Seeress

By monochrome_shana404

2K 436 270

16+ for violence [Fantasy, Adventure] Lebih dari sepuluh abad lamanya seisi Dunyia berdamai sebagaimana semes... More

(Sepertinya sih) Kata Pengantar
Dongeng Pengantar: Sang Pencipta, Kerajaan Langit, dan Buah Merah-Nya
Dunyia dan Seisinya
Prolog: Alkisah Sekeping Benih Harapan
I. Teka-Teki Dari Doa yang Merdu
II. Runtuhnya Alam Damai [1/3]
II. Runtuhnya Alam Damai [2/3]
II. Runtuhnya Alam Damai [3/3]
III. Jejak Dalam Lima Hitungan [1/4]
III. Jejak Dalam Lima Hitungan [2/4]
III. Jejak Dalam Lima Hitungan [3/4]
III. Jejak Dalam Lima Hitungan [4/4]
IV. Penantian Sepercik Cahaya [1/3]
IV. Penantian Sepercik Cahaya [2/3]
IV. Penantian Sepercik Cahaya [3/3]
V. Kobaran Sepucuk Harapan [1/3]
V. Kobaran Sepucuk Harapan [2/3]
V. Kobaran Sepucuk Harapan [3/3]
VI. Awal Baru Di Negeri Perdamaian
VI. Awal Baru Di Negeri Perdamaian [EX]
VII. Langkah Pertama
VIII. Ribu-ribu Tangga Penguji [1/2]
VIII. Ribu-ribu Tangga Penguji [2/2]
IX. Pemanasan
IX. Pemanasan [EX]
X. Pelatihan Intensif [1/2]
Lapak pengetahuan #1: Aora
XI. Titik Terang Di Kabut Gelap [1/2]
XI. Titik Terang Di Kabut Gelap [2/2]
XI. Titik Terang Di Kabut Gelap [EX]
XII. Babi Bercula Pembawa Berkah
XIII. Di Kota Musim Semi
XIV. Undangan Angin [1/2]
XIV. Undangan Angin [2/2]
XIV. Undangan Angin [EX]

X. Pelatihan Intensif [2/2]

8 3 0
By monochrome_shana404

Sementara Wei Liwei meminta para pembantu kuil membereskan Pathra dan Karista, ia mengajak dua murid barunya kembali ke tengah halaman sembari berkata kalau sudah saatnya mereka mempelajari tiga teknik Aora; Penyebaran, Penyusutan, dan Penetralan.

Rin tahu ketiga teknik ini. Namun, sekali lagi, semuanya berkat teori yang ia baca dari perpustakaan kuil.

"Sesuai dengan nama yang diberikan, ketiganya merupakan hal paling mendasar bagi para Aoran untuk menyerang, berlindung, dan menyembunyikan diri dari Aoran lain," terang Wei Liwei selagi mereka melangkah ke tengah halaman. "Kadangkala, sekadar bersembunyi saja tidaklah cukup. Maka kita membutuhkan Penetralan."

Ya, Ravn juga belajar bahwa berlindung dan menyembunyikan fisik saja tidaklah cukup, terutama dalam peperangan. Umumnya, Aoran dapat merasakan hawa yang menyebar dari tubuh Aoran lain. Terkadang di antara mereka ada pula yang ahli menandai hawa Aora lain agar mereka dapat bertemu kembali.

Pun, sebagai tambahan, tidaklah patut ia heran mengapa Pathra sama sekali tidak bereaksi terhadap segala sentuhan yang Wei Liwei beri.

"Saat ini Aora-mu menyebar dengan normal usai tes Aora berhasil dilakukan," kata Wei Liwei kepada Rin.

Kontan kata-katanya membuat si gadis melirik Ravn. Tampaknya ia sudah paham kalau Ravn sudah mahir hingga ke tahap Penetralan. Akhirnya Wei Liwei meneruskan, "Tenang saja. Kau gadis pintar, bukan? Pasti mampu mengejar ketertinggalan."

Ravn sepakat dengan sang guru, tetapi ....

Rin tidak begitu.

Dalam satu kedipan mata Wei Liwei menarik masing-masing lengan Rin dan Ravn, membuat mereka berputar membelakangi dirinya. Si gadis nyaris hilang keseimbangan akibat melamun, konon si kawan seperjalanan ikut terkejut sebab tabiat ini amatlah sangat spontan.

"Ketimbang banyak melamun, perketatlah sisi siagamu selalu." Wei Liwei memperingati yang tanpa disangka disambut oleh cengir. "Nah, sekarang ...."

Sang guru menyentak punggung kedua muridnya. Sedikit pun tidak terasa sakit, tetapi mereka lekas merasakan bulu kuduk mulai berdiri.

Tidak sampai di sana, mereka merasakan kehangatan mengerubungi sekujur tubuh. Ravn, untuk kesekian kali, paham akan apa yang terjadi lekas beradaptasi.

"Anda seolah menunjukkan kalau Anda merupakan tipe Penyalur, tetapi ...." Si pria muda menggantung kata-katanya sembari menggerakkan lengan dengan satu sapuan tegas. "Kelihatannya tidak begitu."

Mendengar perkataannya, Rin mengamati tangan. Matanya tertuju pada ujung jemari yang mengepulkan uap-uap; bergerak sedemikian kasar, cepat lagi tidak teratur.

"Kupikir sudah beberapa kali aku menunjukkan pada kalian kalau aku merupakan tipe Pandai Besi," balas Wei Liwei enteng. "Namun, ketahuilah. Ini adalah sebuah teknik yang wajib dimiliki para pengajar Aora, teknik Pengaktifan."

Ravn tahu kalau teknik yang sang guru sebutkan amat sangat berbeda jauh dengan Penyalur. Jika tipe Penyalur memiliki kemampuan memberikan sejumlah kekuatan yang disertai dengan elemen, justru teknik Pengaktifan ini sekadar membuka lebar-lebar aliran Aora dari pengguna lain.

Sepatutnya Pengaktifan digunakan untuk memperkenalkan Penyebaran Aora secara mendasar, tetapi teknik tersebut disalahgunakan Enfierno yang menuntut para prajurit muda terus bertahan bersama Aora yang menyebar lebar hingga mereka lelah. Tidak sedikit antara mereka berakhir tinggal nama akibat tenaga yang termakan habis oleh Aora pula.

Rin amatlah beruntung sebab ia tidak perlu melihat sekaligus merasakan peristiwa buruk itu. Ravn sampai diam-diam merasa lega usai membawanya kemari.

"Sebenarnya saat ini, kalian hanya perlu mengenali seberapa besar Aora yang kalian miliki," kata Wei Liwei. "Jadi aku meminta kalian untuk melakukan hal serupa yang kurang lebih sama seperti kemarin, sehingga kalian dapat membedakan bagaimana rasanya bekerja dengan atau tanpa Aora."

Baru ia dapati sebersit sorot mata yang kurang menyenangkan dari mata karamel, si keturunan naga angin menyambung, "Tidak perlu khawatir. Aku akan kembali kepada kalian untuk melakukan Penutupan."

Pada akhirnya mereka memberikan penghormatan kepada guru tepat sebelum mengerjakan apa yang disuruh.

Biasanya menganalisa diri merupakan hal yang rumit, tetapi baru hendak ia menapak langkah, Rin sudah merasakan sebuah perbedaan teramat jauh. Cepat ia menoleh kembali ke arah di mana sang guru sepatutnya berdiri, seribu sayang ia tak lagi mendapatkan sosok tersebut di sudut mana pun.

Barangkali ia memang harus mengamati lebih jauh hingga ia benar-benar pasti.

Meski demikian, Rin tidak dapat menyangkal kalau langkahnya terasa lebih ringan. Mungkin ia bisa melakukan segalanya lebih cepat ketimbang kemarin walau Ravn mewanti, "Jangan terlalu bersemangat. Kau bisa cepat lelah."

Perkataan kawannya terbukti benar sebab Rin lebih dulu kelelahan sebelum matahari berdiri sejajar dengan ujung kepala. Terpaksa Wei Liwei mendatanginya, melakukan Penutupan sesuai ucapannya kala pagi dan diminta untuk beristirahat lebih awal, sementara Ravn melanjutkan latihan secara stabil hingga petang. Sang guru benar-benar mengembalikan Aora Rin menguar dalam keadaan normal seperti sedia kala.

Esoknya, Rin lebih siaga usai Wei Liwei kembali melakukan Pengaktifan. Sebab hari ini mereka akan mempelajari dasar-dasar ilmu bela diri. Gerakan yang diperagakan para guru memanglah cukup halus dan lemah gemulai, tetapi Rin mengamati kalau setiap pergerakan terkadang memiliki momen di mana mereka harus memberikan sentakan keras.

Jelas ia harus berhati-hati dalam mengukur kekuatan di setiap gerakan. Dia tidak boleh terlalu cepat oleh sebab gerakan yang begitu ringan, ia juga tak boleh melambat akibat terlalu asyik memperkirakan tenaga yang ia butuhkan dalam satu gerakan. Semuanya harus seirama dengan murid lain yang mengikuti peragaan ilmu bela diri ini.

Letih rasanya jika terus-menerus waswas. Wei Liwei yang menangkap basah perilaku kecil yang menandakan kalau Rin kelelahan kembali melakukan Penutupan.

Padahal si gadis belum mengaku ingin menyerah, tetapi sang guru lekas menyanggah, "Akan lebih baik jika kita membatasi sebelum hal buruk terjadi. Aoran pemula membutuhkan kondisi prima untuk menguasai kekuatannya sendiri. Kau tahu itu, bukan?"

Demikian ia meninggalkan Rin sebelum si gadis menyuguhkan sejuta pembelaan.

Entah sengaja atau tidak, Wei Liwei membiarkan manik keemasan berpaku kepada dirinya yang mendekati Ravn. Si pria muda lekas memberikan hormat, selanjutnya indra pendengaran Rin sama sekali tidak mampu menangkap percakapan apa yang sedang mereka angkat.

Namun, tepat pembubaran jadwal ilmu bela diri, Ravn mengumbar senyum bersama satu anggukan kepada Wei Liwei sebelum berkonsentrasi dengan mata terpejam.

Persis di hadapan Rin, ia melakukan Penyusutan. Si gadis memandangi Aora yang menguar besar-besaran di sekitar Ravn berangsur tertarik mengikuti setiap lekuk tubuhnya. Tidak seperti sebelumnya di mana Aora temannya itu meliuk-liuk kasar dan liar, kini beriak setenang permukaan mata air.

Gadis pemilik rambut sepanjang lutut itu memandangnya penuh takjub. Binarnya bahkan tidak hilang tepat Ravn melakukan Penetralan begitu sempurna di depan sang guru, sebelum keduanya menoleh kepadanya.

"Kita akan lakukan perlahan-lahan," kata Ravn dengan suara yang meningkat setengah oktaf. "Kau pasti juga bisa menguasai ketiga teknik mendasar ini."

Hari ini ucapan Ravn berhasil mengembangkan senyuman yang kemudian mengeluarkan tawa kecil. Si gadis mengiyakan dengan satu anggukan.

Sosok yang sempat menganggur dalam percakapan melirik Ravn. Cerah terlihat senyum si pria muda, jelas segala perbuatannya teramat tulus kepada teman seperjalanan.

"Sudah memikirkan bagaimana cara menjalani proses adat pernikahan dua negara kelak?" godanya, sukses membuat Ravn terkesiap hingga merasa panas hingga ke ubun-ubun.

Namun, sebelum anak muridnya itu menyangkal, Wei Liwei buru-buru meninggalkannya bersama perasaan tersipu yang berusaha ia telan bulat-bulat.

Alhasil wajah merah Ravn membuat Rin bertanya-tanya ....

Apa yang diutarakan Wei Liwei hingga membuat temannya demam di siang bolong?

"Kau tak apa?" Demikian Rin menghampiri Ravn yang tersentak. "Memang tidak terlalu baik berlama-lama berjemur di bawah terik matahari. Wajahmu mirip tomat, tidak seperti biasanya seperti itu."

Canggung meledak dalam tawa sebelum pria empunya rambut panjang itu membalas, "A-ada benarnya. Padahal sudah memasuki pertengahan Bulan Kunang-kunang. Aneh sekali ...."

Tidak disangka ia mengucap dua kata terakhir dengan gentar, tetapi tampaknya Rin tak menangkap. Sambil berpura-pura mengelap peluh, bersama Rin ia melangkah menuju teras. Sebentar lagi jadwal makan siang, sepatutnya mereka membantu orang-orang di dapur untuk mengurusi makanan sekarang.

"Kira-kira ... berapa lama kau mampu menguasai tiga teknik dasar itu?" Rin membuka percakapan kala mereka sampai di lorong. "Aku masih ingin mengenali sebaran Aora-ku lebih lama, tetapi tampaknya Guru melarangku."

"Aku yakin, Guru Wei sudah membicarakan ini padamu. Itu baik bagimu, percayalah. Mengenali Aora sendiri juga membutuhkan kondisi yang baik," kata Ravn. "Tidak perlu memaksakan diri, kita juga tidak perlu terburu-buru, dan Ibu Gentiana-mu pasti mengerti. Bahkan aku membutuhkan waktu dua bulan untuk menguasai Penyebaran."

Tidak. Enteng Ravn mengembalikan pandangan ke depan usai melontar kebohongan.

Sebenarnya dengan segala bentuk paksaan yang dituai para prajurit dan ahli Aora di Enfierno, mereka hanya membutuhkan dua hingga tiga minggu. Tentu saja, nyawa yang dijadikan taruhan untuk menguasai satu dari tiga teknik dasar itu.

Ternyata pelatihan ini senantiasa membuat Ravn ingat akan hal buruk, yang lagi-lagi mendorongnya untuk berharap agar Rin tidak pernah mengalaminya.

"Mungkin aku harus mengirimkan surat lagi ...." Rin membuyarkan pikirannya. "Aku hanya ... tidak ingin membuat beliau khawatir. Siapa tahu, karena aku tak kunjung kembali, Ibu Gentiana sampai rela datang kemari. Bisa gawat!"

"Mana mungkin—"

"Mungkin!" sanggah si gadis segera. "Salah satu temanku, Cera, pernah tertinggal kala kami berdoa di pusat kota. Beliau rela jauh-jauh kembali ke sana sendirian untuk menjemput Cera, ketimbang meminta orang-orang terdekat mengantarkannya.

"Bayangkan, Ravn! Dari Luminesia Utara menuju pusat! Sangatlah jarang terdapat kereta kuda berlalu lalang di kala hari berdoa tiba!"

Wah ... Ravn terpana. Tiada pilihan selain menuruti Rin, konon telah mendengarkan sang ibu asuh sedemikian perhatian kepada setiap anak-anak panti.

"Kalau begitu kita harus meminta Guru agar mendapatkan kesempatan mengirim pesan," kata Ravn. "Hal terpenting saat ini, kau harus beristirahat dengan tenang untuk menghadapi hari esok."

Ada benarnya. Rin sendiri tidak tahu apa yang akan terjadi.

Hari selanjutnya di pagi hari persis kala embun masih betah di ujung-ujung rerumputan, mereka menuruni bukit dari arah selatan. Jalan yang mereka lewati bahkan hampir serupa dengan jalan menuju sungai, tetapi Ravn memperkirakan kalau mereka berjalan menjauh sedikit dari sungai itu.

Samar-samar di kesunyian burung menciak, pula aliran sungai kian peka di indra pendengaran. Hati-hati mereka melalui jalan yang cukup curam. Bahkan telah terlihat keindahan derasnya air menuruni jalur sungai, Rin sebisanya berfokus hingga ke titik paling aman.

Dia baru bisa memanjakan mata pada air terjun yang tersuguh tak begitu jauh dari ujung jalan curam usai mereka sampai.

Terdapat mata air yang menampung air sungai turun kemari. Bebatuan ramai menghiasi sekitar, lengkap dengan pepohonan rindang yang masih setia memberikan nuansa hutan, tetapi tidak begitu menghalangi langit. Jelas cahaya matahari masih mampu menyambar sinar ke air terjun untuk menciptakan sebersit pelangi di kala hari cerah.

Sungguh bayaran yang indah untuk perjalanan pagi yang cukup panjang.

"Setiap tiga hari sekali, usai mengenali Aora yang kita miliki, kita akan menguji Penyebaran di sini," celetuk Wei Liwei. "Meditasi di bawah air terjun merupakan metode terbaik untuk menguji teknik tersebut. Air terjun ini tidak akan melukaimu, sekadar memberikan dingin bagi tubuhmu."

Wei Liwei kemudian berjalan mengitari tepi mata air, mengambil langkah mendekati air terjun.

"Suara-suara yang tersuguh di sekitar membuat kita lebih tenang dan mampu berfokus kala gigil menggigit tubuh kita kelak." Dia meneruskan selagi kedua anak muridnya mengekor. "Sebenarnya meditasi juga diperuntukkan sebagai penghilang penat dalam ranah pikiran dan perasaan. Jadi, ada baiknya kita menujukan meditasi untuk ketenangan hari ini."

Terdengar menyenangkan. Namun, ketika Rin membayangkan betapa dingin air terjun yang akan menyiramnya nanti, ia sedikit bergidik. Bertahan di udara dingin setiap pagi merupakan pencapaian paling hebat baginya guna melawan dingin, kini ia dituntut untuk duduk di bawah air terjun dan melakukan meditasi?

Rin yakin, ia tidak bisa berfokus sama sekali.

Tidak ada salahnya mencoba, batinnya. Ya, lagi pula merengek bukanlah solusi.

Dia datang untuk kebaikannya sendiri, bukan? Sepatutnya ia melakukan segala macam metode agar semua dapat berjalan lancar. Pun, Rin tidak mau merugi dan mendapatkan hasil yang kurang menyenangkan hati.

Maka ia melangkahkan kaki, memasuki mata air menyusul sang guru yang telah duduk bersila di atas batu. Ravn juga telah menanti di samping, hanya saja belum menyusul dan rela basah diterpa air terjun menunggui Rin.

Beruntung sekali hawa dingin pagi membuat kulitnya cukup terbiasa menerima kesejukan air, tetapi memang tidak menutup kemungkinan bulu kuduknya meremang kala basah menguasai kakinya. Entah sebagaimana mengerikan lagi disirami air terjun nanti.

Tidak ingin membuat Ravn terus menunggu, ia lekas melangkah ke bawah air terjun. Hampir ia memekik membuyarkan konsentrasi Wei Liwei, tetapi tampaknya si gadis berhasil menahan suara dengan menaikkan bahu tinggi-tinggi.

Sangat sulit untuk berkonsentrasi melawan dingin, sehingga lagi-lagi Rin terpaksa berhenti berlatih dan terus menontoni Ravn dan sang guru yang masih berada dalam posisi meditasi. Namun, jelas itu merupakan langkah yang salah, sebab kulitnya berakhir tertampar angin sejuk tak terkira.

Menyedihkan sekali nasibnya, bagai kucing kecil kebasahan yang meringkuk menahan dingin.

Setidaknya kala terbiasa dengan dingin pagi itu, ia dapat menyaksikan betapa penting Penyebaran dalam meditasi di bawah air terjun. Rin paham, Aora yang menguar pastilah memberikan kehangatan pada mereka, sehingga keduanya bisa berlama-lama mendekam di sana.

Meski kegiatan selanjutnya berjalan sebagaimana keseharian berlalu, tetap saja rasanya memberikan lelah yang serupa seperti hari-hari lepas.

Rin bersandar di pohon yang tumbuh tak jauh dari kamarnya. Sembari menunggu kehadiran petang, memang ia terbiasa di sana membuang waktu sebelum gilirannya mengisi kendi air tiba. Kebetulan hari ini ia akan menggantikan Kuang Yue, satu-satunya guru wanita yang tinggal di kuil, sebab wanita tersebut sedang mempersiapkan diri untuk menjalani ujian pengabdian.

Tidak disangka hal semacam itu ada di kalangan tenaga pengajar Aora.

Lagi-lagi isi kepalanya mengingat Aora hingga ia mengembuskan napas. Terkulai sudah bahunya memikirkan segala peristiwa yang terjadi dalam tiga hari ini. Pun, tanpa sadar keningnya mengernyit dalam-dalam sembari ia memeluk lutut.

Begitulah ia tanpa sadar menggumamkan curahan hati, "Ternyata cukup sulit menjalani semuanya."

"Kita baru mencapai setengah minggu ...."

Sebuah suara menyahut, sukses menggidikkan bahu Rin terang-terangan. Dia teramat familier terhadap suara itu, tentunya. Namun, belum juga ia temu pandang kepada empunya dari belakang.

Lekas pemilik mata emas tersebut menyapu seluruh pandangan hingga menengadah. Tak lain tak bukan Ravn sedang duduk di salah satu dahan.

"Kau sudah mau menyerah saja?" Demikian pria muda itu meneruskan ucapannya bersama sesungging senyuman.

Enteng sekali Ravn terjun dari sana. Meski mendarat mulus, tetap saja selalu membuat Rin bertanya-tanya apa dirinya saat itu sama sekali tidak sayang nyawa.

"Ayolah, ini baru hari ketiga. Ke mana semangatmu di hari pertama itu?" katanya. "Masih banyak yang belum kita coba untuk beberapa minggu ke depan."

Tepat sekali. Rin mendengkus keras-keras. Namun, setelahnya ia meminta ampun kepada Sang Pencipta dalam hati akibat acap mengeluh.

Sebutkanlah segala macam metode belajar, Rin memang selalu menyanggupinya dengan segala kesungguhan dalam hati. Hanya saja, ia tak pernah menjamin kalau ia menyenangi hal-hal yang berkaitan dengan praktik atau implementasi secara langsung dalam kehidupan.

"Masalahnya praktik semacam ini selalu menjadi kelemahanku," keluh Rin. Dia bahkan membenamkan setengah wajah di dalam ringkuk lututnya. "Aku tidak senang jika harus menunjukkan kelemahan ini pada orang-orang yang lebih mahir. Rasanya memalukan ...."

Jika kata-katanya keluar dari orang lain, sepatutnya Ravn tak heran. Dia benar-benar tak menyangka kalau ucapan itu keluar dari Rin. Padahal dia berpikir dengan segala kepatuhannya terhadap kepercayaan pada Para Penghuni Langit, pastilah si gadis tidak pernah hirau akan setiap kesulitan yang ia hadapi.

"'Tidak pernah tercipta dua kesulitan untukmu mengungguli satu kemudahan.'" Ravn mengutip sebuah bacaan yang sukses mengangkat pandangan Rin. "Kupikir kau tahu bagaimana Sang Pencipta memberikan kita ujian dalam segala hal yang dijalani?"

"Aku tidak menyangka kau tahu salah satu kutipan Kitab Keteguhan Hati ...."

Ravn sekadar terkekeh. Meski reaksinya kini terdengar spontan, si gadis memang benar, ia tidak terlalu tertarik soal kepercayaan terhadap Para Penghuni Langit. Namun, Ravn juga tidak bisa disebut sebagai pembangkang.

"Aku mengaku kalau aku sendiri sekadar membaca sebersit. Itu pun sudah lama sekali," katanya mengaku. "Kutipan yang kusebutkan merupakan satu-satunya yang kuingat selalu, terutama ketika aku berada dalam situasi sulit."

Terutama sejak Enfierno menangkapku. Ravn menelan bulat-bulat isi hatinya.

"Bagaimana kalau ... seandainya Guru menganggapku tidak mampu?" tanya Rin. "Maksudku, kau juga melihatnya, bukan? Beliau selalu memintaku berhenti meski aku masih sanggup untuk melanjutkan latihannya."

"Percayalah, itu benar-benar yang terbaik untukmu. Bukankah aku sudah mengatakan untuk tidak memaksakan diri?" Ravn membalas seraya bersedekap dalam duduk bersilanya. "Beliau pasti juga mengharapkan metodenya dapat dimengerti dan selalu menyenangkan untuk dijalani. Guru tidak ingin kau merasa terbebani seperti ini.

"Jadi manfaatkanlah semua itu untuk meneliti kekuranganmu." Pria muda tersebut lalu mengusap puncak kepala Rin. "Dia tidak bermaksud sebagaimana kau memikirkannya. Percaya padaku."

Dengkusan Rin meletus bersama senyuman. Dia tampaknya sepakat; memanglah tidak baik berprasangka buruk terhadap sang guru. Pun, segala ucapan Ravn masuk akal.

Jika ditinjau dari segala perlakuan Wei Liwei padanya, Rin membutuhkan sedikit kesabaran dan tidak perlu terlalu cepat dalam menyelesaikan sesuatu. Barangkali latihan selanjutnya akan berbeda sebagaimana dua hari silam berlalu, jadi saat ini ia hanya perlu mempersiapkan diri lebih matang.

Untuk meditasi di bawah air terjun ... mungkin akan ia pikirkan nanti. Apa pun yang terjadi, ia harus tetap mengevaluasi diri.

Demikian si gadis mengangguk mantap, bangkit hingga Ravn menoleh padanya.

"Aku ingin sekali menanyakan apa kekuranganku padamu, tetapi sekarang waktunya bagiku mengisi kendi air ...."

"Ah, begitu? Perlukah aku membantu—"

"Tidak apa-apa," tukas Rin dengan senyum kecil. "Aku sudah memeriksanya. Hanya tiga kendi yang patut diisi hari ini."

Kalau begitu, bagaimana mungkin Ravn mendesak guna mengulur bantuan? Mau tak mau ia mengangguk, mengizinkan teman gadisnya berlalu. Yah, mungkin ia memang membutuhkan masa-masa sendiri kali ini, barangkali untuk memikirkan apa yang telah Ravn lontarkan sebelumnya.

Rin melalui jalan yang acap ia lalui bersama Ravn. Begitu hati-hati menuruni tangga dengan ember kosong yang ia tenteng sembari menikmati semilir angin. Mendekati musim gugur, semilirnya terasa sejuk menggelitik tengkuk yang sedari tadi gerah akibat empunya ke sana kemari menyibukkan diri.

Kesendirian membantunya peka terhadap sekitar. Si gadis peka terhadap kepakan burung dan setiap gemerisik dedaunan yang beberapa mulai tampak menguning. Mata emasnya juga memerhatikan rombongan semut yang sibuk hilir mudik di pinggir tangga.

Hingga pada akhirnya tidak terasa ia hampir sampai ke tujuan usai berpuas diri menikmati semua itu. Telinganya menangkap suara air mengalir, samar-samar ia mencium bau segar dari sungai pula. Hanya tinggal berbelok dan turun sedikit lagi, Rin akan tiba.

Namun, langkahnya terhenti kepada sesosok asing nan jauh dari jalurnya. Wanita berambut pirang panjang dengan kulit sawo matang dan mata keemasan, tersenyum lembut kepada dirinya yang kebetulan bertemu tatap.

Sosok itu jelas tidak pernah terlihat dari mana pun, kontan membangkitkan rasa yang kurang mengenakkan. Entah penasaran atau ketakutan ....

Rin tidak tahu.

"Permisi."

Suaranya terdengar begitu dewasa dan jernih keluar seiring ia melangkah mendekat. Rin hanya bisa terpaku walau ia mulai merasa tak nyaman.

Aura yang disebarkan wanita ini begitu mengintimidasi.

"Aku kehilangan sesuatu yang berharga." Begitu ia melanjutkan ketika benar-benar dekat dengan Rin. Betapa lembut segala perangai yang ia perlihatkan, tetap saja tak mampu mengurangi rasa awas Rin. Namun, tampaknya ia tak hirau, maka lekas wanita itu meneruskan, "Aku sudah menemukannya satu. Maukah kau menolongku untuk menemukan yang satu lagi?"[]

Continue Reading

You'll Also Like

4.4K 817 14
Dalam tujuh hari, putra mahkota Kerajaan Centauri--Pangeran Orion--akan berulang tahun. Demi menyambut perayaan tersebut, istana kedatangan tamu keho...
10.7K 2K 20
Memiliki kemampuan istimewa bukanlah keinginan Aidan. Remaja itu tidak mensyukuri berkahnya yang dapat mendengar ataupun mencium aroma makhluk halus...
5.9K 1.5K 40
Pemenang Wattys 2022 [fantasi] & WIA Featured Story Periode 5 Pelarian bersama anak-anak panti asuhan telah membawa Anna Gauvelaire pada dunia yang t...
2.7K 512 21
"Semuanya akan baik-baik saja." - Setelah mati dan bangkit kembali sebagai sesuatu yang berbeda, Eka menjalani pemulihan agar bisa kembali sep...