Aisyah dan 7 Pangeran

By aiiNa12

14.8K 817 61

Harus tinggal bersama 5 pemuda yang baru saja kukenal? Di rumah mewah semegah istana? Dan sekolah di SMA elit... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Cast
"Ai no Ai" Rilis!!

Chapter 8

560 35 3
By aiiNa12

"Ketemu!", Rei mengangkat sudut bibirnya.

"Mana? Mana?", aku dan Ryosuke meninggalkan makan siang kami dan beralih ke layar laptop Rei.

Iya, Ryosuke, si pangeran misterius yang kehadirannya tidak pernah terdeteksi dan selalu sukes mengagetkanku itu. Sejak saat itu -saat Ryosuke menunjukkan liontinnya pada kami-, Ryosuke selalu ikut makan siang bersamaku dan Rei di atap sekolah.

"Rainbow tears diamond, hanya ada tujuh diseluruh dunia. Dibuat 20 tahun yang lalu oleh seorang pakar permata asal Jepang yang tidak ingin disebutkan namanya. Hanya itu penjelasan yang tertulis disini.", Ryosuke sedikit kecewa setelah membaca artikel yang ditunjukkan Rei, ia kembali ke kursinya dan melanjutkan makan siang.

"Bukan hanya itu yang kutemukan.", aku dan Ryosuke kembali menatap layar laptop milik Rei, "Selain Kou-sama dan Ryosuke, aku menemukan 2 orang lagi yang memiliki liontin itu."

"Eeehh?", aku dan Ryosuke menyahut kaget.

Rei menampilkan sebuah foto di laptopnya.

"Yuto?", aku dan Ryosuke mengucapkan kata yang sama. Foto Yuto jelas terpampang di layar laptop Rei, foto yang sepertinya diambil diam-diam oleh penggemarnya. Tapi berapa kalipun aku melihat foto itu, aku sama sekali tidak menemukan dimana liontin yang dimaksud Rei.

Seolah mengerti apa yang kupikirkan, Rei memperbesar foto Yuto dan memperbaiki resolusinya, kini terlihat jelas sebuah liontin dengan bandul yang sama dengan milik Ryosuke menggantung di leher Yuto, warna jingga terpancar dari permata yang bersemayam di dalam bandulnya.

"Dan satu lagi...", wajah Rei tampak tidak nyaman, namun dia tetap menunjukkan foto dari pemilik liontin keempat.

"Kak Kei?", aku langsung mengenali wajah bocah laki-laki yang duduk di antara belasan anak yang lain. Ada aku dan Rei kecil juga disitu. Ini foto kami 12 tahun yang lalu, bersama teman-teman yang juga dirawat di panti asuhan yang sama dengan kami. Tak perlu diperbesar, aku dengan jelas dapat melihat liontin yang sama persis dengan milik Ryosuke di leher kak Kei, hanya saja permatanya kak Kei berwarna kehijauan.

"Dari tujuh liontin, empat diantaranya ada di tangan calon pewaris Diamond Corp. Aku curiga, jangan-jangan sebenarnya kita semua dikumpulkan disini karena liontin ini.", Ryosuke menggenggam erat liontinnya.

"Tapi aku, Ai, Yuuri, dan Hikaru-sama tidak memilikinya.", Rei membantah.

"Tidak, Hikaru-sama juga memiliki liontin itu.", aku kembali teringat kejadian di rumah sakit, "Tunggu, coba kuingat, ulah mereka... Merebut liontin... Melindungi para pangeran dan sang putri...", aku menggumamkan beberapa kalimat yang kudengar dari balik pintu ruangan Hikaru-sama, mencoba menyatukan informasi yang kumiliki saat ini.

"Apa maksudmu? Ulah mereka? Siapa? Siapa mereka?", Ryosuke memukul meja dan menatap tajam ke arahku, aku melihat kebencian di matanya. Ada apa dengannya? Apa ada yang salah lagi dengan kata-kataku?

"Aku...", aku pun menjelaskan apa yang terjadi hari itu. Ryosuke langsung pergi meninggalkan kami sesaat setelah aku menyelesaikan ceritaku. Kami hanya menatap punggungnya yang semakin menjauh dengan penuh kebingungan.

"Rei, bisa tolong cari tau tentang masa lalu Ryosuke?", Rei menatapku sejenak, tanpa bertanya apapun, dia mengangguk.

***

"Huuft, akhirnya selesai juga, alhamdulillah.", aku terduduk, meregangkan otot-otot tanganku yang sedari tadi bekerja. Aku baru saja selesai membersihkan mejaku yang penuh coretan, hasil karya teman-temanku. Aku selalu melakukan rutinitas ini sejak pertama kali masuk sekolah. Seperti halnya teman-temanku yang tidak pernah lelah mengangguku, aku juga tidak akan pernh menyerah menghadapi mereka.

Sekolah sudah sepi, hanya ada beberapa siswa yang masih tinggal karena kegiatan klub. Aku membereskan buku-bukuku yang masih berserakan di laci, dan bersiap pulang.

"Konnichiwa, ninja-chan!", seorang pemuda bertubuh jangkung berdiri tepat di depan pintu kelasku, memblokir hampir seluruh jalan keluar yang kumiliki.

"Hhhh...", aku menghela nafas, "Ada apa?",aku bertanya basa-basi, sudah pasti dia ingin menyuruhku melakukan sesuatu. Aku mundur beberapa langkah, berusaha sedikit menjauh darinya.

"Kerjakan tugasku.", dia melemparkan sebuah buku ke atas meja terdekat. Aku memungut buku itu dan melihat-lihat isinya. Sebenarnya aku tahu dia tidak bodoh, dia pintar, sangat pintar malah. Dia memang selalu menyuruhku mengerjakan tugas-tugasnya, tapi dia sendiri juga yang akan memeriksa hasil pekerjaanku dengan sangat teliti, dan kemudian memarahiku jika ada yang salah dari hasil pekerjaanku. Aneh kan? Kenapa dia tidak mengerjakannya sendiri saja?

"Baiklah, insyaAllah akan kukerjakan malam ini, jadi, biarkan aku pulang.", lagi-lagi, aku memilih untuk mengalah.

"Akan kuizinkan kau pergi setelah kau ikut denganku."

"Eeh? Kemana?"

"Jangan banyak bertanya, ikut saja.", wajahnya sudah terlihat semakin kesal.

"Kalau aku tidak mau?", aku bertanya.

"Aku akan menyeretmu.", dia sudah benar-benar kesal sekarang. Dia sudah bersiap untuk menarik tanganku, mungkin benar-benar bermaksud untuk menyeretku ikut dengannya.

"Baiklah. Tidak perlu menyeretku, aku bisa jalan sendiri.", aku mengikutinya yang sudah mulai berjalan menuju sebuah mobil yang terparkir tak jauh dari gerbang sekolah.

"Kita mau kemana?", aku memberanikan diri untuk bertanya. Dia hanya diam, tak berminat menjawab pertanyaanku. Aku pun tidak berminat untuk mengulang kembali pertanyaanku, jadi aku hanya diam dan duduk manis di mobilnya.

Setelah sekitar 15 menit berlalu, mobil yang kami tumpangi berhenti di sebuah gedung.

Ka-ra-o-ke? Aku memastikan sekali lagi bahwa apa yang kubaca di papan nama gedung ini benar.

"Ikuti aku.", tanpa menoleh sama sekali, Yuto masuk ke gedung itu, memaksa kakiku untuk mengikutinya. Ia berhenti di depan sebuah ruangan, mengetuk pintunya, dan masuk ke dalam setelah memastikan penghuni ruangan itu adalah orang-orang yang dikenalnya. Ada dua pria dan dua wanita dewasa di ruangan itu. Mereka tidak terlihat seperti anak SMA.

"Hey Yuto, dimana kau temukan gadis aneh ini?", mereka tertawa melihatku.

Yuto tidak menjawab, dia hanya tertawa kecil dan duduk bersama teman-temannya. Dua wanita yang ada di sampingnya menuangkan minuman dan Yuto langsung menenggaknya.

Sekarang, apa yang harus kulakukan?

Aku mendekati Yuto dan berdiri di hadapannya.

"Yuto, aku pulang ya?", aku memberanikan diri bicara padanya.

"Tidak boleh."

"Kalau begitu, aku mau ke toilet sebentar.", aku mencoba mencari cara untuk kabur dari tempat ini.

"Tidak boleh.", dia menghentakkan gelas yang dipegangnya ke atas meja. Ada apa dengan anak ini? Hidungku mengendus bau sesuatu yang aneh, alkohol?

Aku merebut botol yang dipegang oleh teman wanita Yuto dan membaca labelnya. Benar saja, ini minuman keras.

"Yuto, ayo pulang.", aku memaksanya untuk pergi dari tempat ini.

"Kenapa? Kita bahkan belum bernyanyi satu lagu pun.", dia masih saja mempermainkan gelas di tangannya.

"Terserah kau mau apa, tapi aku pulang sekarang.", aku memutar badanku dan beranjak untuk pulang. Namun, belum sempat selangkah aku berjalan, sebuah tangan mencengkram lenganku dan memaksaku kembali berbalik menghadap wajah pemilik tangan itu.

"Lepaskan aku Yuto.", aku mendesis marah, dia sudah keterlaluan.

"Ninja-chan, kau tahu, kau pasti cantik jika tidak memakai kain yang kau sebut jilbab ini.", dia mengacuhkanku. Aku terus mundur, mencoba menjaga jarak darinya, tapi tangannya masih tetap mencengkramku.

Aku sudah tidak bisa mundur lagi, ada dinding yang menghalangi langkahku. Aku ingin minta tolong, tapi teman-teman Yuto sepertinya tidak berminat menolongku, mereka hanya menonton kami sambil sesekali tertawa. Aku harus bagaimana sekarang? Ayo, berpikirlah Ai!

"Ne, ninja-chan, ayo lepaskan jilbabmu, tenang saja, tidak akan ada yang melihat, hanya aku dan teman-temanku yang ada disini."

Dia sudah benar-benar keterlauan.

"Dukk!", aku menginjak kakinya dengan keras, cukup keras untuk membuatnya melepaskan cengkraman dari lenganku.

"Gomen, Yuto."

"Buugg!", kini aku meninju tepat di perut Yuto, membuatnya jatuh terduduk dan meringis kesakitan. Aku tak membiarkan kesempatan ini terbuang begitu saja. Aku lari, lari, dan lari. Menjauh dari tempat ini.

Setelah cukup lama berlari, aku berhenti sejenak, mengatur nafas, dan mengistirahatkan kakiku. Aku tidak tahu sekarang aku ada dimana. Yang aku tahu, aku berada di sebuah taman kota dan duduk di salah satu bangku taman yang ada.

Aku melirik jam tanganku, sebentar lagi matahari akan terbenam. Aku mengedarkan pandangan, mencari-cari tempat yang mungkin untukku melaksanakan sholat maghrib. Tak seperti di Indonesia, sulit sekali menemukan masjid atau mushola disini.

Aaaah! Aku tersenyum. Seperti ada sebuah lampu yang menyala di salah satu sudut otakku. Kenapa tidak mencari di internet saja?

Tapi... lampu yang tadi menyala seolah redup kembali. Aku baru sadar kalau aku meninggalkan tasku disana, di ruang karaoke itu. Ponsel, dompet, semua ada di dalam tasku. Dan sekarang, aku disini, di tempat yang tidak kukenal, tanpa alat komunikasi dan tanpa uang.

Ya Allah, aku harus kemana sekarang?

"Aisyah-san, sedang apa disini?", sebuah suara mengagetkanku. Seorang pemuda berambut keriting menyapaku, dia memakai seragam yang sama seperti Rei.

Aku berpikir sejenak, "Sumimasen, anata wa dare desu ka?", aku benar-benar tidak ingat siapa pemuda ini.

"Arioka Daiki desu. Siswa kelas tiga Diamond High School.", pemuda itu membungkukkan badannya, aku pun membalasnya.

"Arioka-senpai?"

"Iya, kau ingat? Aku anak yang kau tolong saat dipukuli oleh anak-anak yang memusuhiku."

Oooh, anak itu. Aku ingat sekarang, sebenarnya aku tidak melakukan apapun, aku hanya berteriak minta tolong dan pura-pura membawa satpam saat melihat kakak kelasku ini dipukuli di halaman belakang sekolah.

"Ada yang bisa kubantu?", dia bertanya.

"Ehm, senpai, apa senpai tau dimana aku bisa...hmm...?", aku bingung menjelaskannya. Intinya aku ingin mencari tempat untuk sholat, tapi bagaimana caraku menanyakannya?

"Aku tahu."

"Eh?", aku bahkan belum menyuarakan pikiranku, apa yang dia tahu?

"Ayo ikut aku.", di berbalik dan mulai melangkah. Aku tak bergeming, bimbang antara mengikutinya atau tidak.

"Ikou, Ai-san.", di menoleh lagi ke arahku karena menyadari aku masih berdiri di tempatku.

Kulangkahkan kakiku mengikutinya. Aku berjalan satu meter dibelakang Arioka-senpai, agar jika ada sesuatu yang aneh aku bisa langsung kabur. Aku tidak bermaksud untuk berburuk sangka, hanya lebih hati-hati saja.

"Kita sampai.", Arioka-senpai tersenyum dan menghentikan langkahnya.

Eh? Sudah sampai? Cepat sekali. Aku ikut berhenti dan memperhatikan sebuah bangunan yang berdiri di hadapanku.

"Toko roti?", Arioka-senpai hanya mengangguk.

"Ano, senpai, aku tidak..."

"Ayo masuk.", dia memotong kalimatku dan membukakan pintu untukku.

"Senpai, aku tidak lapar, aku hanya ingin...", aku menghentikan kalimatku karena melihat seorang wanita yang ada di dalam toko.

"Assalamu'alaikum.", wanita itu tersenyum dan mengucapkan salam padaku.

"Wa'alaikumussalam warahmatullah.", aku membalas salamnya dan tersenyum lebar. Ini pertama kalinya aku bertemu wanita yang juga berjilbab sejak kedatanganku ke Jepang. Senang sekali rasanya menemukan saudara seiman di negeri ini.

"Ini adalah toko roti milik keluargaku.", Arioka-senpai menyadarkanku, "Ini Miyazaki Fujiko, salah satu pegawai disini. Aku tidak tahu apa yang kau butuhkan, tapi sepertinya Miyazaki-san bisa membantumu."

"Arigatou gozaimasu, senpai."

"Douita shimashite. Tapi maaf, aku harus membantu ayahku di dapur sekarang, tidak apa-apa kan kalau aku meninggalkanmu disini?"

Aku mengangguk.

"Anata no namae wa nan desu ka?", Miyazaki-san bertanya lembut padaku.

"Aisyah-desu. Yoroshiku onegaishimasu.", aku tersenyum lebar.

"Allahu akbar Allahu akbar...", aku mendengar suara adzan dari ponsel Miyazaki-san.

"Sudah maghrib, sholat berjamaah yuk.", aku mengangguk mantap mendengar ajakan Miyazaki-san.

Kami sholat bersama di sebuah ruangan kecil. Usai sholat, aku membantu Miyazaki-san menjaga toko sambil mengobrol dengannya. Miyazaki-san tinggal sendiri di Tokyo, ia mulai bekerja di toko roti milik keluarga Arioka-senpai setahun yang lalu. Orangtuanya juga muslim, tapi mereka tinggal di Kobe.

Meskipun aku sangat menikmati waktuku bersama Miyazaki-san, tapi aku juga tidak mau terlalu lama mengganggunya. Aku pamit setelah tak lupa meminta nomer handphone dan alamat emailnya, agar silaturrahim kami tetap terjaga.

Aku juga sempat meminjam ponsel Miyazaki-san untuk menghubungi kak Kei dan Rei, tapi mereka tidak bisa dihubungi, kak Kei tidak mengangkat telponnya, sedangkan Rei sepertinya ponselnya mati.

Tak apa lah, aku hanya harus berjalan mengikuti peta yang dibuat Miyazaki-san untuk sampai ke sekolahku, dari sana, aku sudah tahu jalan mana yang harus kuambil. Anggap saja olahraga malam.

Semangaaat!!

***

Author's POV

"Ryo-sama, apa anda tahu dimana Ai-sama?", Yoshida Yuki tampak panik ketika bertanya ke Ryosuke. Bagaimana tidak, sampai saat ini, tuan putri yang menjadi tanggung jawabnya belum pulang dan tidak memberi kabar sama sekali.

"Tidak. Apa terjadi sesuatu?", Ryosuke mulai curiga.

"Ai-sama belum pulang sampai saat ini. Saya sudah menghubungi Rei-sama dan Kei-sama, tapi tidak ada yang merespon. Kei-sama memang sedang ada pertemuan penting malam ini, sedangkan Rei-sama sedang mengerjakan tugas di rumah salah satu teman sekelasnya, mungkin ponselnya mati.", Yoshida menjelaskan panjang lebar.

"Sudah mencoba melacak ponselnya dengan GPS?"

"Sudah, saya sudah mengirim beberapa pengawal untuk mencarinya, tapi kami hanya menemukan tas Ai-sama di salah satu tempat karaoke tak jauh dari SMA Diamond."

Ryosuke bangkit dari duduknya dan memanggil sopir pribadinya.

"Ryo-sama? Anda mau kemana?"

"Jalan-jalan.", tanpa menoleh, Ryosuke berlari menuju mobilnya dan langsung melaju entah kemana.

**************************

Anata wa dare desu ka? : Siapa Anda?
...-senpai : senior
Douita shimashite : Sama-sama
Anata no namae wa nan desu ka? : Nama kamu siapa?

**************************

Oia, pic yang saya upload di media itu semuanya hasil nemu di google yaa readers, maaf gk nyantumin sumbernya, gak inget, hehehe

Tunggu chapter berikutnya yaa~
Vote dan comment nya juga boleh banget kalo berkenan..
Hehe ^^

Continue Reading

You'll Also Like

13.8M 1.1M 81
β™  𝘼 π™ˆπ˜Όπ™π™„π˜Ό π™π™Šπ™ˆπ˜Όπ™‰π˜Ύπ™€ β™  "You have two options. 'Be mine', or 'I'll be yours'." Ace Javarius Dieter, bos mafia yang abusive, manipulative, ps...
5M 921K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.βžβ–«not an au Started on August 19th 2017 #4 1...
32.2M 2M 103
1# Mavros Series | COMPLETED! MASIH LENGKAP DI WATTPAD. DON'T COPY MY STORY! NO PLAGIAT!! (Beberapa bagian yang 18+ dipisah dari cerita, ada di cerit...