The Chance

Oleh angelxs_

7.3M 419K 51.8K

[PUBLISHED] Setelah 4 tahun tidak bertemu dengannya, akhirnya aku bisa bertemu dengannya lagi. Akhirnya aku b... Lebih Banyak

2. Reunion
3. First Meeting
4. Changed
5. Plan
6. Dinner
7. Reason
8. He's Leaving
9. Help
10. I Promise
11. Lunch
12. Suspicions
13. Rain
14. Breakfast
15. His Smile
16. One Chance
17. Girls Day Out
18. Care Or Not?
19. Sick
Note
20. Candle Light Dinner
Bukan update
21. Lies or Truths?
note lagi
22. Finally
23. He Remembers
24. Best Night
25. Gally
26. See You, Bi
27. Surprise
28. Acting Weird
29. She's Crazy
30. Don't Let Me Go
31. I Love You
32. Runaway
33. Sunset
34. His Fiancée
35. Wrong Person
36. I Never Stopped
37. Visiting Her
38. I Am Safe
39. He's Mad
40. I Love Him
41. Cooking
42. New Year
GUYS! GUYS! INI PENTING
about Q&A
Q&A part one
Josh (sidestory)
Will be published
COVER
Help!
OPEN PREORDER
QnA About PO
Ready Stock
SALE ONLY 85K

1. New Life

910K 19.4K 744
Oleh angelxs_

Angin sepoi sepoi sedari tadi menerpa wajahnya dan membuat rambut panjang bergelombangnya menjadi tidak karu karu an. Tapi, tetap saja dia tidak berniat untuk pindah tempat ataupun pergi. Ia sengaja mengambil tempat outdoor karena dia lebih suka suasana di luar daripada di dalam. Dan sudah satu jam ia menunggu disini. Menunggu seseorang yang ia sendiripun tidak tau akan datang atau tidak.

Akhirnya, dia mengeluarkan ponselnya dari dalam tas dan mendial nomor telefon Josh, kakak kembarnya. Ia menjentikkan jari tangannya diatas meja sambil menunggu Josh menjawab telefon.

"Kurang ajar," gumamnya sambil menekan tombol end.

Ia memutuskan untuk membayar ice chocolate nya yang sudah tidak dingin lagi dan pergi dari sana. Dalam hati, ia terus mendumel dan mengeluarkan berbagai kutukan untuk Josh. Padahal, Josh sendiri yang mengajak dia untuk menemuinya di tengah tengah acara meetingnya dengan client. Jelas saja ia menolak mentah mentah. Tapi, karena Josh memohon mohon padanya dan berkata bahwa ini adalah hal yang sangat penting, akhirnya ia menyetujuinya. Dan setelah dia berusaha menyelesaikan meeting dengan cepat dan buru buru datang, Josh malah tidak muncul. Benar benar kurang ajar.

Ia masih emosi walau ia sudah sampai di ruang kerjanya. Melempar tasnya ke sofa, dia menghempaskan dirinya ke kursi kerjanya. Dia menarik nafas dalam dalam dan menghembuskannya perlahan untuk meredakan rasa jengkel yang ia rasakan.

Tiba tiba, terdengar ketukan dari arah pintu. Ia menoleh dan mendapati Abigail, partner kerjanya sekaligus teman baiknya yang sudah bekerja dengannya sejak pertama kali dia membuka boutique ini. Mereka bertemu di hari pertama kuliah, sejak saat itu mereka menjadi teman baik sampai sekarang. Dan akhirnya, mereka memutuskan untuk membuka boutique ini bersama.

"Ca," panggil Abi.

"Ada apa?" tanya Bianca dengan nada malas.

Abi berjalan mendekatinya. "Ada telfon dari Josh. Mau terima? Kalo lo lagi ngak mood, gue bilangin ke dia."

"Cepetan sambungin ke gue!" Bianca berucap dengan cepat saat mendengar nama Josh. Dia sudah siap untuk meneriaki Josh dengan segala bentuk kutukan.

Abi mengangguk dan langsung keluar dari ruangannya tanpa bertanya banyak. Ia tau sahabatnya ini pasti sedang kesal dengan Josh. Ia sudah cukup mengenal sikap sikap sahabatnya.

Beberapa saat kemudian, telefon di meja Bianca berdering.

"Halo!" sapanya dengan ketus.

"Wow, santai dong."

Emosi Bianca semakin meningkat saat Josh masih bisa berkata dengan santai. Bahkan, Josh tidak meminta maaf terlebih dahulu padanya.

"Sialan lo, Josh!! Gimana gue bisa santai kalo lo udah buat gue nungguin lo satu jam lebih? Lo gak tau apa gue udah rela cepet cepet selesaiin meeting buat ketemu lo? Eh, lo nya malah gak muncul muncul." Bianca mengeluarkan semua rasa kesalnya pada Josh.

Josh tertawa. "Maafin gue lah. Hp gue lowbat, ini aja gue minjem hp temen gue."

"Kan lo bisa nelfon hp gue!" Bianca masih meninggikan nada bicaranya.

"Masalahnya, gue lupa nomor telfon lo. Gue cuma inget nomor boutique lo doang."

Bianca menghembuskan nafasnya dengan berat. "Demi Tuhan, Josh. Nomor telfon gue itu dari gue SMA 1 sampe sekarang gak pernah ganti.

Masa nomor hp gue yang udah 6 tahunan lebih lo gak hafal? Sedangkan nomor boutique gue yang baru satu tahun aja lo hafal."

"Hehehe, masa sih udah 6 tahun? Mungkin gue gak bisa hafal nomor yang panjang panjang."

"Alesan," cibir Bianca.

"Ngak, yaampun. Negative thinking banget sih lo. Jangan marah marah mulu, cepet tua lo ntar."

Bianca memutar kedua bola matanya. "Whatever. Sekarang kasih tau gue, kenapa tadi lo mendadak mau ketemu sama gue?"

"Nanti aja gue kasih tau pas dirumah. Udah dulu ya? Bye!"

Lalu, Josh memutuskan sambungan begitu saja tanpa menunggu jawaban Bianca. Benar benar kurang ajar.

"Dasar Josh nyebelin!" umpat Bianca sambil menaruh gagang telfon dengan sedikit kencang.

Bianca memutuskan untuk tidak memikirkan Josh lagi dan menyelesaikan pekerjaannya. Ia mengambil peralatan menggambarnya dan mulai membuat sketsa gaun pernikahan yang diinginkan oleh clientnya.

Tanpa disadari, waktu telah menunjukkan pukul 7 malam, yang berarti waktunya ia untuk pulang. Ia membereskan barang barangnya dan berjalan keluar dari ruang kerjanya.

"Gue balik duluan ya. Ntar kunci yang bener," pesan Bianca pada beberapa staff yang bekerja dengannya dan Abi karena boutique ini tutup jam 8 malam.

"Oke, hati hati," jawab mereka berbarengan.

Bianca mengangguk sebelum keluar dari boutique dan masuk ke dalam mobilnya lalu pulang. Keluarganya dirumah pasti sudah menunggunya untuk makan malam bersama. Padahal, sudah berulang kali Bianca berkata pada mereka agar tidak menunggunya pulang karena jarak boutique ke rumah memakan waktu sekitar 30 menit.

"Tuh, udah pulang," ucap Tante Ghea dari ruang tamu saat Bianca baru sampai dirumah.

"Hai, Tan," sapa Bianca sambil menaruh tasnya di samping Tante Ghea dan mencium pipinya sekilas. Walaupun sudah berumur 40an, Tante Ghea masih terlihat seperti berumur 30an.

Tante Ghea berdiri. "Yuk, makan. Kamu liat tuh mereka berdua udah siap di meja makan."

Bianca menengok ke meja makan dan tersenyum geli. Om David dan Josh memang benar benar sudah duduk di meja makan. Kelihatannya, mereka memang sudah siap melahap makanan yang dimasak Tante Ghea malam ini.

"Aku kan udah bilang, gak usah nungguin aku kalo makan. Kasian jadinya kalian berdua kan," ucap Bianca sambil mengambil tempat duduk di samping Josh.

"Gakpapalah, kan kita emang selalu makan bareng," ucap Om David sambil mengambil lauk yang di masak Tante Ghea.

"Yah, tapi kan dulu aku masih sekolah sama kuliah. Sekarang udah kerja, beda dong."

"Udah ah, bawel lo. Lama lama kita juga kebiasa kok," Josh berucap sambil mengunyah.

Bianca memukul pundaknya. "Ih, lagi ngunyah jangan sambil ngomong kek."

"Ohya, lupa," jawab Josh sambil nyengir.

Bianca menggelengkan kepalanya dan mulai mengambil nasi dan lauk. Perutnya juga sudah keroncongan karena tadi dia melewatkan makan siangnya. Om David bertanya tentang pekerjaan Bianca hari ini, tentang Josh yang baru naik pangkat jadi manager dan lain lain. Hanya mereka berempat di meja makan, hanya ada mereka yang menjadi keluarga Bianca.

Tante Siska meninggal 2 tahun yang lalu. Dia ditabrak bus saat ingin menyebrang jalan. Bianca merasa sedih mengingat ia baru bertemu Tante Siska dalam jangka waktu yang singkat tapi sudah harus berpisah dengannya.

Selesai makan, Bianca membantu Tante Ghea untuk membereskan meja makan dan mencuci piring piring kotor. Sedangkan Om David dan Josh, mereka duduk di sofa sambil menonton tv. Enaknya hidup mereka. Tidak usah membereskan rumah, tidak harus mencuci piring, mencuci baju.

"Aku naik ya, dah!" Bianca mengambil tasnya dan menaiki tangga. Begitu sampai di kamar, ia melempar tasnya ke kursi kecil lalu masuk ke kamar mandi.

"AAAAA!" teriak Bianca begitu ia keluar dari kamar mandi.

"Woi, anjir. Suara lo kecilin lah," omel Josh.

Bianca menghembuskan nafasnya dengan lega. "Lagian lo ngapain coba di depan kamar mandi gue? Mau ngintip ya lo?" tuduh Bianca.

Josh menatapnya dengan kaget. "Eh, gila. Lo kira gue apaan nafsu sama kembaran sendiri."

"Siapa tau," gumam Bianca sambil mengelap rambutnya dengan handuk.

"Lo keramas jem segini?"

Bianca mengangguk.

"Lo nyari penyakit ya keramas jem setengah 9 gini? Cepet keringin pake hairdryer!"

Bianca memutar kedua bola matanya melihat sikap kakak kembarnya. Sifat nya masih belum berubah. Masih sangat amat berlebihan.

"Cepet!" omel Josh lagi.

"Iya iya, buset." Bianca berjalan ke laci untuk mengambil hair dryer. "Btw, lo ke kamar gue mau ngapain?"

Josh membaringkan tubuhnya di kasur. "Lo keringin rambut lo dulu, baru gue ceritain."

"Gue penasaran, gila!" ucap Bianca sambil mengerucutkan bibirnya.

Josh menggeleng. "Buruan."

Akhirnya Bianca menurut dan mengeringkan rambutnya dengan secepat mungkin. Ia benar benar penasaran dengan apa yang ingin Josh bicarakan. Memang jarang jarang Josh mau cerita cerita sama Bianca. Biasanya, Bianca yang cerita ke dia.

"Udah, cepet cerita." Bianca duduk di sampingnya.

Josh meliriknya sekilas. "Lo gak mau nyisir dulu?"

Bianca menggeleng cepat. "Ntar aja. Buruan!!"

"Oke." Josh terdiam sebentar. "Tadi, gue ketemu sama satu cewek di kantor. Kayaknya dia baru deh."

Bianca hanya diam, menunggu Josh untuk menyelesaikan ceritanya.

"Dia sebenarnya gak cakep cakep amat sih. Tapi, gue gaktau kenapa, gue suka aja ngeliatin dia. Kayak ada sesuatu dari diri dia yang buat gue tertarik gitu. Gue gak tau apa."

Bianca berpikir sebentar. "Tunggu. Maksud lo.... lo suka sama tuh cewek?" tanyanya dengan ragu.

Josh tersenyum miring dan mengangkat kedua bahunya. "Maybe."

Sedetik kemudian, Bianca berteriak heboh. Baru kali ini ia mendengar bahwa Josh itu suka sama cewek.

"Gilaaaa!! Akhirnya lo suka sama cewek, gue kira lo gay selama ini!!"

Josh bangkit dan menjitak kepala Bianca. "Gay palalu lah."

Bianca meringis kesakitan tapi ia merasa sangat senang. Josh akhirnya bisa mempunyai seseorang yang dia suka. Dulu, ia sudah mencoba untuk menjodohkan Josh dengan beberapa teman ceweknya yang tertarik pada Josh. Tapi, Josh malah menolak mentah mentah ide Bianca dan memarahinya. Jadi, Bianca tidak melakukan hal itu lagi.

"Yauda, deketin gih," goda Bianca sambil mengedipkan kedua matanya.

Josh menatap Bianca dengan tajam. "Lo kira gampang? Gue gak pernah deketin cewek tau."

Bianca menepuk jidatnya. Ia baru ingat kalau Josh bahkan tidak pernah pacaran.

"Gue bantuin deh, gimana?" usul Bianca.

Josh menggeleng cepat. "No, thanks. Gue bisa coba sendiri. Lo cukup dengerin cerita gue aja terus kasih tau gue salah atau bener."

"Oke!" Bianca mengangguk dengan semangat. Ia tidak sabar mendengar cerita Josh selanjutnya.

"Btw, Gally gimana? Masih deketin lo?" tanya Josh.

Gally. Cowok yang sudah mendekati Bianca setahun terakhir ini. Dia sangat amat baik pada Bianca, tapi sayangnya, Bianca tidak memiliki rasa apapun padanya. Bianca sudah memberitahu Gally bahwa ia tidak bisa menyukainya. Tetap saja Gally masih berniat mendekatinya. Akhirnya, ia biarkan saja.

Bianca mengangguk. "Terakhir gue ketemu dia sih dua hari yang lalu, pas dia ajak gue makan siang."

"Lo suka gak sih sama dia?"

"Ngaklah," jawab Bianca.

"Kenapa?"

Bianca mengangkat kedua bahunya. "Ngak sreg aja kali."

Josh mengangkat sebelah alisnya. "Bukan gara gara Nathaniel?"

Tubuh Bianca seketika mematung. Sudah lama ia tidak mengucapkan atau mendengar nama lelaki itu. Sejak hari pertama El pergi, Bianca tidak pernah bertemu dengannya lagi. El benar benar tidak pulang ke Indonesia selama 4 tahun. Pesan yang Bianca kirim waktu itu juga sampai sekarang tidak dia balas. Dia menghilang bagai ditelan bumi, tanpa kabar apapun.

Bianca yang berjanji tidak akan menangis lagi pun akhirnya mengingkar janjinya sendiri. Ia benar benar tidak bisa menahan rasa sakit di hatinya. Ditambah beberapa minggu setelah Emily menjelaskan semua yang terjadi, dia meninggal dunia. Teman baiknya bahkan meninggalkannya. Bianca merasa orang orang yang ia sayangi meninggalkannya. Bertambah terpuruklah dirinya. Maka, selama beberapa bulan, ia berubah menjadi mayat hidup. Makan saja tidak nafsu apalagi keluar rumah.

Josh, Tante Ghea dan Om David berusaha sekuat tenaga agar Bianca bisa kembali seperti biasa. Mereka mengajaknya pergi kemana saja asalkan keluar dari kamar. Bianca benar benar mengalami depresi berat. Bahkan, mereka sempat berpikir untuk membawanya ke psikolog. Tapi, tentu saja Bianca tidak mau. Ia berhasil meyakinkan mereka bahwa ia akan baik baik saja seiring berjalannya waktu.

Kondisi Bianca masih sama saat ia mulai masuk kuliah. Abigail juga turut membantunya sejak mereka bertemu di hari pertama kuliah. Saat itu, Abigail hanya merasa kasihan melihat Bianca yang terlihat sangat depresi dan memutuskan untuk mengajaknya berteman. Tapi, setelah tau apa yang terjadi dengan Bianca, ia memutuskan untuk membantunya agar bisa bangkit dari kesedihannya.

Keluarga Bianca dan Abigail menghabiskan waktu kira kira satu tahun untuk membuat Bianca kembali seperti biasa. Ia masih Bianca yang dulu, yang berubah hanyalah sekarang ia tidak selemah dulu. Tapi, tetap saja dihatinya masih ada lelaki itu. Tidak terasa ia belum bertemu El selama 4 tahun. Entah bagaimana wujudnya sekarang. Yang Bianca yakin adalah El pasti semakin ganteng.

"Mau sampe kapan sih lo suka sama dia? Sampe lo mati?"

Bianca menatap Josh dengan tajam. "Bukan urusan lo deh."

"Apanya bukan urusan gue? Lo gaktau gue hampir putus asa pas liat lo udah kayak apaan tau waktu itu. Lo kira gue gak bisa ngerasain apa yang lo rasain waktu itu?"

Bianca hanya diam. Ia tau Josh pasti juga menderita saat itu melihat kondisi dirinya.

Josh menghembuskan nafasnya dengan berat. "Lo masih sayang banget ya sama dia?" tanyanya dengan lembut.

"Hm, mungkin," gumam Bianca.

"Tapi, gimana bisa? It's been 4 years, Ca. Dan lo masih sayang sama dia? Impossible banget." Josh menggeleng gelengkan kepalanya.

Bianca memberikan senyuman tipis. "Gue cuma belom ketemu orang yang bisa bikin gue nyaman kayak El aja."

"Gimana kalo dia ternyata udah punya pacar sekarang?"

"Yah, mau gimana? Gue kan cuma masa lalu dia. Gue yakin, dia pasti udah lupa sama gue," ucap Bianca dengan muram.

Josh menepuk bahu Bianca. "Yang sabar ya. Lagian, siapa suruh sok jual mahal coba?" ucap Josh dengan jahil.

Bianca mengerucutkan bibirnya. "Jahat deh lo. Gue kan waktu itu bantuin Emily. Gak salah kan?"

Josh tertawa pelan. "Ya, ngak sih. Cuma lo harus lebih merhatiin diri sendiri aja. Bahagiain diri lo sendiri, baru lo bisa bahagiain orang lain."

"Hm." Bianca mengangguk pelan.

"Selama ini, lo udah banyak bikin orang lain bahagia. Mulai sekarang, lo harus bikin diri lo sendiri juga bahagia. Gimana?"

Bianca tersenyum tipis. "Pasti bakal gue coba."

"Good girl." Josh mengelus rambut Bianca perlahan.

Bianca mendengus sebal. "Emang gue anjing apa ya."

Josh tertawa. "Gue gak ngomong loh ya. Lo ngomong sendiri. Dah ah, gue mau balik kamar. Bye!"





Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

2M 9K 17
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
3.5M 52.3K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
4.5M 219K 44
(TELAH DI BUKUKAN. BISA DI TEMUKAN DI TOKO BUKU KESAYANGAN KALIAN 😊) Sequel Dirty Marriage - Anindana Orang bilang, Pertemuan PERTAMA adalah kebetul...
6.5M 336K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...