Cruel Life [M! OC X ONE PIECE]

By reunene

3.7K 511 21

Seorang pria diusia 20-an mati dengan tragis ditangan bajingan yang menjadi atasannya. Dengan berbagai perasa... More

Biodata karakter
Chapter 1 - Terbangun
Chapter 2 - Saudara
Chapter 3 - Pelatihan
Chapter 4 - Favorite Things
Chapter 5 - The Times We Spent Together
Chapter 6 - Red Flower In The Garden
surat cinta 💌💌
Chapter 8 - hidupku sepahit kopi kapal api
Chapter 9 - Ikan Kecil Yang Bodoh

Chapter 7 - Dia bukan ibuku! Ibuku sudah tiada~

234 44 0
By reunene



Semenjak kedatangan pria tak dikenal itu, pemuda tersebut tak pernah lagi diperhatikan oleh ibunya. Sang pemuda hanya bisa melihat mereka berdua berbincang dan tertawa dengan gembira, bagaikan dunia hanya milik mereka berdua. Sementara dirinya selalu berada di dekat ibunya namun terasa sangat jauh baginya.

Rasa kesalnya terhadap pria itu tak bisa dihentikan. Ia telah menggantikan posisinya yang seharusnya berada di samping ibunya, menemaninya bercerita dan meminum teh.

Suatu hari, saat sedang menyirami bunga mawar yang nampak segar di sore hari. Seorang lelaki berusia puluhan mendatanginya.

Walaupun usianya sudah mendekati 40, tak dapat dipungkiri lelaki tua tersebut masih saja terlihat tampan. Rambutnya yang hitam pekat bercampur dengan rambut berwarna putih menandakan usianya yang sudah tua. Namun, alisnya yang tebal, rahangnya yang tajam, dan garis hidungnya yang tegas merupakan faktor utama wajahnya masih nampak maskulin di usia tuanya

Dia adalah ayahnya. Ayahnya yang selalu sibuk bekerja hingga tak ada waktu untuk keluarganya. Ayahnya yang takkan peduli dengan dirinya ataupun ibunya.

Kedatangannya tentu membuat sang pemuda terkejut sejenak, ia segera menolehkan wajahnya hendak melaporkan kepada ibunya tentang keberadaan ayahnya, namun langkahnya terhenti.

Ia melihat, sang ibu duduk di mejanya mengeluarkan setangkai bunga mawar dan memberikannya kepada pria tak dikenal tersebut, dengan rona merah diwajahnya.

Pemuda itu terhenti bukan karena terkejut. Ia terhenti karena merasa sesuatu yang tak pernah ia rasakan di hatinya saat melihat hal tersebut.

"..."

Mawar merah...

Ia mengingat.

Kecantikan mawar merah diartikan sebagai romantisme dan kecintaan yang tulus, itulah yang pernah dikatakan sang ibu padanya. Jika ibunya memberikannya kepada pria itu berarti...

Ibunya mencintainya?

Namun mengapa...

Mengapa kepada orang itu tetapi bukan dia?

Mengapa ibunya tak pernah memberikan setangkai pun bunga untuk dirinya?

Ia selalu...selalu mencintai ibunya dengan tulus dan memberikan apapun untuk ibunya. Apakah dia tidak mencintainya juga?

Pemuda itu terlalu terlena oleh pikirannya sendiri sampai tak menyadari sang ayah juga melihat wanita yang sudah sah sebagai istrinya tersebut, dengan malu-malu memberikan setangkai bunga mawar pada seorang pria yang tak dikenalnya.

Sang ayah tak bereaksi apapun, ia hanya berkata kepada anaknya,

"Reiji. Pria itu akan merebut ibumu darimu. Kau menyadarinya bukan? Semenjak kedatangan pria itu ibumu tak lagi banyak bicara denganmu."

"A...apa? Ibu takkan mau dengannya, ibu pasti akan selalu memilihku!" Teriak sang anak.

"Apakah kau yakin? Bahkan ketika orang itu sudah sangat jelas merebut posisimu."

"Ayah tidak tau! Ibu pasti akan...pasti akan selalu memilihku..."

"Baiklah. Jika itu pilihanmu."

Setelah berbicara kepada anaknya, lelaki tua itu berjalan pergi dan memasuki rumahnya. Pemuda itu terdiam, percakapan yang singkat dengan ayahnya tersebut terus berputar-putar dalam benaknya.

Tentunya perkataan ayahnya membuat sang anak mulai meragukan pikirannya.

Apakah benar ibunya akan selalu memilihnya?

Apakah benar ibunya tak akan meninggalkannya karena pria itu?

Ia tak tau.

Ia tak ingin tau jawabannya.

Namun keesokan harinya, jawaban yang tak pernah ingin ia dengar, diucapkan sendiri oleh ibunya.

"Anakku...ibu memutuskan untuk pergi dari rumah ini."

Bagaikan disambar petir pada siang bolong, pemuda itu kehilangan tenaga untuk menggenggam sapu yang ia pegang dan membiarkannya terjatuh ketanah. Ia terdiam di tempat tak berani untuk berkata-kata ataupun bergerak.

Ia tak berani mendengar perkataan yang akan dikeluarkan wanita tersebut dan memperdalam tusukan yang sudah tertancap di dalam hatinya.

Namun jika ia berdiam diri saja dan tidak meyakinkan ibunya untuk tidak pergi....

Mungkin pemuda itu akan kehilangan ibunya untuk selamanya.

Dengan sisa tenaga yang ia miliki, pemuda itu mendekati ibunya dan menggenggam kedua tangannya dengan hati-hati.

"Ibu... Ibu mengapa pergi?" Ujar sang pemuda dengan lirih.

"Ibu akan pergi dan mencari kehidupan yang baru..." Sang ibu berkata dengan senyuman yang tulus terukir diwajahnya.

Semua perkataan yang ingin ia keluarkan kepada ibunya tertahan di tenggorokannya ketika melihat senyuman tulus yang tertentang di wajah wanita tersebut.

"Namun ibu akan janji, pasti ibu akan selalu mengunjungimu, anakku."

Air mata yang tak bisa tertahan mulai berjatuhan membasahi wajah sang pemuda itu.

Apakah sebaiknya ia tak berusaha sejak awal?

Dirinya tak sanggup untuk melanjutkannya.

Perasaan kekecewaan, kesedihan, dan kekesalan bercampur aduk di dalam hatinya. Membuat pemuda itu menarik sebuah kesimpulan yang bodoh,

Dia bukan ibuku.

Ibunya adalah seseorang yang tulus, ceria dan selalu menyayangi anaknya apapun yang terjadi. Ibunya tak mungkin untuk meninggalkan anaknya.

Namun saat ini wanita di depannya mengucapkan kata-kata perpisahan dengan tulus kepada anaknya.

Tidak salah lagi... Dia bukan ibuku.

Kedua tangan yang digenggam dengan hati-hati oleh pemuda itu, perlahan mulai terlepas memisahkan hubungan kontak antara ibu dan anak tersebut.

Pemuda itu menundukkan kepalanya, air mata yang terus mengalir dari mata sang pemuda itu satu persatu jatuh kebawah tanah.

"Apakah ibu akan meninggalkanku sendiri?" Pemuda itu berkata dengan suara yang serak.

"Tentu saja tidak anakku, ibu sudah berkata, ibu akan mengunjungimu." Sang ibu menjelaskan dengan lembut namun pemuda itu tidak menghiraukannya dan bertanya lagi,

"Bagaimana denganku ibu? "

"Apakah ibu tidak akan memilihku lagi?"

"Tidak, anakku ibu..-" sang ibu mengangkat wajah pemuda itu dengan lembut hendak mengusap air matanya namun mata yang terlihat saat mengangkat wajah anaknya nampak begitu kosong bagaikan tak pernah hidup selama ini. Sang ibu terhenti dan terkejut mendapati anaknya dengan kondisi tersebut, terlihat sedikit ketakutan yang terukir di wajah sang ibu.

"Apakah ibu akan memilih bersama dengan pria itu...?" Ujarnya sambil tersenyum pahit dengan air mata yang terus mengalir.

"Itu.."

Hatinya yang sudah berdarah-darah sebab ditusuk di segala sisi, entah mengapa mulai berdebar dengan kencang. Pemuda itu merasakan sesuatu di hatinya, namun tak mengerti perasaan apa yang dirasakannya.

Pada saat seperti ini, otaknya yang masih berkembang hanya dapat mencerna satu hal,

Jika tidak ada pria itu, ibunya pasti memilihnya.

Jika tidak ada pria itu, Ibunya takkan pernah berubah dan menyayanginya dengan tulus.

Jika tidak ada pria itu, Ibunya takkan dengan mudah meninggalkannya.

Ya...hidupnya akan berkali-kali lipat lebih baik jika pria itu tidak pernah muncul di hadapan ibunya..

Pemuda itu tersenyum dan memegang tangan sang ibu yang berada di pipinya dengan lembut. Air matanya tak kunjung berhenti, tetapi itu tidak menjadi masalah baginya.

Tanpa pria itu ibunya dan dia akan selalu...

Bersama.
.
.
.

" - akan selalu bersama..."

" - "

!!

Reiji membelalakkan matanya dan terbangun dari posisi berbaringnya. Napasnya tak beraturan membuatnya merasa rasa sakit di dadanya. Ia segera memegangi kepalanya sambil menenangkan diri untuk beberapa saat.

Sekujur tubuhnya dibasahi oleh keringat dingin yang terus mengalir. Pikirannya tak bisa berhenti berputar-putar pada kalimat yang dilontarkan ibunya saat itu. Ia tak ingin mengingatnya lagi, namun mengapa ia malah memimpikannya?!

"..."

"Seharusnya aku tidak menceritakannya pada Sanji." Ia menghela napas yang panjang, kepalanya menoleh untuk melihat kearah langit diluar jendela yang masih gelap gulita.

"Cih, terserahlah! Malem-malem gini enaknya buat mie instan daripada galau-in masa lalu."

Reiji beranjak keluar dan menuju ke dapur dengan kesal. Namun satu hal yang ia tak ingat, ia lupa bahwa sekarang tak ada mie instan di dunianya.

"Sial! Kalian semua memperlakukanku dengan buruk!! Akan kubunuh! Bunuh!" Entah dengan siapa dia berbicara dan berteriak...

Sepanjang jalan, ia menggerutu tak jelas sambil melipat tangannya. Ia masih tak percaya bahwa salah satu pelarian terbaiknya telah hilang begitu saja tanpa bisa mengucapkan kata-kata perpisahan dengannya.

Reiji benar-benar kangen oleh rasanya mie instan yang gurih dan membuatnya ketagihan.

Seharusnya sebelum mati, ia menyempatkan diri untuk mencoba seluruh variasi mie yang ada. Kenapa ia tak pernah memikirkannya dulu?

Benar kata orang-orang. Penyesalan selalu berada di akhir cerita.

Sedari tadi, Reiji terus jalan tak kenal arah di lorong-lorong yang gelap itu. Jika ia kembali ke kamarnya, takutnya ia akan menjadi gila karena terus memikirkan kejadian di masa lalu tersebut.

Dilihat-lihat lagi, lorong di kerajaan germa benar-benar sunyi dan gelap. Tembok yang menjulang tinggi ke atas dan terbuat dari batu yang bernuansa abu-abu menambahkan kesan suramnya.

Jika di dunianya, ini akan menjadi wahana rumah hantu yang cukup populer.

. . .

"Emang disini ada ha-"

Tiba-tiba sebuah tangan memegang pundaknya, membuat mulutnya bungkam dan seluruh badannya terhenti dengan rasa merinding menjalar dari ujung kaki sampai pangkal kepalanya.

Haha...ini bukan seperti yang apa aku pikirkan...kan??? Begitulah pikirannya.

'tetap tenang, jaga sikap dan muka, walaupun itu hantu sekalipun'

Reiji membalikkan badannya tanpa rasa takut, tidak, sebenarnya ia sangat takut. Baru saja dia memikirkan tentang hantu-hantu, kenapa waktunya bisa sangat pas?

"Reiji."

...Oh, rupanya dia hanyalah Ichiji. Untung dirinya menekan rasa takutnya haha...

Mata merahnya bertemu dengan matanya, entah kenapa tiba-tiba angin menghembus surai putihnya dan,

JDER!

Terlihat sebuah petir yang menghantam bumi di luar jendela tepat di belakang Reiji, efek sinar yang terpantulkan petir tersebut membuat Reiji mirip seperti Ayanokouji.

"Ada apa?" Ia berkata dengan dingin.

"Berhenti bermain-main dengan Sanji."

"Siapa dirimu sampai harus mengaturku?"

Ichiji berdecak dengan kesal, ia tau jika berbicara dengan Reiji, pasti akan berakhir seperti ini.

"Terserahmu, aku sudah memperingatkanmu, ayah tidak akan membiarkan ini." Ucap ichiji sebelum pergi meninggalkan Reiji.

Sementara Ichiji pergi, Reiji langsung memegang tembok agar tubuhnya tidak terjatuh kebawah.

Baru saja ia mengalami gagal jantung untuk satu detik karena mengira Ichiji adalah hantu sungguhan..

Mungkin jika itu bukan ichiji melainkan hantu sebenarnya, dia... Akan merasakan kematian untuk kedua kalinya..

Tunggu, tadi maksud dia gimana?

Waktu berbicara dengan ichiji, Reiji masih shock sampai tak bisa mencerna kata-katanya. Reiji hanya dapat memahami bahwa Ichiji ingin mengaturnya, selebihnya ia lupa.

Eee...Judge memperingatkannya? Eh, itu terdengar tidak benar.

Sanji sesuatu sesuatu... Aaaargh kenapa manusia jadi tolol ketika ketakutan?

Reiji mendengus kesal, ia memukul tembok tak bersalah itu terlebih dahulu sebelum beranjak pergi dari sana.

"Au lah"

_____________________________________________


Continue Reading

You'll Also Like

83K 2.6K 49
Bagaimana rasanya menikah dengan iblis? Kenyataan itu benar benar gila DEVIL Denial Villen adalah nama siluman yang menjadi pengantar dongeng anak-an...
186K 20.7K 24
NOT BXB!! NOH UDAH PAKE CAPSLOCK, BIAR KELIATAN. Ardi si CEO, Yudha si remaja narsis, dan Ozan si pencuri, tiga orang yang mengalami kejadian di luar...
2.7M 153K 49
•Airis Ferdinand. Aktris cantik dengan puluhan mantan pacar, baru saja mendapatkan penghargaan Aktris terbaik di acara Awards international. Belum se...
959K 103K 61
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟒) ⚠ (PART KE ACAK!) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀ...