REDFLAG

By iLaDira69

83.2K 6.3K 908

Sapphire sangat mencintai Raven. Pria itu treat Sapphire like a queen. Hubungan mereka sangat sempurna. Namun... More

PROLOG
REDFLAG - 1
REDFLAG - 2
REDFLAG - 3
REDFLAG - 4
REDFLAG - 5
REDFLAG - 6
REDFLAG - 7
REDFLAG - 8 šŸ”ž
REDFLAG - 9 šŸ”ž
REDFLAG - 10 šŸ”ž
REDFLAG - 11
REDFLAG - 12 šŸ”ž
REDFLAG - 13
REDFLAG - 14
REDFLAG - 15
REDFLAG - 16
REDFLAG - 17
REDFLAG - 18
REDFLAG - 19
REDFLAG - 20
REDFLAG - 21
REDFLAG - 22
REDFLAG - 23
REDFLAG - 25
REDFLAG - 26
REDFLAG - 27
REDFLAG - 28
REDFLAG - 29
REDFLAG - 30
REDFLAG - 31

REDFLAG - 24

2.1K 237 49
By iLaDira69

REDFLAG -24

Raven sedang sibuk dengan game di ponselnya. Dia hanya memesan mie goreng sebagai makan siang di kantin. Sementara teman-temannya, Isaac, Fika, Owen dan Luciana sibuk bercanda tawa.

Seperti biasa, mereka sedang berkumpul di kantin setelah jam kelas selesai. Sekadar nongkrong menghabiskan waktu dan mengobrol hal-hal yang tidak begitu penting.

"Berisik, anjir!" maki Raven sambil meletakkan ponselnya di atas meja lantas meraih es teh yang bagian gelasnya berembun hingga meninggal muara di meja.

"Kalah nih pasti!" cibir Fika.

"Biasanya kalau bocah main game begitu. Kalau menang songong banget sampai dipamerin ke sosmed. Giliran kalah, emosian." tambah Isaac mencibir pedas.

"Si anjing!" Raven memaki lagi. Menyandarkan badannya dan meraih kembali ponsel, menggulir sosial media dan mendapatkan beberapa pesan.

Dia hanya menggulir dan mengabaikan pesan tersebut. Jarinya berhenti bergerak tepat di nama Sapphire. Terakhir kali mereka berhubungan dua Minggu lalu. Sapphire mengabarinya sudah keluar dari kelas dan Raven masih ingat, dia langsung menemui gadisnya ke kelas dan selanjutnya ke kantin bersama-sama.

"Sapphire ke mana, Ven?" tanya Fika mengerutkan dahi. "Jujur deh, lo berantem sama Sapphire, kan?"

"Ketahuan sama yang mana lo?" ejek Owen sambil terkekeh.

"Luci?" Isaac menambahkan dan mereka semua tertawa lebar kecuali Luciana dan Raven.

"Sialan!" Luciana mengumpat. "Emang gue anak kemarin sore?" elaknya tidak terima.

Raven memutar bola mata. Seminggu telah berlalu, hampir setiap hari mereka menanyakan keberadaan Sapphire dan Raven terus-menerus mengalihkan pembicaraan.

"Sekarang lo jujur aja. Kita udah tahu kok tabiat asli lo." Fika melanjutkan lagi. Di antara mereka, hanya dia yang bicara ceplas-ceplos ke semuanya, termasuk Raven. "Gue telepon nih Sapphire!"

Berbeda dengan Luciana, dia terlihat biasa saja dengan Raven dan kadang sangat sensitif jika mereka ada masalah.

Owen dan Isaac tidak mau ikut campur. Raven sudah dewasa dan tahu mana yang baik dan buruk. Keduanya hanya sering mengolok-olok Raven.

"Masih aja nggak percaya!" dumel Raven. "Sapphire lagi sibuk sama keluarganya. Gue udah ngasih tahu ke kalian, sepupunya baru pulang dari luar negeri. Lo telepon aja kalau nggak percaya."

"Oke," Fika menerima tantangan Raven. Segera menelepon Sapphire dan beberapa saat kemudian sambungan terhubung.

Raven meringis. Giliran Raven yang menelepon, Sapphire tidak mau mengangkat.

"Hallo, Sapphire,"

"Iya, Kak?" sapa Sapphire dari seberang line.

"Lo di mana? Kenapa udah seminggu nggak masuk kuliah?" tanya Fika langsung ke intinya. "Kita lagi di kantin nih seperti biasa. Nggak seru kalau lo nggak ada."

"Maaf, Kak. Aku lagi sibuk sama keluarga. Belum bisa masuk kuliah."

"Oh, sibuk ya? Kapan Sapphire masuk kuliah lagi? Kasian nih Raven, semenjak lo nggak masuk kuliah dia mulai stres."

Sapphire tertawa kecil, "Belum tahu nih, Kak, kapan bisa masuk. Masih sibuk banget."

"Gitu, ya? Yaudah, kalau gitu lanjut aja. Semoga cepat selesai sama urusannya ya?"

"Iya, Kak. Makasih."

Sambungan telepon pun terputus dan Fika menjauhkan ponselnya dari telinga.

"Beneran sibuk dia," gumam gadis itu menjelaskan. Raven memutar bola mata, teman-temannya tidak percaya padanya.

"Dia lagi sama keluarganya sekarang? Emang ada urusan genting apaan?" tanya Isaac.

"Jangan-jangan Sapphire dijodohkan sama sepupunya itu. Terus sekarang mereka lagi persiapan pernikahan?!" pekik Fika.

"Bener juga!" Luciana membenarkan.

"Orang kaya susah ditebak. Tiba-tiba bikin perusahaan baru. Tiba-tiba anaknya di angkat jadi CEO. Banyak tiba-tibanya, dan kayaknya sebagian gabut." lanjut Fika membuat Raven menghela napas panjang.

"Beneran, Ven?" Owen mengerutkan dahi. "Tapi biasanya mereka nikahnya cukup lama, di usia matang. Lo lihat aja beberapa keluarga crazy rich lokal. Rata-rata lama,"

"Ada kok yang muda banget. Yang viral kemarin baru berusia delapan belas tahun." sela Fika.

"Pasangannya kepala tiga, kan? Kalau Sapphire sama sepupunya nggak beda jauh. Mereka masih muda, sepupunya seumuran kita."

"Sapphire keluarganya kaya raya ya?"

"Satu-satunya ahli waris," kata Luciana.

"Ven," celetuk Fika.

Raven mengangkat bahu dan menunjukkan wajah tidak bersemangat. "Sapphire udah ngomong soal perjodohan ke gua beberapa minggu lalu." jawabnya akhirnya mengakui.

"Shit!" Isaac mengumpat.

"Anjir, selama ini lo cuma mainan?" Owen melanjutkan.

"Makanya lo nggak bisa ganggu mereka sekarang?" tanya Fika.

"Jadi, kalian akan putus?" Luciana ikut penasaran. "Kapan mereka akan menikah?"

"Nggak tahu," jawab Raven. Menjadikan rencana perjodohan Sapphire sebagai tamengnya. Dia tidak akan mengungkapkan yang sejujurnya di depan Luciana, hubungan mereka berkaitan dengan gadis itu. Raven tidak ingin membuat semua menjadi rumit.

"Sapphire mau dijodohkan?" tanya Luciana lagi.

"Dia nggak bisa menolak,"

"Sapphire sukanya sama lo, kuncinya di lo. Kalau lo mau berjuang, mungkin dia menolak perjodohan." saran Isaac bijak.

"Kalau lo masih santai seperti sekarang. Lo cuma jadi simpanan dia. Selamanya kalian jadi pasangan selingkuh." Owen mengejek dan mengundang gelak tawa dari teman-temannya.

"Sialan!" Raven mengumpat.

"Pantesan lo selama ini diam-diam aja." Fika turut mengejek. Dan, gelak tawa kembali menggema.

Selanjutnya mereka mengobrol beberapa topik. Raven melanjutkan main game bersama Isaac dan Owen.

Mereka bertiga sangat serius sehingga Fika dan Luciana bosan.

Ponsel Luciana berdering dan wajahnya berubah berseri-seri. Dia sibuk dengan ponsel dan beberapa saat kemudian pamit pulang duluan.

"Lo dijemput?" tanya Fika.

"Iya." jawab Luciana. "Gue duluan,"

"Tiati!"

Setelah kepergian Luciana. Isaac, Fika dan Owen saling beradu pandang. Sementara Raven fokus memandang kepergian Luciana.

"Lo beneran sayang sama Sapphire nggak sih?" tanya Fika penasaran. "Gue tahu lo jaga perasaan Luci, sekarang jujur deh." desak gadis itu galak. "Lo berantem sama Sapphire, kan? Lo ketahuan?"

Raven mengangguk membenarkan.

"Si anjing!" maki Isaac.

"Ketahuan yang mana? Bukan Luciana?"

"Sierra."

"Lo masih berhubungan sama dia?" pekik Fika tidak percaya. Raven tidak pernah mengungkit gadis itu di depan mereka.

"Sapphire minta putus?" tanya Isaac.

"Pilih salah satu, Ven. Lo nggak bisa selamanya menyembunyikan ini dari Sapphire. Sebentar lagi Luciana bakal ketahuan juga." lanjut Owen.

"Bener, cewek kalau udah di bohongi sekali, selanjutnya bakal hati-hati banget." Fika membenarkan.

Raven hanya menghela napas panjang. Dia tidak bisa berpikir jernih dan memutuskan hubungan yang selama ini terjalin.

***

Raven memandang rumah Sapphire, dia datang lagi untuk mendapatkan maaf dari Sapphire. Lelaki itu melakukannya selama satu Minggu terakhir.

Sapphire tidak masuk kuliah selama dua Minggu. Semua pesan-pesan dan panggilan dari Raven diacuhkan oleh Sapphire.

Raven tidak pernah mengira bahwa Sapphire akan sekukuh itu mendiaminya. Pribadi Sapphire yang selama ini dikenal ramah, lembut dan ceria, hilang begitu saja setelah Raven ketahuan selingkuh.

Memberanikan diri melajukan mobilnya ke area garasi rumah, Raven mengambil sesuatu dari jok belakang dan berjalan pelan ke pintu utama.

Dia masih disambut baik oleh asisten rumah tangga. Itu karena Raven bersikeras masuk beberapa hari yang lalu. Sebelumnya, Sapphire memblokir akses masuk Raven ke rumahnya.

Berkali-kali berusaha menemui Sapphire, akhirnya Raven berhasil. Sapphire membiarkannya begitu saja, namun hubungan mereka sama seperti kemarin.

"Hai," sapa Raven kikuk. Dia menemukan Sapphire sibuk di meja belajar sedang melukis. Beberapa lukisan telah selesai berjajar di meja kamarnya.

Sapphire sangat konsisten selama ini, hari-hari dia habiskan hanya di kamar dan berkutat dengan kuas dan cat.

Menggeser kursi dan duduk di samping Sapphire sambil memperhatikan lukisan gadis itu. Raven berusaha ramah seperti biasa. Dia menggeser sebuah paperbag namun sama sekali tidak menarik perhatian gadis itu.

"Aku bawa coklat," ujar Raven sedikit ragu. Mengeluarkan salah satu dari paperbag dan membuka kemasannya. Salah satu merek coklat kesukaan Sapphire yang mahal harganya. Raven memesan khusus untuk Sapphire.

Setiap Raven berkunjung, dia selalu membawa buah tangan. Seperti bunga, boneka, hadiah kecil dari rajutan tangan, makanan dan sebagainya. Namun, tidak satu pun yang menarik bagi Sapphire. Semua barang-barang itu berakhir di tempat sampah.

Raven melihat seorang asisten rumah tangga mendorong bak sampah dan di dalamnya berisi hadiah yang dia bawa.

"Sayang,"

Suara kuas bergesekan dengan kanvas terdengar sedikit kasar dari sebelumnya. Raven berhenti bicara dan menyusun topik pembicaraan baru.

"Air minum kamu habis ya? Aku ambilin dulu," Dengan sedikit buru-buru, Raven mengambil gelas kosong milik Sapphire dan segera mengisi air mineral dari dispenser yang terletak di sudut kamar.

Meletakkan kembali di tempat semula dengan gelas penuh. Raven pun duduk di tempatnya tadi sambil memperhatikan Sapphire.

"Kamu gambar apa?"

Sebelumnya, perhatian kecil itu mampu menarik sudut bibir Sapphire dengan leluasa, perasaan membuncah dan menunjukkan sikap manja pada kekasihnya tersebut, ah sekarang mungkin sudah mantan.

Sapphire bergerak hendak membasahi kerongkongannya. Dia beranjak dari kursi dan mengambil gelas lain dari laci. Mengisi dari dispenser dan membawa ke mejanya. Mengabaikan keberadaan Raven juga perhatiannya. Sapphire tidak mau minum dari gelas yang telah di isi Raven sebelumnya.

"Sapphire, Sayang ...," panggil Raven serius. "Aku minta maaf." katanya. "Kamu boleh maki-maki aku, tapi jangan diemin kayak gini."

Seolah tidak ada orang lain selain dirinya di kamar tersebut. Sapphire melanjutkan kegiatannya seperti biasa dengan tenang.

"Aku bohong nggak pernah tidur sama gadis lain. Karena aku nggak mau ngerusak kamu. Aku menyayangi kamu," jelas lelaki itu bersungguh-sungguh. "Aku tahu ini fatal banget. Tapi itu udah lama. Aku udah nggak berhubungan lagi sama dia. Kita bertemu di restoran itu, setelah itu nggak pernah lagi."

Tetap saja tidak mengubah ekspresi Sapphire.

Panggilan masuk dari Rasya di ponsel Sapphire menarik perhatian gadis itu. Dia berhenti mengoles tinta dan meletakkan kuas lantas menerima panggilan.

"Hallo, Kak." sapa Sapphire ramah. "Aku di rumah."

Raven memandang wajah Sapphire dengan serius. Dia tidak bisa mendengar suara Rasya, namun dia tahu apa yang akan mereka lakukan.

"Okay, aku siap-siap dulu, Kak." ujar Sapphire sebelum mengakhiri panggilannya.

"Kamu mau makan malam dengan sepupu kamu?" tanya Raven.

Lagi-lagi Sapphire mengabaikannya. Dia melanjutkan panggilan lain, menelepon penata rias agar menyiapkan gaun untuk makan malam.

Selanjutnya, Sapphire kembali tenggelam dengan lukisannya. Hingga satu jam kemudian, penata rias kepercayaan keluarga datang membawa gaun indah dan siap merias Sapphire.

Sapphire menemui penata rias tersebut dan mengungkapkan kepuasannya pada gaun pilihan wanita paruh baya tersebut.

Raven hanya terdiam di tempatnya. Dengan mode serius seperti ini, dia tidak mengenali Sapphire yang sesungguhnya.

Raven mengikuti Sapphire dan penata rias ke ruangan khusus. Gadis itu tampak sangat cantik dan anggun di balik balutan dress hitam berbahan silk.

Sapphire sangat ramah pada penata rias. Senyumnya terukir lebar di wajah cantiknya. Dia juga bicara aktif, mengagumi tangan ajaib dan kerja keras penata rias.

***

Jakarta, 02 Mei 2024

Nikah sama Rasya atau balikan sama Raven nih?

Tinggalkan komentar kalian!

Baca duluan novel ini di Karyakarsa





Continue Reading

You'll Also Like

6.5K 927 5
"Mad, lo lagi nyari siapa?" tanya Gian selaku panitia PKKMB yang juga teman angkatannya Permadi. "Namanya Meera, rambutnya gelombang, dan terakhir l...
7.2K 872 29
Rumah ini hanya tinggal menyisakan satu raga, sementara yang lainnya bergerak melangkah, ia tetap pada tempatnya.
Love Hate By C I C I

Teen Fiction

2.9M 205K 36
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
50.6K 4.4K 35
[COMPLETED] Semuanya bukan aku yang melakukannya, kalian hanya kehilangan rasa percaya dan juga ego kalian yang terlalu besar. Sehingga kalian tidak...