CINTA DALAM DO'A

נכתב על ידי Liana652

4.3M 254K 23.4K

[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan... עוד

prolog
1. Perkenalan
2. Pasaran
3. Kabar Kepulangan
4. Pertemuan Pertama
5. Kitab
6. Belanja Bulanan
7. Sendal Milik Gus Syafiq
8. Ndalem
9. Rencana Boyong
10. Zia Boyong
11. Merasa Bersalah
12. Cincin Yang Hilang
13. Barirah Dan Mughtis
14. Kecelakaan
15. Rahasia Yang Terbongkar
16. Berpisah
17. Rumah Sakit
18. Pulang
19. Sakit Perut
20. Khawatir Berujung Salah
21. Jakarta
22. Humaira
23. Kesabaran Gus Syafiq
24. Gus Syafiq Salting
25.Kesedihan Zia
26. Sisi Lain Gus Syafiq
27. Gus Syafiq Manja
28. Sakit
29. Ngambek
30.Penjelasan
31. Modus
32. Kesiangan
33. Pergi
34.Ketakutan Gus Syafiq
35. Di lamar
36. Bayi besar
37. Do'a yang bersautan
38. Zia Marah
39. Awal mula berjodoh
40. Wisuda alfiyah
41. Amarah Gus Syafiq
42. Terungkap
43. Nasihat Gus Syafiq
44. Jealous
45.Gus Syafiq vs Gus Abi
46. Zia gengsi
47. Rumah
48. Khadijah dan Muhammad
49. Terluka
50. Pengakuan
51. Salting
52. Salah paham
53. Perdebatan
55. Kekuatan do'a
56. Amnesia
57. Sensitif
INFO
58. Kembali
59. Hadiah

54. Koma

41.9K 4.2K 1.2K
נכתב על ידי Liana652

"Sholawat lebih utama dari istigfar, jika engkau memperbanyak sholawat maka ALLAH mengampuni dosa dosa mu dan ke dua orangtuamu lebih cepat dari air yang memadapkan api"

[Habib Umar Bin Hafidz]

اللهمّ صلّي على سيدنا محمد وعلى عليّ سيدنا محمد


HAPPY READING❤️

•••

Satu minggu sudah Gus Syafiq koma, entah apa yang di derita suaminya sampai sekarang Zia belum tau tidak ada satu orang pun yang mau ngasihtau ke Zia, padahal dia istrinya sudah seharusnya dia tau semuanya bukan.

Hari-hari Zia hanya melamun memandang suaminya yang terbaring lemah di atas ranjang, hidungnya yang di beri oksigen untuk bertahan hidup tubuhnya yang di penuhi selang yang entah Zia tidak tau fungsi dari semuanya.

Wajah suaminya yang tadinya segar dan  cerah sekarang pucat, rahangnya yang mulai tirus dan tangannya yang saat kemarin dirinya genggam selalu hangat sekarang dingin.

Zia rindu kebawelan suaminya, Zia rindu saat Gus Syafiq merengek seperti anak kecil, Zia rindu saat Gus Syafiq yang selalu melarang ini itu, Zia rindu saat Gus Syafiq menyisir rambutnya, Zia rindu saat Gus Syafiq menggenggam tangannya untuk berdzikir, Zia juga rindu di gombalin suaminya dan yang paling Zia rindukan saat murojaah hafalan Al-Qur'annya.

Seminggu Zia tanpa Gus Syafiq ternyata seberat ini, Zia sadar sekarang dia sudah bergantung dengan suaminya. Andai waktu bisa di putar Zia tidak akan pernah mau membangkang ucapan suaminya.

"Kalo suami ngomong itu di dengerin,"

"Kapan aku ngga dengerin omongan Mas,"

"Sekarang,"

"Aku cuman mau ngaji, mau cari ilmu emang salah?" percakapan itu yang sendari kemarin selalu berputar di kepala Zia.

"Mas bangun, aku janji nanti aku dengerin apapun yang Mas omongin," ucapnya menahan tangisannya.

"Udah satu minggu Mas tidur, Mas ngga cape? Mas ngga pegel? Mas ngga laper? Ayo Mas bangun,"

"Aku hari ini belum muroja'ah karna ngga ada yang nyimakin, ayo Mas bangun nyimakin aku. Nanti kalo hafalan aku ilang gimana,"

Zia menghapus air matanya yang seminggu ini selalu saja keluar, entah kapan berhentinya Zia cape.

"Kamu masih ngga terima dengan pernikahan ini?" Tiba-tiba suara itu berdengung di telinga Zia.

Zia menangis sesunggukan "Aku sayang sama kamu Mas, aku juga cinta sama kamu. Ngga mungkin kalo aku ngga nrima pernikahan kita, bahkan aku nggatau caranya harus dengan apa aku berterimakasih karna kamu udah milih aku buat jadi istri kamu,"

"Satu pesan Mas, tolong bilang kalau misalkan kamu ngga bahagia dengan pernikahan ini,"

Tangisan Zia semakin menjadi-jadi, siapa saja yang melihatnya pasti akan merasakan betapa sakitnya.

"Aku bahagia Mas, aku sangat bahagia, kebahagian yang selama ini ngga pernah aku bayangin tiba-tiba aku merasakannya, aku mohon kamu bangun buat aku, aku bakalan bilang ngga bahagia kalau kamu ngga bangun-bangun. Sekarang bahagia aku sama kamu Mas," ucapnya menunduk dalam.

Zia ingin sekali mengucapkannya secara langsung dengan menatap mata suaminya, selama ini perjuangan Gus Syafiq sangat besar untuk membuat dirinya menerima ini semua, tolong beri kesempatan untuk dirinya membalas itu semua dia juga ingin berjuang untuk Gus Syafiq, dia ingin membuktikan bahwa dia istri yang taat dan sholehah.

Adzan subuh berkumandang, itu tandanya Zia menangis selama 4 jam karna dia tadi bangun untuk sholat malam dan tidak lanjut tidur padahal dia baru tidur 1 jam.

Dia bangun dan masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka dan mengambil wudhu.

"Aku sholat ya Mas," Izinnya.

"Nanti abis sholat aku mau morojaah tapi Mas dengarin yah,"

Ziapun melaksanakan sholat subuh sendirian, tidak ada yang menjadi imamnya. Harusnya di ruangan Gus Syafiq tidak boleh ada yang menunggu, keluarga hanya boleh menunggu di luar ruangan namun Zia memaksanya untuk menemani suaminya di dalam.

Satu minggu yang lalu.

"Suami saya keadannya giman Dok? Dia sakit apa? Dia udah sadar belum saya boleh masukkan Dok?" Ucap Zia beruntun.

"Sabar nduk," ucap Umi Dijah menenangkan Zia.

"Maaf Mba, pasien untuk saat ini belum bisa di jenguk, kondisnya juga masih belum setabil jika sampai besok belum sadar juga kami simpulkan bahwa pasien mengalami koma,"

Penjelasan dokter membuat Zia terdiam, Umi Dijah yang tadinya menenangkan Zia sekarang beliau juga jatuh di pelukan Abah karim, Umi Dijah tidak kuat harus melihat putranya untuk berjuang yang ke dua kalinya.

Zia melirik ke dalam, dari tempatnya dia berdiri dia bisa melihat wajah suaminya yang hanya terlihat sedikit.

"Koma?," Tanya Zia ke dirinya sendiri.

"Kamu padahal cuman masuk angin gara-gara telat pakai baju Mas, tapi kenapa bisa sampai koma," batin Zia berkata.

Zia menggelengkan kepalanya "Ngga masuk akal," fikirnya.

"Suami saya sakit apa Dok? Kenapa bisa sampai koma, dia cuman masuk angin,"

"Anda istrinya?" Tanya sang dokter.

"Iya,"

"Baik bisa ikut saya keruangan saya," ucapnya.

"Nduk biar Abah saja kamu tolong jagain Umi nggih," ucap Abah.

Zia menatap Abah dengan pandangan bingung "Tapi Abah-"

"Ndak papa biar Abah aja, nanti Abah yang jelasin ke kamu,"

"Emang kamu ngerti nanti pembahasan dokternya?" Tanya Abah.

Bukan maksud abah ingin meremehkan Zia, Abah ngomong seperti itu karna supaya Zia nurut.

Mendengar itu Zia akhirnya mengangguk "Tapi nanti tolong Zia di kasih tau ya Abah," ucapnya.

Abah tersenyum "Iya Nduk,"

Sekeluarnya Abah dari ruangan dokter, Zia langsung bertanya namun Abah menjawab hanya sakit biasa, tapi kenapa sampai bisa koma fikir Zia. Umi juga sampai lemes dan menangis.

Zia duduk di samping suaminya sambil murojaah hafalannya, tangannya menggenggam satu jari Gus Syafiq yang tidak di beri selang.

Sudah satu minggu ini Zia ada di rumah sakit juga, harusnya 3 hari lalu Zia sudah masuk kuliah tapi dia mengambil cuti dan akan masuk bulan depan, harusnya tidak boleh tapi lagi-lagi Zia menghalalkan segala cara supaya bisa, dan akhirnya di izinkan namun Zia tidak bisa mengambil cuti lagi sampai semester depan.

2 jam lamanya Zia morojaah, dia tidak akan sadar kalau pintu kamar Gus Syafiq tidak di ketok dari luar. Zia keluar dan ternyata Bunda dan Ayahnya yang datang.

"Sayang," panggil Bunda.

"Bunda," ucapnya yang langsung berlari dan memeluk Bunda Fira erat.

"Yang sabar yah, anak Bunda pasti kuat,"

"Bunda Mas Syafiq ngga mau bangun Bun, Mas Syafiq marah sama Ade,"

"Engga marah suami kamu pasti lagi berjuang buat bangun biar bisa ngliat istrinya yang cantik ini," ucap Bunda menenangkan Zia.

"Kamu udah makan belum? Nih bunda bawain ayam goreng kesukaan kamu, makan yu Bunda suapin ya,"

Zia menggeleng "Aku belum laper Bun, nanti aja,"

"Loh ko gitu kata Umi dari kemaren kamu belum makan, ayo makan dulu,"

"Mau Ayah yang suapin?" Tawar Ayah Raka.

Zia menengok ke Ayahnya "Ade ngga nafsu makan Ayah," ucapnya yang langsung memeluk Ayahnya.

Ayah dan Suaminya berbeda orang namun mereka sama-sama berarti bagi Zia, Gus Syafiq yang selama ini kadang juga bisa menjadi peran seperti Ayah untuknya bisa mengobati rasa rindunya ketika dirinya kangen dengan Ayahnya. Dan sekarang saat Zia memeluk Ayahnya rasanya sedikit terobati juga rasa rindu dengan Gus Syafiq.

"Makan yah nanti perutnya sakit, sedikit aja biar ngga kosong," bujuk Ayah Raka.

Dari kecil Ayahnya belum pernah membentak dirinya sekalipun melakukan kesalahan, sama halnya seperti Gus Syafiq yang tidak pernah membentak dirinya walaupun dirinya kadang egois dan keras kepala.

"Nanti kalo Ade sakit yang jagain Mas siapa?" Goda Ayah Raka.

"Ayaaahh," rengeknya merasa malu karna Ayahnya malah memanggil Gus Syafiq Mas.

Ayah raka tersenyum saat melihat putrinya juga tersenyum "Nah ginikan cantik,"

Bunda firapun ikut tersenyum haru "Ayo kita ke kantin," ajaknya.

"Terus yang jagain Mas-"

"Biar saya Ning,"

Zia membalikan badannya.

"Saya ngga sendiri ada Umi juga, tapi Umi lagi ke wc," ucap Ning Zahra.

Zia ingin menolaknya tapi saat ada kata Umi dirinya sedikit tenang, lagian tidak ada yang boleh masuk juga selain keluarga jadi aman.

Ziapun mengangguk "Terimakasih," ucapnya.

Ning Zahra tersenyum "Sama-sama Ning,"

Zia, Bunda dan Ayah Rakapun pamit untuk pergi ke kantin.

Selama seminggu ini Zia bisa makan hanya beberapa suap saja, itupun harus di paksa Umi. Bunda dan Ayahnya baru bisa datang hari ini karna memang baru di hubungin, saat tau suaminya koma Zia benar-benar tidak memikirkan apapun. Untuk mengurus cuti kuliahnya saja di bantu Gus Ahmad tadinya Zia malah berfikir untuk mundur saja, tapi untungnya Gus Ahmad bisa mengatasinya.

"Udah Yah,"

"Satu lagi nanggung nanti ayamnya mati,"

"Emang ini udah mati,"

"Iya maknya ayo di makan kasian udah rela untuk mati tapi ngga di hargain,"

"Apaansi Ayah nggajelas," ucapnya terkekeh. Zia sedikit merasa terhibur dengan ucapan random Ayahnya.

Setelah makan Zia kembali ke ruangan suaminya, ternyata Abah dan Umi juga sudah datang.

"Sudah makannya Nduk?"

"Sudah Umi,"

"Umi sama Abah udah makan,"

"Udah tadi sebelum kesini,"

Mereka menunggu di depan, karna dokter sedang memriksa Gus Syafiq di dalam.

Dokter Herman adalah dokter yang menangani Gus Syafiq dari awal beliau masuk ke UGD, jadi semua keluarga ndalem sudah akrab karna sangking seringnya beliau bulak-balik memriksa keadaan Gus Syafiq.

"Abah bisa ikut keruangan saya sebentar," ucapnya saat sudah ada luar.

Abah Karim mengangguk dan langsung bangun dari duduknya "Bisa Dok,"

"Abah Zia ikut yah," ucap Zia memohon.

Abah Karim yang ingin melangkahkan kakinya tidak jadi, beliau bingung ingin memberi alasan apa lagi karna setiap Zia ingin ikut Abah selalu saja mencegahnya.

"Saya cuman mau minta tanda tangan Abah untuk persetujuan," ucap Dokter Herman

"Persetujuan apa Dok?" Tanya Zia.

"Persetujuan pasien yang akan di pindahkan ke ruang rawat, seharusnya kemarin tapi karna dari pihak rumah sakit belum mengecek jadi telat,"

Zia yang mendengar penjelasan dari Dokter Herman merasa aneh, sudah satu minggu suaminya di pindahkan masa baru kali ini di mintai persetujuan.

"Ya udah kalo gitu Zia ngga jadi ikut Bah,"

Abah mengelus kepala Zia dengan sayang, di dalam hatinya beliau selalu mengucapkan kata maaf karna telah membohinginya terus-menerus.

Anggota keluarga yang hadir menatap Zia dengan pandangan memelas, dan Zia sadar akan hal itu. Dia tidak bodoh dia tau dokternya tadi berbohong, namun biarkan saja mereka membohonginya biar nanti Zia tanya langsung saja ke suaminya saat sudah sadar.

Entah alasan apa mereka menutupi semuanya dari dirinya, kalau Zia tanya selalu ada alasannya kalaupun di jawab pasti tidak akan menyambung.

"Terimaksih Dok, sudah membantu Abah," ucapa Abah Karim saat sudah sediikit jauh dari Zia.

"Nggih Bah sami-sami,"

Dokter Herman adalah dokter termuda di rumah sakit tempat Gus Syafiq di rawat, Abah selalu mewanti-wanti jika ada sesuatu yang terjadi dengan putranya jangan sekalipun membicarakannya dengan istrinya biar katakan saja dengan Abah atau anggota keluarga lainnya. Dokter Herman yang awalnya bingung hanya bisa menuruti saja.

Sesampainya di ruangan pribadi Dokter Herman Abah mendudukan dirinya di kursi yang sudah tersedia "Gimana perkembangan putra Abah Dok,"

"Alhamdulillah keadaanya mulai membaik, tidak seperti kemarin jantungnya juga sudah mulai bekerja dengan normal,"

Baru saja Abah bisa bernafas lega namun harus tertampar lagi saat mengetahui fakta yang baru saja Dokter Herman katakan.

"Namun ada satu kemungkinan yang bisa terjadi karna efek sakit yang di rasakan saat penyakitnya kambuh,"

"Kemungkinannya apa Dok?" Tanya Gus Ahmad yang baru saja datang dan langsung masuk.

"Gus," kaget Dokter Herman.

"Maaf Bah, Dok tadi saya langsung masuk,"

"Tidak papa silahkan duduk Gus," ucap Dokter Herman.

"Jadi apa kemungkinan yang akan terjadi dengan adik saya Dok?" Tanya Gus Ahmad lagi.

"Saya belum benar-benar memastikan ini hanya prediksi saja, dan semoga saja tidak terjadi,"

Mendengar penjelasan Dokter baik Abah maupun Gus Ahmad benar-benar merasakan sedih, bagaimana jika terjadi  sungguhan akan banyak yang merasakan sedih, Umi dan Zia istrinya apa mereka kuat mendengar fakta yang akan terjadi.

Namun Abah hanya percaya dengan takdir Allah jika memang jalannya harus seperti ini, tidak papa asal anaknya masih mengingat siapa tuhannya. Abah hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk anak-anaknya selebihnya biar Allah yang atur bagaimana baiknya.

Abah Karim dan Gus Ahmad keluar mereka berjalan beriringan menuju keluarga yang sedang menunggu Gus Syafiq di luar.

"Abang di mana Sayang?" Tanya Gus Ahmad ke istrinya.

"Tuh di dalem," tunjuknya.

Gus Ahmad mengikuti arah yang di tunjuk istrinya, anaknya sedang di ajak bercanda oleh adik iparnya. Coba saja kalau adiknya melihat istrinya sedang berdekatan dengan anaknya pasti sudah heboh.

"Ko boleh masuk?"

"Dia nangis terus, jadi Zia ajak aja ke dalem,"

Gus Abi memang selengket itu dengan Zia, makannya Zia bawa saja ke dalem toh melihat pamannya sendiri jadi tidak papa, siapa tau kalau membawa Gus Abi dan di ajak bercanda di depan suaminya, nanti suaminya bisa bangun pikir Zia.

"Mas liat aku bawa siapa?" Tanyanya yang sudah pasti tidak ada jawaban.

"Paman kenapa mba Ia?" Tanya Gus Abi saat melihat pamannya banyak sekali di pasang kabel-kabel.

"Paman nggapapa, paman lagi tidur Gus kecil doain yah biar paman tetep sehat," ucap Zia.

"Aamiin," jawabnya dengan mengusap tangannya ke wajah seolah-olah selesai berdoa.

"Kamu ngga marah Mas aku pangku Gus Abi, biasanya kamu langsung ngrengek ngga ngebolehin,"

Cup.

"Aku cium Gus Kecil kamu ngga cemburu? Ayo bangun nanti aku cium banyak-banyak," cicitnya.

"Mba Ia paman ko ngga bangun-bangun? Ini udah ciang loh,"

Zia tersenyum menanggapi pertanyaan Gus Abi "Coba Gus Kecil bangunin,"

Tangan kecil Gus Abi menepuk pelan lengan Gus Syafiq "Paman bangun udah ciang, paman udah colat cubuh belum?"

Merasa tidak ada jawaban Gus Abi mendongak melihat Zia "Paman kebo," cletuknya.

Zia terkekeh mendengar cletukan Gus Abi "Paman kalo ngga bangun Mba Ia buat Abi ya, nanti Mba Ia jadi pacarnya Abi,"

Zia mengerutkan keningnya "Gus Kecil tau pacaran dari siapa?" Tanyanya.

"Dari Akang-akang Mba Ia,"

"Akang-akang?"

"Iya Akang santri, katanya kalo ada cewe cantik di cikat aja jadiin pacar,"

Zia menggelengkan kepalannya, kasihan otak bersih keponakannya harus tercemar sejak dini "Bilang sama Akang-akang kalo pacaran itu dosa, Gus Kecil ngga boleh ya ngomong kaya gitu lagi,"

"Kenapa Mba Ia? Pasti Mba Ia udah jadi pacarnya Paman ya,"

Zia tersenyum gemas "Bukan," jawab Zia .

"Mba Ia istrinya paman bukan pacarnya,"

Gus Abi menganggukan kepalanya seolah-olah ngerti "Oh kalo istri boleh,"

Zia mengangguk.

"Paman bangun, nanti kalo ngga bangun Abi jadi istrinya Mba Ia," cletuknya.

Zia tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Gus Abi, rupanya dia salah mengartikan. Melihat Zia tertawa Gus Abi juga ikutan tertawa sambil bertepuk tangan.

Orang-orang yang melihat dari luar merasa terharu, mereka seperti keluarga kecil yang bahagia. Meraka berharap kebahagian mereka masih tetap berlanjut sampai mempunyai anak, cucu dan seterusnya sampai akhir hayat.

•••

Setelah satu minggu lebih Zia di rumah sakit hari ini dia memutusakan untuk pulang, dia ingin membersihkan rumahnya dan mengambil pakaian untuk dirinnya juga beberapa keperluan untuk suaminnya. Sudah cucup kemarin dirinya merepotkan banyak orang, sekarang Zia tidak mau merepotkan lagi.

Tadinya Zia ingin di antar atau di jemput dari pondok namun Zia menolak dia ingin sendiri saja naik angkot, Ayah dan Bundanya sudah pulang ke jakarta mereka sudah menginap 3 hari di rumah sakit, karna ada pekerjaan yang tidak bisa di tinggal jadilah mereka pulang dulu nanti Zia akan kabarin kalau ada info perkembangan suaminya.

Zia sedang menunggu angkot di pinggir jalan dengan membawa satu tas tentengannya yang berisi pakaian kotor dirinnya. Padahal setiap Umi datang ke rumah sakit dan ingin pulang selalu menawari Zia untuk baju kotornya biar Umi bawa pulang dan di cuci, tapi Zia menolaknya merasa tidak enak dan tidak sopan walaupun nantinnya yang mencuci bisa Mba ndalem tapi Zia tetep tidak mau.

"Mas bisa tolong anterin saja nyebrang ke sebelah," ucap Zia meminta tolong.

"Bisa mari," ucap pemuda yang di mintai tolong Zia.

Zia tidak ada pilihan lain selain meminta tolong ke laki-laki yang mungkin juga seumuran dengan dirinnya karna keburu angkotnya pergi lagi, mana dia sudah nunggu lama masa iya harus menunggi lagi.

"Terimakasih," ucapnya saat sudah sampai.

"Sama-sama Ning," jawabnya.

Zia mengerutkan keningnya bingung, kenapa bisa laki-laki ini memanggil dirinya Ning.

"Njenengan istrinya Gus Syafiq nggih, kulo murid beliau yang ikut ngaji online. Beliau selalu cerita njenengan, juga waktu itu ngga sengaja ke Zoom fotone njenengan kalih Gus Syafiq makanya saya bisa tau," jelas pemuda itu menjawab kebingungan Zia.

"Sekalian mau tanya Ning, maaf Gus Syafiq ke mana nggih sudah 3 kali pertemuan beliau tidak ngajar?" Tanyanya.

Zia membasahi bibirnya yang kering "Minta doanya ya beliau lagi sakit,"

Bisa Zia lihat pemuda di depannya kaget, karna angkot yang akan Zia naiki sudah ingin jalan Zia akhirnya pamit pergi.

"Saya duluan Assalamualaikum,"

Belum sempat pemuda itu menjawab Zia sudah lebih dulu naik angkot, padahal pemuda itu ingin bertanya sakit apa. Dan kalau bertanyapun pasti percuma karna Zianya saja tidak tau.

Di dalam angkot Zia melamun, memikirkan ucapan pemuda tadi suaminya selalu bercerita dirinnya, sampai ada orang asing mengenalnya padahal setiap Gus Syafiq mengisi kajian onlinenya Zia selalu memperhatikan tapi tidak pernah dengar kalau beliau bercerita tentang dirinnya.

"Terimaksih Mas di saat kamu ngga ada di samping aku tapi kamu tetap bisa membantu aku," gumamnya dalam hati.

Zia berfikir kalau saja dia bukan istrinya Gus Syafiq apa mungkin pemuda tadi ingin membantunnya, tapi kalau Zia tidak jadi istrinya Gus Syafiq Zia juga tidak akan mengalami hal ini. Bukan menyesal hanya saja ternyata takdir Allah benar-benar tidak ada yang bisa menduga.

Zia turun di perempatan jalan, dia harus jalan sedikit supaya bisa sampai ke pondok. Langakah kakinya yang tidak bisa lebar membuat Zia berjalan pelan tidak bisa terburu-buru apalagi tangannya membawa tas, panasnya yang menyengat membuat keringatnya berjatuhan. Kalau saja Gus Syafiq melihat istrinya yang berjalan kaki seperti ini pasti beliau tidak akan membiarakannya.

Sampai di rumah dia langsung mengeluarkan kunci dari saku bajunya dan langsung membukanya supaya cepat-cepat bisa masuk karna gerah dan cape.

Tanpa istirahat Zia langsung menuju tempat mencuci baju, supaya bisa cepat-cepat selesai pekerjaanya dan bisa langsung pergi ke rumah sakit lagi, Zia tidak mau meninggalkan suaminya terlalu lama walaupun yang njaga keluarga sendiri.

Untung saja kemarin dia sudah menyetrika bajunya jadi nanti dia tidak usah menyetrika. Zia melihat rumahnya yang tidan berantakan dan kotor, ya memang karna tidak ada yang menempati tapi rumahnya benar-benar bersih seperti sudah di bersihakan.

Zia ingin mandi terlebih dahulu, badannya lengket karna tadi kringetan. Saat membuka kamar, kamarnya rapih dan masih dengan seprai yang sama saat terakhir kali dirinya tinggal tidak ada yang berubah.

Zia masuk ke kamar mandi untuk mandi, andai Zia tau kamarnya sempat ada banyak sekali bekas darah apa dia ngga kaget dan bertanya-tanya.

"Perasaan aku taro anduk di sini, ko ngga ada," gumamnya. Padahal Zia seingatnya baru mengganti anduknya belum di pakai sama sekali.

Dari pada tidak memakai anduk mending Zia meminjam anduk suaminya saja dulu.

"Mas aku abis kramas," triaknya namun tidak ada jawaban.

"Oh iya lupa," cicitnya.

Zia mengambil mukenahnya dia ingin sholat duha lebih dulu, padahal rambutnya belum di sisirin. Selesai sholat Zia merasa ngantuk sekali akhirnya dia tidur sebentar di atas sajadahnya dengan masih memakai mukenahnya.

Di rumah sakit sekarang yang menjaga Gus Ahmad, jadi Zia tidak masalah karna memang beliau juga tau kondisi suaminya. Entah harus dengan cara apa supaya keluarganya mau memberitahu suaminya sakit apa, mereka akan menjawab suaminya kena DBD Zia bukan anak kecil yang bisa di bodoh-bodohi sejak kapan kena DBD sampai koma berhari-hari bahkan sudah lebih satu minggu.

Zia pusing memikirkan semuanya, kenapa kejadian-kejadian di dalam hidupnya selalu datang tiba-tiba.

Cup.

"Sayang bangun,"

"Mas," ucap Zia yang langsung duduk.

Zia menghembuskan nafasnya kasar, ternyata hanya mimpi tapi seperti kenyataan kecupan di keningnya juga dia bisa merasakannya. Zia mengusap wajahnya dan beristigfar lalu dia melihat jam yang ada di kamarnya.

"Astagfirullah udah jam 1," pekiknya. Berarti dia tertidur selama 3 jam sampai  adzan duhur pun tidak terdengar sama sekali.

"Ya Allah ko bisa aku ketiduran selama ini," gumamnya yang langsung mengambil wudhu lagi untuk sholat duhur.

Setelah selesai sholat, menjemur baju dan membereskan barang-barang yang akan di bawannya Zia langsung pergi lagi ke rumah sakit untuk menjaga suaminya. Giliran lagi buru-buru ngga ada orang yang bisa di mintai tolong, jadilah Zia pergi lagi untuk mencari angkot mungkin karna lagi jam ngaji makannya pondok sepi.

Saat sudah di angkot Zia menyempatkan untuk membuka hpnya sebentar dan betapa kagetnya saat banyak sekali pesan dan panggilan tidak terjawab dari Gus Ahmad, satu pesan dari Gus Ahmad yang membuat jantungnya seketika berhenti.










●●●

KOMEN SAMA VOTENYA JANGAN PELIT AKU UDAH NANGIS-NANGIS NULIS PART INI AWAS AJA KALO SEPIII, AKU TIMPUK KALIAN SATU-SATU.

JANGAN LUPA BUAT FOLLOW IG AKU, BIAR BISA BIKIN GC😋

TERIMAKASIH❤️

המשך קריאה

You'll Also Like

28.5K 7K 29
"Tasya, papah mau menikah lagi engga papa kan?" ucap Reyno, papah nya Tasya, Tasya hanya mengangguk dan tersenyum. Reyno sudah bercerai sejak tiga ta...
3.6K 626 30
Agnesia Anella adalah gadis yang cantik, periang , memiliki bola mata biru, pandai, dan suka menulis itu . telah menikah dengan seorang guru yang sam...
1K 123 18
NOTE : ↓ 📌 Awalnya mungkin gak terlalu seru, jadi bacanya jangan setengah, oke? 📌 JANGAN MENTANG² CERITA INI GK FAMOUS, LO SEENAK JIDAT PLAGIAT (...
895K 69.3K 62
Karya ini murni hasil pemikiran dan kegabutan saya sendiri! NO COPAS/PLAGIAT!!❌❗ Dimohon untuk meninggalkan jejak VOTE dan KOMEN di cerita ini 🙏🏼 T...