe!

Sasuke marah-marah sendiri.

Mata Sasuke mulai menyendu. Kehidupannya yang hanya diam di tempat ini, membuat Sasuke hanya bisa tidur, tidur, dan tidur. Syukur saja ruangan yang lebih mirip gudang ini masih terkesan manusiawi. Setidaknya, pada garasi yang mengingatkan Sasuke pada tempat kerja pemiliki google pertama kali, terdapat jendela kecil pada bagian atas, dan berfungsi sebagai ventilasi, sehingga Sasuke bisa menghitung hari yang dia habiskan di tempat ini. Walaupun terkadang jendela tersebut berembun karena di tempat ini masih turun salju, meskipun tempat ini daerah selatan dari Kepulauan Jepang.

Sudah malam. Ha-ah, malam kesekian yang dia habiskan di garasi mobil ini.

Tidak terasa dia sudah menghabiskan waktu cukup lama menjadi seonggok mobil tua. Lalu, bagaimana nasib tubuh aslinya? Apakah tubuhnya baik-baik saja? Apakah dia akan terjebak seumur hidup di mobil ini? Sasuke menghela nafas. Ia merasa bosan setengah mati jika menjadi mobil yang tidak digunakan dan hanya disimpan di garasi seperti ini. Apakah... selama ini mobil tua ini merasakan hal yang sama seperti dirinya, ketika Sasuke hanya datang ke garasi kediamannya untuk memeriksa kondisi mobil tua ini?

Poor you, mobil...

Sasuke merasa bersalah.

"Hei!" suara cempreng membuat Sasuke terhenyak kaget—tersadar dari lamunannya.

Dia lagi...

Gumam Sasuke saat suara Naruto terdengar dari balik pintu garasi. Perlahan pintu terbuat dari logam itu digeser ke atas, menampilkan sosok pemuda berambut pirang yang sudah berdandan rapih; memakai mantel, syal, sepatu bot, serta topi kupluk, walaupun bagian selatan Jepang sudahlah tidak terlalu intens turun salju. Sehingga jalanan di luar sana mulai mengering, walaupun kerap kali angin dingin berhembus kencang.

Mau apa dia?

Sasuke menatap curiga pemuda di hadapannya, ketika Naruto nyengir boyish ke arahnya, mencurigakan.

"Ayo, kita main!" Naruto melangkah—mendekat ke arah Sasuke. Di tangannya sudah ada kunci mobil. Kunci yang sangat Sasuke kenal. Kunci mobil miliknya!

"Owh, Shit!" Sasuke mengutuk nasibnya. Ia menatap horor Naruto. Akhirnya, hari dimana dia akan mati terkena serangan jantung dan mobil kesayangannya hancur telah tiba. "Hoi, hoi kau mau apa?" pekik Sasuke di saat sang pemuda bersurai pirang menyentuh dirinya. Setiap Naruto menyentuh tubuhnya, Sasuke selalu merasa tidak nyaman. Sasuke seperti merasa sentuhan Naruto mengakibatkan gelenyar aneh di seluruh tubuhnya. "Jangan sentuh!" teriak Sasuke, ketika Naruto membuka kunci pintu mobil. "Pergi sana!" Sasuke freaking out untuk pertama kalinya.

"Kebetulan ayah dan ibu sedang pergi. Tidak ada siapa-siapa di sini. Hanya kita berdua~" Naruto menyeringai mengerikan. Di telinga Sasuke, kata-kata Naruto sekarang ini seperti om-om yang berniat memperkosa seorang gadis. "Jadi kita bisa keluar... berdua," senyum psikopat Naruto semakin membuat Sasuke semakin horor dan memekik nyaris lupa posisinya sebagai seme. Hanya tinggal sang Namikaze menggunakan lampu senter di bawah dagunya, sudah pasti genre cerita ini akan berubah menjadi supernatural, atau lebih parahnya... kriminal? Tiba-tiba Sasuke berpikir Naruto benar-benar om mesum.

KYAAAAAAA~~~

Sasuke ingin menggampar Author yang membuat Sasuke seolah-olah berteriak tidak jelas.

"Hei, jangan macam-macam, Bocah!" dengan suara cool-nya Sasuke berharap pada siapapun mencegah Naruto untuk memasuki dirinya (?).

Shit, kata-kata yang disusun Author semakin rancu saja!

Sasuke mulai pusing dengan pemilihan kata untuk cerita ini.

Sasuke yang tidak bisa melakukan apapun hanya bisa pasrah ketika Naruto duduk di bagian dalam dirinya. Sasuke merasakan berat tubuh Naruto. Ia merasa gelenyar menyebalkan itu semakin bertambah dikala Naruto menyentuh bagian dashboardnya, dan beralih pada stir mobilnya. Kenapa sentuhannya membuatku sensitif, sih? Sasuke heran dengan dirinya sendiri. Sama herannya dengan tulisan rancu di cerita ini.

Di dalam Sasuke, Naruto mengerutkan kening, berekspresi sangat serius, dan Sasuke dapat merasakan semua itu dari getaran pada tubuh Naruto.

Sasuke menelan ludahnya, firasatnya berkata: sebentar lagi dia akan pergi ke neraka. Tidak yakin ke surga berhubung terlalu banyak Author yang membuat perannya menjadi seme brengsek atau terlalu banyak manusia yang melakukan war pair tidak penting akibat dirinya.

Naruto menyeringai gugup, terdengar bingung. "Ngg..," gumamnya. Ia menginjak gas di salah satu pedal dekat kakinya. "Mhm... pertama-tama... mhm... tekan gas!" gumam Naruto dengan percaya diri. "Eh, kok tidak nyala?!" Naruto berseru, panik. Ia merasa terkejut, ketika mobil kesayangannya tidak mau nyala. "Eh, kenapa tidak nyala? AH! JANGAN-JANGAN MESINNYA TIDAK ADA!" Naruto mulai menginjak ketiga pedal di dekat kakinya—sungguh idiot. Ia melepas stir dan menjambak rambutnya. "Duh, bagaimana ini?!" Sasuke menduga Naruto pasti sebentar lagi merusak dirinya sendiri. "BAGAIMANA INIIIII?!!" teriak Naruto—dramatis.

"Demi Author baka ini, kau ingin menggunakan mobil, padahal meng-starter mobil saja kau tidak bisa?!" Sasuke yang sudah habis kesabaran berharap Naruto bisa mendengar suaranya, dan mendengar makiannya.

Naruto berhenti bertindak idiot, seakan dia bisa mendengar makian Sasuke. Rasa gugup telah membuatnya kehilangan akal sehat. "Oh, iya! Aku belum memasukkan kuncinya. Aku lupa. Hehehehe," Naruto menepuk jidatnya sendiri, membuat Sasuke meringis ngeri.

Oke, aku yakin, aku tidak akan pernah bisa merayakan hari ulang tahunku di tahun sekarang dan tahun-tahun berikutnya!

Sasuke menyesal tidak menulis surat wasiat terlebih dahulu sebelum melakukan eksperimen ini.

Setidaknya, dia bisa menitipkan pesan pada sang kakak agar history di laptopnya dihapus, dan cerita-cerita tidak senonoh yang pernah dia baca tidak terdeteksi oleh siapapun jika terjadi sesuatu pada dirinya, bukan?

Ups, itu sih surat wasiat anak-anak yang suka baca FF rating atas atau melihat gambar anime tidak senonoh, bukan surat wasiat Sasuke.

"Ya, dan aku harap kau tidak lupa menginjak rem," Sasuke berkata sarkastik, sekaligus takut. Ia yakin Naruto tidak akan pernah bisa mengendari mobil sampai seumur hidup.

Naruto mulai menggerakan tangannya, ia memasukkan kunci mobil ke dalam tempatnya, dan memutar kunci mobil itu, membuat aliran hangat yang beberapa hari ini selalu Sasuke rasakan—saat mesin dinyalakan—merambat di seluruh tubuhnya. Suara mesin mobil pun mulai menyala. Sasuke mendengar bagian pintunya tertutup. Naruto telah menutup pintu mobil, membuat Sasuke menelan ludahnya sendiri. Ugh! Seandainya saliva-nya berasa vanilla, bukan petroleum yang masuk ke dalam karburator mesin seperti ini.

Naruto memejamkan mata, mendengar suara mesin mobil yang bergemuruh di luar sana. Sungguh nyaman. Suara mobil ini seperti alunan musik klasik di tempat konser ayahnya. Ah, bahkan lebih indah dari konser Mozart sekalipun, Naruto berhayal—seperti ia pernah mendengar permainan piano Mozart secara langsung saja.

"Ah, bahkan suaramu indah. Aku sangat menyukaimu, Baby. Loveee youuu...," Naruto memeluk stir gemas, Sasuke merinding karenanya.

Don't Baby me, Dobe!

Sasuke merutuki panggilan Naruto dengan kesal.

"Oke, Fix. Ini pertama kalinya aku mau muntah, ketika seseorang mengungkapkan cinta padaku," kata Sasuke yang pernah ditembak oleh... mhm... belasan, puluhan, ratusan, berapapun wanita. Ia mendengus, ingin cepat-cepat menyingkirkan Naruto dari dalam tubuhnya. "Sudah selesai bermain-mainnya, Bocah? Sekarang silahkan ke—HEI, KAU SALAH MEMASUKI GIGI, BO—AGGGGGHHHH!" teriak Sasuke pada saat Naruto tiba-tiba menggerakkan gigi ke R, mengangkat kopling dikit, menginjak gas, dan membuat dirinya melaju mundur—mendekat ke arah rak berisi barang-barang berat di belakang sana.

DAMN!

SAMPAI JUMPA DUNIA!

AGHHHHHHHHHHH!!!!!

Sasuke memejamkan matanya erat, berharap mimpi buruknya ini berakhir. Untuk pertama kalinya dia berharap tidak bisa menganalisis kejadian-kejadian di sekitarnya, dan apa yang terjadi pada dirinya. Sial! Bokongnya pasti akan menabrak rak, dan benda di dalam rak itu akan terjatuh, kemudian menimpa dirinya.

"INJAK REM, DAN KOPLING, DOBE! INJAK REM! DEMI TUHAAANNNNN!!!" teriak Sasuke—OOC—berharap Naruto bisa mendengar teriakkannya. "OH, GOD! AKU MEMBUTUHKAN MUJIZAT!"

"AGHHHHHHHHHHHHHHH," teriak Naruto, sama histerisnya dengan Sasuke. Sayangnya racauan Sasuke tidak bisa didengar olehnya sama sekali.

"PANTATKU! PANTATKU! DOBE, JIKA TERJADI SESUATU DENGAN PAN—PAN—" rasa panik membuat tidak bisa melakukan apapun, membuat Sasuke berteriak horor. "AGGHHHH APAPUN! JIKA TERJADI DENGAN PANTATKU AKAN AKU TUSUK PANTATMU! ASTAGA KENAPA AKU SALAH MEMBACA NASKAH CERITA—AGGHHH APA YANG AKU BICARAKAN?! SHIT! SHIT! SHIT!" Sasuke yakin sebentar lagi dia akan menabrak rak di belakangnya. Ia semakin erat memejamkan matanya. Ia memang ingin kembali pada tubuhnya, tetapi... "BUKAN SEPERTI INI CARA—

Tunggu!

Sasuke merasa tubuhnya tidak kunjung membentur benda di belakangnya. Sasuke merasa tubuhnya berhenti bergerak. Sasuke bertanya-tanya di dalam hatinya; apakah semua sudah aman? Apakah dia sudah berada di surga... atau dia sudah kembali pada jasadnya? Sasuke membuka matanya. Ia melihat suasana sekitarnya. Ia tidak berada di taman firdaus yang katanya sangat indah itu, atau dia ruangan kerjanya. Ia masih berada di garasi terkutuk itu!!!!

Suara tawa yang meganggu terdengar dari dalam tubuh Sasuke.

"Ha.... Ha... Ha... nyaris saja mobilku rusak," Naruto tertawa hambar. "Oke, tenang Naruto, tenang," tawa Naruto dan suara Naruto malah membuat ketenangan Sasuke hilang sepenuhnya.

Jika Sasuke berada di jasadnya, pasti wajah Sasuke sudah merah padam karena emosi. Sasuke mendelik sebal pada benda apapun yang dia lihat sekarang ini, melampiaskan kemarahannya. "Demi, Tuhan, Bodoh! CEPAT. KELUAR. DARIKU!" teriak Sasuke. Keberadaan Naruto di dekatnya bisa membuat Sasuke kelainan mental.

Naruto yang tidak dengar keluhan Sasuke masih kukuh untuk menjalankan mobil tersayangnya. Sangat persisten untuk ukuran bocah seumuran Naruto. "Injak penuh kopling, geser kiri-atas—masuki gigi 1, angkat koplingnya perlahan, kemudian...," Naruto mulai meraba-raba lagi. "Maju, kan? Maju, kan?" seru Naruto, girang sendiri. "Maju! Maju! Ma—Ma—MA—MAJU! UWAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!" teriak Naruto saat dia menginjak gas, membuat suara mesin mobil menggerung-gerung, hingga kecepatan mobil bertambah, namun Naruto tidak kunjung menginjak rem ataupun melakukan sesuatu yang bisa membantu Sasuke untuk tidak jantungan.

Dengan indahnya mobil ini terus meluncur ke depan.

"AGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGHHHH!" teriak Sasuke yang sudah keluar dari garasi, dan melaju menuju pohon palem di depan sana. Pohon yang digunakan Minato agar suasana di Kediaman Namikaze terkesan seperti istana Raja Timur Tengah. Tabrakan kali ini pasti lebih buruk daripada peristiwa rak tadi. Hidung Sasuke terancam rusak kali ini. "DOBE, JIKA HIDUNGKU PESEK, KAU HARUS MEMBAYAR SEMUANYA!" Sasuke tidak rela jasad barunya rusak.

Naruto tidak kalah hebohnya dengan Sasuke. "AGGGGGGGGGGGGGHHHHHHHHHHHHHH—

INJAK!

CKIIIITTTTTTT...

Naruto menginjak kopling dan rem dalam waktu yang pas, membuat laju Sasuke berhenti seketika.

Suasana menjadi hening sesaat. Baik Sasuke maupun Naruto masih shock dengan pengalaman yang baru saja mereka alami. Sasuke yang terkenal sempurna, dan selalu melakukan kegiatan-kegiatan yang memompa adrenalinnya baru pertama kali merasakan kematian memang sangat dekat dengan dirinya, bahkan kematian lebih dekat di saat ini daripada saat Sasuke terjun payung dari ketinggian sepuluh ribu kaki. Keberadaan Naruto di sekitarnya membuat dunianya seakan-akan dijungkir balikkan. Oh, Tuhan, kenapa tidak pemuda ini menjauh dari dirinya? Sasuke berdoa hal yang tidak mungkin.

"Timing yang pas," Naruto mengelus dada, lega karena dirinya dan mobilnya tidak mengalami kecelakaan sebelum keluar gerbang sana. Tawa meganggu itu kembali hadir di telinga Sasuke.

"Ya, timing yang pas sebelum aku mati penyok," Sasuke sudah gatal sekali ingin memutar kedua bola matanya. Ia berharap Tuhan mempercepat proses kematiannya.

Naruto memejamkan matanya sejenak. Ia mengingat-ingat hal apa saja yang dia pelajari untuk menjalankan mobil. Naruto menghela nafas, dan membuka matanya perlahan. "Oke, tenang. Tenang tampan," Naruto kembali menenangkan dirinya, dan entah kenapa di saat darurat dia merasa dirinya menjadi sangat tampan. "Mhm.. sekarang...," Naruto mulai memasukkan gigi mobil kembali, dan mengangkat koplingnya, perlahan mobil bergerak mundur—menjauhi pohon di depan sana. Kali ini Naruto sukses mengontrol diri.

Untuk beberapa saat Naruto mulai berkutat dengan stir, tongkat prosneleng, gas, kopling, dan tidak lupa otaknya yang berkapasitas kecil—menurut Sasuke—mencoba mengeluarkan mobil dari garasi, dan berjalan menuju gerbang.

"Tuhan!" Sasuke mengerang frustasi ketika Naruto tidak menyerah. Sesaat tadi, Sasuke berharap Naruto berhenti melakukan tindakan bodoh, walaupun Naruto memang si dobe, dan tidak ada satupun di mata Sasuke, Naruto bertindak pintar.

Beberapa saat kemudian...

"YATTAAAAA!!" teriakkan bahagia terdengar dari bibir pemuda bersurai pirang itu. Kerja keras Naruto membuat mobil berjalas mulus ke arah gerbang besar Kediaman Namikaze. "Yuhuuuuuu berhasil!!!!" Naruto menunjukkan kepalan tangannya ke luar jendela, bangga dengan hasil kerja kerasnya, setelah dia mencoba mengeluarkan mobil selama kurang-lebih 20 menit, hingga keringat bercucuran deras membasahi pakaiannya, walaupun Naruto membuka kaca jendela, sekaligus menyalakan AC mobil. Atau memang akibat membuka kaca jendela AC mobil jadi tidak terasa?

"SELAMAT DATANG DUNIA MALAM! SURGAKU!" teriak Naruto, diiringi tawa—yang di telinga Sasuke mirip sekali dengan teriakkan monyet di kebun binatang sana, dan cengiran onta di Timur tengah.

"SELAMAT DATANG NERAKA! I AM COMING!" Sasuke menghela nafas—lelah—berharap dia akan kembali ke garasi tanpa kehilangan salah satu bagian tubuh barunya.

.

.

.

Sasuke memejamkan mata sangat erat. Ia tidak yakin akan hidup normal—tidak gila—ketika kembali ke jasad aslinya. Bagaimana tidak? Dua menit setelah keluar dari gerbang Kediaman Namikaze, Sasuke nyaris ditabrak oleh truk yang sedang melaju melewati kediaman Namikaze karena ulah Naruto yang tidak melihat terlebih dahulu ke arah kiri dan kanan jalan sebelum membelokkan mobil. Demi apa, untung saja sopir truk itu sigap, dan segera menginjak rem, ketika Naruto berteriak—melepaskan stir, tanpa melakukan hal yang berarti, hingga Sasuke dibiarkan jalan tidak terkendali.

Beruntung saat itu, mereka berdua masih selamat.

Tetapi, kekejaman Naruto dalam mengendarai mobil tidak berhenti sampai disitu saja. Saat Naruto mulai melajukan mobilnya menuju jalan berkelok-kelok—turun gunung dari kediamannya yang ada di perumahan mewah, atas bukit—Sasuke beberapa kali merasa hampir menabrak pembatas jalan, atau lebih parahnya masuk ke dalam jurang. Bagian kaki Sasuke pun mulai terasa panas, dikala Naruto sering sekali menginjak rem secara mendadak, dan bau kopling pun mulai tercium—membuat Sasuke semakin cemas, dengan kondisi mobil dan dirinya sendiri.

Mudah-mudahan saja kopling mobil ini bisa bertahan!

Lelah, dan tidak ingin mengetahui apapun kejadian yang akan dia alami di depan sana, Sasuke memilih memejamkan mata saat Naruto membawanya entah kemana. Sasuke memejamkan mata, hingga Naruto berseru—berbicara dengannya. "MOBIL! MOBIL! LIHAT, PEMANDANGAN MALAM DI SINI BEGITU INDAH, BUKAN?!" teriak Naruto. "MOBIL LIHAT!" suara cempreng Naruto membuat Sasuke jengah, dan memilih membuka mata, seolah berpikir dirinya akan semakin diteriaki Naruto, jika Naruto tahu dirinya memejamkan mata erat, sedang berdoa agar hilang dari dunia ini.

Sasuke membuka matanya perlahan, menatap langsung ke depan. Sesaat dirinya melupakan kebodohan Naruto, maupun masalah yang dihadapinya sekarang. Sasuke terlalu takjub dengan pemandangan di hadapannya. Saat dirinya melaju turun, menuju kota, Sasuke melihat pemandangan kota yang sangat indah. Sasuke seperti melihat taburan bintang di atas permukaan bumi, ketika lampu kota begitu gemerlap di bawah langit malam yang gelap. Sasuke tersenyum melihatnya. Walaupun dia tidak menggunakan jasad aslinya, Sasuke bisa merasakan dirinya sendiri merasa bahagia, hingga bibirnya pasti melengkung ke atas.

"Indah, bukan? Tidak sia-sia aku membaca blog bagaimana caranya menyetir," bisikkan Naruto membuat Sasuke tersadar dari rasa kagumnya, shock dengan kenyataan baru jika Naruto belajar mobil hanya dari internet. "Aku selalu menyukai tempat ini," gumam Naruto. "Tetapi sayang...," Naruto menghela nafas. "Aku tidak bisa keluar malam karena tidak bisa menggunakan satupun kendaraan, dan seluruh keluarga sibuk dengan urusan mereka masing-masing."

Sasuke mendengus. Walau Naruto memperlihatkan hal menakjubkan, dan dia sempat terkesima dengan pemandangan di hadapannya, bukan berarti dia mulai membuka diri pada Naruto. "Sebaiknya kau cepat kembali ke rumah, gosok gigi, dan cuci kakimu, minum susu, lalu tidurlah yang nyenyak, Dobe!" Sasuke berharap Naruto segera memutar arah, dan membiarkan dirinya hidup tenang. Ia tidak peduli dengan curahan hati Naruto, atau kegalauan Naruto.

Suasana hening saat Naruto berhenti berbicara, dan Sasuke merasa tidak ada gunanya berbicara dengan Naruto. Untuk mengatasi keheningan itu, Naruto menyalakan radio, dan membiarkan lagu yang diputar stasion radio meramaikan keheningan itu. Sesekali Sasuke mendengar penyiar radio membicarakan surat dari pendengar, atau berkomentar mengenai musik yang baru saja diputar.

"Ne.... Ne... apakah kau tahu? Aku sangat senang bisa berjalan-jalan seperti ini bersamamu," suara Naruto, memecahkan keheningan di antara mereka, membuat Sasuke terpaksa memasang telinga, walaupun dia enggan berbicara satu arah dengan Naruto. "Dengan begitu, tidak ada lagi anak-anak yang akan mengejekku karena... diriku... yang kuper—tidak bisa mengendarai mobil," Sasuke dapat merasakan senyuman pemuda ini menghilang sesaat. "Aku harap kita bisa berteman sangat baik, dattebayo?" Naruto menepuk-nepuk dashboard, membuat Sasuke mendelik kesal. Ia berharap bisa menguliti kulit Naruto karena ketidaksopanannya.

Tidak tahukan dia umur Sasuke lebih tua?


Walaupun Sasuke berada di dalam jasad mobil ini?!

Eh?

Mobil ini kan mobil tua juga!

Otomatis Naruto harus sungkem sama ini mobil tua, dong?!

"Aku dan dirimu bisa saling jaga, Mobil!" Naruto mengeluarkan salah satu tangannya di jendela. "YUHUUUUUUUUUUUUUUUU!!!" teriak Naruto sambil melambai-lambai tidak jelas. Idiot.

Saling jaga?

Sasuke mencerna ucapan Naruto. Semakin lama sang Uchiha mengenal tuan-nya, semakin banyak hal yang dia tidak ketahui tentang Naruto. Jika Sasuke amati, untuk ukuran pemuda seumurannya, Naruto merupakan tipikal pemuda yang tanggung jawab. Walau terlihatnya, prestasi Naruto tidaklah sebaik Sasuke sendiri (Sasuke pernah mendengar perbincangan di antara Kushina dan Naruto mengenai nilai-nilai Naruto), walau daya pikir Naruto tidak sehebat Sasuke, tetapi Sasuke dapat melihat di dalam diri Naruto terdapat tekad, kerja keras, serta tanggung jawab yang besar pada dirinya sendiri, terlebih pada benda-benda yang dimilikinya. Buktinya, Sasuke tidak pernah melihat Naruto menaruh satupun benda miliknya sembarangan, atau memperlakukan benda itu... selayaknya benda yang tidak berguna.

"Kau..," suara Sasuke tertahan. Ia hanya bisa terdiam, saat Sasuke menyadari Naruto tidak akan pernah mendengar ucapannya.


Tik.

Tiba-tiba sesuatu yang dingin mengenai tubuh Sasuke. Sang Uchiha menatap ke atas, melihat butiran benda berwarna putih turun dari langit secara perlahan.

Turun salju?

Gumam Sasuke dikala melihat salju mulai mengenai permukaan jalanan.

"Sebaiknya kita kembali. Ayah dan ibu pasti sebentar lagi pulang," terdengar helaan nafas dari bibir Naruto. Sasuke merasa Naruto mulai menggerakkan tubuh Sasuke untuk memutar balik. "Terima kasih mobil telah menemaniku di malam ini. Jangan bosan-bosan main denganku, ya? Aku sangat beruntung bisa memilikimu, dan memiliki teman sepertimu," Naruto tersenyum, dan seperti biasanya, dia menepuk-nepuk dashboard mobil, ketika Sasuke sama sekali tidak merutuk, atau merasa kesal untuk pertama kalinya saat Naruto melakukan hal itu.

End Sasuke's Story

"Di dalam ceritaku, sang tokoh utama baru tahu jika di dunia ini ada orang yang memperlakukan benda seperti sahabatnya," Sasuke menunduk. Suaranya terdengar pelan. "Dia mengakui, dia selalu merawat benda-bendanya. Bahkan, dia terkadang merawat bendanya melebihi orang lain. Tetapi, dia hanya merawat bendanya saja, tanpa berpikir jika benda yang aku gunakan siapa tahu lebih senang jika berada di tangan orang lain karena... bendanya merasa lebih bermanfaat jika di tangan orang lain."

Saat itu, Itachi dan teman-temannya hanya bisa termenung, meresapi ucapan Sasuke. Sebagian dari mereka menatap ponsel, dan jam tangan—benda yang selalu mereka gunakan. Ya, walaupun cerita Sasuke masih belum menarik secara penuh perhatian mereka, tetapi banyak sekali yang mereka pelajari dari cerita yang Sasuke ceritakan. Banyak sekali yang bisa mereka resapi mengenai perlakuan mereka terhadap benda-benda sekitar mereka yang terkadang mereka abaikan hanya karena benda itu tidaklah memiliki roh untuk protes, atau marah pada mereka.

"Jadi, semenjak itu tanggapan sang tokoh utama pada anak itu berubah?" tanya Itachi, mewakili pertanyaan seluruh tamunya.

Sasuke mengangguk pelan. "Ya..," jawabnya. Ia menatap Itachi lekat-lekat. "—Dan tanggapannya pada anak itu semakin berubah setelah dia mengalami banyak peristiwa menyenangkan, menyakitkan, dan menyedihkan," Itachi dapat melihat mata Sasuke berbinar-binar antusias saat mengucapkan semua kata itu. "Bahkan hal kecil seperti cengiran bodoh ketika sang anak SMA mendapatkan Kartu Izin Mengemudinya untuk pertama kalipun selalu terniang-niang di pikiran sang tokoh utama."

Apakah dia benar-benar serius dengan ceritanya?

Ini genre ceritanya apa, sih?

Percintaan mobil dan manusia?

Atau...

Persahabatan?

Itachi hanya bisa menatap Sasuke dengan ekspresi bodoh.

"Lanjutkan saja ceritamu," kali ini Itachi sedikit penasaran dengan cerita Sasuke. Ia benar-benar ingin tahu cerita apa yang sebenarnya diceritakan Sasuke pada orang-orang, sehingga bukunya selaris itu. Ia ingin tahu darimana ide Sasuke mendapatkan cerita ini.

Sasuke's Story

9 April 2012, Musim semi

Tahun ajaran baru

Kediaman Namikaze

Konoha, Pulau Kyushu.

Setelah malam itu, Sasuke sama sekali tidak pernah pergi keluar dari garasi. Ia didatangi oleh Naruto hanya untuk dibersihkan atau dihangatkan mesinnya. Hari demi hari, minggu demi minggu, Sasuke habiskan untuk melamun di garasi, atau menatap jendela dari pagi, hingga pagi lagi. Terkadang Sasuke berharap Naruto melupakan dirinya, tidak pernah memanasi tubuhnya, hingga accu mobil ini tidak mengaliri listrik lagi, dan mobil ini mati total. Tetapi, melihat sifat Naruto yang sangat sayang pada benda-bendanya, sepertinya harapan Sasuke hanya omong kosong. Sasuke tetap harus menghabiskan waktunya di garasi sepanjang waktu, ketika tidak ada satupun dari keluarga Naruto yang mau menggunakannya karena setiap keluarga Namikaze memiliki mobil mewah. Mobil yang jauh lebih baik dari jasadnya sekarang, dan lebih menarik dari dirinya.

"Jadi, seperti ini perasaanmu... Mobil?" gumam Sasuke, mentertawakan dirinya sendiri yang selalu menyimpan benda-benda miliknya tanpa digunakan, terlebih ketika ada benda yang lebih layak dipamerkan di depan orang-orang. "Pasti kau selalu merasa sepi, bukan?"

Tiba-tiba Sasuke merasa dirinya menjadi sangat mellow, ketika diposisikan menjadi benda seperti ini. Selama ini dia hanya menyimpan mobil, tanpa berpikir jika benda-bendanya masih lebih berguna untuk orang lain. Sekarang, ia merasa bersyukur ibunya menjual benda-benda tidak terpakai di dalam kamarnya, maupun di ruang kerjanya untuk orang lain yang lebih membutuhkan. Dengan begitu, Sasuke berharap benda-benda itu masih bisa digunakan, walaupun benda itu sudah out of model.

GREEEKKKK!!

Pintu garasi terbuka, Sasuke menatap ke depan.

"Hei!" Naruto melangkahkan kaki, masuk ke dalam garasi. Senyuman boyish khas Naruto masih melekat di bibir Naruto.

"...Hm?" Sasuke bergumam malas, memalingkan pandangannya. Ia kesal pada Naruto yang memperlakukan dirinya benar-benar seperti barang rongsokan, hingga dia nyaris mati bosan. Ayolah, kenapa kau mesti marah, Sas? Dia tidak tahu, bukan, kau hidup? Batin Sasuke, merasa dirinya sangat konyol.

Naruto menepuk-nepuk badan Sasuke. "Maaf, ya, aku tidak pernah mengajakmu keluar dari tempat ini," gumam Naruto seolah bisa membaca pikiran Sasuke. "Tetapi... Kau bisa bahagia sekarang!!!" seru Naruto sambil memperlihatkan sebuah kartu pada Sasuke.

"...?" Sasuke menatap kartu itu. Ia mengedipkan matanya. Apa maksudnya?

"LIHATLAH! Sekarang aku memiliki Surat Izin Mengemudi." Naruto menjawab semua pertanyaan dibenak Sasuke. Ekspresi Naruto seperti anak kecil yang sedang pamer mainan pada teman sebayanya.

"Damn...," Sasuke menelan ludahnya. Ia masih trauma dengan peristiwa malam dirinya dan Naruto jalan bersama untuk pertama kalinya. Bagaimana bisa dia mendapatkan itu? Bukankah umurnya belum genap 18 tahun (penduduk Jepang bisa mendapatkan SIM pada umur 18 tahun atau 1 tahun lebih lama daripada di salah satu negara di Asia Tenggara).

Jangan katakan bocah ini melakukan SIM tembak?


SIM tembak?

Memang ada di Jepang?

Sasuke bingung sendiri.

"Ayah pun sudah memperbolehkan diriku untuk mengajakmu ke sekolah," Naruto membuka pintu mobil. "Ayo!" serunya sambil masuk ke dalam mobil, dan duduk nyaman di dalam tubuh Sasuke.

"Dobe, cepat keluar dari tubuhku!" Sasuke tidak ingin pergi dari tempat ini, terutama jika sopirnya adalah Naruto. Ia mencabut ucapannya, jika dia bosan setengah mati diam di tempat ini. Ia lebih baik mati bosan daripada mati di tangan anak konyol seperti Naruto.

Naruto mulai menyalakan mesin Sasuke. Kemudian, dia memanaskan sejenak mesin tersebut. Sudah dirasa cukup panas, Naruto mulai menginjak kopling, dan memegang gigi.

Oh,

My,

GO—

Sasuke menutup matanya erat-erat. Dia yakin dalam waktu sekejap, dia akan berada di bengkel.

Sasuke merasa tubuhnya mulai meluncur mulus keluar garasi. Ia merasa dirinya dibawa sangat lembut oleh pemuda di dalam tubuhnya. Sasuke membuka matanya. Ia menatap dirinya sedang meluncur apik keluar gerbang garasi—menuju pintu utama kediaman Namikaze. Sasuke mengerjapkan matanya. Dia tidak celaka? Dia masih berada di kondisi baik? Dia selamat?! Sasuke tidak percaya jika Naruto bisa mengendarai mobil hingga semulus ini. Jangan-jangan... Naruto belajar mobil selama ini untuk mendapatkan surat izin itu?! Mhm... tetapi kenapa dia tidak digunakan sebagai alat belajar? Sasuke mengerutkan keningnya, bingung dengan pikiran Naruto.

"Bukankah kau membeliku untuk belajar mobil?" Sasuke bertanya heran, tetapi tentu saja pertanyaannya tidak akan dijawab oleh Naruto.

"Ayo kita berangkat sekolah!" teriak Naruto dari balik jendela mobil. Ia melambaikan tangan pada kedua orang tuanya yang berdiri di beranda rumah. "DAH AYAH! DAH IBU!" ujar Naruto sebelum mempercepat kecepatan mobilnya.

"Hati-hati, Naruto!" teriak Kushina yang sedang menyirami tanaman sebelum sang anak menghilang dari balik gerbang sana, membiarkan anaknya untuk pertama kali berangkat ke sekolah dengan menggunakan mobilnya sendiri. "Dasar, anak zaman sekarang," Kushina hanya bisa menggelengkan kepala melihat cara Naruto mengendarai mobil barunya yang terkesan tidak bisa mengontrol kecepatan.

.

.

.

Sedikitnya Sasuke merasa bersalah pada Naruto. Ia telah salah mengerti sifat Naruto.

Saat berangkat ke sekolah tadi, Sasuke sempat merasa was-was karena kemampuan Naruto dalam mengemudi. Ternyata setelah dua kilometer meluncur, Sasuke menyadari jika dia mengkhawatirkan hal yang tidak jelas. Kemampuan Naruto dalam mengemudi sudah meningkat drastis. Naruto sudah pandai menggunakan mobil, dan mengenal cukup baik rambu-rambu lalu-lintas di sekitarnya. Saat ini Sasuke bisa bernafas lega. Setidaknya, mobilnya tidak akan hancur, atau dirinya tidak akan terkena gejala cacat mental.

Sepanjang perjalanan Sasuke dan Naruto hanya dihabiskan oleh keheningan. Bahkan Naruto enggan menyalakan musik atau radio. Dari sifat pasif Naruto, Sasuke menangkap jika Naruto sedang berkonsentrasi mengendarai dirinya. Ya, mungkin karena ini pertama kalinya dia mengendarai mobil sendiri ke jalan ramai sendirian, menuju tempat jauh, membuat Naruto harus ekstra hati-hati agar kedua orang tuanya mempercayai dirinya untuk menggunakan mobil sampai hari-hari ke depan.

Setelah cukup lama mereka berdua menempuh perjalanan yang tidak disangka Sasuke cukup jauh untuk perjalanan ke sekolah, dan menyita energinya, pada akhirnya mereka tiba di depan sebuah gerbang sekolah. Kedua mata Sasuke nyaris tidak berkedip saat menatap suasana sekolah ini. Walau sekolah ini dimasuki oleh anak belasan tahun, tetapi Sasuke dapat merasakan aura tidak wajar dari sekolah ini. Bagaimana bisa anak-anak sekolah ini datang menggunakan mobil yang harganya selangit? Bagaimana bisa pernak-pernik yang digunakan anak-anak sekolah seperti perhiasan ibu-ibu sosialita? Lebih parahnya lagi, bagaimana bisa anak-anak ini dengan mudah mendapatkan Surat Izin Mengemudi?! Sasuke hanya bisa menggelengkan kepala dengan tipikal sekolah seperti ini.

"Ini sekolah atau pameran mobil?" gumam Sasuke, saat dirinya dibawa masuk ke dalam lapangan parkir. Ia menatap deretan mobil yang—setahu Sasuke cukup memberi makan puluhan panti asuhan—dan pemilik mobilnya yang memakai aksesoris, sepatu, maupun tas yang sama hebohnya dengan mobil itu.

"Selamat datang di Konoha Gakuen, Mobil!" ujar Naruto, terdengar bangga. "Selamat datang!" ujarnya, sambil memarkirkan Sasuke.

Sasuke hanya bisa menerawang, menatap berbagai jenis mobil yang Sasuke kenal mirip seperti mobil yang ada di dalam garasi mobilnya. Dari pengamatan mata Sasuke, tidak ada satupun mobil yang sama dengan tubuhnya sekarang. Semua mobil di dekatnya bertipe sport keluaran edisi terbaru, mobil sedan yang cocok dipakai oleh pejabat-pejabat tinggi, SUV bermerk mahal yang diduga Sasuke pasti menghabiskan bahan bakar sangat banyak, atau mobil biasa yang modifikasinya lebih mahal dari harga mobil itu sendiri. Satupun dari mobil itu tidak ada yang bertipe tua seperti tubuhnya. Sasuke hanya menggeleng, dan menghela nafas, ketika Naruto sudah mengunci pintunya, dan berdiri di depan Sasuke.

Dari wajah Naruto, Sasuke dapat melihat sang pemuda terlihat serius, memucat, tampak cemas.

"Kau serius memarkirkanku di sini?" Sasuke ingin sekali bisa berbicara pada pemuda yang menyandarkan tubuhnya di bagian depan tubuh Sasuke, sedikit menghalangi pandangan Sasuke ke depan sana. "Jangan-jangan, kau salah masuk sekolah?" Sasuke berharap dobe Naruto kambuh untuk kali ini saja. "Entah kenapa, membawaku ke tempat ini sangat terlihat konyol, Do—" Sasuke menghela nafas, ketika dirinya merasa tidak akan pernah bisa berbicara dengan Naruto.

Lupakan!


Batin Sasuke, sedikit sedih ketika tidak bisa berkomunikasi dengan Naruto.

Sasuke sendiri merasa dirinya tidak berada pada tempatnya. Ia merasa tidak percaya diri. Apalagi dengan Naruto?

Suara gerombolan anak-anak yang mendekat ke arah mereka, membuat Sasuke mengalihkan perhatiannya. Ia merasakan tubuh Naruto bereaksi. Naruto menatap intens ke arah gerombolan itu, dengan ekspresi penuh harap. Sasuke mengamati tatapan Naruto. Sang Namikaze menatap salah satu wanita dari gerombolan itu dengan ekspresi memelas, penuh harap. Melihat ekspresi Naruto sekarang ini, hanya membuat Sasuke memutar kedua bola matanya. Sekarang, dia mengerti dengan jelas motif Naruto membawa mobil ke sekolah. Tipikal anak yang ingin pamer pada orang yang ditaksirnya!

"Mereka sangat cantik, bukan, Mobil?" tanya Naruto, dengan suara penuh kekaguman. Dari dua bola matanya, Sasuke dapat melihat cinta yang naif. "Terlebih... Hinata," bisiknya, dengan seutas senyuman di bibirnya.

Sasuke mengalihkan perhatiannya pada gadis bersurai indigo, dengan mata lavender. Ia menatap gadis yang memiliki bentuk tubuh paling terbaik di antara teman-temannya. Gadis yang menjadi pusat perhatian orang-orang di sekitarnya melangkah mantap, hendak melewati Naruto. Sesekali gadis itu menyelipkan rambutnya ke belakang telinga, memberi efek godaan pada siapapun pemuda yang melihatnya. Terlebih ketika seragam itu nampak sangat ketat pada bagian... dada? Sasuke pun mengakui jika bentuk tubuh gadis bernama Hinata itu memiliki nilai sembilan dari skala satu hingga sepuluh.

Sasuke mendengus. Ia menatap Naruto. Sasuke bukanlah tipikal laki-laki yang mudah tertarik dengan fisik seseorang. Sebagai Uchiha, ia cenderung harus mengenal terlebih dahulu orang yang ditaksirnya, sebelum jatuh cinta karenanya. Oleh karena itu, Sasuke sangat sulit mendapatkan kekasih, bahkan belum pernah memiliki pacar satu kalipun, hingga sampai sekarang. Prinsip tidak jelasnya ini yang membuat dirinya single sampai umurnya yang sekarang.

"Daripada kau berpikir yang tidak-tidak cepat pergilah ke kelas, Dobe, dan belajarlah yang serius!" Sasuke berharap Naruto menutup mulutnya yang menganga, dan menghapus air liur di sudut dagunya karena melihat Hinata. Menjijikan.

"Uh, aku akan menghampirinya..," Naruto merapihkan pakaiannya, dan bersiap-siap melangkah menuju gadis itu. "Hina—

Sasuke memutar kedua bola matanya. Ia menatap malas punggung Naruto, ketika dari arah jalan yang akan diseberangi Naruto melaju mobil dengan kecepatan tinggi.

Yang benar saja,

Sasuke menatap Naruto. Rupanya pemuda bersurai pirang itu tidak menyadari keberadaan mobil tersebut.

SIAL!

Kenapa mobil itu melaju cepat di tempat parkir seperti ini?!

"AWAS, BODOH!" teriak Sasuke, berharap Naruto mendengar teriakkannya. "NARUTO, AWAS!" Sasuke terus berteriak, tetapi usahanya sia-sia. Sasuke mendecih. Sial, kenapa dia tidak bisa melakukan apapun. Ia mengutuk tubuhnya sekarang. Ia berharap bisa berlari dan menyelematkan Naruto. "NARUTO, AWAS! NARUTO!" Sasuke berteriak frustasi. Iapun memalingkan tatapannya, saat sedikit lagi mobil itu akan mengenai tubuh Naruto.

Tidak ada suara benturan.

Semua terdengar biasa saja, kecuali suara derap kaki dari orang yang mulai berdatangan ke arah Naruto.

Sasuke menatap ke depan kembali. Ia menatap Naruto sedang tersyungkur di atas jalan, dengan ekspresi shock. Rupanya Naruto menyadari keberadaan mobil itu dan meloncat untuk menghindari mobil super berlambang kuda jingkrak itu, hingga dirinya terjatuh ke atas permukaan jalan. Sasuke menatap pemuda yang keluar dari mobil super itu. Pemuda itu berambut putih acak, mata dingin dengan pupil biru yang ditutupi oleh kaca mata hitam. Ia melempar kaca mata hitamnya ke dalam mobil, atas jok.

"Naruto-kun, Oh, maafkan aku," pemuda itu menghampiri Naruto, dan mengulurkan tangannya. Wajahnya menegang.

"Na—Naruto-kun, Ka—kau tidak a—apa-apa?" Hinata yang sempat melihat kejadian tadi ikut menghampiri Naruto. Ia membantu Naruto berdiri terlebih dahulu. "To—Toneri! Seharusnya k—kau lebih hati-hati," Hinata menatap Toneri, meminta Toneri agar tidak ceroboh.

Toneri tersenyum gugup. "Ah, itu memang kesalahanku. Aku tadi mendapatkan telepon dari ibuku. Saat aku akan mengambil ponsel di atas jok sampingku, aku tidak melihat ke depan," ujar Toneri, gusar. "Naruto-kun, maaf. Apakah ada yang luka?" Toneri memeriksa tubuh Naruto, ketika Naruto menepis pelan tangan Toneri, meminta Toneri berhenti menyentuhnya secara sopan.

"Ah, tidak apa-apa. Akupun ceroboh. Menyebrang tanpa melihat jalan terlebih dahulu," Naruto tersenyum gusar, masih shock dengan kejadian tadi.

Hinata melihat tubuh Naruto, memastikan tidak ada yang terluka. Ia melihat sikut tangan Naruto berdarah. "Na—Naruto-kun, kau berdarah," ujar Hinata dengan nada gugup. Ia mengeluarkan sapu tangan dari saku seragamnya, dan mengulurkan sapu tangan itu pada Naruto.

Naruto menatap sapu tangan di tangannya. "Eh?" gumam Naruto, kikuk. "Makasih," gumamnya sambil mengambil sapu tangan itu.

Hinata tersenyum tipis. "Sebaiknya, ki—kita ke UKS, du—dulu," ujarnya, memegang pergelangan tangan Naruto, dan menarik Naruto ke dalam gedung sekolah.

"Eh—ta—

"A—ayo, ikut saja!" pinta Hinata.

Naruto tidak dapat menolak permintaan Hinata. Seperti kerbau yang dicocok hidungnya, Naruto mengikuti Hinata dengan patuh.

Saat sang korban sudah beranjak dari tempat kecelakaan, orang-orang yang berkerumun inipun satu-persatu mulai berhenti bergerombol, kembali pada aktivitas mereka sendiri. Ya, nyaris semua pergi, kecuali pemuda bersurai putih yang tersenyum penuh misteri di saat matanya menatap tajam ke arah punggung Naruto. Tanpa diketahui siapapun, pemuda itu memincingkan matanya. Ekspresi ramahnya hilang total, berganti dengan kebengisan. Bagi Toneri tidak ada satupun yang melihat ekspresi dibalik topeng itu. Tidak ada satupun yang melihatnya kecuali satu orang. Ya, hanya Sasuke Uchiha lah yang melihat perubahan dari ekspresi itu.

Ada apa dengan orang itu?

Batin Sasuke, merasa pemuda bernama Toneri itu seperti memiliki kepribadian ganda. Firasatnya mengatakan, ada yang tidak beres dengan pemuda ini.

.

.

.

Sepanjang hari Sasuke menanti Naruto. Sepanjang hari juga Sasuke berharap dunianya sekarang seperti dunia di The Cars. Ia yang introvert, baru kali ini berharap ada seseorang yang bisa diajak bicara, atau setidaknya mobil di sebelahnya bisa disapa, diajak berbincang-bincang panjang lebar, atau bisa ditanyai pendapatnya mengenai sang majikan. Tetapi, pikiran itu hanyalah hayalannya saja di cuaca di musim semi yang tiba-tiba menjadi mendung ini. Ia hanya bisa menanti sendiri Naruto sampai bel pulang sekolah tiba, dan Naruto berlari ke arahnya sambil tersenyum cerah, atau Sasuke sering katakan... senyuman idiot!

"Itu dia!" jika Sasuke bukan Uchiha, ia pasti sudah memekik senang saat pemuda bersurai pirang memunculkan wujudnya. Layaknya seekor anjing setia, Sasuke terus menatap Naruto yang semakin mendekat ke arahnya tanpa berkedip. "Oke, Sas, siapkan telingamu untuk mendengar jeritan cempre—

Sasuke menelan kata-katanya, saat melihat luka terdapat di wajah Naruto. Sang Namikaze jalan sempoyongan menuju ke arah Sasuke. Kemudian Naruto menyandarkan tubuhnya dengan lemas di badan mobil, membuat Sasuke menduga jika Naruto pasti mengalami luka yang cukup parah pada tubuhnya. Sang pemuda membuka pintu mobil, menaruh dengan rapih tasnya di kursi samping pengemudi, masih mengontrol diri, walaupun dirinya semarah apapun. Naruto terdiam, menerawang.

"Dobe, are you, oke?" Sasuke angkat bicara, ketika melihat kondisi Naruto yang memprihatinkan. Ia cukup khawatir dengan kondisi tuannya.

"SIAL!" Naruto memukul stir mobil membuat Sasuke ingin memukul bokong Naruto. "Toneri sudah lebih dulu mengajaknya pergi," Naruto meremas stir. "Kau tahu, Mobil? Bahkan... diriku menjadi cemoohan karena membawa mobil tua seperti dirimu...," terdengar nada gemas dari suara Naruto. "Padahal suka-suka aku mau membawa mobil apapun. Mereka tidak berhak menilaiku berdasarkan mobil yang aku bawa, dan menentukan Hinata boleh pergi bersama pemilik mobil bagus, atau tidak!"

Hei, bukan aku yang meminta kau membawaku, kan?!

Batin Sasuke, tidak pada perkataan Naruto yang menyudutkan dirinya, seolah dialah yang bersalah atas nasib sial sang pemuda.

LAGIPULA KENAPA KAU HARUS MERAJUK JIKA KAU BISA MELAKUKAN APAPUN YANG KAU MAU?!

Sasuke ingin berteriak frustasi. Ini benar-benar memusingkan, ketika dia hanya bisa berekspresi dengan teriakan yang tidak terdengarnya itu.

Sasuke sama sekali tidak mengerti dengan jalan pikir Naruto. Melihat kekayaan Keluarga Naruto, dan kasih sayang dari kedua orang tua Naruto, bukanlah tidak mungkin Naruto bisa memiliki mobil yang sama bagusnya dengan mobil-mobil di parkiran ini. Lalu, kenapa Naruto lebih memilih mobil tua ini? Kenapa Naruto membawa mobil tua ini ke sekolah? Kenapa anak ini begitu bodoh dan selalu membuat cemas? Lalu, kenapa Sasuke harus mencemaskan Naruto?

Sasuke menelan semua pertanyaannya. Ia menatap ke depan, melihat pemandangan yang pastinya bisa membuat pemuda di dalam dirinya semakin uring-uringan.

Dengan didampingi Toneri, dan teman-teman centilnya, Hinata melangkah menuju ke arah mobil mewah—kepunyaan Toneri. Wajah Hinata bersemu merah, setiap Toneri melontarkan berbagai pujian untuk dirinya. Sasuke hanya menghela nafas, ketika tubuh Naruto bergetar—menahan gemuruh di dalam dada.

Dasar, Dobe!

"Naruto...," lirih Sasuke, miris. Ia tidak tahan harus merasakan kemarahan dan kepedihan Naruto. "Dobe, lalu untuk apa kau membawaku kemari? Kau idiot atau apa? Kau gunakan saja mobil-mobil yang ada di garasi mobil orang tuamu, atau ka—

"Tenang saja, Mobil," suara Naruto terdengar datar, seperti berhasil mengendalikan emosinya. "Seburuk apapun aku mendapatkan makian karena membawamu kemari, tetap saja kau... mobilku," suara Naruto membuat Sasuke berhenti berbicara. "Kau mobil kesayanganku, dan tidak ada yang bisa megantinkanmu," Naruto mengelus stir mobilnya. "Ha-ah, sebenarnya apa yang aku pikirkan?" Naruto menggaruk kepalanya tidak gatal, lebih terkesan berbicara pada dirinya sendiri.

Sasuke berdecak sebal. Demi apapun, sekarang dia ini hanya benda. Sosok manusia yang terjebak di dalam rongsokan dan pantas dibuang. Tetapi, entah kenapa Naruto membuat semuanya terasa sulit. Kenapa Naruto begitu kukuh untuk memperlakukan dirinya dengan baik? Kenapa Naruto harus bertindak sejauh ini? Apakah motif sebenarnya anak ini?

Sasuke menatap jika Toneri, Hinata, dan teman-temannya sudah pergi—meninggalkan lapangan parkir, dan membuat tubuh Naruto melemas, sedih.

"Kau serius? Kau sepertinya harus memeriksa dirimu ke psikiater," Sasuke ingin sekali membenturkan kepala Naruto, agar pemuda bodoh ini sadar dengan pikiran salahnya.

"Ah, aku sudah gila karena berbicara dengan mobil..," Naruto baru sadar, jika dia bercerita pada benda mati. "Tetapi, entah kenapa saat berada di dekatmu, sepertinya aku ingin sekali bercerita, seolah... kau bisa mendengar keluh-kesahku," Naruto mulai menyalakan mobil. "Aneh, bukan?" lirihnya, sebelum meluncur pergi—meninggalkan area sekolah.

Sasuke menerawang sejenak, kemudian tersenyum getir. "Ya... aneh, Dobe," gumam Sasuke. Sangat aneh dan mengkhawatirkan!

Sejenius-jeniusnya Sasuke, dia masih belum bisa membaca motif Naruto untuk membelinya dan memamerkannya sampai sejauh ini.

"Chk, sial. Sepertinya aku harus menutupi lukaku ini," gumam Naruto, ketika Sasuke hanya mendelik tajam, curiga jika sang Namikaze di bully di dalam sana.

End Sasuke's Story

"Jadi, sang tokoh utama terjebak di dalam percintaan anak SMA?" Shukaku pada akhirnya angkat bicara.

"HAHAHAHA... Ya, Tuhan, imajinasimu!" semua orang di tempat itu hanya bisa menggelengkan kepala. Demi Tuhan, bagaimana bisa orang dingin dan tidak peka seperti Sasuke menulis tentang percintaan?

Sasuke mendongakan kepalanya yang tertunduk. "Ada apa dengan imajinasiku?" tanya Sasuke dengan ekspresi kesal. Kemudian dia menatap sang kakak, dan Sasuke dapat melihat perubahan raut wajah Itachi. "Aniki?" gumam Sasuke, berharap Itachi tidak terlalu menganggap serius kisahnya. "Kenapa wajahmu memucat?"

Bukan hanya Sasuke saja yang menyadari perubahan raut wajah Itachi, tetapi sebagian orang di dalam ruangan itu. Semua berhenti tertawa, menatap ekspresi Itachi yang berubah gusar. "Hoi, hoi," Pain berusaha mencairkan suasana. "Ayolah, Chi, jangan terbawa perasaan karena cerita konyol ini," Pain menatap Itachi lekat-lekat.

"Aniki?" Sasuke menyadarkan Itachi dari lamunan.

Itachi tersentak kaget, ketika Sasuke memanggil namanya. Ia menghentikan kontak matanya dengan Sasuke. Ia menatap ke arah vas bunga yang ada di atas meja—dekatnya. "Ehem!" Itachi membersihkan tenggorokannya. Ekspresinya yang sempat mengeras kembali normal. "Sepertinya, aku melakukan tindakan bodoh tadi," Itachi merasa bego karena tidak bisa menutupi ekspresinya, di saat sang adik bercerita.

Sasuke memutar kedua bola matanya—bosan. "Kau ini ada-ada saja."

"Lanjutkan saja!" perintah Itachi pada sang adik. "Aku ingin mendengar seluruh kisah ini. Kisah yang belum pernah aku baca maupun ketahui sampai sekarang."

Sasuke hanya bisa mengangguk pelan ketika mendengar perintah sang kakak, membuat suasana di sekitarnya sangat tidak nyaman, terutama bagi para tamu kakaknya. Sepertinya, mood Itachi sedikit berubah karena cerita Sasuke.

Sasuke's Story

7 Mei 2012, Konoha.

Sasuke ingin sekali mengakhiri nasib gilanya sekarang. Ia ingin sekali kembali ke dalam jasadnya, menikmati kopi panas di halaman rumahnya, dan menenangkan tubuhnya yang terasa pegal. Ia ingin kehidupannya bersama bocah yang selalu membuatnya cemas ini berakhir. Namun, nasibnya tidaklah berkata demikian. Setiap harinya, Sasuke harus menyaksikan perubahan sifat Naruto. Ia harus melihat senyuman bodoh tuannya hilang. Ia harus melihat tuannya menutup mulutnya rapat-rapat, tidak lagi berteriak atau berbicara tidak jelas padanya. Iapun harus melihat ekspresi getir, sedih yang terpatri di wajah tuannya... ketika Sasuke tidak dapat melakukan apapun untuk menghentikan perubahan drastis dari sifat Naruto, atau menghapus ekspresi sedih itu. Dan entah kenapa semua perubahan di dalam diri Naruto sangat menyakitkan bagi... Sasuke.

Perubahan sikap Naruto tidak hanya berdampak pada Sasuke saja, melainkan pada seluruh Keluarga Namikaze. Baik Kyuubi, maupun kedua orang tua Naruto mengkhawatirkan anak bungsu dari keluarga itu. Tetapi, Naruto tetap membungkam mulutnya, walaupun setiap anggota keluarganya meminta dirinya untuk terbuka, dan bercerita apapun mengenai masalah yang dihadapi Naruto. Pernah satu kali, Kyuubi nyaris kehilangan kesabarannya. Ia nyaris menghajar Naruto, ketika sang pemuda pulang dari sekolah dengan keadaan babak-belur; baju kotor, robek—tidak layak dipakai—serta wajah dipenuhi luka lebam. Tidak menjelaskan apapun pada Kyuubi, Naruto hanya menundukkan kepalanya, walaupun Kyuubi hampir memukulnya karena Naruto hanya bisa membuat semua orang di sekitarnya cemas, jika Kushina tidak menghentikan tindakan anarkis Kyuubi. Setelah kejadian itu, Sasuke terpaksa harus diam di garasi pada keesokan harinya karena Kushina meminta Kyuubi untuk mengantar Naruto pulang-pergi ke sekolah yang tentu saja memakai mobil Kyuubi sendiri, sampai perasaan Naruto membaik. Ha-ah, untung saja semua keadaan membaik kembali saat Naruto tidak lagi berulah, Kyuubi dan Naruto berbaikan, dan Naruto diperbolehkan lagi membawa mobil ke sekolah.

Namun, keadaan baik itu tidaklah berlangsung lama. Setelah Naruto diperbolehkan lagi membawa Sasuke ke sekolah, saat pulang sekolah, Naruto kembali keluar dari gedung dengan keadaan babak-belur. Naruto selalu memasuki mobil dengan ekspresi kusut. Iapun selalu meracau tidak jelas, seperti "Teman-temannya yang jahat," atau "orang-orang di sekolahnya yang tidak pernah berhenti membully-nya." Entah apa yang terjadi di dalam sana, tetapi dari racauan Naruto, Sasuke dapat memprediksi pemuda bersurai pirang ini ditekan oleh teman-temannya di dalam gedung sekolah. Naruto pasti mendapatkan perlakuan kasar dari orang-orang sok kuat di dalam sana. Ha-ah, seandainya Sasuke bisa masuk ke dalam gedung itu, dan melihat semuanya.

Sialnya, di saat Naruto mengalami hal buruk seperti itu, Sasuke yang biasanya tidak pernah peduli urusan orang lain tiba-tiba terusik hati nuraninya. Ia sangat tidak suka dikala Naruto mengalami kejadian buruk itu. Ia ingin sekali melindungi Naruto terlebih perasaan anak itu. Ya, semakin Naruto tertekan, semakin perasaan ingin melindungi itu besar, hingga pada puncaknya, Sasuke harus menunggu Naruto dalam waktu cukup lama, kemudian Naruto muncul dalam keadaan yang lebih memprihatinkan dari biasanya.

Sasuke dengan setia dan seperti biasanya menanti Naruto di lapangan parkir sekolah, lamunan Sasuke mengenai tomat terusik di saat teman-teman Hinata—yang setiap harinya Sasuke lihat selalu berdandan kompak—melangkah menuju ke arah dirinya. Gadis-gadis itu jalan beriringin sambil membaca sebuah majalah—yang dibeli oleh salah satu dari mereka—hanya karena untuk melihat salah satu idola yang kebetulan diliput oleh majalah tersebut. Sasuke menatap majalah itu. Majalah bisnis? Tumben sekali gadis seperti mereka berniat membeli majalah bermanfaat itu. Sasuke mendengus. Iapun terus menatap gerombolan berisik itu, hingga para gadis itu berhenti tepat di samping Sasuke.

Oh, mobil mereka tepat di sampingku,

Batin Sasuke, baru menyadari jika hari ini teman-teman Hinata parkir di dekat mobil Naruto.

Gadis bersurai merah muda, dengan mata hazel, dan berwajah cantik yang dipoles minimalis itu menaruh majalah yang dipegangnya sejak tadi di kap depan Sasuke. "Eh, lihat! Lihat!" tunjuk Sakura, meminta kedua temannya yang baru saja memasuki mobil merapat. "Benarkan, Uchiha Sasuke berada di majalah ini?" ujar sang gadis dengan tatapan sangat memuja. Dapat dilihat oleh Sasuke sendiri, Sakura menatap foto di dalam majalah itu tanpa berkedip.

Sasuke berpikir sejenak. Mhm... aku ada di majalah? Memangnya, kapan terakhir kali aku melakukan pemotretan dan wawancara? Sasuke menatap kesana-kesini, saat otaknya memutar memori.

"Oh, Tuhan, dia tampan sekali. Bahkan artis-artis yang di operasi plastik pun masih kalah jauh tampannya dari Sasuke-sama...," pekik Karin—gadis bersurai merah—yang sama berisiknya dengan Naruto. Dari kabar yang Sasuke dengar, Karin merupakan saudara jauh Naruto dari barisan Kushina. Dari tatapan Karin pada foto Sasuke di majalah itu, Sasuke yakin dirinya pasti akan dimakan jika muncul di hadapan gadis itu.

"Ya, selain sangat tampan dia pun sangat pintar, dan benar-benar laki-laki idaman," Sakura memeluk majalah itu. Berhayal Sasuke Uchiha-lah yang notabene sedang ada di dekatnya yang ada dipelukannya.

Bosan mendengar kehisterian para gadis mengenai kelebihan dirinya, Sasuke menatap kembali ke arah gedung. Rasa khawatir bersarang kembali di dalam pikirannya. "Kemana si Dobe itu?!" Sasuke berseru frustasi. Ia ingin sekali mengacak-acak rambut hitamnya yang mencuat ke atas—melawan gravitasi—dan selalu dihina oleh banyak author sebagai model rambut 'pantat ayam' karena saking fenomenalnya.

Sasuke menatap gusar ke arah pintu masuk gedung—tempat Naruto belajar. Setelah mengenal Naruto, ia berubah menjadi bukan Uchiha sekali. Untuk pertama kalinya, Sasuke tidak pernah berhenti memikirkan seseorang. Untuk pertama kalinya Sasuke merasa dirinya tidak berguna. Untuk pertama kalinya kemarahan, kekesalan, dan kebencian pada dirinya sendiri terkumpul menjadi satu, hingga otak jeniusnya ingin sekali meledak. Aahh, seandainya dia berada di tubuh aslinya, dia pasti sudah menerobos masuk ke dalam gedung itu dan menarik si dobe itu dari dalam gedung.

"I—ini mobil Na—Naruto-kun, 'kan?" suara gagap di dekat Sasuke membuat Sasuke mendelik ke arah gadis bersurai indigo yang ternyata ikut gabung dengan anggota gank bawelnya.

Kedatangan gadis itu membuat kekesalan Sasuke yang sejak tadi menumpuk bertambah ratusan kali lipat.

Kenapa, sih, dia harus ada di sini?

Entah kenapa Sasuke menjadi sentimen pada gadis yang tidak punya salah pada dirinya ini.

"Iya mungkin," Sakura berkata acuh. Ia tidak pernah memperhatikan manusia yang sering ditindas di sekolah ini, apalagi memperhatikan mobilnya. "Eh, katanya Sasuke mau mengadakan acara untuk keberhasilan proyek perusahaan keluarganya," ujar Sakura, lebih antusias dari tadi.

Oh, God!

Sasuke malas mendengar suara memuja itu. Ia hanya ingin Naruto datang, dan mereka pulang ke rumah, sehingga dia bisa istirahat.

"Naruto-k-kun kemana?" suara cemas Hinata membuat tatapan Sasuke teralih kembali pada gadis itu. Rupanya Hinata pun tidak peduli dengan tetek-bengek mengenai Uchiha yang notabene pasti di pikiran anak-anak seumuran Hinata sulit sekali dijangkau.

Sama halnya dengan Hinata, saat Sakura, Karin, dan Ino sibuk melihat majalah, Sasuke sibuk menatap ke arah dalam gedung, dengan ekspresi harap-harap cemas. Ia melirik ke arah salah satu jam tangan yang digunakan gadis itu. Naruto sudah terlambat 45 menit dari waktu dia pulang sekolah?! Sasuke ingin sekali menggaruk tembok atau menendang apapun untuk menghilangkan kecemasan ini. Tetapi, rasa cemas ini hanyalah berefek semakin frustasi dirinya karena tidak bisa melakukan apapun, saat pikiran-pikiran jelek menggerogoti kerasionalannya.

Sebenarnya, dosa apa yang aku lakukan di masa lalu?

Apa mungkin di masa lalu aku pernah membunuh seseorang yang tidak bersalah karena politik?

Atau aku pernah menjadi penghianat bangsa?

Sasuke mulai berpikir tidak jelas. Otaknya mulai konslet.

"Chk, untuk apa kau mempedulikan laki-laki itu?" ujar Ino dengan nada jengkel karena Hinata terus-terusan bertanya mengenai Naruto. "Memang dia itu seorang Namikaze. Aku bahkan sangat mengagumi ayah, ibunya, terutama Kyuubi-nii yang mendapat julukan legenda dari Konoha Gakuen," Ino menatap Hinata intens. Ia tidak akan pernah melupakan piala-piala prestasi dalam bidang akademis maupun olah raga yang diberikan Kyuubi pada sekolah ini dan disimpan di ruang kepala sekolah. "Ha-ah, tapi Naruto berbeda dari Kyuubi-nii, Hinata. Di mataku, dia tidaklah lebih dari laki-laki tidak berguna," ujar Ino, dengan nada meremehkan, dan membuat Sasuke geram.

"Ka—kau jangan seperti itu, Ino!" tukas Hinata, tidak setuju dengan ucapan Ino.

"Ha-ah, memang dia tampan seperti Paman Minato, tetapi sifatnya dan kemampuannya itu...," Sakura memelintir ujung rambutnya. Bibirnya terangkat ke atas, tersenyum meremehkan. "Tidak sekelas marga belakangnya," ujar Sakura, kemudian dia asyik kembali membaca majalah itu. "Sayang sekali wajah tampannya tidak mendukung kapasitas otaknya," gumam Sakura, seperti dirinya sangat pintar saja.

"Sebagai sahabat, aku pikir sebaiknya kau lupakan anak itu, dan mulai mencari pengganti lain," Karin menyenggol pelan Hinata dengan sikutnya. "Sepertinya Toneri memiliki perasaan padamu," Karin berkata dengan nada menggoda, membuat pipi Hinata merona.

"A—aku tidak menyukai Na—Naruto," tukas Hinata dengan nada malu-malu, dan kepala tertunduk. "La—lalu, kata siapa Toneri menyukaiku. Ja—jangan ma—main-main," Hinata memainkan jarinya.

Senyuman Karin semakin lebar. "Tetapi, Naruto itu manis juga. Bagaimana jika kau gunakan saja untuk main-main. Lagipula, berhubungan dengan Naruto bisa membawamu ke dalam Keluarga Namikaze, dan siapa tahu kau mendapatkan kakaknya," Karin mengedipkan sebelah matanya, masih saja berbicara yang tidak-tidak.

Sakura dan Ino tertawa terbahak-bahak saat mendengar ucapan Karin.

"Ka—kalian bicara a—apa, sih?" wajah Hinata sudah semerah tomat. Iapun melangkah pergi menuju mobilnya, menjauhi teman-temannya.

"Hei, Hinata!" seru ketiga gadis itu, menyusul sahabat mereka. "Sudahlah, jangan malu untuk berhayal bersama kami," ujar mereka sambil melangkah berjajar—meninggalkan Sasuke di dalam kesendirian dan pikiran penuh. "Terkadang pikiran liar itu dibutuhkan untuk kebahagiaan batin, bukan?" ujar mereka, kacau.

Sasuke hanya bisa menggeleng di dalam hati atas sikap anak-anak perempuan itu.

Tik... Tik....

Saat suara para gadis itu sudah tidak lagi terdengar, air hujan mulai membasahi kaca mobil Sasuke. Sang pemuda melihat orang-orang yang sempat berkumpul tidak jauh dari lapangan parkir mulai berlarian ke arah mobil mereka, berpamitan pada teman-teman kumpul mereka. Sebagian dari anak-anak itu dipayungi oleh sopir atau bodyguard mereka saat menuju mobil pribadi mereka.

Sasuke menatap ke arah gedung sekolah untuk kesekian kalinya. Kemudian, dia menatap cemas permukaan tanah di bawah sana. Dibandingkan teman-teman Sasuke selama ini—yang selalu berasal dari kalangan atas dengan otak sangat berisi—Naruto lah satu teman yang paling idiot yang pernah Sasuke kenal. Bahkan dibandingkan teman-teman Naruto sendiri, sepertinya Naruto adalah pemuda yang memiliki respon paling lambat, dan paling naif di antara semuanya. Namun, kebodohan, tingkah lambat, keras kepala, dan sifat-sifat buruk Naruto sama sekali tidak meganggu Sasuke. Keberadaan Naruto seolah melengkapi segala kesempurnaan Sasuke. Keberadaan Naruto membuat Sasuke merasa dibutuhkan untuk pertama kalinya, hingga dia selalu merasa cemas berlebihan seperti ini.

Jika ini memang takdirku untuk bertemu denganmu..

Jika ini cara yang ditulis Tuhan untuk mempertemukan kita...

Aku hanya berharap aku didatangkan untukmu...

Untuk menjadi sosok yang bisa berguna untukmu...

Yah, tidak usah menjadi malaikat pelindung karena itu hanya untuk orang sempurna...

Hanya meminta sedikit saja pada Tuhan agar bisa menjadi sosok yang bisa membuatmu bahagia...

Sasuke membatin, memikirkan segala takdir yang dialaminya sekarang. Ia adalah Sasuke Uchiha. Ia adalah Mr. Zero Accident, sekaligus Zero Deffect. Ia si jenius. Tetapi, untuk pertama kalinya Tuhan menyesatkannya, dan memasukkan ke dalam masalah yang bukan urusannya, dan sekiranya Sasuke bisa selesaikan jika tidak di dalam tubuh rongsokan ini. Sasuke ingin mentertawakan dirinya sendiri. Sasuke ingin meneriaki dirinya sendiri. Sasuke ingin menghina dirinya sendiri, menghina dirinya yang tidak dapat menyelesaikan masalah anak SMA—masalah yang seremeh ini.

"Kepanikan itu apakah seperti ini?" lirih Sasuke yang belum pernah merasakan perasaan manusiawi seperti ini. "Bagiku ini sudah keterlaluan. Rasanya sangat tidak nyaman.. ya walaupun perlu diakui... di dalam tubuh rongsokan seperti ini, aku lebih merasa seperti manusia," Sasuke memejamkan matanya, menahan rasa sakit yang bergemuruh di dadanya. Rasa sakit ketika dia hanya bisa merasakan kecemasan tanpa bisa melakukan apapun.

Aku tidak lebih dari seorang pecundang untuk sekarang ini...

Pecundang yang sangat memalukan...

Karena hanya bisa terdiam tanpa mengatasi kecemasanku sendiri...

Batin Sasuke.

.

Satu-persatu mobil di sekitar mulai berangkat, mengantar tuan mereka. Sekarang, di dalam lapangan parkir itu hanya tersisa tiga mobil—dua mobil guru, dan Sasuke. Kecemasan Sasuke semakin bertambah. Ini sudah terlalu lama dari waktu Naruto pulang jam sekolah. Seharusnya Naruto sudah datang, mengajaknya pulang, dan mereka sudah berada di rumah dengan keadaan nyaman. Sasuke merinding dingin. Sial! Logam yang tersiram air hujan ini membuat tubuh Sasuke serasa dimasukkan ke dalam kulkas.

Sasuke memejamkan matanya, menenangkan dirinya yang menggigil. Ia mencoba berpikir mengenai hal-hal yang bisa membuatnya hangat; semangkok sup tomat yang baru saja dimasak misalnya? Saat Sasuke membuka mata, ia melihat dua sosok laki-laki melangkah ke arahnya—beriringan. Salah satu sosok itu memegang payung, dan salah satu lagi dipayungi. Di mata Sasuke, sosok tersebut tidaklah terlalu jelas. Sosok itu masih terlihat samar. Sasuke memincingkan matanya, hingga kedua sosok itu sudah berada tiga meter di hadapannya. Sasuke menatap kekasih Kakashi, dan Naruto... di dalam keadaan babak belur?! Sasuke seperti mendapatkan dua jackpot di hari ini.

Iruka yang ternyata berada di tempat ini, dan kondisi Naruto yang terlihat menkhawatirkan.

"Ada apa denganmu, Naruto?" Sasuke menatap Naruto intens.

Iruka merogoh saku celana Naruto, mengambil benda dari dalam saku tersebut. Kemudian, dia membuka pintu mobil, dan memasukkan Naruto ke dalam bagian pengemudi. Sembari memegang payung untuk melindungi dirinya dari air hujan, Iruka berdiri di samping mobil Naruto, menatap Naruto yang merintih nyeri—menyandarkan tubuhnya di kursi mobil dan memejamkan mata. "Naruto, sebaiknya kau katakan pada kedua orang tuamu, dan pergilah ke dokter!" suara Iruka serak, terdengar nyaris menangis di telinga Sasuke. "Kau tidak bisa hidup seperti ini terus."

"Aku bisa menyelesaikan semuanya, Iruka-sensei," jawab Naruto disela-sela rintihannya. Ia memejamkan matanya erat, menahan rasa nyeri di seluruh tubuhnya.

Saat Iruka dan Naruto berbincang-bincang, Sasuke hanya bisa mencuri dengar di sela-sela rasa frustasinya. Kedatangan Naruto dengan keadaan mengerikan menjadi hal terakhir yang ingin dilihat Sasuke. Memang, Sasuke melihat jika murid-murid di sekolah ini tampak tidak suka dengan keberadaan Naruto. Murid-murid di sekolah ini seperti menjauh dari Naruto. Tetapi, bukan seperti ini caranya memperlakukan orang! Ini sudah termasuk tindakan kriminal. Apakah anak-anak zaman sekarang tidak punya otak, atau karena mereka merasa terlindungi, mereka bisa berbuat sejauh itu?!

"Anak-anak itu, hanya karena orang tua mereka berduit, dan memiliki kekuasaan, bisa melakukan tindakan seenaknya. Mereka seperti anak kampung saja," desis Iruka, lebih berbicara pada dirinya sendiri. Ia memukul bagian atas tubuh Sasuke, membuat sang Uchiha tersentak kaget, ingin sekali menendang bokong Iruka, tidak peduli bokong itu property of Kakashi, atau milik Presiden sekalipun. "Demi Tuhan, Naruto. Kau jangan keras kepala. Kau tidak bisa mengatasi masalah ini sendiri. Apakah kau sadar, jika kau bertahun-tahun selalu tersiksa?! Dan bagiku, untuk yang sekarang ini tidak bisa aku toleri. Memasukkan kepalamu ke kloset, dan memukulmu habis-habisan, kemudian mengurungmu di kamar mandi? TIDAKKAH KAU CUKUP WARAS UNTUK MELAPORKAN SEMUA INI PADA ORANG TUAMU?!" teriak Iruka yang hanya guru honorer yang tidak tidak mungkin melawan anak-anak dari para penguasa itu.

"Dengan sendirinya, mereka akan menutup mulut mereka!" teriak frustasi Naruto, memotong ucapan Iruka. "Mereka akan menutup mulut mereka, dan berhenti menghinaku," lirih Naruto. Ia membuka mata, menatap Iruka nanar dan penuh emosi. "Aku akan membuktikan dengan kekuatanku sendiri, jika aku layak berada di sekolah ini. Aku layak dapat pengakuan dari mereka. AKU LAYAK SEJAJAR DENGAN MEREKA TANPA EMBEL-EMBEL NAMA BELAKANGKU ATAU KEKUASAAN KELUARGAKU!"

Sasuke dapat merasakan perihnya hati Naruto saat mengucapkan kata-kata itu. Ia dapat merasakan beban yang dirasakan oleh Naruto, walaupun sang Uchiha tidak pernah berada di posisi seperti itu. Sasuke menerawang. Ia membayangkan dirinya sendirilah yang berada di posisi Naruto, dimana nama keluarga besarnya melekat di tubuhnya, tetapi dia tidak sehebat nama besarnya itu. Tetapi lagi, keluarga besarnya berekspetasi banyak terhadap dirinya. Keluarga besarnya berharap besar jika dirinya bisa tumbuh menjadi sangat hebat, minimal menyamai saudaranya sendiri. Ia menjadi berpikir dimana ada waktu Sasuke bukanlah orang jenius, Sasuke tidak lulus dari perguruan tinggi terbaik, Sasuke hanya bisa menatap punggung kakaknya, dimana orang-orang hanya bisa berharap pada dirinya, tanpa dia sanggupi. Saat seperti itu ada, apakah yang akan Sasuke lakukan?

Memaksakan dirinya untuk bisa.

Saat Sasuke tidaklah jenius, dia pasti memaksakan diri untuk belajar hingga menjadi seperti profesor. Saat Sasuke tidak mungkin bersaing dengan orang-orang pintar di perguruan tinggi terbaik, Sasuke akan belajar giat untuk memasuki perguruan tinggi itu, dan mencoba berjuang di dalamnya. Saat Sasuke menatap punggung kakaknya, dia akan berusaha berlari agar bisa sejajar dengan kakaknya. Saat orang-orang memintanya sesuatu lebih dari kemampuannya, Sasuke akan mencoba lebih keras dari yang dia mampu, dan memberikan apa yang mereka mau.

Tetapi pada hakikatnya...

Fakta tidak semudah teorinya.

Tetap kehidupan seperti sisi koin mata uang.

Selalu dan selalu...minimal ada dua peluang dalam kehidupan: ya atau tidak? Berhasil atau tidak?

Ada dimana seseorang salah mengambil jalan, dan memperoleh peluang tidak berhasil sangat besar, hingga dia tidak sanggup lagi menyeimbangi tuntutan lingkungannya, berdampak frustasi, dan pada akhirnya menghancurkan dirinya sendiri.

Itulah yang disebut "Saat seseorang tidak bisa mengukur kemampuan dirinya karena faktor X"

Dan, Sasuke mencemaskan Naruto bertindak terlalu jauh, dan tanpa sadar melangkah menuju kehancuran dirinya sendiri karena salah memilih jalan, dan memperoleh peluang tidak berhasil lebih besar. Sasuke takut Naruto akan melangkahkan diri ke jalan salah karena tidak bisa mengerti dan mengukur kemampuan diri, karena faktor ingin membuktikan diri. Alhasil, kesalahan tersebut hanyalah menutupi kemampuan Naruto sebenarnya. Potensi diri yang seharusnya muncul hancur karena kesalahan sendiri.

"Tetapi...," Iruka berbisik, sulit menemukan kata-kata untuk menenangkan Naruto.

Seringai tidak penuh arti tersirat di bibir Naruto. Ia sepertinya sedang berhayal. "Setelah aku mendapatkan putri dari sekolah ini, aku akan menutup mulut mereka. Setelah aku berhasil berhasil mengalahkan Suigetsu, Juugo, dan antek-anteknya, aku pasti bisa diterima oleh orang-orang di sekolah ini," ujar Naruto dengan kepercayadirian tinggi. Ia tidak akan pernah melupakan sosok Juugo dan Suigetsu yang telah memasukkan kepalanya ke dalam kloset.

Iruka hanya bisa menghela nafas, tidak bisa mengalahkan keras kepala pemuda Namikaze di hadapannya. Ia hanya bisa berharap Naruto baik-baik saja untuk ke depannya, dan masalah ini cepat terselesaikan.

"Aku akan antar kau..," Iruka menawarkan diri, siap mengantar Naruto ke bagian bangku samping pengemudi.

"Tidak perlu. Aku masih bisa menyetir..," Naruto menepis tangan Iruka perlahan.

"Tetapi, Na—

"DIAM, IRUKA!" lagi-lagi emosi Naruto yang sedang tidak terkontrol meledak. "Aku mohon diamlah, dan tinggalkan aku sendiri," bisik Naruto, benar-benar ingin sendiri. Iapun meminta Iruka menyingkir dari pintu mobilnya untuk menutup pintu.

Iruka melangkah ke belakang—mempersilahkan Naruto. "Setelah kau sampai di rumah, segera hubungi aku," pinta Iruka. Ia masih berharap Naruto tidak menolak tawarannya.

BLAM—suara pintu mobil adalah jawaban dari Naruto.

Suasana keluar dari gerbang sekolah dihabiskan Naruto dan Sasuke dengan keheningan. Sesekali Sasuke mendengar suara rintihan dari Naruto, dan merasakan tubuh Naruto yang bergetar menahan sakit. Dari luka di wajah Naruto, dan pakaian Naruto yang sudah tidak karuan, bahkan resleting celana Naruto menghilang, Sasuke dapat membayangkan penderitaan Naruto di dalam gedung itu. Ia bisa menghayalkan rasa sakitnya saat Naruto dipukuli, dan rasa sakit hatinya saat kepala Naruto dimasukkan ke dalam kloset. Sasuke dapat membayangkan hal-hal gila itu.

Sasuke menggeram kesal, tidak tahan dengan kesunyian yang diisi rintihan sakit itu. "AGH!" terik frustasi Sasuke. "Sebenarnya, ada apa denganmu, Dobe?" bisik Sasuke, mengeluarkan uneg-unegnya. Walaupun Naruto tidak mungkin mendengarnya, tetapi ia ingin sekali mengucapkan semua kata-kata ini. "Aku tidak pernah sedikitpun meragukan kemampuanmu sebagai laki-laki. Akupun tidak pernah meragukan keras kepalamu, bahkan sikapmu yang pantang menyerah," Sasuke masih ingat keras kepalanya Naruto untuk mengeluarkan dirinya dari garasi. "Tetapi..., " lirih Sasuke. "Tidak semua masalah kau bisa selesaikan sendiri, Dobe. Ada kalanya kau harus meminta seseorang mendampingimu untuk membantu menyelesaikan masalah-masalahmu."

"Harga diriku...," bisik Naruto, seolah menjawab semua perkataan Sasuke. "Harga diriku tidak akan pernah jatuh, Mobil...," Naruto menyandarkan sikut tangannya pada sisi jendela mobil, dan dia menyandarkan kepalanya pada kepalan tangan. "Aku bertahan sejauh ini karena harga diriku sebagai seorang Namikaze karena... hanya harga diri itu yang aku miliki sekarang, ketika aku tidak sehebat ibu, ayah, dan kakakku sendiri."

"...," dengan baik Sasuke siap mendengar keluh-kesah tuannya.

"Sejak aku menginjakkan kakiku di sekolah ini, aku selalu dibanding-bandingkan oleh kakakku," Naruto mengecilkan AC. Hujan di hari ini membawa masuk hawa dingin ke dalam mobil. "Awalnya, aku dipuja karena marga Namikaze ini," lanjutnya. "Namun, semua berubah saat apa yang ada di dalam diriku tidak sesuai dengan yang mereka pikirkan...," Naruto menghela nafas. "Aku tidaklah jenius seperti kakakku. Aku tidak pandai dalam kesenian seperti ayahku, dan akupun tidak sehebat ibuku yang multitalenta itu," Naruto menepikan mobilnya, memberhentikan mobilnya, dan menyalakan lampu hazar. Ia menghela nafas, menenangkan dirinya. "Aku hanyalah anak biasa yang kebetulan dilahirkan di keluarga sempurna, hingga bisa masuk ke dalam sekolah ini."

Sasuke tidak mengerti dengan jalan pikir Naruto. Tidakkah Naruto memperhatikan, jika anak-anak di sekolahnya lebih mementingkan gaya, daripada kemampuan personal si anak. Dari sekian banyak anak yang berlalu-lalang di sekolah itu, Sasuke memperhatikan semakin bergaya seorang anak, semakin banyak pula temannya. Tidak ada satupun di sekolah itu menilai dari kemampuan diri seseorang!

Sasuke sendiri menilai, wajah Naruto tidaklah buruk, bahkan cenderung sangat tampan, ketika mata seindah langit biru cerah, serta rambut sehangat matahari itu membingkai paras tampan Naruto. Selain itu, tubuh Naruto yang ramping, sekaligus terbangun tegap dan gagah, dibungkus dengan kulit tan membuat Naruto terlihat eksotis... sangat seksi. Bagi Sasuke, tidak ada satupun hal cacat di tubuh Naruto. Untuk membicarakan kelebihan lainnya dari seorang Naruto, mengingat kemampuan financial keluarga Naruto, Sasuke yakin, Naruto dapat menyewa perancang terbaik di dunia untuk membenahi pakaiannya yang terlihat sederhana itu—bahkan ibu Naruto sendiri perancang dari salah satu butik pakaian termahal. Dan masalah mobil.... kenapa Naruto harus menggunakan Sasuke, jika dia bisa menggunakan mobil-mobil yang berderet di garasi milik kakak dan ayahnya?

Lagi-lagi Sasuke mempertanyakan hal itu.

"Naruto, apakah sebenarnya kau membeliku bukan untuk belajar, atau gaya?" Sasuke menjadi bertanya-tanya tentang ini.

Untuk gaya?


Sepertinya tidak mungkin, mengingat banyak mobil yang bisa digunakan Naruto untuk bergaya.

Untuk belajar mobil?

Sasuke merasa Naruto tidak pernah belajar mobil dengannya. Belajar mobil seperti alasan Naruto agar Kyuubi membelinya.

Lalu, untuk apa?

"Aku hanya anak biasa yang tidak mungkin merubah apapun," Naruto membenamkan wajahnya pada stir, memeluk stir itu dengan erat. "Aku tidak mungkin bisa membanggakan seperti Kak Kyuu, sepupuku, atau kedua orang... kedua orang tuaku.... Aku tidak memiliki apapun..."

Suara serak—menahan beban besar itu—terhenti. Berganti...

Suara isakkan tangis?

Sasuke panik.

Jangan! Jangan lakukan itu!

Sasuke tidak bisa mengatasi cairan bening itu. Ia sangat lemah pada air mata. Astaga! Kenapa Naruto harus menangis? Apakah karena pemuda ini merasa sendiri, dia bisa menangis seenaknya? Menurunkan harga dirinya sebagai laki-laki? Sasuke merasakan air mata Naruto membasahi interior mobilnya.

Isakkan tangis laki-laki itu membuat dada Sasuke sesak. Ia lemah terhadap air mata karena tidak dapat membuat seseorang untuk berhenti menangis. Tetapi... sekarang dia benar-benar tidak bisa melakukan apapun. Ia tidak bisa mengatasi air mata Naruto, bahkan untuk menghapus air mata dari pipi kenyal yang dilapis kulit tan itu.

Jangan menan—kau tidak perlu menangis karena perlakuan mereka, Dobe...

Lirih Sasuke, berharap dia bisa melakukan telepati dan mengungkapkan pikirannya pada Naruto. Ia berharap Naruto tidak perlu menangis untuk perilaku orang-orang brengsek itu. Demi Tuhan, tangisan Naruto hanya membawa rasa frustasi pada Sasuke yang hanya bisa diam saja.

Sasuke memejamkan matanya sejenak, kemudian menghela nafas. "Tidak ada manusia yang tidak spesial. Dari awal proses pembuatanmu, kau sudah luar biasa, Dobe...," Sasuke sedikit tidak nyaman berkata sevulgar ini, dan sedikitnya ia merasa beruntung Naruto tidak akan mendengarnya. Tetapi, rasa sedih lebih mendominasi ketika dia hanya bisa berkata seperti ini. "Kau adalah bibit terpilih dari ribuan bibit yang melaju ke arah sel telur. Dirimu sudah menjadi manusia terbaik, bahkan sebelum kau mengenal dunia," ujar Sasuke, saat dirinya masih mendengar suara isakkan tangis itu.

"—Semua orang dibuat spesial oleh sang pencipta sejak lahir. Selanjutnya, hanya tinggal manusia itu yang memutuskan untuk menjadikan hal spesial di dalam dirinya berguna atau tidak," Sasuke menerawang, menatap langit gelap sana, merasakan air hujan yang membasahi tubuhnya. Sesekali dia merasakan lampu mobil yang melewatinya menyorotinya. "Tidak ada nilai rendah atau tingginya kemampuan seseorang karena semua memiliki kespesialan masing-masing di dalam diri mereka. Yang ada manusia yang berhasil menemukan kespesialan dalam diri, hingga menemukan jati dirinya, dan manusia yang belum menemukan titik jati dirinya karena merasa dirinya tidaklah spesial," Sasuke terdiam sejenak, memejamkan matanya erat. Ia berharap memiliki tangan agar bisa dikepalkan untuk mengatasi kemarahannya yang sangat besar. Marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa membuat Naruto mengerti tentang ini. "Tidak ada manusia yang berhak dihina karena ketidakmampuan mereka, adanya manusia yang perlu diluruskan agar menemukan hal spesial di dalam diri mereka..."

Tetapi...

Sasuke merasakan deru nafas Naruto saat mengeluarkan cairan bening itu.

Naruto..

Sasuke dapat membayangkan dirinya tersenyum miris.

"—jika kelak nanti kau memang tidak bisa menemukan hal spesial pada dirimu," Sasuke memberi jeda. Ia merasa sangat malu untuk mengatakan semua ini, walaupun ia yakin ucapannya ini tidak akan pernah didengar Naruto. "Maka aku rela datang untukmu dan menjadi sesuatu hal yang paling spesial... di dalam hidupmu," Sasuke berbisik lirih. Ia memalingkan pandangannya ke samping, seolah Naruto berdiri di hadapannya, dan menatapnya dengan terkejut.

"—Dobe... aku ingin berbicara padamu...," lirih Sasuke—lemas, dengan helaan nafas. Bukan hanya Naruto yang merasa tersakiti, melainkan dirinya juga. Untuk pertama kalinya, di dalam hidupnya, dia berbicara panjang lebar seperti ini untuk seseorang.

Jika saatnya tiba...


Saat dimana aku kembali pada diriku...

Aku berjanji...

Aku akan selalu berada di sisimu, dan melindungimu, Naruto...

Ujar Sasuke, mengucapkan janji terakhirnya pada Naruto.

.

.

.

"Apa yang terjadi denganmu, Naruto?!" teriak Kyuubi, mengikuti Naruto masuk ke dalam garasi. "Apa kau berkelahi lagi?! Dengan siapa sekarang? Preman, atau orang-orang yang kau temui?" sindir Kyuubi pada Naruto yang tidak kunjung menjelaskan siapa orang yang membuatnya terluka.

Pada akhirnya, hal yang ditutupi Naruto terbongkar juga. Naruto yang selalu menutup diri berhari-hari ini karena tidak ingin luka di wajah dan tubuhnya diketahui oleh setiap anggota keluarganya, akhirnya membuat Kyuubi curiga. Kyuubi yang baru saja pulang dari penelitiannya di Tokyo, masuk ke dalam kamar Naruto yang secara kebetulan tidak terkunci karena Naruto yang baru saja dari dapur lupa menguncinya. Kyuubi membuka pintu, dan menatap adiknya lekat-lekat. Ia tersentak kaget saat wajah adiknya penuh dengan luka lebam.

Naruto berusaha menghindar dari sang kakak. Ia berusaha tidak bertatapan wajah dengan sang kakak, tetapi Kyuubi sangat keras kepala dan tidak bodoh. Ia berusaha mengorek informasi dari sang adik mengenai luka yang didapat adiknya itu. Sungguh murka Kyuubi sekarang ini, ketika Naruto tidak kunjung bercerita. Naruto malah melangkah ke garasi, hendak keluar rumah. Untuk sementara waktu, sepertinya Naruto enggan berada rumah, dan berbicara dengan kakaknya yang terus mengancam akan memberitahu luka-luka itu pada kedua orang tua mereka yang sedang pergi ke luar kota, jika Naruto tidak kunjung cerita.

"Aku tidak apa-apa, Kyuubi-Nii," jawab Naruto, tidak membuat Kyuubi merasa puas.

Kyuubi memegang pergelangan tangan Naruto, melarang Naruto untuk melangkah. "Tidak apa-apa? Kau bilang 'tidak apa-apa' pada saat luka di wajahmu seolah berteriak ke arahku?!" teriak Kyuubi. Dia benar-benar jengkel dengan adiknya yang keras kepala.

Naruto menepis tangan Kyuubi. "Aku hanya berkelahi dengan preman di jalanan. Sudahlah. Laki-laki mengalami luka karena perkelahian adalah sesuatu yang wajar," ujar Naruto, berusaha bersifat acuh.

"Wajar?" Kyuubi tidak setuju dengan ucapan Naruto. "Kau bilang, berkelahi itu wajar?" Kyuubi mendekat ke arah adiknya. Ia menatap adiknya tajam. "Asal kau tahu, aku bisa menggunakan segala macam senjata, aku bisa berkelahi dengan berbagai macam jurus, dan akupun pandai bersiasat dalam perkelahian. Tetapi aku. sama. sekali. tidak. pernah. berkata. berkelahi. itu. wajar!" Kyuubi mengacak-acak rambutnya. "Demi Tuhan, Naruto! Apa aku bisa percaya dengan ucapanmu, jika kau berkelahi dengan preman? Memangnya jalan mana yang kau tempuh saat ke kediaman ini? Dari awal kau memperoleh luka seperti ini aku tidak pernah mempercayai ucapanmu, Naruto. Tidak pernah," Kyuubi yang mengetahui setiap sudut kota ini tidak pernah sekalipun melihat preman di rute perjalanan sekolah Naruto menuju ke rumah, dan begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, baik Kyuubi maupun kedua orang tua Naruto setuju jika Naruto membawa mobil sendirian.

Sial!

Naruto gugup, sulit untuk beralasan.

Kyuubi melirik Naruto dari sudut matanya. "Katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?" tanyanya. Nada suara Kyuubi melembut, seolah berbicara pada seorang anak SD.

Kepala Naruto tertunduk. "Aku berkelahi dengan preman...," jawab Naruto sambil memainkan ujung sepatunya.

Kyuubi memijat pangkal hidungnya. Ia tidak bisa lagi bersabar pada adiknya. "Jika begitu, mulai hari ini, lagi-lagi kau dilarang menggunakan mobil!" pada akhirnya Kyuubi membuat keputusan yang berat untuk adik tersayangnya.

Kedua mata Naruto terbelalak, tidak setuju dengan keputusan Kyuubi. "Ky—Kyuubi-nii!" ujar Naruto saat Kyuubi secara cepat mengambil kunci mobil di tangan Naruto. Lalu melangkah pergi meninggalkan garasi. "Berikan kunci mobilnya!" seru Naruto, meminta Kyuubi untuk mengembalikan kunci dari benda kesayangannya.

"Tunggu, Kakak. Aku akan mengantarmu ke sekolah," dari luar garasi perbincangan itu masih terdengar.

"Kyuubi-nii, aku mohon. Aku ingin pergi ke sekolah sendirian," rengek Naruto, berharap Kyuubi merubah keputusannya. "KYUUBI-NII!" teriak Naruto.

Perbincangan atau lebih jelasnya teriakan-teriakan di antara Kyuubi dan Naruto membuat rasa lelah di tubuh Sasuke semakin meningkat. Setelah ini, dia yakin hidupnya akan kembali membosankan. Dia pasti akan terkurung sepanjang waktu di dalam garasi. Iapun tidak dapat memantau perkembangan masalah Naruto, dan tentu saja hal itu membuat Sasuke yang tidak bisa melakukan apapun semakin cemas. Tetapi, dibalik rasa cemas dan sifat egois Sasuke yang ingin keluar dari garasi ini, rasa syukur Sasuke karena Naruto akan terlindungi dari anak-anak nakal itu jauh lebih besar. Sasuke bersyukur dengan Kyuubi yang mengantar-jemput Naruto ke sekolah dimulai dari sekarang, pastinya membuat orang-orang di sekolah itu berpikir ratusan kali jika ingin meganggu Naruto, seperti di waktu lalu.

Ya, Sasuke sangat bersyukur, walaupun waktunya bersama Naruto berkurang banyak.

Kenapa aku harus sedih karena tidak bisa menghabiskan waktu bersamanya, sih?

Sasuke tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Ia dan perasaannya sepertinya mulai bergantung pada Naruto.

.

.

.

Lagi-lagi Naruto dihukum. Tetapi, kali ini Naruto dihukum tanpa waktu yang jelas—sampai kapan.

Pulang-perginya Naruto dari sekolah bersama Kyuubi—tanpa Sasuke—ternyata tidak berdampak banyak perubahan bagi Sasuke. Hal-hal buruk yang dipikirkan Sasuke, seperti dilupakan karena Naruto tidak lagi bersamanya ternyata tidak terjadi.

Selesai pulang sekolah, pasti Naruto meluangkan diri untuk mengelap Sasuke, menghangatkan tubuh Sasuke, atau mengajak Sasuke berkeliling distrik agar tidak terjadi kerusakan pada ban Sasuke. Bukan hanya itu saja, Naruto kerap kali membawa Sasuke ke bengkel, dan saat itulah Sasuke merasa tidak suka. Sasuke sebagai seorang Uchiha sama sekali tidak suka dirinya disentuh oleh orang asing. Tetapi, apa boleh buat, sebagai mobil, memang dia hanya bisa diam saja, menerima segala tindakan orang-orang di sekitarnya. Termasuk hal yang mencanggungkan seperti saat diganti oli. Rasanya seperti... kau dipaksa untuk pipis!

Kehidupan Sasuke memang tidak berubah secara signifikan, tetapi berbeda dengan Naruto. Semenjak Kyuubi turun tangan untuk mengantar-jemput Naruto, kerap kali Sasuke melihat orang-orang yang memiliki seragam yang sama dengan Naruto mengunjungi kediaman Namikaze. Beberapa dari tamu Naruto tidaklah pernah Sasuke lihat, dan beberapa lagi sering Sasuke lihat, contohnya Hinata dan antek-anteknya. Hn. Sepertinya Hinata dan teman-temannya merapat pada Naruto hanya untuk menarik perhatian Kyuubi yang kebetulan tinggal lama di Konoha untuk kali ini.

Sasuke tidak pernah usil, dan menilai orang dari cover-nya. Tetapi, beragam sikap teman Naruto dan keanehan yang dilakukan oleh teman-teman Naruto selalu membuat Sasuke bertanda tanya 'Kenapa Naruto harus memiliki teman seperti itu?' Well, pertanyaan itu pertama kali muncul saat Sasuke mengenal pemuda bernama Kiba yang mengaku sebagai fans berat Shikamaru Nara—yang dikenal Sasuke sebagai salah satu rekan kerja dan rekan gila kakaknya. Saat itu, Kiba masuk ke dalam garasi, tempat Sasuke berada secara mengendap-endap. Berpisah dari temannya, Sasuke sudah curiga jika Kiba akan melakukan hal tidak beres. Ternyata tidak menunggu waktu lama, firasat Sasuke terbukti benar. Kiba membawa laptop, dan dengan menggunakan modem, ia menyalakan internet hanya untuk menonton acara live Shikamaru Nara yang sedang memperkenalkan produk baru perusahaannya.

Namun, bukan kondisi Kiba yang menonton pidato Shikamaru yang membuat Sasuke shock setengah mati, nyaris turun mesin. Melainkan hal yang dilakukan Kiba setelah selesai menonton acara live itu. Rupanya Kiba tidak segera berkumpul kembali dengan teman-temannya, dan membuat Sasuke tenang. Masih di tempat yang sama, Kiba membuka suatu file yang bisa membuat Sasuke tersedak bensin. Kiba membuka blue film! BLUE FILM! Tetapi bukan blue film biasa!!! Dari suara yang ditangkap Sasuke, Kiba membuka film porno ber-genre yaoi! Demi Tuhan, bocah bau kencur itu ternyata menonton laki-laki sedang memasuki laki-laki lainnya!

Oh, Naruto kau berteman dengan orang sangat salah!

Entah kenapa Sasuke merasa tidak rela tuannya harus bergaul dengan Kiba yang bisa-bisa menerkam Naruto.

Hal yang membuat Sasuke nyaris kehilangan kewarasan lagi, Kiba mulai membuka sleting, ketika menatap acara tidak senonoh itu, menyentuh kejantanannya sendiri, kemudian mengocok kejantanan bertipe uke itu sambil mendesahkan nama... Shikamaru? Damn, ternyata Shikamaru menjadi fantasi gila teman baru Naruto ini. Sasuke hanya bisa meratapi nasibnya, ketika dia tidak bisa menutup telinganya, atau berpura-pura untuk tidur, atau lagi menendang kepala Kiba hingga sang pemuda langsung masuk ke kuburan. Ia hanya bisa pasrah ketika Kiba terus mendesah gila, menggumamkan nama pewaris perusahaan Nara dengan sangat hikmat, sampai Kiba memperoleh kepuasan—memuncratkan cairannya, dan Sasuke berani bersumpah jika cairan itu pasti mengenai bagian belakang tubuhnya, ketika Kiba bersembunyi tepat di belakang badan Sasuke.

AGHHHHH!!!!

Membayangkan teman Naruto yang satu itu selalu saja membuat Sasuke histeris sendiri, walaupun dia sedang sendiri atau tidak ada siapapun di sekitarnya. God, sepertinya dia mengalami trauma karena ulah teman Naruto satu itu.

"Mobil?" Naruto muncul—membuka pintu garasi—menatap Sasuke, membuat Sasuke tersadar dari lamunan mengenai si keparat Kiba. Di tangan Naruto sudah ada kunci mobil—Sasuke.

Sasuke menatap ke arah luar garasi. Rupanya sudah sore, dan matahari sebentar lagi akan tenggelam. Seperti biasanya, Naruto pasti baru selesai menjamu teman-temannya, ketika melihat pakaian seragam yang masih dikenakan oleh Naruto.

"Ibu menyuruhku membeli bahan makanan untuk makan malam sekarang," ujar Naruto sambil membuka pintu Sasuke dan duduk di dalamnya. Oh, rupanya Naruto boleh keluar sendiri jika hanya ke supermarket. Naruto pun memasuki Sasuke, dan mulai memanaskan mobil.

Beberapa saat kemudian...

Mobil mulai melaju.

Saat Naruto tidak menyalakan musik atau radio, terpaksa Sasuke harus mendengar racauan Naruto mengenai hebatnya teman-temannya, terlebih Hinata. Setiap kata yang diucapkan Naruto untuk Hinata pasti berupa pujian. Dimana cara tutur bicara Hinata yang halus, wajah cantik Hinata, serta kemampuan Hinata dalam melakukan pekerjaan rumah tangga. Oh, sangat sempurnanya wanita itu. Bukan hanya itu saja, bahkan Naruto bercerita mengenai teman-teman Hinata yang sangat gaul, dan sering melakukan hal-hal yang menarik, dan bahkan belum pernah Naruto alami, tetapi Sasuke sama sekali tidak tertarik untuk mengikuti 'gaulnya' teman-teman Naruto itu. Namun, tetap saja, Sasuke bersyukur Naruto memiliki teman, walaupun Sasuke tidak yakin jika teman-temannya itu tulus untuk menemani Naruto.

Akhirnya mereka tiba di supermarket terdekat. Naruto turun dari mobil---meninggalkan Sasuke untuk masuk ke dalam gedung supermarket itu.

Sasuke menanti dengan tenang majikannya sampai sebuah mobil mewah dengan diikuti motor ber-cc besar parkir di sebelahnya. Dari dalam mobil itu keluar sosok pemuda bersurai kecokelatan yang membuat Sasuke yakin jika Sasuke masih memiliki mata elangnya, matanya pasti memincing tajam karena antisipasi. Yeah, dari semua orang yang datang ke supermarket ini, kenapa harus Kiba yang menjadi pemuda yang memarkirkan mobil di sebelahnya? Melihat wajah Kiba, rasanya sekujur tubuh Sasuke bergidik ngeri. Ia tidak akan pernah memaafkan pemuda tidak jelas itu.

Kiba pun lari terbirit-birit memasuki gedung supermarket, meninggalkan mobilnya. Sedangkan Sasuke hanya mendengus, menduga jika Kiba tidak segera ke kamar mandi, pasti pemuda itu pipis dan celana. Yeah, dan penilaian Sasuke tentang Kiba akan semakin minus!

"Jadi, bagaimana bergaul dengan anak kuper itu?" bukan hanya Kiba, rupanya di dalam mobil itu masih ada teman-teman Naruto yang lainnya. Sasuke menguping, mencuri dengar.

"Cih, sangat membosankan, Suigetsu. Jika bukan karena Kyuubi-nii, aku pasti tidak mau berteman dengannya," Sasuke hafal sekali suara lembut yang terdengar sombong ini. Pasti ini suara Sakura Haruno—wanita yang akhir-akhir ini selalu datang ke rumah Naruto bersama Hinata.

"Yang benar saja," Suigetsu yang duduk di atas jok motornya tertawa. Ia berbicara pada Sakura melewati kaca mobil yang terbuka lebar. "Hahahaha, tapi kau jangan sampai melepas Hinata-hime, mau bagaimanapun dia akan membuat kita menderita jika Hinata-hime sampai semakin dekat dengan si kuper itu," rupanya Suigetsu yang dicap buruk oleh Naruto cukup tahu diri untuk tidak datang ke kediaman Naruto dan sok beramah-tamah.

"Cih, iya-iya, aku mengerti," decik kesal Sakura. Seandainya Hinata tidak menyukai si kuper itu, pasti semua lebih mudah. "Ha-ah, besok aku tidak usah ke ru—

"Eh, tunggu! Dia menghubungiku," Suigetsu meminta Sakura berhenti berbicara. Ia merasakan getarakan pada saku celananya.

"Apa katanya?" Ino dan Juugo yang juga ada di dalam mobil itu bertanya.

Suigetsu tersenyum misterius ketika selesai membaca pesan bosnya. "Sepertinya kesabaran boss kita habis karena ulah Hinata-hime yang semakin dekat dengan si kuper, dan dia minta kita bersenang-senang, dengan si kuper," ujarnya.

Ino mengangguk mengerti. "Mhm... eh, bukankah itu mobil si kuper?" tunjuk Ino pada Sasuke. Ia menatap Sasuke dari kaca jendelanya yang terbuka. Seandainya Sasuke punya tangan, ia ingin sekali menggeplak anak SMA ini. Berani-beraninya dia menunjuk The Magesty of Sasuke Uchiha!

"Yeah, mobil jelek seperti ini siapa lagi yang punya," Sakura memutar kedua bola matanya bosan. Ia memainkan permen karet yang sejak tadi dia kunyah. Mengembungkan permen karet itu sebelum memecahkannya.

Seringai keji terlihat jelas di wajah Suigetsu. "Kalau begitu, bagaimana jika malam ini saja kita langsungkan aksi kita?"

"Tetapi bagaimana dengan si Inuzuka itu? Sepertinya si Inuzuka memang benar-benar ingin berteman dengan si kuper?" tanya Ino sedikit ragu untuk melangsungkan aksi mereka yang akan dilakukan tanpa strategi.

"Sudahlah. Biarkan dia mengantar kalian saja para wanita, ketika kita para laki-laki yang akan menjalankan tugas," Juugo memberi usul. Ia membuka pintu mobil, keluar dari mobil dan melangkah menuju motor Suigetsu.

Semua anak-anak dari SMA terpandang itu saling bertatapan. Kemudian para wanita hanya mengangkat kedua bahu mereka. "Huh, jadi kalian saja yang bersenang-senang?" ujar para kaum hawa itu, kecewa, tetapi berpikir jika hal ini merupakan keputusan yang tepat agar terhindar dari masalah---sekecil apapun.

Sasuke yang menguping semua pembicaraan itu hanya bisa mendesah lelah. Ia harus menyelematkan Naruto. Ia harus melakukan sesuatu. Tetapi, apa yang harus dia lakukan, ketika dia hanya seonggok rongsokan? Sasuke memejamkan matanya. Saat kondisi seperti ini, ia hanya bisa berdoa pada Tuhan akan ada mujizat, sehingga Naruto bisa selamat sampai di rumah. Yeah, sungguh memalukan jika dia hanya bisa berdoa.

Sasuke. Benar-benar. Pecundang. Untuk. Sekarang.

.

.

.

Tidak berapa lama kemudian, Naruto datang beriringan dengan Kiba. Mereka berdua bertemu di dalam supermarket, saat Naruto dan Kiba berada di sekitar daerah rak minuman. Mereka pun berbincang-bincang sejenak sebelum memutuskan untuk pulang. Naruto yang tahu teman-teman Kiba menunggu di parkiran supermarket, dengan senyuman lebarnya melangkah menuju tempat teman-temannya memarkirkan mobil.

"Hei, aku kira kalian langsung pulang!" ujar Naruto, mempercepat langkahnya, dan berdiri di dekat mobil Kiba yang berisi 'teman-teman' barunya. Ia menyandarkan tangannya pada atas sedan mobil Kiba, menundukan kepalanya, mengintip ke dalam mobil Kiba—memandang teman-teman Kiba.

"Hei, Naruto!" sapa Suigetsu dan juugo---orang yang pernah menyiksa Naruto di sekolah. Suigetsu turun dari motornya, kemudian melangkah ke arah Naruto.

Keberadaan Juugo dan Suigetsu membuat senyuman mengembang Naruto sedikit luntur. Ia baru sadar jika ada orang yang tidak dia ingin temui sekarang di tempat ini. "Eh, Juugo, Suigetsu!" sapa Naruto, dengan nada ramah yang dibuat-buat.

Juugo dan Suigetsu bertatapan, memberi kode antara yang satu dengan yang lainnya. Kemudian, mereka berdua menatap Naruto. Suigetsu yang lebih supel dari Juugo mendekat ke arah Naruto dan merangkul pundak Naruto. "Hei, Naruto! Kenapa wajahmu pucat begitu? Kami kemari hanya mengantar wanita-wanita bawel ini, tidak bermaksud untuk meganggumu," ujarnya sambil meninju perut Naruto secara main-main. "Ha-ah, sebenarnya kami malu untuk mengatakan ini. Tetapi, kami ingin meminta maaf padamu?" Suigetsu melepas rangkulannya, kepalanya tertunduk—terlihat sedih.

"Eh?" ekspresi sedih Suigetsu membuat Naruto heran. Tidak biasanya pemuda berandal ini meminta maaf terlebih dahulu pada musuhnya. Suigetsu terkenal dengan harga dirinya yang sangat tinggi. Naruto menatap Suigetsu curiga.

"Fuck off!" Sasuke yang hanya bisa melihat Naruto sedang dipermainkan mengutuk teman-teman Naruto. "Naruto, kau tidak usah percaya pada mereka. Cepat, masuk saja!" Sasuke berteriak, tetapi teriakkan tersebut tidaklah lebih dari angin belaka.

"Teman wanita-wanita ini, akan menjadi teman kami juga," ujar Juugo, melihat Sakura dan Ino, kemudian Karin yang semobil dengan mereka. Sedangkan Hinata sudah pulang lebih dahulu dengan sopir pribadinya. "Mereka sudah memberi kami pengertian. Jadi, maukah kau berteman dengan kami, dan memulainya dari awal? Maaf, kami pernah memukulimu dan... memasukanmu ke dalam lubang kloset," Juugo mengulurkan tangannya ke hadapan Naruto.

Sasuke melihat keraguan di kedua bola mata Naruto. Ia masih memiliki harapan, Naruto tidak akan terjebak oleh ucapan busuk teman-temannya. Sasuke pun memincingkan matanya, terus berdoa jika Naruto tidak dobe untuk kali ini. Naruto harus membuka matanya untuk melihat kebusukkan orang-orang di sekitarnya.

"Ya, aku menerima maaf kalian...," ujar Naruto membuat Sasuke seperti terkena petir di siang bolong.

"Oh, yeah! Seharusnya aku sudah menduga hal ini," maki Sasuke. Ia tahu Naruto akan menjawab demikian. Naruto terlalu baik untuk mengacuhkan niat baik seseorang. Sasuke ingin sekali meremas rambut emonya. Ia sekarang mulai merindukan rambut bermodel anehnya itu.

Senyum lega yang dibuat-buat tersirat di wajah Suigetsu dan Juugo. Namun Naruto tidak menyadari semua itu.

"Terima kasih," jawab mereka, antusias. "Ya, sudah kami pulang duluan, ya!" ujar Suigetsu sambil menepuk bahu Naruto, seolah dia adalah sahabat yang sangat baik untuk si rambut pirang.

Naruto menganggukan kepalanya dengan senyuman sumringah.

Sasuke menatap Naruto lekat-lekat, kemudian dia membuang pandangannya. Ekspresi Naruto membuat dadanya berdenyut sakit. Naruto benar-benar tulus memaafkan orang-orang itu, tetapi orang-orang itu hanya akan memanfaatkan Naruto dan membuat Naruto terluka. Sedangkan dirinya, hanya makhluk yang paling parah dibandingkan orang-orang yang akan menyiksa Naruto. Ia hanya bisa diam seperti orang tolol, ketika dia tahu dengan pasti apa yang akan dialami Naruto. Tuhan... perasaan ini membuat Sasuke gila.

"Kiba, bagaimana jika kau antar wanita-wanita ini? Kami ingin pergi ke suatu tempat...," ujar Juugo dan Suigetsu sembari menunjuk motor ber-cc 1000 yang terparkir tidak jauh dari mobil Kiba.

"Eh, tapi..," ujar Kiba, dengan ekspresi bingung.

"Bukankah kau harus pulang cepat karena ibumu sedang sakit?" cepat-cepat Suigetsu memotong ucapan Kiba.

Kiba berpikir sejenak. "Oh, iya kalau begitu..," iapun menganggukan kepala.

"Eh, ibumu sakit, Kiba?" tanya Naruto dengan khawatir. Ia lebih tertarik dengan kondisi orang tua teman barunya ini, daripada rencana Juugo dan teman-temannya untuk pergi ke suatu tempat yang entah Naruto sendiri tidak tahu.

Kiba menganggukan kepalanya dengan ekspresi sedih. Melihat Kiba seperti ini, membuat Naruto sedih.

"Jika begitu, cepat sembuh dan salam untuk ibumu!" ujar Naruto, prihatin yang tulus.

Kiba tersenyum tipis. "Terima kasih," ujarnya. "Dah, Naruto!" Kiba melambaikan tangannya sebelum masuk mobil.

"Bye...," jawab Naruto sambil melambaikan tangannya.

Kiba memasuki mobil kemudian meninggalkan Naruto, dengan disusul Juugo dan Suigetsu yang berboncengan memakai motor. Sasuke perhatikan, di antara teman-teman Kiba, hanya Naruto lah yang terlihat prihatin dengan kondisi Kiba. Ha-ah, sepertinya orang-orang hanya berteman jika butuh saja. Mereka hanya berteman untuk posisi aman mereka, atau membuktikan diri jika mereka diterima di lingkungan hebat. Tipikal manusia pada umumnya! Sasuke pun mempersiapkan diri untuk berangkat dari supermarket ini, ketika Naruto sudah membuka pintu mobilnya.

.

.

.

"Kau lihat, Mobil? Sekarang aku memiliki banyak teman," ujar Naruto, tidak berhenti bercerita jika dia kini sudah memiliki teman yang bisa diajak bermain atau membagi kesusahan. Well, Sasuke sangat tidak yakin dengan kata-kata berbagi kesusahan itu. "Juugo dan Suigetsu bahkan meminta maaf padaku. Sepertinya kehidupanku akan cerah dimulai esok hari," senyuman Naruto melebar.

Yeah, mudah-mudahan saja, Dobe!

Sasuke berharap sangat banyak doa Naruto terkabul.

Saat Naruto mulai menelusuri jalanan perbukitan menuju kediaman Namikaze, suasana mulai sepi. Hanya satu atau dua mobil yang berpapasan dengan mereka. Sasuke yang merasa bosan dengan ocehan Naruto memilih untuk memperhatikan kondisi sekitarnya sampai dia mendengar suara tidak asing dari belakang. Sasuke memincingkan matanya. Siapa yang mengikutinya? Suaranya terdengar seperti pasukan motor ber-cc besar? Firasat Sasuke tidak baik. Ia berharap Naruto segera memacu mobilnya, berhenti menikmati udara sekitar.

Tidak butuh waktu lama, empat motor yang masing-masing ditumpangi oleh dua orang menghampiri Sasuke dan Naruto. Mereka semua memakai jaket kulit berwarna hitam. Wajah mereka tertutup karena menggunakan helm. Orang-orang tersebut mengepung Sasuke, memainkan badan motor mereka di depan dan di samping mobil Naruto. Sikap ugal-ugalan ini membuat Sasuke geram. Oke, sepertinya dia dan Naruto akan terlibat masalah.

"BOCAH TENGIK, TURUN!" teriak salah satu dari mereka. Suaranya terdengar berat seperti suara om-om bertubuh kekar.

"Sial. Siapa mereka?" Naruto menggeram sebal. Ia sedang berpikir untuk turun menghadapi mereka atau terus melajukan mobilnya.

Orang-orang tersebut semakin menjadi.

"HUUUWWWOOO!!" teriakan demi teriakan terus dilontarkan pada Naruto, dan saat itu salah satu dari mereka mengeluarkan plastik dari saku celana, dan dengan cepat orang tersebut melemparkan isi di dalam plastik tersebut ke kaca mobil Naruto.

PRAK!

Telur membasahi kaca mobil Naruto.

"Astaga!" mobil Naruto oleng, terkejut dengan kacanya yang berubah menjadi berminyak dan berbayang---tidak jelas untuk dipakai melihat. "Aku tidak bisa melihat!" pekik Naruto, panik. Ia segera menggerakan jarinya untuk membersihkan telur itu.

A---astaga!

Apa yang dilakukan si Dobe ini?

Jangan bilang dia akan...

"DOBE, JANGAN SIRAM DENGAN AIR!" teriak Sasuke saat air mulai keluar dari sela-sela wiper, membuat kaca tersebut semakin buram, seolah disiram oleh susu kental.

"E---eeeeppppphhhh?!" Naruto panik. "Duh, bagaimana ini?" teriaknya, ketika mobilnya mulai melaju tidak tentu arah, dan membuat Naruto takut jika dia akan menabrak kendaraan yang akan berpapasan dengannya.

Sial!

Sial!

Gootverdammten, dieses schicksal! (?)

Rutuk Sasuke ketika dia hanya bisa dibuat oleng Naruto. Beberapa kali dia harus menghadapi wajah truk atau mobil besar, dan bunyik klakson sebelum Naruto memposisikan dirinya ke daerah lebih aman.

TINNNNNNNNNNNNNN

Bunyi truk terdengar, nyaris menyerempet mobil Naruto.

"Ah, aku tidak bisa!" teriak Naruto—frustasi.

Tidak mau mengambil resiko mencelakakan orang lain, Naruto meminggirkan mobilnya. Ia harus membersihkan kaca mobilnya terlebih dahulu sebelum melaju kembali. Tetapi jika dia berhenti sekarang, orang-orang itu akan melakukan tindakan kejahatan pada dirinya. Naruto meremas stir mobilnya. Wajahnya sedikit memucat. Ia memang kuat. Sama halnya dengan Kyuubi, iapun berlatih beladiri. Tetapi untuk melawan orang-orang yang bertubuh besar seperti itu dengan jumlah banyak....

Naruto siap.

Dengan ekspresi serius Naruto membuka pintu mobil. Ia sudah siap bertarung, siapapun lawannya.

DARN! Sasuke kesal setengah mati pada sikap sok hero Naruto. Ia tidak menyangka Naruto akan bersikap sok kuat seperti ini.

"Diam di dalam mobil, Bodoh! DIAM! JANGAN KELUAR!" Sasuke ingin sekali berteriak demikian hingga gendang telinga Naruto pecah. "Tuhan, bagaimana ini?" Sasuke berharap ia bisa mengacak-acak rambutnya. Berkata tenang saja tidak mungkin bagi Sasuke karena dia tidak dapat melakukan apa-apa, SIALAN!

Naruto mengambil lap dan tisu dari dalam rak dekat rem tangan. Ia melangkah menuju keluar mobil, dan menatap gerombolan motor yang juga ikut berhenti, seolah sudah siap untuk mengeksekusi Naruto. Pemuda bersurai pirang inipun bersikap acuh. Sebelum diserang, ia tidak akan lebih dulu bertindak agresif.

Naruto mulai membersihkan kaca mobilnya.

"Butuh bantuan, Namikaze?" dua pemuda berdiri di belakang Naruto membuat Naruto yang sedang awas dengan pengendara motor yang mengepungnya itu terlonjak kaget.

Naruto menatap dua orang yang berdiri di dekatnya. Dua orang yang baru saja menjadi temannya. "Juugo, Suigetsu?" ujarnya, lega karena datangnya bantuan. "Syukurlah kalian kemari. Kalian tahu, orang-orang itu telah melempar telur ke kaca mobilku," Naruto mendelik ke arah para laki-laki berhelm yang terkekeh aneh ke arah dirinya. "Awas saja jika mereka berani meganggu kita. Iya, kan Juugo, Suiget—

BUK!

Dengan sekeras mungkin Juugo meninju perut Naruto.

"AGH!" Naruto membungkuk, memegang perutnya dengan erat. Ulu hatinya terasa diremas. Ia menatap Juugo dengan tatapan tidak percaya. Naruto melihat senyuman meremehkan tercetak jelas diwajah Juugo dan Suigetsu. "Apa yang kalian lakukan?" tanya Naruto, dengan tatapan tajam.

"Memukulmu?" tanya Suigetsu, enteng.

BUK!

Naruto berhenti merintih. Ia menendang tulang kering Suigetsu pada bagian kaki, membuat Suigetsu merintih kesakitan---meloncat-loncat menahan sakit. "Keparat, serangan bocah ini menyakitkan juga!" pekik Suigetsu di tengah-tengah rasa sakitnya.

Juugo tersenyum geli. "Sudah aku katakan, jangan main-mainnya dengannya. Apakah kau lupa, kita harus mengerahkan tiga kelas waktu itu, hanya untuk membuat kepalanya masuk ke dalam kloset?" ujar Juugo.

Emosi Suigetsu terpancing. Ia menatap anak buahnya yang sejak tadi hanya diam saja. "KENAPA KALIAN DIAM SAJA?!" teriaknya, memerintah orang-orang bermotor itu untuk menyerang Naruto.

"Brengsek kau, Suigetsu!" Naruto menatap nyalang dua manusia di hadapannya. Dua manusia yang menjadi temannya selama beberapa menit.

"NARUTO!" teriak Sasuke, panik, dikala orang-orang bertubuh kekar itu turun dari motor dan mendekat ke arah Naruto.

Hajar. Hajar. Hajar.

Ketegangan mulai terjadi di seluruh tubuh Sasuke. Ia hanya bisa melihat Naruto yang mati-matian mempertahankan dirinya, ketika delapan orang bertubuh besar mendatangi dirinya, dan menyerang dirinya. Naruto memasang dua tangannya di depan wajah, tidak mau mengambil resiko terkena luka lebam, dan mendapat omelan dari Kyuubi lagi. Naruto pun menghindari orang-orang itu sebelum melangsungkan serangan, kemudian orang-orang bertubuh besar itupun mulai terjungkal ke atas aspal satu-persatu.

Kondisi anak buahnya yang terpojok membuat Suigetsu mendesis kesal. "Kalian memang tidak berguna!" Suigetsu melangkah ke arah mobil Naruto.

"Kalian mau apa?" Sasuke tidak sudi badannya disentuh oleh Suigetsu. "Hei, kalian mau apa?!" pekiknya, ketika merasa Suigetsu mengambil sesuatu dari dalam Sasuke.

Rupanya Suigetsu mencari sesuatu untuk melangsungkan aksi menyebalkannya itu.

Suigetsu tersenyum iblis saat di tangannya terdapat kunci inggris yang dia ambil dari bawah jok mobil penumpang.

"KALIAN JANGAN CURANG!" teriak Sasuke, emosi. Hanya berteriak seperti ini dia bisa mengatasi rasa ingin membunuhnya. Ia benar-benar gila, dan bukan sudah Uchiha lagi, ketika disudutkan dengan nasib seperti ini. Ia melihat Suigetsu menghampiri Naruto secara pelan, dan berdiri di belakang Naruto.

BUK!

Suigetsu memukul punggung Naruto yang sedang bertarung dengan memakai kunci itu.

BRAK!

Sedetik kemudian Naruto sudah terjungkal ke atas aspal.

"NARUTO!" teriak Sasuke.

Kesadaran Naruto masih ada, tetapi tubuhnya lemas. Kedua tangan Naruto ditarik oleh dua anak buah Suigetsu, ditahan di belakang, kemudian tubuhnya dihadapkan pada Juugo dan Suigetsu. Naruto menatap benci dua orang di hadapannya. Ia meludah, mengeluarkan darah akibat pukulan salah satu anak buah Suigetsu. "Sekarang apa mau kalian?" tanya Naruto dengan suara serak. Ia menggoyang-goyangkan tubuhnya, memberontak.

Suigetsu menyeringai. Ia menendang perut Naruto hingga Naruto memekik sakit. "Jangan bersifat arogan, Namikaze," ujarnya, dengan nada sinis. "Bukan pada tempatnya kau bisa bersifat seperti itu," Suigetsu pun menendang wajah Naruto hingga muka Naruto berpaling ke kanan.

Dengan sorot mata yang tidak berubah sama sekali, Naruto menatap Suigetsu. "Cih, hanya segitu kekuatanmu?" tanya Naruto, tidak mau terintimidasi.

Sasuke berhayal bisa menggertakan giginya. Ia kesal setengah mati dengan sifat keras kepala, dan arogan Naruto yang tidak pada tempatnya. Tetapi, setelah dipikir-pikir, sifat Sasuke pun tidak jauh berbeda dengan Naruto, terutama pada saat dikondisi seperti ini. Namun, tetap saja Sasuke khawatir, dan berharap Naruto melakukan sesuatu agar tidak semakin tersakiti.

"KAU!" teriak Suigetsu, emosinya kembali tersulut.

Suigetsu menjambak rambut Naruto, mendongakkan kepala Naruto. Ia menatap nyalang Naruto. "Kau akan menyesal telah menantangku," ujarnya dengan nada serius. "Kau lupa siapa aku," Suigetsu menghempaskan kepala Naruto.

"Seperti aku takut saja," jawab Naruto, tidak gentar. "Kau lupa juga siapa Naruto Namikaze!"

Suigetsu tersenyum penuh misteri. Ia saling bertatapan dengan Juugo yang sejak tadi hanya diam saja, membiarkan Suigetsu bertindak. Suigetsu pun mendekat ke arah mobil Naruto. "Jadi, ini mobil yang kau harapkan bisa ditumpangi oleh Hinata-hime?" ujarnya sambil mengelus bagian depan Sasuke, membuat Sasuke harus menahan mual setengah mati.

Singkirkan jarimu dari diriku, sialan!

Sasuke mengutuk Suigetsu jika berani menyentuh dirinya lebih dari ini.

Kedua bola mata Naruto yang tajam sejak tadi diliputi kecemasan. "Jangan sentuh mobilku, Suigetsu!" ujarnya, dengan nada tajam. Ia tidak akan memaafkan Suigetsu jika berani menyentuh mobilnya segores saja.

"Serius, kau membanggakan mobil ini?" Suigetsu tidak mendengarkan ucapan Naruto. Apa yang perlu dia takuti dari orang lemah seperti Naruto. "HAHAHAHAHAHA...," tawa Suigetsu yang diikuti Juugo dan teman-temannya terdengar. Kemudian tawa itu berhenti. "Ah, Namikaze itu kan orang kaya?" tanya Suigetsu dengan nada sing a song. "Tetapi kenapa pelit sekali?" sindirnya. "Oh, bagaimana jika aku membantumu untuk membeli mobil baru?" seolah mendapat ide sangat jenius, Suigetsu tersenyum penuh kemenangan. "Syukur-syukur dengan hancurnya mobil ini kau akan dibeli mobil waw tipe terbaru oleh orang tuamu."

"KAU BRENGSEK! JANGAN SENTUH MOBILKU, SIALAN!" desis Naruto, berharap Suigetsu dikutuk. Ia mencoba melepaskan genggaman orang-orang bertubuh besar yang menahannya.

Sambil memainkan kunci inggris di tangannya, Suigetsu mendekat ke arah Sasuke. Ia menatap Sasuke dengan tatapan penuh humor.

"A—apa yang kau lakukan?!" teriak Naruto, firasatnya tentang mobil kesayangannya tidaklah baik. "JANGAN DEKAT-DEKAT DENGANNYA!" teriak Naruto, semakin memberontak. "LEPASKAN AKU! JANGAN SENTUH MOBILKU!" teriak Naruto, berharap ada seseorang yang bisa menyelamatkan mobilnya dari kegilaan Suigetsu.

"Sial..," desis Sasuke yang tidak bisa melakukan apapun dan hanya bisa pasrah melihat Naruto dipermainkan oleh Suigetsu.

"Apa yang akan aku lakukan?" tanya Suigetsu dengan nada menggoda.

PRANG!

Suigetsu melayangkan benda besi itu ke arah kaca mobil Naruto—bagian pengemudi.

"ISH!" Sasuke merasa sangat nyeri di saat bagian tubuhnya dihancurkan. Ternyata pukulan itu tetap saja menyakitkan, walaupun dia berada di dalam benda.

"JANGAN SENTUH MOBILKU! JANGAN SENTUH MOBILKU!" teriak Naruto, meronta. Ia benar-benar mengamuk, dan membuat orang-orang yang menahannya kesulitan. Wajahnya memerah di saat emosi menyerang selutuh tubuhnya. "JANGAN SENTUH MOBILKU!" teriak Naruto, ketika melihat mobil kesayangannya terus dipukuli.

"Pukuli dia!" ujar Suigetsu—memerintah anak buahnya dan juga Juugo.

Secara bersama-sama, tubuh Sasuke dan Naruto pun mulai dipukuli. Tidak disangka, walaupun Sasuke berada di dalam seonggok besi tua, dihajar membabi buta seperti ini, tetap saja rasa sakitnya terasa. Namun, rasa sakit itu tidaklah sebanding dengan rasa sakitnya akibat harga dirinya terinjak. Harga dirinya sebagai seorang Uchiha. Ia hanya bisa menatap Naruto yang ditendangi, dijambak, serta diperlakukan tidak adil oleh orang-orang itu, sedangkan Naruto sendiri hanya fokus pada Sasuke. Naruto berusaha merangkak menuju Sasuke, tetapi orang-orang yang memukulinya menginjak kakinya, serta tangannya.

"Mobil... Jangan sentuh mobilku...," rintih Naruto. Bisa-bisanya dia masih berpikir mengenai mobilnya saat dirinya terancam. Ia terus merangkak ke arah mobilnya, berniat menyelamatkan benda kesayangannya.

"Naruto...," lirih Sasuke, tidak mengerti kenapa Naruto begitu sayang pada dirinya yang hanya sebuah mobil rongsokan.

Sasuke mulai meringis sakit ketika bagian luar mesinnya dipukuli oleh benda besi itu. Ia merasa pukulan Suigetsu semakin keras, dan berkesan penuh emosi. Rasa sakit itu semakin menyengat, dan membuat pandangan Sasuke gelap. Sasuke hanya bisa mendengar jeritan Naruto tentang dirinya, tawa dari orang-orang jahat itu, serta ringisan kesedihan Naruto. Saat seperti ini, hati Sasuke rasanya lebih sakit daripada tubuhnya. Ia tidak ingin suara jeritan Naruto untuk dirinya terus terdengar. Ia ingin seseorang menghentikan suara jeritan itu. Jeritan yang membuat hatinya teriris-iris.

Si bodoh itu..

Kenapa tidak memikirkan dirinya?

Bukankah dia yang manusia, dan bisa saja mati...

"Brengsek! Brengsek!" Sasuke mengutuk dirinya sendiri.

Sasuke memaksakan diri untuk membuka matanya. Ia melihat tubuh Naruto sudah kotor dipenuhi luka, serta wajahnya sudah dipenuhi oleh darah. Sedangkan dirinya? Sasuke tidak menjamin tubuhnya masih bisa digunakan, dan bisa menemani Naruto. Ya, menemani si bodoh Naruto. Entah kenapa, berpikir ini waktunya dia berpisah dengan Naruto membuat dirinya sedih. Sasuke mengerjapkan matanya. Ia merasa tubuhnya semakin lemas saat bagian mesinnya dipastikan mulai hancur seperti bagian tubuh lainnya.

"Sudah waktunya..," lirih Sasuke. Jika beberapa bulan lalu, ia pasti merasa senang bisa kembali menjadi dirinya sedia kala, tetapi sekarang...

Sasuke merasa kesadarannya mulai menghilang. Sasuke pun tidak lagi dapat bertahan, dan memejamkan matanya, ketika sekelibat ia melihat sebuah mobil mewah meluncur ke arahnya. Mobil yang sering Sasuke lihat terparkir di Konoha Gakuen. Sasuke pun kembali menatap Naruto. Rasa sedih, takut kehilangan, serta rasa bersalah sangat besar berkumpul di dalam hati Sasuke. Ia benar-benar tidak ingin berpisah dari Naruto—teman terbaiknya.

"Naruto..," lirih Sasuke, "Maaf..," bisiknya sebelum memejamkan mata, meninggalkan Naruto untuk selamanya.

Maaf atas ketidakmampuan si Uchiha ini.

Uchiha yang gagal.

.

Sang Tuan sempurna pun menyerah pada takdirnya!

Membiarkan teman terbaiknya bertarung untuk sendiri.

End Sasuke's Story

Suasana di dalam ruangan itu hening seketika saat Sasuke mengakhiri setengah ceritanya. Semua menatap Sasuke seolah Sasuke adalah spesies paling hebat di dunia ini. Tidak disangka Sasuke bisa merangkai cerita serapih itu. Tetapi, apa yang tidak bisa dilakukan oleh seorang Uchiha, membuat konsep ilmu pengetahuan secara struktur saja bisa, apalagi hal seperti ini. Semua saling pandang, meminta seseorang untuk angkat bicara, dan mengakhiri keheningan ini.

"Ehem!" Menma membersihkan tenggorokan. "Itu cerita paling brutal yang pernah aku dengar," komentarnya, dengan cengiran bodoh, berharap sang pemilik cerita tidak tersinggung.

"Konoha Gakuen itu sekolah elit, tidak mungkin penghuni di dalamnya melakukan hal semacam itu," mulai lagi Pain mengomentari pedas. "Tapi, kalau anak-anaknya yang kaya sekali memang tidak diragukan lagi," Pain mengangkat kedua bahunya. Ia sendiri salah satu orang yang senang menindas di zaman sekolahnya dulu. Hanya karena Yahiko baik saja, sehingga dia masih menahan diri untuk tidak menindas semua anak di sekolahnya.

"Dan sekarang aku muncul, kemudian aku menjadi obyek fantasi anak SMA?" sekalinya Shikamaru angkat bicara, semua menatapnya dengan tatapan cengo. Shikamaru menunjuk hidungnya. Masih tercetak jelas, wajah mengantuk Shikamaru yang bercampur dengan keheranan.

"BWAKAKAKAKAKKAKAKKAKA....," tawa semua orang—minus Itachi, Shikamaru dan Sasuke.

"Aku menjadi obyek fantasi laki-laki," Shikamaru menatap Sasuke lekat-lekat, menunjuk dirinya sendiri. Mata ngantuknya menghilang. Raut wajah malasnya berubah menjadi sedikit... takut. Aneh sekali.

"Sudahlah Shikamaru. Sepertinya, Sasuke lah yang menjadikanmu obyek fantasi," Sai berkata dengan ekspresi mesumnya, membuat beberapa tamu Sasuke mendelik jijik. "Lagipula, kenapa kau harus takut, ketika kau memiliki orientasi biseksual?"

Shikamaru mendelik sebal ke arah Sai. "Berisik kau, Sa—

"DIAM KALIAN!" teriak Sasuke, mendelik sebal ke arah teman-teman kakaknya. "—Dan catat baik-baik, aku tidak mungkin menyukai rusa pemalas seperti dirinya. Orang yang menyayanginya hanyalah manusia setengah doggy. Seperti tokoh di dalam ceritaku," sindir Sasuke, kasar.

Suasana hening sejenak, semua saling pandang. "Dia marah! Bwakakakakkakakkak. Ya, Tuhan, Sasuke! Please, jangan membawa hayalanmu ke dunia nyata," tawa mereka lagi, kecuali Shikamaru, Sasuke dan Itachi. Semua yang mayoritas bertipe arogan dan menyebalkan pasti tidak akan mempan dengan delikan maut seorang Uchiha Sasuke.

Sasuke menggeram. "Aku katakan DIAM KA—

"DIAM!" teriak Itachi, menghentikan suara tawa teman-temannya dalam sekejap.

Seluruh orang di tempat itu menatap Itachi tidak percaya, bahkan Sasuke pun tercengang dengan suara keras kakaknya. Seumur hidup mereka mengenal Itachi, tidak ada satupun orang yang pernah melihat Itachi semarah ini. Itachi seperti menyimpan emosi sejak tadi. Sebenarnya apa yang terjadi dengan pemuda ini? Kenapa dia begitu emosi? Semua bertanda-tanya, bahkan Sasuke pun sedikit gusar dengan tatapan kakaknya yang menajam.

"I—Itachi, kenapa wajahmu pucat?" tanya Pain, khawatir.

"Apakah ada masalah?" Yahiko melanjutkan pertanyaan Pain.

"Tidak. Aku hanya kepanasan saja," jawab Itachi, tidak mau bertele-tele.

"Tetapi, ruangan ini ber-AC?" Shukaku mengangkat sebelah alisnya. Bahkan diapun merasa kedinginan di tempat ini jika tidak memakai pakaian hangat.

Itachi mendelik ke arah Shukaku. "Aku. Kepanasan. Saja!" ujar Itachi, memberi penekanan.

"Oke, oke, Fine. Kenapa, sih, kau menjadi seperti Sasuke?" Shukaku mengangkat kedua tangannya, menyerah pada sikap keras kepala sahabatnya ini.

"Hm. Temperamental sekali," Sai setuju dengan tutur kata Shukaku.

Suasana tiba-tiba menjadi tidak nyaman setelah mood tuan rumah memburuk. Semenjak Sasuke memasuki pertengahan cerita mood Itachi naik-turun seperti jet coster. Semua orang di tempat ini tidak mengerti, kenapa Itachi begitu sensitif pada cerita ini.

"Sebaiknya, aku lanjutkan saja ceritaku... agar suasana ini sedikit mencair?" Sasuke angkat bicara. Ia menyadari ketegangan yang dibawa kakaknya. Sasuke pun mulai membuka mulutnya, ketika telepon miliknya bergetar.

Trrrttt... Trrrtttt...

Sasuke mengambil ponselnya dari saku celana. Ia mengangkat telepon itu.

"Ya, Bu?" sapa Sasuke pada ibunya di seberang sana.

"...................."

"Oh, ada..," jawab Sasuke sambil menoleh ke arah sang kakak. "Tunggu sebentar," ujarnya. Iapun menyerahkan ponselnya pada sang kakak. "Ini dari ibu."

Itachi mengangkat telepon itu. "Ya, bu. Maaf ponselku belum sempat aku charger," katanya. Ia sampai lupa mengisi batere ponselnya karena terlalu asyik mendengar cerita Sasuke.

"......................."

Itachi menghela nafas berat. "Iya. Aku akan menemui rekan ibu itu. Ibu," ujarnya, dengan nada malas. "Iya.. iya..," jawab Itachi, ketika Mikoto berbicara di seberang sana. "Hn," Itachi semakin malas berbicara dengan ibunya. "Love you too, Mom," Itachi menutup sambungan telepon kemudian menatap adiknya dengan tatapan kosong.

"Jadi, bagaimana, Chi?" teman-teman Itachi bertanya saat wajah Itachi semakin terlihat murung.

"Hm.. sepertinya aku sebentar lagi akan bekerja," ujar Itachi, memberi informasi, dan membuat teman-temannya menatap Itachi dengan pandangan iba. Kasihan sekali laki-laki ini di hari orang-orang libur, dia masih harus bekerja, batin mereka semua, merasa kasihan pada pemuda yang sebentar lagi kebebasan berliburnya akan terenggut.

"Ya sudahlah. Sasuke, lanjutkan!" perintah Itachi, mengalihkan fokusnya dari masalah hidupnya untuk sementara. Setidaknya untuk beberapa waktu ini dia bisa lari dari masalah.

Sasuke mengangguk pelan sebelum kembali bercerita. Well, mudah-mudahan saja ceritanya membuat Itachi semangat... atau semakin moody?

Sasuke's Story

Kedua mata onyx itu terbuka secara perlahan, mengerjap-ngerjap, menduga-duga dimana dia sekarang?

Sasuke yang baru saja membuka matanya menatap sekeliling. Ia tidak lagi berada di daerah perbukitan. Ia tidak lagi berada di garasi. Sasuke menggerakkan bagian tubuhnya. Ia menatap tangan pucat—miliknya. Sasuke pun menatap sekeliling kembali. Yeah, sekarang dia sudah berada di bengkelnya. Ia sudah ada di salah satu tempat kerjanya. Tetapi, bagaimana bisa? Guncangan pada otak Sasuke, membuat dirinya sedikit lupa ingatan. Sasuke pun memaksakan dirinya untuk mengingat berbagai kejadian sebelum dirinya berada di tempat ini, sampai saatnya ingatan tentang seorang pemuda bersurai pirang sedang dipukuli terlintas dibenaknya.

"SIAL! NARUTO!" teriak Sasuke, lekas melepas infusan, dan kabel-kabel yang melekat pada tubuhnya.

Harus menolongnya...

Harus menolongnya...


Walaupun Sasuke tidak dapat fokus pada penglihatannya, tetapi dia berusaha untuk melihat.

Sasuke beranjak dari tempat duduknya, namun kakinya seperti tidak memiliki tulang—efek tidak dipakai cukup lama. Sasuke pun nyaris terjatuh ke atas lantai jika tidak berpegangan pada kursi. Memaksakan diri, Sasuke melangkah menuju komputer di tempat itu. Ia harus kembali ke tempat itu. Ia harus menemui Naruto. Baru tiga langkah, tubuh Sasuke sempoyongan, dan dia terjatuh ke atas lantai setelah menghempaskan benda-benda di atas meja, hingga menyebabkan bunyi bermacam-macam. Sasuke pun kembali bangkit ketika tubuhnya sulit digerakkan, dan kepalanya berdenyut sakit.

"Ish!" desis Sasuke. "Kepalaku sakit," ia memegang kepalanya yang berdenyut—seperti baru saja dilempar bola besi. Sasuke sibuk menjambak rambut ravennya, ketika Sasuke merasa ada cairan hangat yang mengalir dari hidungnya. Sasuke memegang bawah lubang hidungnya. "Bloody Hell," gumam Sasuke ketika melihat darah di jari telunjuk dan tengahnya, sesaat setelah matanya berkunang-kunang.

BRUK!

Sasuke terjatuh ke atas lantai—tidak sadarkan diri.

Bersambung...

Continue Reading

You'll Also Like

142K 11.4K 31
Tersedia PDF Ada juga versi fiksi umum dari kisah ini yang terbit di GoodNovel, Hinovel dan Joyread dengan judul yang sama dan dengan chapter yang le...
117K 10.7K 19
"Kau minta maaf semudah itu? Setelah semua yang aku alami?!.. brengsek mana yang bisa memikirkan itu?" Nalio tersulut emosi kembali, emosi yang benar...
489 59 6
"mengapa Tuhan hidupku tidak seperti kembaran ku,aku juga ingin diperhatikan andai aku bisa hidup seperti kembaran ku kalau perlu sehari saja." "aku...