Mualafnya Seorang Gadis Nakal...

By Nailaptnh

995K 44.5K 900

©Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang •Plagiat? Dosa! ⚠️TAHAP REVISI⚠️ (SELESAI) = Sudah di Revisi ✔️ = Belum R... More

Pemberitahuan
1) Rencana Mualaf (SELESAI)
2) Keputusan yg Sudah Bulat (SELESAI)
3) Mengemasi Barang (SELESAI)
4) Resmi Mualaf (SELESAI)
5) MSGN (SELESAI)
6) MSGN (SELESAI)
7) MSGN (SELESAI)
8) MSGN (SELESAI)
9) MSGN (SELESAI)
10) MSGN (SELESAI)
11 ) MSGN (SELESAI)
12) MSGN (SELESAI)
13) MSGN (SELESAI)
14) MSGN (SELESAI)
15) MSGN (SELESAI)
16) MSGN (SELESAI)
17 ) MSGN (SELESAI)
18) MSGN (SELESAI)
19) MSGN✔️
20) MSGN (SELESAI)
21) MSGN (SELESAI)
22) MSGN (SELESAI)
23) MSGN (SELESAI)
24) MSGN (SELESAI)
25) MSGN✔️
26) MSGN (SELESAI)
27) MSGN✔️
28) MSGN (SELESAI)
29) MSGN (SELESAI)
30) MSGN✔️
31) MSGN ✔️
32) MSGN (SELESAI)
33) MSGN (SELESAI)
34) MSGN (SELESAI)
35) MSGN (SELESAI)
36) MSGN (SELESAI)
37) MSGN (SELESAI)
38) MSGN (SELESAI)
39) MSGN (SELESAI)
40) MSGN (SELESAI)
41) MSGN (SELESAI)
42) MSGN (SELESAI)
43) MSGN (SELESAI)
44) MSGN (SELESAI)
45) MSGN (SELESAI)
46) MSGN (SELESAI)
47)MSGN (SELESAI)
48)MSGN (SELESAI)
49) MSGN (SELESAI)
50) MSGN (SELESAI)
51) MSGN (SELESAI)
52) MSGN (SELESAI)
53) MSGN (SELESAI)
54) MSGN (SELESAI)
55) MSGN (SELESAI)
56) MSGN (SELESAI)
57) MSGN (SELESAI)
58) MSGN (SELESAI)
59) MSGN (SELESAI)
60) MSGN (SELESAI)
61) MSGN (SELESAI)
62) MSGN (SELESAI)
63) MSGN (SELESAI)
64) MSGN (SELESAI)
65) MSGN✔️
66) MSGN✔️
67) MSGN✔️
68) MSGN✔️
69) MSGN✔️
info
Perhatian!
70) MSGN✔️
MSGN ENDING
🤭
Minta tolong dong:)
Plagiat
Infoo
EKSTRA PART
Cerita Baru
CERITA?

SPESIAL

729 35 6
By Nailaptnh

TERAKHIR

Assalamu'alaikum. Hari ini aku mau ngasih spesial part buat kalian. Kenapa dikatakan spesial part? Karena ini sebenarnya termasuk part yang di privat. Tapi-berhubung saya ingin kalian membaca part ini. Jadi saya publish saja. Kalian dapat menebak, siapa dalang di balik semuanya. Yang dapat menebak dengan benar. Selanjutnya akan saya publish lagi satu part yang benar-benar menjelaskan segalanya.

Jika hari ini, 5 orang dapat menebak dengan benar siapa dalang di balik kecelakaan yang terjadi kepada Faizar dan Faya. Besoknya saya akan publish.

Terima kasih

Satu bulan berlalu, Hamka masih dalam kesedihan mendalam akibat kepergian kedua orang tuanya. Dia berjanji akan mendapatkan pelaku dibalik semuanya. Namun sampai sekarang dirinya belum mencari tau apa pun tentang semuanya. Dirinya masih merasa trauma akibat kepergian Umma dan Abi nya.

Liza menjadi begitu khawatir dengan keadaan cucunya. Satu bulan bukanlah waktu yang singkat. Liza khawatir jika keadaan mental cucunya terguncang. Liza rasanya ingin sekali membuat pelaku di balik kepergian kedua putranya masuk penjara dan tersiksa. Tapi dia tidak boleh dendam. Mau bagaimanapun, ini adalah takdir yang telah di tentukan oleh Allah.

"Saya ingin dendam. Tapi saya ingat nasihat menantu saya terhadap putri saya."

Hari ini tepat hari Jum'at, tahun 2024.

Hamka, dia bertekad kuat untuk menemukan dalang di balik kematian kedua orang tuanya. Dia tidak dendam. Tapi dia benar-benar ingin dalang di balik semuanya tertangkap dan mendapatkan hukuman yang seberat-beratnya.

"Maaf Umma, Abi. Hamka tidak dendam, tapi Hamka ingin pelakunya masuk penjara," gumam Hamka sambil memakai topi hitam yang telah dia siapkan.

Mulai hari ini, dia benar-benar akan mencari dalang di balik semuanya. Dia akan menyelidiki semua orang, termasuk sahabat Umma nya. Dia yakin jika dalang di balik semuanya, adalah orang yang membenci Umma nya, bukan Abi nya. Karena Hamka tau betul jika teman Abi nya tidak banyak, jadi dia rasa tidak mungkin dalang di balik semuanya adalah teman dari Abi nya.

List penyelidikan terhadap siapa saja, telah Hamka siapkan. Bukan bermaksud soudzhon, tapi ini adalah jalan satu-satunya untuk mencari siapa dalang di balik semuanya.

1.Bibi Syiara
2.Bibi Syafiah
3.Bibi Amara
4.Bibi Wina
5.Bibi Malaikaya
6.Bibi Wendy

Hamka sebenarnya tidak yakin jika Malaikaya melakukan ini, tapi ini adalah sebuah penyelidikan, jadi mau tidak mau dia harus menyelidikinya karena hanya dengan ini semuanya dapat terbongkar.

Hamka keluar dari rumah dengan jaket hitam serta celana jeans dan jangan lupakan topi hitam yang membuat rambut mulet nya sedikit tidak terlihat.

Saat Hamka membuka pintu rumahnya, terpampang jelas wajah seseorang yang telah membantu Umma dan Abi nya, dia adalah Kevin.

"Mau ke mana, Hamka?" tanya Kevin menatap curiga Hamka. Memang beberapa hari ini, Kevin selalu datang ke rumah Hamka, tepatnya rumah almarhum Faizar dan almarhumah Faya.

"Ke mana?" tanya Kevin lagi.

"Hamka! Jawab!" paksa Kevin.

"Pergi," jawab Hamka dengan singkat.

"Ke mana?"

"Penyelidikan." Hamka menjawab tanpa menatap Kevin.

"Siapa?" tanya Kevin yang begitu penasaran. Siapa yang dicurigai oleh ini.

"Bibi Syiara." Hamka menjawab dengan tenang.

"Kamu curiga dengannya?" Kevin menatap Hamka dengan menaikkan sebelah alisnya.

"Tidak."

"Lalu?"

"Hanya menyelidiki."

Kevin berdecak pelan mendengar penuturan dari Hamka. Bukan Syiara pelakunya. Kenapa anak ini ingin menyelidiki Syiara. "Bukan dia pelakunya, Hamka!"

Hamka menatap Kevin dengan tatapan penasaran. "Siapa?"

"Orang yang pernah berhubungan dengan Rayza." jawab Kevin dengan santai. Seraya tangannya dia masukkan ke dalam saku celana.

"Dari mana, Paman tau?" tanya Hamka menatap Kevin dengan menaikkan sebelah alisnya.

"Saya hanya menyimpulkan," jawab Kevin seadanya.

"Hamka, kamu masih SMA kelas 3, Paman rasa kamu tidak perlu terlibat dalam ini semua. Biarkan Paman saja yang mencari semuanya," lanjutnya.

"Tidak. Saya juga akan ikut mencari semuanya." Hamka membantah ucapan Kevin. Tidak bisa. Dia juga harus ikut dalam menyelidiki ini semua.

"Yakin?"

"Yakin." jawab Hamka dengan tegas.
"Tidak dendam?"

"Tidak."

"Kamu benar-benar yakin, Hamka?" Kevin sebenarnya tidak ingin melibatkan Hamka dalam hal ini. Dia takut terjadi seseorang dengan Hamka. Dia menyayangi Hamka layaknya anak sendiri. Dia tidak mau kalau sampai terjadi sesuatu. Tapi, jika Hamka memaksa dia akan mengizinkannya.

"Hmm."

"Baiklah. Ikut Paman sekarang juga."
Kevin langsung mengajak Hamka untuk memasuki mobilnya. Hamka langsung menurut dan masuk ke dalam mobil milik Kevin.

Kevin membawa mobil nya ke suatu tempat yang tersedia begitu banyak peralatan elektronik.
Mereka masuk ke dalam tempat tersebut. Hamka tetap menatap lurus ke depan sambil terus mengikuti Kevin yang semakin berjalan masuk ke salah satu ruangan yang ada di sana.

"Kamu tau alasan saya membawamu ke sini?"

Hamka menggelengkan kepalanya pelan.

"Kamu tau siapa perempuan itu?" tunjuk Kevin ke layar laptop yang terpampang jelas foto seorang perempuan.

"Tidak."

"Dia adalah seseorang yang pernah Rayza janjikan untuk menikahinya."

"Om Ray?" beo Hamka.

"Hmm. Dulu, waktu saat Om kamu, Rayza masih hidup dia pernah menjanjikan sesuatu terhadap perempuan itu. Dari mana saya tau? Jawabannya ada pada Nenek kamu," jelas Kevin yang membuat Hamka mengerutkan keningnya.

"Nenek?"

"Hmm. Nenek kamu tau siapa perempuan itu."

"Paman kenal, perempuan itu?" tanya Hamka dengan begitu penasaran.

"Tidak. Saya hanya mendapatkan foto nya dari istri saya."

"Kenapa Bibi bisa punya foto itu?"

"Karena Bibi mu juga mata-mata. Dia juga membantu kita dalam mencari bukti, dan hanya foto perempuan itu yang dia dapatkan. Dia tau jika perempuan itu pernah di janjikan pernikahan oleh Om kamu, Rayza, karena waktu itu dia tidak sengaja bertemu perempuan yang ada di layar laptop itu sedang menangis di makam Om kamu, Rayza," cerita Kevin.

Flashback on..

Jingga saat ini tengah berjalan masuk ke area pemakaman. Dia ingin melayat ke makam Faya.

Rasanya, dia benar-benar belum bisa menerima kepergian Faya. Faya sudah dia anggap seperti Adik dia sendiri. Jingga juga bertekad akan mencari dalang di balik semuanya. Dia juga akan berusaha sebaik mungkin untuk menjaga Hamka.

Saat dia akan sampai di makam Faya yang bersebelahan dengan makam Faizar. Dia tidak sengaja melihat seorang perempuan yang tengah menangis di depan makam Rayza. Benar! Itu adalah makam Rayza. Makam Rayza tepat di sebelah makam Alex.

"Siapa perempuan itu?" gumam Jingga yang menghentikan langkahnya. Saat dia akan kembali melanjutkan langkahnya menuju makam Faya, dia mendengar perempuan yang berada di depan makam Rayza itu tengah berbicara sambil menangis.

"Ray, lo bilang, lo mau nikahin gue. Mana janji lo, Ray? Ini sudah 12 tahun, tapi gue masih belum bisa relain lo pergi secepat ini. Mana janji lo Ray? Mana janji lo?!" perempuan itu berbicara dengan air mata yang terus lolos dari kedua mata nya.

"Nikahin?" gumam Jingga.

"Siapa wanita itu?" monolog Jingga.

Jingga dengan rasa penasaran yang begitu besar, akhirnya memilih untuk bersembunyi di balik pohon yang ada di area pemakaman tersebut. Dia memperhatikan dengan jelas perempuan yang berbicara tentang pernikahan itu.

"Ray, gue nggak bisa terima lo meninggal, gara-gara mencari bukti."

Deg..

"Apa perempuan itu dalang di balik semuanya?" gumam Jingga yang langsung mengeluarkan ponselnya untuk memfoto perempuan tersebut.
Cekrek..

Dapat!

Jingga mendapatkan foto tepat seluruh wajah perempuan itu tanpa blur sedikit pun. Memilih untuk lebih menyelidiki, akhirnya Jingga pulang.

"Aku akan kembali ke sini setelah bukti di dapatkan."

Flashback off..

"Kamu tau kan, apa yang harus kamu lakukan?"

"Hmm. Terima kasih Paman." Hamka menganggukkan kepalanya dan mengucapkan banyak terima kasih kepada Kevin. Sejauh ini Kevin menjadi seseorang yang telah banyak membantunya beserta kedua almarhum orang tuanya.

"Tidak perlu berterima kasih, Hamka. Kita itu sahabat." respon Kevin dengan percaya diri. Dia sudah tersenyum menatap Hamka.

"Sahabat?" beo Hamka menatap Kevin dengan jahil.

"Hmm. Pasti kamu bahagia bisa bersahabat dengan saya?"

"Paman terlalu percaya diri," ujar Hamka dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Jadi kamu tidak ingin bersahabat dengan saya?"

"Hmm," dehem Hamka.

Mendengar jawaban dari Hamka, Kevin langsung begitu dongkol. Sudah bagus dia menurunkan gengsinya untuk mengatakan jika Hamka adalah sahabat. Dan jawaban dari Hamka, sungguh membuatnya begitu dongkol.

"Paman bukan sahabat bagi Hamka, melainkan Paman adalah Paman."

"Paman adalah Paman?" beo Kevin yang kebingungan.

"Paman pikirkan maksud ucapan dari saya. Saya akan ke rumah Nenek, assalamu'alaikum."

"Eh, tunggu Hamka. Maksudnya apa?"

"Paman hanya perlu berpikir sedikit. Maka Paman akan tau maksud dari saya," ucap Hamka yang langsung berjalan keluar dari ruangan tersebut. Sedangkan Kevin masih dengan rasa penasarannya.

"Dasar otak yang lambat berpikir," gumamnya merutuki dirinya sendiri.

**

Saat ini Hamka telah berada di kediaman keluarga Smith, yakni rumah dari Liza. Hamka, mengucapkan salam terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam rumah.

"Assalamu'alaikum."

Tak ada seorang pun yang menjawab salam dari Hamka. Merasa jika orang rumah tidak ada, akhirnya Hamka memutuskan untuk pulang saja. Baru dua langkah Hamka berbalik badan, suara seseorang menghentikan pergerakannya.

"Wa'alaikumussalam."

Hamka kembali membalikkan badannya. Di depan pintu terdapat dengan jelas wajah Nenek nya yang sudah berkeriput, mata Nenek nya juga sembab. Hati Hamka rasanya teriris melihat kondisi Nenek nya.

"Hamka," lirih Liza dengan air mata yang sudah turun. Dia berjalan ke arah cucu nya. Tanpa pikir panjang dia memeluk Hamka dengan erat.
Hamka merasa tenang dengan pelukan sang Nenek. Entah mengapa, dia merasa kembali merasakan sosok Umma nya saat melihat Nenek nya, Liza.

"Ayo masuk, nak. Jangan di luar."

Liza menarik tangan Hamka untuk masuk ke dalam rumah. Liza juga langsung mengajak Hamka duduk di sofa. Saat mereka telah duduk, Hamka menanyakan sesuatu kepada Nenek nya.

"Boleh Hamka nanya, Nek?" tanya Hamka yang sudah menatap Liza.

"Mau nanya apa?" tanya Liza yang juga ikut menatap Hamka.

"Soal, Om Ray."

"Kenapa dengan Om Ray?" tanya Liza.

"Boleh Nenek ceritakan, siapa saja yang pernah dekat dengan Om Ray?"

"Kenapa kamu menanyakan itu, Hamka?"

"Ini tentang Umma dan Abi, Nek," jawab Hamka.

"Kamu ingin mencari bukti penyebab dari kecelakaan Umma dan Abi kamu?"

Hamka menganggukkan kepala nya.

"Kamu yakin, nak?" tanya Liza memastikan.

"Yakin, Nek."

"Kamu sudah ikhlas?" tanya Liza lagi.

"InsyaAllah, Hamka sudah ikhlas. Ini sudah menjadi takdir untuk Hamka, Abi dan Umma."

"MasyaAllah. Nenek bangga sama kamu Hamka."

Liza mengusap kepala Hamka dengan penuh kasih sayang.

"Nenek akan ceritakan, siapa saja yang dekat dengan Om kamu, Rayza."

"Dulu, Om kamu pernah berpacaran dengan perempuan yang namanya Ayeshza. Ini waktu sebelum mualaf. Setau Nenek, Om kamu benar-benar cinta dengan Ayeshza. Tapi setelah mualaf, mereka berdua memutuskan untuk saling memperbaiki diri. Ayeshza dari awal memang beraga Islam, sedangkan saat itu Om kamu belum beragama Islam. Jadi awalnya mereka berpacaran beda agama.

Setelah putus dengan Om kamu, Ayeshza memutuskan untuk masuk pesantren. Setelah itu, mereka tidak pernah bertemu lagi. Om kamu juga tidak pernah berpacaran lagi. Tapi, ada satu orang yang Om kamu janjikan untuk menikahinya. Om kamu pernah menceritakannya kepada Nenek, jika dia telah jatuh hati dengan seseorang itu. Hanya saja mereka berbeda keyakinan.

Namun, saat di mana hari itu perempuan itu memutuskan mualaf, Om kamu juga diambil oleh Allah. Nenek mencari orang itu karena Om kamu menitipkan surat untuknya, tapi sampai sekarang orang itu hilang kabar entah ke mana." Liza menceritakan semuanya.

"Apa perempuan ini orangnya?" tanya Hamka, sambil memberikan foto yang sempat dia bawa dari tempat Kevin tadi.

"Dari mana kamu tau Hamka?"

"Hamka dengan Paman Kevin sedang menyelidiki orang ini Nek. Besar kemungkinan jika orang ini dalang di balik semuanya."

"Ya Allah. Nenek sedikit tidak percaya jika dia pelakunya. Jika memang dia pelakunya, Nenek akan benar-benar kecewa dengannya."

"Ini masih tersangka, Nek. Hamka dan Paman Kevin akan terus menyelidiki ini."

"Selalu berhati-hati, Hamka." pesan Liza yang diangguki oleh Hamka.

**

Saat ini, Hamka telah berada di rumahnya. Dia duduk di balkon kamar kedua orang tua nya.

"Seandainya, perempuan itu benar pelakunya, apa Umma akan kecewa?" gumam Hamka sambil menikmati semilir angin sore hari.

"Kenapa Hamka rasa, Umma punya banyak musuh?"

"Dulu di tuduh, sekarang di bunuh." gumam Hamak lagi.

"Imam."

Deg..

Panggilan itu...

Panggilan itu..

"Assalamu'alaikum Imam."

Dari mana suara itu?
Hamka menolehkan kepala nya ke kiri dan ke kanan, dia juga menoleh ke segala arah untuk mencari sumber suara itu.

"Anak Umma."

Siapa?

Suara ini suara Umma nya.

"Umma," lirih Hamka sambil menoleh ke segala arah.

"Umma di sini, nak."

"Di mana?" lagi-lagi Hamak menoleh ke segala penjuru kamar. Mencari asal dari suara tersebut.

"Hamka."

Ini suara Abi nya.

Di mana Abi nya."

"Abi.." lirih Hamkam

"Hamka.."

Suara siapa lagi ini.

"Keponakan Om sudah besar ya?"

Tidak.

Suara siapa ini?

Om nya?

"Om Ray," lirih Hamka.

"Cucu Kakek."

"Cucu Nenek."

"Cucu saya sudah besar ya."

"Keponakan Om sudah besar."

"Imam."

"Anak Umma."

"Hamka."

Suara dari berbagai arah menghantui pikiran Hamka. Kenapa? Ada apa?

Hamka memegang kepalanya, pusing dengan berbagai macam suara yang didengarnya.

"Hei, kamu kenapa sayang?"

Suara ini, suara Umma nya. Hamka membuka mata nya perlahan. Benar, Umma nya ada di depannya. Tapi kenapa semuanya menjadi putih. Dan, di belakang Umma nya, ada lima orang yang berdiri menatapnya dengan tersenyum.

"Umma," lirih Hamka ingin memeluk Umma nya. Namun gagal.

"Kamu nggak bisa peluk Umma, sayang."

"Kenapa?" tanya Hamka dengan begitu lirih.

"Umma sudah nggak ada, nak."

"Umma ke sini hanya mau menyampaikan sesuatu terhadap kamu, nak."

"Nak, Umma harap kamu ikhlaskan kepergian Umma dan Abi. Ini telah menjadi takdir bagi kami berdua. Percayalah jika ini adalah jalan terbaik dari Allah. Kamu juga harus meyakinkan hati kamu, bahwasanya setiap masalah pasti ada solusi, dan kamu juga harus yakin bahwasanya setelah cobaan demi cobaan mendatangi, pasti akan ada saatnya kebahagiaan datang. Allah itu maha adil, nak. Tidak ada manusia di dunia ini yang selalu Allah berikan cobaan tanpa kebahagiaan. Seberapa berat cobaan yang Allah berikan, pasti akan ada masanya untuk kebahagiaan datang."

"Hamka, Abi ingin kamu ikhlas dengan kepergian kami berdua. Kamu akan merasa tenang jika kamu ikhlas," lanjut Faizar yang berjalan dan berdiri di sebelah Faya.

"Imam, Kamu kenal dengan saya?" tanya seorang laki-laki yang sudah begitu tua. Dia berjalan menghampiri Hamka, dan berdiri di samping Faizar.

"Kakek buyut?"

"Benar. Kakek hanya ingin menyampaikan jika kamu harus ikhlaskan kepergian Abi dan Umma kamu. Perjalanan hidup kamu masih panjang Hamka. Ikhlas, dan jalani hidup kamu seperti semestinya. Kamu pasti bisa walau tanpa Abi dan Umma kamu, karena Allah selalu ada untukmu. Satu lagi, selalu libatkan Allah dalam setiap langkahmu, nak."

"Hamka. Jadi laki-laki yang taat kepada Allah. Jadi laki-laki yang akhlak nya baik. Jadi laki-laki yang pengetahuannya luas. Dan jangan jadi laki-laki pendendam. Jangan lupa jaga Nenek kamu." pesan Alex yang juga ikut berjalan dan berdiri di sebelah Faya.

"Hamka. Masih ingat dengan Om? Om hanya ingin berpesan untukmu. Jika kamu dalam kesulitan, minta tolong kepada Allah. Jika kamu dalam kebahagiaan, bersyukur kepada Allah. Tujuan kami datang menemuimu adalah untuk memberi pesan untukmu. Selalu ingat pesan yang kami sampaikan untukmu," ujar Rayza yang juga ikut berjalan dan berdiri tepat di samping Alex.

"Hamka. Kakek ingin kamu menjadi laki-laki yang sholeh. Raih cita-cita kamu. Kamu ingin menjadi seorang pemimpin perusahaan seperti Abi kamu bukan? Belajar yang giat. Tapi selalu ingat, jangan pernah melupakan Allah di saat kamu telah sukses. Kamu harus tetap ingat, jika Allah yang selalu ada untukmu." Kyai Zafran juga ikut berjalan dan berdiri di samping Fauzan.

"Hamka. Nenek tidak tau ingin mengatakan apa kepadamu. Hanya saja Nenek berpesan untuk jangan pernah mempoligami istri kamu suatu saat nanti." Ummi Ziana berdiri di samping Kyai Zafran, bergabung dengan Faya, Faizar, Rayza, Alex, dan Fauzan.

"Selalu ingat pesan dari kami." Faizar tersenyum menatap putranya.

"Kami pamit, nak." Faya menggenggam tangan Faizar dan ikut tersenyum menatap putranya.

"Assalamu'alaikum," ucap mereka semua mengucapkan salam.

Tiba-tiba saat Hamka ingin berbicara, ruangan itu kembali putih dan dia kehilangan kesadarannya. Saat dia bangun, dia mendapati dirinya masih duduk di bangku yang ada di balkon kamar kedua orang tuanya.

"Astagfirullah," gumam Hamka menyadari jika dirinya tertidur, karena jam sudah hampir menunjukkan pukul 18.00 WIB.

"Mimpi tadi, serasa nyata," gumamnya.

"Aku akan selalu mengingat pesan dari kalian," ucapnya, lalu berjalan keluar dari kamar mendiang Abi dan Umma nya.

S E L E S A I

Ajukan beberapa pertanyaan.
Dan juga saya akan bertanya.

1. Dari mana kalian tau cerita ini?
2. Kesan apa yang membuat kalian tertarik dengan cerita ini?
3. Menurut kalian, cerita ini bagaimana? Seru, membosankan atau yang lainnya? Bisa dijelaskan!
4. Pelajaran apa yang dapat kalian ambil dari cerita ini?
(Ada nggak pelajaran yang dapat kalian ambil dari cerita ini?)
5. Ungkapkan perasaan kalian saat membaca cerita ini.

Continue Reading

You'll Also Like

17.2K 725 12
Livia Paramesti (Olive) : 23 tahun. Patra Pranajaya (Popeye) : 23 tahun.
184K 760 8
📌 AREA DEWASA📌
17.6K 604 7
Misteri Rumah Putih mengisahkan tentang seorang perempuan muda yang bernama Hani. Dari kecil Hani boleh merasakan kehadiran makhluk halus dan selalu...