Switch | Jake Enhypen

syapena

2.3K 257 134

JAKE SHIM :: LOKAL AU Ini tentang si anak kembar yang terpisah sejak kecil, dan bertemu kembali saat sudah re... Еще

PROLOG :: Liburan?
O1 :: Dulu terpisah
O2 :: Hari pertama!
O3 :: Sekolah
O4 :: Malam yang berbeda
O5 :: Hampir ketahuan!
O6 :: Rambut pendek
O7 :: Hilang
O8 :: Susah
O9 :: Nurut
1O :: Anjing penurut
11 :: Kompor
12 :: Switch lagi?
13 :: Mamah sakit
14 :: Pengkhianat
15 :: Hasut
16 :: Masalah
17 :: Pengkhiatan yang berakhir?
18 :: Rencana Apa?
ANNOUNCEMENT

19 :: Menjelang Kelulusan

53 5 2
syapena

Di ruang yang kumuh seperti gudang bekas itu, lima orang terkapar sambil memegangi rambut mereka. Mereka meringis perih dan ketakutan bila Abim menatap ke arah mereka. Entah apa yang telah Abim lakukan pada mereka sampai mereka tumbang seperti itu.

Abim dengan segera melepas ikatan tali yang mengunci pergerakan Divya serta kain yang membungkam mulutnya. Divya akhirnya bisa bernapas lega yang memeluk Abim sejenak karena sudah menyelamatkan nya tepat waktu.

"Ayo keluar. Di luar lagi ada medan tempur!" ajak Abim sambil memapah Divya karena kaki gadis itu masih terasa kaku akibat diikat semalaman.

"Hah? Tempur?"

Saat di luar, benar saja. Pemandangan yang mereka lihat adalah pemandangan Elgi yang sudah terkapar tidak berdaya dan dengan keadaan masih dipukuli oleh teman Samuel tanpa rasa berdosa. Di sana, Cia hanya bisa menangis tak melawan karena dirinya takut. Dia hanya bisa memohon pada Samuel seperti pengemis sambil menjerit.

"ELGI!" teriak Divya histeris. Atensi seluruhnya mengarah pada mereka. Samuel terkekeh sambil membuang asap dari batang rokok yang sedang dihisap nya.

"Gila lo, Muel!" umpat Abim kasar sambil membantu Elgi yang nampaknya berdiri saja sudah tidak bisa. Baju kuning yang dipakainya berubah warna lantaran darah yang mengalir sangat bangak.

Melihat kondisi sudah tidak terlalu mengerikan, Cia beralih pada Elgi dan menutup beberapa area yang banyak mengeluarkan darah dengan kedua tangannya, yaitu bagian kepala. Dengan kepala Elgi yang dipangku di paha Cia yang tengah mengenakan celana pendek, dia hanya terisak tanpa berhenti menatap Samuel. Seolah dia mengingatkan bahwa yang nyaris dibunuhnya adalah teman kecilnya. Teman kecil yang dulunya selalu bermain bersama Samuel walau kondisi Samuel saat itu terpuruk karena kehilangan Ibu kandungnya.

"Lo emang bukan manusia dengan otak normal, Muel! Dan lo semua juga!" gertak Divya penuh amarah sambil menunjuk Samuel lancang dengan jari telunjuknya, dan memberikan jari tengah pada teman-teman Samuel yang bertumpu di belakang Samuel.

Samuel masih sibuk dengan rokoknya.

"Yok, guys, pergi."

"Muel! Lo apa-apaan, sih?! Inget, Elgi itu sodara lo!" cegat Abim saat Samuel berbalik arah. Mendengar kalimat itu, Samuel tertawa, seolah kalimat itu adalah hal yang sangat lucu.

"Apa? So? So ... Sodara?" Pertanyaan Samuel membuat Abim tak bergeming. Lalu selama ini mereka apa?

"Samuel, aku bisa laporin ini ke keluarga kita!" ancam Cia sambil mengelus kepala Elgi dengan tangan kanannya karena tangan kirinya masih menutupi area kening Elgi yang bocor akan cairan merah.

Samuel membuang puntung rokoknya ke sembarang arah. Lalu dia pergi bersama sekumpulan Geng nya, menyisakan Rayyan dan Jefran di sana. Jefran nampak menepuk pelan pundak Rayyan sampai akhirnya mengusul Samuel.

"Laporin kejahatan Samuel itu sama aja kayak menuhin air di ember bocor, alias, sama aja bohong! Kenapa gue bilang begini? Ya, lo tahu sendiri, lah, Cia. Samuel itu anak paling dikenal buruk sama orang tua lo pada. Dengan lo lapor Samuel, sama aja lo bikin keluarga besar lo benci Pak Fernando yang lagi terbaring sakit di sana."

Cia paham betul dengan kalimat Rayyan sampai pemuda itu pergi. Cia melamun sejenak masih dalam keadaan yang sama pada Elgi. Divya dan Abim sendiri cengo. Mereka tidak tahu apa-apa.

•••

Usai kejadian itu, Elgi dibawa ke rumah sakit yang sama tempat Ibunda Jevan dirawat di sana. Mereka pun berkumpul setelah mendapat beberapa diagnosa luka yang dialami oleh Elgi, dan itu cukup parah.

Mereka memutuskan untuk ke rooftop rumah sakit, Jevan dan Raki ikut sambil membawa beberapa camilan karena seharian ini mereka sibuk tempur dengan sifat aneh dan menjengkelkan Samuel. Jam juga sudah menunjukkan pukul 9 malam.

"Kok bisa, sih, Samuel bisa tega sama Elgi?" Abim membuka suara paling pertama usai keadaan sedari tadi hanya ada suara embusan angin dan krauk krauk dari kripik kentang yang dinikmati oleh Raki dan Divya.

"Jadi, pas kamu masuk, Elgi ngeluarin satu kalimat yang buat Samuel marah, abisnya, dia gak terima aku dikatain keluarga numpang kaya di keluarga Torres," jelas Cia lemas.

"Hmm, terus?" sahut Abim sambil mengelus bahu Cia dengan tujuan untuk menenangkan gadis itu.

"Kalimat nya itu, daripada lo, udah gak dianggep, tapi masih sok asik sama Kakek demi duitnya, padahal Bokap lo lagi main tic tac toe sama malaikat maut, noh! Belum lagi Nyokap tiri lo lagi jual diri. Sadar diri harusnya lo, Muel, bukan kayak gini! Itu yang dibilang sama dia, terus Samuel suruh temennya pukulin Elgi," jelas Cia sambil terisak tangisan.

Raki, Divya, dan Jevan membeku sambil meneguk saliva. Ternyata Elgi mengerikan juga kalau soal menyebarkan fakta, lebih tepatnya, aib.

Cia menangis histeris, Abim pun memeluk gadis itu dari samping. Cia yang memang membutuhkan itu pun pasrah dan menundukkan kepalanya di dada Abim.

"Aa sama Teteh kapan?" Raki membuka suara. Spontan Jevan dan Divya bertatapan.

"Kamu kenapa judesin aku, sih, daritadi?" tanya Jevan sedih.

"Ck, aku gak mau jauhin kamu, ini lagi latihan judesin kamu biar nanti terbiasa," jawab Divya ketus, hal itu membuat Raki dan Jevan tertawa kecil.

"Oh, iya, kita udah gak lama lagi mau ujian. Ternyata kelas 12 secepet itu, ya," ucap Jevan mengalihkan topik, tapi Cia dan Abim tak teralihkan oleh itu.

"Iya. Jevan, kamu mau lanjut kuliah?" tanya Divya.

Jevan mengangguk, "Iya. Aku mau nerusin cita-cita Mamah yang sempet gak kecapai karena dia sakit," jawabnya sambil mencomot potato chips milik Raki, tapi sang empu hanya pasrah karena jajanan itu berasal dari uang Jevan.

"Cita-cita apa, Jevan?"

"Jadi Sutradara. Mamah, tuh, suka banget sama hal berbau Filmography."

•••

Di malam yang sama, Jegan sibuk dengan tugas sekolahnya. Di meja belajar hanya terdengar alunan musik favorit Jegan, dan terdapat Jegan yang bersenandung sambil mencatat serangkaian materi yang hendak dikumpul besok pagi.

Dua bulan lagi, sekolah akan mengadakan ujian. Dia harus belajar, setidaknya sampai masuk eligible agar bisa berkuliah dan meraih cita-cita. Cita-cita yang berbeda dengan Jevan.

"Sibuk amat anak Papi," tegur Sang Ayah yang masuk tanpa permisi sambil memegang segelas kopi panas. Dia menghampiri dan merasa sedikit aneh dengan kelakuan anaknya yang terlihat sangat rajin.

"Papi gak kesel gitu, sama aku, karena masalah perjodohan itu?" tanya Jegan dengan fokus yang masih tertuju pada tugas sekolahnya.

"Papi nggak akan pernah marah soal itu. Lagipula, kamu ini sebenarnya opsi ke seribu dari banyaknya laki-laki yang mau dijodohkan sama Dara," jawab Ayahnya sambil menyimpan gelas kopi hitamnya di atas meja belajar Jegan.

Keadaan hening. Sang Ayah hanya sibuk memperhatikan sekitaran kamar Jegan yang tertata rapi dan wangi. Sangat tidak menggambarkan Jevan yang kamarnya seperti kapal pecah.

"Lulus nanti, ambil Designer, ya? Nerusin Papi, Nak," pinta Sang Ayah dengan mata yang masih kagum dengan keindahan kamar Jegan.

"Tapi aku gak ada bakat dibidang itu, Papi. Aku mau nya jadi Penulis. Bakat aku di situ," ungkap Jegan dengan menghentikan tulis menulisnya.

Lantas Sang Ayah terheran, "Bukannya dulu kamu bilang, kamu lebih suka–"

"Dulu, beda dengan sekarang. Sebenernya aku banyak nyimpen tulisan puisi ataupun cerpen. Papi aja yang gak tahu karena sibuk terus," tukasnya ketus. Jegan beralih mengambil sebuah buku novel yang dia pinjam dari perpustakaan sekolah.

Sang Ayah terdiam sejenak. Menjadi penulis juga merupakan bidang dari mantan Istrinya. Dia hanya berpikir, kenapa Anaknya tidak ada yang mengikuti hobi dan bidangnya, di dunia design. Apalagi Sang Ayah dikenal dengan design bajunya yang selalu memukau, bahkan selalu dipercaya oleh orang-orang kaya. Butiknya juga bercabang dengan Karyawan yang profesional.

•••

Malam yang sama juga, Rania terbangun dari komanya. Dia linglung dan hanya melihat alat-alat medis yang terpasang ditubuhnya. Dia tidak bisa bergerak selain bernapas dan berkedip. Dalam ruangan ada satu perawat yang nampaknya juga sadar akan kesadaran Rania.

Dia keluar untuk memanggil Dokter yang lebih profesional untuk menangani Rania. Rania tidak tahu prihal apa yang terjadi. Tapi, dia tiba-tiba merintikan air mata walau tubuhnya terbujur kaku karena alat medis.

Lalu tak lama setelah itu, datanglah Dokter bersama dua Perawat di belakangnya. Mereka mulai melepaskan beberapa alat medis yang terpasang ditubub Rania dan mengganti infus baru Rania. Hanya selang nasogastrik yang setia terpasang di hidung Rania.

"Dokter, saya kapan matinya?" tanya Rania nada pasrah.

"Saya pengen tahu, kapan saya mati, biar saya bisa kasih tahu anak saya, biar saya punya waktu untuk mereka dan mereka punya waktu untuk rawat saya yang terakhir kalinya. Saya kangen Anak saya yang di Jakarta."

Dokter tidak ada yang menghiraukan. Mereka sibuk dengan kerja mereka tanpa memedulikan Rania yang bergumam dan terisak.

"Saya mau mati dengan kondisi dipeluk anak saya."

TBC-

WADUH WADUH WADUH UNTUNG SAYA DI TENGAH.

kalian - saya - samuel

Aoqkaowka

Продолжить чтение

Вам также понравится

45.5K 6.5K 27
[ꜱᴇQᴜᴇʟ ᴏꜰ ꜰᴀᴋᴇ ᴋɪɴᴅɴᴇꜱꜱ] "Maaf Ni-ki, gue belum bisa jadi abang yang baik buat lo." Bagi Ni-ki, para abangnya adalah rumahnya. Tempat dia pulang dan...
118K 9.6K 86
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
3.9K 472 11
Jungwon Local Kala hanya seorang laki-laki biasa yang hidupnya penuh tekanan dan keterpaksaan. Saat sedang melakukan studinya, Kala bertemu dengan se...
02z [ END ] vidya

Фанфик

1.1K 59 17
New Story ••• Baik buruknya 02z ini tergantung situasi. Ketika sedang baik, mereka sangat baik. Namun ketika prilaku buruknya muncul, jangan harap d...