Istri-Istri yang Dikorbankan

By Aywa_17

2.1K 82 4

Juragan Enggal adalah pria paling kaya di desanya. Dia memiliki enam istri yang cantik. Namun kesemuanya bert... More

Pernikahan
Istana Di Bukit Sindu
Jeritan Dari Lantai Tiga
Kematian Mbak Siska
Penampakan Di Lantai Tiga
Malam Pertama
Apa Yang Terjadi?
Tatapan Elang Amer
Pertemuan

Mimpi Buruk Di Siang Bolong

181 8 0
By Aywa_17

Setelah sarapan, Cahya meminum obat pereda nyeri dan menghabiskan waktu dengan hanya tiduran saja di kamarnya. Sebab kondisinya benar-benar lemah.

Cahya merasa kehabisan energi seolah telah bekerja keras selama berhari-hari dan kekurangan istirahat.

Dia juga bermimpi buruk didatangi oleh almarhumah Siska yang tengah berada di suatu tempat mengerikan di dunia lain sana. 

Tempat itu sangatlah gelap dan juga luas tak terbatas. Dengan kengerian mencekam karena Cahya tak bisa melihat apa pun di sekitarnya yang berjarak lebih dari dua meter dari posisinya. 

Ya. Jangkauan penglihatannya sungguh terbatas. Sementara Cahya tak bisa meraba apa pun dan menebak di mana letak jalan yang benar. 

Siska yang menangis ketakutan, tahu-tahu merupa tepat di depan Cahya dengan pakaian yang compang-camping dan tampilan menyedihkan dipenuhi luka dan darah. 

"Cahya, tolong keluarkan Mbak dari sini! Tolong Mbak, Cahya, Mbak takut sekali. Anak-anak berwajah mengerikan itu terus menerus mengejar Mbak dan meminta dis*sui! Tolong, Mbak, Cahya, tolong!"

Siska mengatakan sederet permohonan di antara derai tangisnya yang memilukan. 

Tangannya menggamit tangan Cahya dan terasa dingin serta bergemetar. Membuat darahnya berpindah dan menodai tangan Cahya sendiri yang tak kalah gemetaran. 

"Tolong, Mbak, Cahya. Dengerin Mbak. Kamu sebaiknya pergi dari rumah itu. Kamu akan bernasib sepertiku kalau tetap bertahan di sana. Kalian semua akan m4ti sepertiku cepat atau lambat! Tolong, Mbak, Cahya. Tolong keluarkan Mbak dari sini! Mbak sangat takut! Carilah bantuan untuk menyelamatkan Mbak dan semua istri Enggal Waluyo yang biad*b itu!"

Belum sempat Cahya menjawab, dia melihat beberapa anak berwajah mengerikan serupa yang pernah dilihatnya di lantai tiga rumah Enggal, datang dari arah kegelapan dan menerjang Siska yang menjerit-jerit ketakutan lalu menyeretnya kembali hingga akhirnya menghilang dalam kegelapan. 

Menyisakan seorang anak yang sempat menyeringai dan mendesis kepada Cahya memperlihatkan gigi geliginya yang tajam serta runcing juga lidah panjang tak manusiawi yang menyentuh dada. "Nanti akan tiba giliranmu juga, manusia! Kamu akan jadi makanan kami!" 

Cahya refleks menjerit sejadi-jadinya.

Bahkan sampai terbangun dari tidurnya karena hal tersebut. 

"Ada apa, Neng? Kenapa ngagetin saya?" Bu Darmi menyambut jeritan itu karena kebetulan dia sedang berada di sana untuk membangunkan Cahya pada lewat tengah hari itu. 

Tak ada jawaban, Cahya langsung memeluk Bu Darmi erat. 

"Kenapa lho, Neng? Maaf, kalau saya ganggu istirahatnya. Tapi, sudah lewat jam makan siang dan Neng belum bangun juga. Jadi tadi saya niat mau bangunin." Bu Dari kembali bertutur kebingungan saat itu.

"Saya takut, Bu. Saya melihat Mbak Siska di dalam mimpi dan dia merengek-rengek meminta tolong sama saya. Saya sungguh takut. Ada banyak sekali anak kecil berwajah mengerikan di sana! Mereka semua seolah ingin menjadikan Mbak Siska sebagai makanannya." Tak sadar, Cahya menangis sesenggukan saat mengadukan mimpinya pada Bu Darmi yang merespon dengan mengusap-usap punggungnya peduli. 

"Mbak Siska seperti orang yang tersiksa luar biasa. Kedua dadanya berdarah-darah. Wajahnya diliputi kengerian. Saya harus bagaimana, Bu Darmi? Dia minta saya menolongnya dan mencari bantuan, serta meminta saya keluar dari sini. Saya harus bagaimana?"

"Ya Allah, kok ngeri sekali saya mendengarnya." Bu Darmi mengurai pelukan dan mengusap pipi Cahya yang banjir dengan tangisan. Lalu tersadar kalau Cahya yang pagi tadi pucat pasi sekarang juga demam. "Eh, badan Neng demam?"

Cahya menelan ludah dan ikut memegang keningnya sendiri sebab dia pun tak sadar kalau demam. Dia hanya merasa tubuhnya tak enak semua. "Sepertinya iya, Bu." 

Bu Darmi tersenyum prihatin dan menggamit tangannya penuh perhatian layaknya ibu sendiri. 

"Semoga itu hanya kembang tidur saja, ya? Karena efek sakit, mungkin mimpinya Neng Cahya jadi melantur. Atau ... mungkin jika Neng merasa jika mimpi itu adalah sebuah pesan, Neng juga bisa bantu doakan almarhumah Mbak Siska dengan kirim-kirim fatihah begitu?"

Cahya menggeleng keras. 

Entah kenapa di saat panik begini dia masih bisa teringat kalau di rumah itu tak ada seorang pun yang boleh beribadah atau mengerjakan apa pun ajaran agamanya. 

Dan Chaya berpikir, mendoakan almarhumah pasti akan dianggap sama saja, mengingat setelah Siska meninggal, tak ada pengajian apa pun yang digelar oleh suami mereka demi mendoakannya. 

"Kan, saya nggak boleh beribadah di tempat ini, Bu?" Cahya mengutarakan keengganannya. Sekaligus mengingatkan Bu Darmi soal aturan tidak tertulis di rumah itu. "Saya takut, nanti Mas Enggal marah." 

"Berdoa saja dalam hati, Neng. Kan nggak ada yang tahu. Atau misal kalau Neng tetap ingin beribadah tetapi takut sama Juragan Enggal, Neng bisa salat diam-diam ke musala di luar sama saya kalau di rumah nggak ada siapa-siapa." 

Cahya terdiam merenungkan. 

Memang dia sebenarnya pun keberatan dengan larangan beribadah itu. Sebab dulu dia termasuk masih rajin salat meskipun tidak terlalu taat. Dan Cahya bisa merasakan jika sekarang mulai ada yang hampa dalam hatinya. Setelah kemarin-kemarin masih merasa baik-baik saja saat tinggal salat. 

"Saya bawakan makan siangnya ke sini, ya? Neng makan di kamar sekalian saya bawain obat penurun panasnya."

Cahya yang terkaget mendengar tawaran itu karena sempat melamun, kemudian mengangguki canggung tawaran Bu Darmi. 

Tak berselang lama setelah Bu Darmi keluar, Hilda datang dengan wajah yang masih mengantuk. Tampaknya dia pun baru saja terbangun dari tidur siangnya hingga kebablasan melewatkan jam makan siang. 

"Cahya, tadi Mbak seperti dengar suara jeritan. Apa kamu yang melakukannya atau Mbak hanya bermimpi?" Hilda kemudian menguap panjang dan duduk di bibir ranjang Cahya. "Mbak kaget sekali sampai kepala terasa pusing saat terbangun. Jadi Mbak nunggu semua kesadaran terkumpul sebelum ke sini."

Cahya berusaha tersenyum sungkan di tengah sisa rasa takutnya. Dan mengangguk ragu-ragu penuh penyesalan karena sudah mengganggu istirahat kakak madunya. 

"Maafkan saya kalau tanpa sengaja mengganggu istirahatnya Mbak." Cahya bertutur. "Tadi saya memang berteriak karena mengigau. Saya bermimpi buruk soal Mbak Siska."

"Oh ya, mimpi seperti apa?" Hilda mendadak antusias. Menepis semua sisa rasa kantuknya. "Beruntung sekali kamu bisa dimimpiin Mbak Siska. Padahal hanya bertemu sekali semasa hidupnya. Aku yang kangen banget malah nggak pernah mimpi didatangi dia. Jadi, gimana detail mimpinya? Ceritain sama Mbak."

Cahya menelan ludah takut-takut sebelum menceritakan sebagaimana yang tadi dia lihat. 

Tanpa sadar air matanya kembali meleleh di tengah cerita. Dan hal tersebut membuat Hilda terdiam dengan air muka yang sulit diartikan.

Kakak madunya itu pun tampak syok dan ketakutan di saat yang sama. Namun juga terlihat tidak ingin menganggapnya sebagai hal serius sehingga akhirnya malah tertawa.

"Itu memang mimpi yang mengerikan. Tapi pasti hanya bunga tidur. Apalagi kamu lagi sakit. Biasanya Mbak kalau nggak enak badan mimpinya juga jadi suka ngelantur." Hilda memupus. "Lagian, Mbak Siska itu wanita baik semasa hidupnya. Dia nggak mungkin tersiksa di sana. Pasti dia mendapatkan surga." 

Tidak ingin berdebat perkara mimpi, Cahya pun akhirnya hanya mengangguk setuju meski dalam hati masih tetap terasa ada yang menggganjal. 

Mereka tak lagi membicarakan masalah mimpi itu selah Bu Darmi kembali datang membawakan senampan makan siang dan juga obat. 

Kemudian Hilda pamit keluar untuk makan siang di ruang makan. Meninggalkan Cahya hanya berdua saja bersama Bu Darmi menyelesaikan makannya. 

"Habis makan, Neng istirahat lagi saja, biar segera turun demamnya." Bu Darmi menyarankan yang hanya diangguki ala kadarnya oleh Cahya. 

Nyonya muda itu makan dengan tidak berselera, tetapi memaksakan diri untuk menghabiskannya karena ia pun tak mau berlama-lama sakit dan menyusahkan banyak orang di sana.

Setelah makan siang selesai dan Bu Darmi kembali keluar, Cahya berusaha untuk kembali tidur, tetapi gagal. 

Bukan karena masih dihantui oleh mimpi buruknya terkait Siska, tetapi sekarang, dia juga merasa ada sosok-sosok tak kasat mata yang kembali mengawasinya.

Cahya tidak berpikir bahwa itu juga bagian dari efek sakitnya, tetapi dia memang bisa merasakan ketidaknyamanan itu seperti waktu melihat penampakan anak kecil di lantai tiga. 

Astaga. Kalau diingat-ingat, wajah anak-anak dalam mimpi tadi sama persis dengan wajah penampakan anak-anak yang pernah Cahya saksikan dulu. 

Dan soal bagian dada Siska yang berdarah-darah dalam mimpinya, serta pengakuannya yang diburu untuk dimintai s*su. 

Hal tersebut konstan membuat Cahya jadi tertunduk melihat pada dadanya sendiri yang masih sakit. Kemudian dia menggigit bibir ngeri. Bertanya-tanya dalam kesendiriannya. 

"Apakah semua ini ada hubungannya?" Cahya menggumam. "Apa yang sebenarnya terjadi pada Mbak Siska dan juga kepadaku semalam?"




 








Continue Reading

You'll Also Like

17K 806 32
Kim Rena gadis indigo yang bisa melihat mereka yang tak terlihat dengan jelas, namun saat usia 12 tahun mata ketiganya sudah ditutup dengan rapat. sa...
155K 18.5K 44
[FOLLOW TERLEBIH DAHULU!] Sekolah SMA GARDENIA. terkenal dengan sekolah angker, karena terdapat lorong yang panjang di ujung toilet perempuan, sekola...
13.9K 1.5K 66
Title: To Be a Heartthrob in a Horror Movie Status: 156 Chapters Author: Jiang Zhi Yu 姜之鱼 Genre: Adventure, Komedi, Horor, Misteri, Romantis, Shounen...
58.8K 8K 41
Thriller, Horor | END ( Untuk sementara waktu cerita akan di unpublish sampai tahap revisi selesai ) Semenjak kecelakaan yang menimpa dirinya sewaktu...