Seeress

By monochrome_shana404

2K 436 270

16+ for violence [Fantasy, Adventure] Lebih dari puluhan abad lamanya, seisi Dunyia damai sebagaimana semesti... More

(Sepertinya sih) Kata Pengantar
Dongeng Pengantar: Sang Pencipta, Kerajaan Langit, dan Buah Merah-Nya
Dunyia dan Seisinya
Prolog: Alkisah Sekeping Benih Harapan
I. Teka-Teki Dari Doa yang Merdu
II. Runtuhnya Alam Damai [1/3]
II. Runtuhnya Alam Damai [2/3]
II. Runtuhnya Alam Damai [3/3]
III. Jejak Dalam Lima Hitungan [1/4]
III. Jejak Dalam Lima Hitungan [2/4]
III. Jejak Dalam Lima Hitungan [3/4]
III. Jejak Dalam Lima Hitungan [4/4]
IV. Penantian Sepercik Cahaya [1/3]
IV. Penantian Sepercik Cahaya [2/3]
IV. Penantian Sepercik Cahaya [3/3]
V. Kobaran Sepucuk Harapan [1/3]
V. Kobaran Sepucuk Harapan [2/3]
V. Kobaran Sepucuk Harapan [3/3]
VI. Awal Baru Di Negeri Perdamaian
VI. Awal Baru Di Negeri Perdamaian [EX]
VII. Langkah Pertama
VIII. Ribu-ribu Tangga Penguji [1/2]
VIII. Ribu-ribu Tangga Penguji [2/2]
IX. Pemanasan
IX. Pemanasan [EX]
X. Pelatihan Intensif [2/2]
Lapak pengetahuan #1: Aora
XI. Titik Terang Di Kabut Gelap [1/2]
XI. Titik Terang Di Kabut Gelap [2/2]
XI. Titik Terang Di Kabut Gelap [EX]
XII. Babi Bercula Pembawa Berkah
XIII. Di Kota Musim Semi
XIV. Undangan Angin [1/2]
XIV. Undangan Angin [2/2]
XIV. Undangan Angin [EX]

X. Pelatihan Intensif [1/2]

12 3 0
By monochrome_shana404

Memang bukan hal biasa jika Ravn dan Rin sewaktu-waktu berpisah selain di kala jam tidur. Kali ini Ravn sedang berjalan berdampingan bersama Wei Liwei, baru saja keluar dari ruangan sang guru untuk menceritakan kronologi kekuatan yang sebarkan Rin.

Ya, tentu dengan sedikit bumbu kebohongan agar Wei Liwei tidak lekas mengeluarkan mereka yang sebenarnya berasal dari cengkeraman Enfierno. Beruntungnya Rin memang tidak memahami apa-apa perihal itu, sehingga mengarang bebas menjadi hal yang mudah bagi Ravn.

"Begitu," tanggap Wei Liwei atas segala cerita yang nyaris direkayasa. "Berdasarkan ceritamu, tampaknya dia memang memiliki kekuatan tersembunyi yang besar."

"Namun, mengapa ia tidak dapat menggunakannya kembali?"

"Kemungkinan Aora yang bersemayam pada diri Rin bagaikan bara. Barangkali hasrat di dalam dirinya pula memercik kekuatan yang ia miliki itu."

"Hasrat?"

"Ya."

Baik ketukan tongkat Wei Liwei dan langkah mereka nyaris serentak terhenti di halaman utama. Sama-sama pandangan mereka tertuju kepada gadis yang menghadap ke mana matahari hendak terbit. Takzim ia berdiri dengan kedua tangan yang saling bergenggam di dada, betapa khidmat ia memejamkan mata memanjatkan doa.

"Hasrat untuk membantu kalian semua dari serangan perampok," sambung Wei Liwei kemudian. Suaranya terdengar rendah, jelas menghormati kegiatan Rin yang berdoa sesuai dengan kebiasaan si gadis berasal. "Percikannya membesar bagaikan api. Betapa pun, apinya bisa padam sebab tidak memiliki fondasi yang cukup untuk menahannya saat itu."

Ravn mengernyit kala berusaha mencerna segala macam metafora yang dilontar sang guru.

"Tidak perlu khawatir," ujar Wei Liwei, kali ini menghadapkan tubuhnya kepada Ravn yang tampak kebingungan. "Setidaknya dasar muasal Aora milik Rin tetap tertinggal. Sekarang aku hanya perlu mengasahnya sedikit agar bisa ia kembangkan kelak secara mandiri.

"Kupikir itu juga berlaku padamu." Sang Guru membelai jenggotnya. "Pembelajaran otodidak memanglah bagus. Pastilah aku akan menemukan hal menarik darimu. Dengan begitu, aku bisa membantumu mengembangkannya pula."

"Sebuah kehormatan bagi saya, Guru Wei," balas Ravn.

Percakapan terhenti tepat empunya nama yang disinggung dalam percakapan menyudahi doa. Demikian ia menoleh ke belakang dengan wajah penuh seri sebelum menghampiri keduanya untuk memberi hormat kepada sang guru.

"Cuaca yang sangat bagus untuk memulai hari latihan pertama." Bersama uap yang mengepul dari mulutnya akibat menahan dingin, Rin berujar. "Tidakkah Anda berpikir demikian, Guru? Bagaimana denganmu, Ravn?"

Baik yang tua maupun muda di hadapannya saling lirik, mengumbar senyum sebelum berakhir salah satunya menjawab. "Sepertinya kita bisa mulai sekarang supaya semangat yang meluap itu dapat menguap dengan suka cita."

Ketiganya berdiri di sisi halaman dengan posisi kedua murid yang menghadap sang guru. Saat itu matahari sudah cukup menyinari pagi, sehingga mereka tak kesulitan untuk menerawang satu sama lain.

"Tampaknya tidaklah perlu lagi aku menjelaskan perihal hal mendasar mengenai Aora." Wei Liwei memulai dengan kajian ulang atas segala jawaban yang dituturkan kedua anak muridnya kemarin sore. "Beruntung, kalian memiliki Aora dari lahir. Maka mudah mengasah keduanya."

Perbincangan tersita oleh suara dentum samar kaki-kaki meja tepat di salah satu koridor bangunan kuil. Setelah satu orang yang mengangkat meja minggat dari tempat, dua orang hadir dengan masing-masing membawakan batu bening dan sebongkah wadah kristal yang dikelilingi sembilan permata dengan warna yang berbeda.

Demikian dua benda itu diletakkan hati-hati di atas meja, Wei Liwei mengajak Rin dan Ravn lekas mendekat. Ketika menaiki tangga yang pendek, barulah ia berujar, "Rin, bagaimana jika menyebutkan kelas dan tipe Aoran yang diketahui hingga kini?"

"Dengan senang hati, Guru," jawab murid perempuan dengan senyum kecilnya.

Sebelumnya ia menoleh kepada Ravn. Tampak si pria muda menelan ludah, mempersiapkan diri untuk mendengarkan setiap penjelasan yang diterangkan dengan cepat.

"A-aku akan berusaha untuk menyebutkannya pelan-pelan ...." Begitulah si gadis memutuskan, lekas disambut tawa oleh sang guru yang sudah melangkah di bagian berseberangan dari meja.

"Kalau begitu, silakan."

Pun, satu anggukan dari Ravn menjadi persetujuan mutlak. Maka Rin menarik napas bagai anak murid yang hendak menyerahkan setoran hafalan.

"Kelas Aoran terbagi atas tiga; Aoran Hitam, Aoran Putih dan Kelabu. Biasanya Aoran Hitam memiliki kekuatan yang besar untuk menyerang, sementara Aoran Putih lebih defensif. Selain itu Aoran Kelabu merupakan Aoran yang memiliki tipe gabungan dari Putih dan Hitam.

"Masing-masing Aoran Hitam dan Aoran Putih memiliki tipe—ah, tetapi ... sebelumnya, boleh saya bertanya, Guru Wei?"

Serentak dua pria yang berada di dekatnya mengerjap.

Ya, ini benar-benar baru.

Rin bertanya kala menerangkan hal-hal yang ia tahu.

"Tentu." Beruntung. Wei Liwei menjawab tanpa ragu.

"Kalau berdasarkan hal yang saya ujarkan sebelumnya sudah cukup untuk menandai macam Aoran, mengapa kita masih membutuhkan tipe-tipe untuk membedakannya kembali?"

Senyum lekas merekah di balik jenggot putih sang guru. Yah, setidaknya dia mendapatkan pertanyaan yang menarik dari penyitaan waktu ini.

"Pendekar, Pandai Besi, Pencuri, dan Pemantul untuk Aoran Hitam; sementara Aoran Putih memiliki Penyembuh, Pelindung, dan Penyalur ... benar?"

Segala tipe yang ia sebutkan sebentar disambut dua pasang mata yang saling pandang sebelum mengangguk bersama.

Sebagaimana Rin menjelaskan sebelumnya, nyaris seutuhnya kekuatan yang dimiliki para Aoran Hitam digunakan untuk menyerang. Pendekar merupakan Aoran yang mampu menyalurkan elemen kepemilikan mereka ke senjata, sementara Pandai Besi bisa menciptakan senjata dari elemen yang mereka punya.

Adapun Pencuri yang dapat mengambil kemampuan musuhnya meski bersifat temporer, sementara Pemantul akan merefleksikan kemampuan musuh selama mereka saling berhadapan.

Tampaknya tidaklah perlu menjelaskan Penyembuh dan Pelindung, sebab keduanya memang memiliki artian yang sesuai dalam penyebutannya. Namun, jangan pernah melupakan Penyalur yang memiliki kemampuan luar biasa; menyalurkan energi kekuatan yang ia punya ke Aoran lain. Karenanya Aoran tersebut diharuskan memiliki tenaga yang besar.

Maka kembali ke pertanyaan si gadis. Mengapa klasifikasi ini masih dibutuhkan jika dalam sekali pandang, mereka sudah paham kalau tengah berhadapan dengan salah satu dari tiga Aoran?

"Bagi mereka yang awam, memang mudah saja menandai Aoran berdasarkan penjelasanmu di awal. Pun, itu sudahlah cukup bagi mereka." Akhirnya Wei Liwei menuturkan penerangan. "Namun, sebagai Aoran, kita perlu memahami masing-masing tipe tersebut untuk memudahkan kita menyiasati musuh."

Ucapannya sukses membuat Rin menyelam dalam pikiran. Penuturan sang keturunan naga ada benarnya. Mungkin dia bisa membayangkan Pendekar atau Pandai Besi yang memiliki kelemahan dalam perlindungan. Barangkali para Pelindung harus memiliki kekuatan yang besar supaya tameng atau tabir pelindung yang mereka ciptakan tidak mudah terpecah.

Setiap anggukan kecilnya memberikan sang guru kepuasan. Tak mampu ia pungkiri pula kalau ia senang memiliki murid yang cepat tanggap.

"Dalam pendeteksiannya, kita membutuhkan Pathra dan Karista untuk mengetahui kelas dan tipe Aora yang kita punya," ujar Wei Liwei sembari mengayun tangannya di atas dua benda di hadapan. Barulah ia melirik Ravn untuk melontar tanya, "Pastilah kau tak asing terhadap keduanya?"

Tentunya pertanyaan itu lekas dijawab dalam satu anggukan.

Lalu sang guru meminta, "Bisakah kau membantuku menunjukkan Rin bagaimana kau menggunakannya?"

Ravn pernah melihatnya sekali ketika masih berada di markas Shavena milik Enfierno. Para prajurit muda—atau lebih jelasnya anak-anak yang berhasil diambil paksa—sekadar dikumpulkan dan berbaris, saling bergilir menunggu waktu menghadap dua benda ini.

Meski sekadar diperintahkan untuk mengulurkan tangan di atas Pathra saat itu, setidaknya Ravn bisa paham bagaimana batu bening dan wadah kristal tersebut bekerja.

Lekas ia mengulurkan tangan di atas Pathra, membiarkan batu tersebut mendeteksi Aora yang dimiliki Ravn. Seisinya yang bening mulai terisi oleh pekatnya asap hitam hingga penuh. Pathra bahkan berguncang kala melayang, seolah tidak mampu menopang asap hitam itu lebih lama.

Rin bisa melihat sejumlah retakan menghiasi permukaan. Beberapa kali lirikannya silih berganti pada Pathra dan Ravn, jelas cemas jika terjadi hal yang membahayakan.

Namun, reaksi itu berhenti setelah beberapa waktu. Begitulah si gadis bisa mengembuskan napas lega, tetapi sesungguhnya kelegaan yang singgah di dalam hati tidak berlangsung lama.

Pathra sama sekali tidak kunjung kembali ke bentuk sediakala.

"A-apakah Ravn telah merusaknya?" gumamnya tanpa sadar, tentu sukses didengar oleh empunya nama yang disebut, sementara sang guru tertawa menanggapinya.

Wajah si gadis memerah akibat ketidaktahuannya, segera tertunduk dalam-dalam. Namun, dia memang tidak bisa menyalahkan siapa-siapa sebab tidak ada buku maupun gulungan terkait Pathra maupun Karista.

"Ini merupakan salah satu reaksi Pathra ketika ia berhasil mendeteksi Aora yang paling dekat dengannya. Dari sini, kita paham bahwa Ravn merupakan Aoran Hitam dengan tipe Pendekar, tipe yang mampu menyalurkan elemennya ke senjata yang ia gunakan," terang Wei Liwei sembari menyembunyikan satu tangan di balik punggung. "Jadi jangan khawatir. Ini reaksi wajar dari para Pendekar. Lagi pula, Pathra bisa kembali ke wujud semula dengan satu cara."

Demikian Wei Liwei memungut Pathra. Anehnya, sama sekali Pathra tak memberikan reaksi lain. Tetap benda itu bertahan sebagaimana ia selesai membaca kelas sekaligus tipe yang dimiliki Ravn meski kini berada di tangan sang guru.

Maka Wei Liwei kembali menjelaskan, "Pathra memang tidak akan berubah seperti sediakala ketika Aoran lain menyentuhnya, atau mendekatkan telapak tangan di atasnya. Nah, dengan ini, kau akan paham kalau Pathra dan Karista saling berhubungan."

Sang guru kemudian meletakkan Pathra ke wadah kristal yang dikelilingi oleh sembilan permata. Perlahan retakan memudar bagai luka tak berbekas, sementara asap hitam di dalam Pathra menyebar, memenuhi wadah sebelum berakhir menjelma pasir yang kemudian mengarah ke sepasang permata.

Permata merah dan hitam berpendar, tetapi pijar yang ditunjukkan permata merah lebih terang dibandingkan yang hitam.

Kontan hasil Karista membuat Ravn terpana.

Begitu lama sejak ia menerima kekuatan saluran dari Arslan, bagaimana mungkin permata merah bisa berpijar lebih terang ketimbang permata hitam?

"Untuk menuntaskan pekerjaannya, Pathra harus memberikan hasil yang ia peroleh kepada Karista." Alih-alih menangkap mimik takjub dari murid lelakinya, Wei Liwei melanjutkan, "Dari sini, kita memahami Ravn merupakan Aoran Hitam kelas Pendekar, juga menguasai elemen bayangan serta api yang lebih dominan. Lihat?"

Dia lalu mengangkat Pathra dari wadah kristal.

Batu sihir itu benar-benar kembali seperti sediakala. Bening tanpa noda, bahkan ketika sang guru mengembalikannya ke meja sebelum mengisyaratkan Rin untuk melakukan hal yang sama seperti Ravn.

Empunya mata keemasan mengerjap. Terbayang dirinya akan melakukan hal serupa, bermacam asumsi membayangi seisi kepala.

"Tenang saja." Sebelum segala macam firasat buruk menghantui dirinya, ia dengar Ravn berceletuk. "Pada dasarnya, baik kelas, tipe, bahkan elemen memang tidak berhubungan dengan kepribadian Aoran itu sendiri, tetapi kupikir kau tidak akan mendapatkan tipe Pendekar sepertiku."

"Apa maksudmu ... aku tidak pantas menjadi Pendekar?"

Lawan bicara lekas angkat bahu. "Aku tidak bermaksud menghinamu atau semacamnya—"

"Aku tidak menangkapnya sebagai hinaan atau apalah yang kau pikirkan, tetapi aku sekadar bertanya mengapa kau berkata demikian?"

"Tidak apa-apa! Aku hanya berusaha menghiburmu," bantah Ravn, tanpa sadar meninggikan suara ketimbang milik Rin yang diutarakan dengan halus. "Sebab kau terlihat seperti anak anjing yang kehujanan meminta untuk dipungut ketika melihat Pathra hancur seperti itu!"

"I-itu karena aku tidak tahu pada awalnya!" Tampaknya perdebatan tak penting ini terasa semakin panas. "Sekarang aku sudah tahu ... jadi—"

Untunglah deham sang guru sukses memotong ucapan Rin sekaligus membuat kedua anak muridnya menoleh. Tidak disangka ia begitu bersyukur atas pertolongan Wei Liwei. Yah, dia tahu jarang sekali wanita mau mengalah kalau soal adu mulut.

Haruskah ia berterima kasih kepada sang kakak sebab secara tak langsung ia belajar perihal ini, walau ia sendiri masih kesulitan mengelaknya?

Namun, andaikan ada buku atau gulungan seputar Pathra dan Karista, apakah mereka akan tetap adu mulut? Memikirkannya, alis tebal Ravn beradu sengit sembari menujukan pandang kepada Wei Liwei yang tampak tak acuh, memilih menitahkan Rin untuk menguji Aora-nya sekali lagi.

Yah, itu hal terpenting sekarang.

Sekali lagi mata keemasan itu tertuju kepada Pathra yang setia menunggu. Terbesit rasa tidak yakin dalam dirinya, tetapi sesungguhnya ia juga penasaran atas cerita yang Ravn tuturkan di waktu-waktu lepas.

Lebih baik mati setelah tahu ketimbang mati penasaran, bukan?

Maka Rin mengulurkan tangan di atas batu bening itu, membiarkan kebenaran terkuak atas hasil kerjanya.

Mulanya memang tidak terlihat barang sejentik reaksi yang terlihat, tetapi Rin membiarkan tangannya tetap menggantung di atasnya. Dia berandai-andai kalau ia memang memiliki Aora dari dalam tubuh, lantas menyalurkannya ke Pathra hingga keajaiban—atau begitulah sudut pandang Rin menganggap—datang menghuni seisi batu bening.

Serpihan-serpihan memancarkan kemilau perlahan-lahan hadir, berputar memenuhi bagian dalam Pathra. Perlahan lagi pasti, serpihan tersebut mendatangkan asap pekat yang nyaris serupa dengan reaksi Ravn sebelumnya.

Meski Rin mulai mengangkat pandangan ke arah Wei Liwei, tampaknya sang guru memilih tak acuh dan terus meneliti Pathra yang mulai bercampur isinya menjadi warna kelabu. Senyumnya merekah pelan-pelan tepat si batu bening mulai meleleh, bagai tengah menjelma tanah liat.

Pathra kemudian membentuk pedang, lantas berhenti bergerak menyelesaikan tugasnya.

"Aoran Kelabu?"

Belum Rin dapatkan jawaban dari sang guru yang tengah memungut Pathra yang sedang mempertahankan bentuk pedang dan warna kelabunya, lekas ia melirik Ravn.

"Jika memang demikian, seharusnya Pathra menyuguhkan dua reaksi sekaligus," cetus si pria muda, sukses mengundang tanya dalam sirat manik keemasan di sampingnya. Tiada ragu ia menjelaskan, "Jika Aoran Hitam atau Putih, memanglah Pathra hanya memperlihatkan satu reaksi saja. Kau sudah melihat sendiri bagaimana Pathra menggambarkan tipe Pendekar, bukan?

"Saat ini, Pathra memperlihatkan dirimu kalau kau merupakan Aoran Kelabu dengan tipe Pandai Besi—pencipta senjata dari elemen yang dimiliki Aoran. Pathra juga tidak menunjukkan kalau kau memiliki tipe lain dari kelas Hitam, jadi seharusnya Pathra memperlihatkan kita tipe Aoran Putih milikmu."

Wei Liwei mengangguk-ngangguk mengiyakan.

Memang masih banyak reaksi Pathra yang menggambarkan tipe Aoran, seperti Pemantul yang menduplikasi wujud Pathra; Pencuri akan menghilangkan si batu bening seutuhnya dalam kurun waktu tertentu.

Pathra juga akan membentuk tameng untuk menunjukkan Aoran di hadapannya merupakan tipe Pelindung, sementara batu bening tersebut akan memuntahkan serpihan berkilau jika si Aoran adalah Penyalur.

"Jadi tipe Aoran Putih yang dimiliki Rin ...."

"Ciumlah." Demikian Wei Liwei menyela sembari menyodorkan Pathra agar kedua muridnya mendekat.

Masing-masing mulai memekakan indra penciuman, bahkan terang-terangan mengendus Pathra di tangan keriput sang guru. Sekali lagi, mereka berdua saling pandang usai berpuas diri menemukan apa yang mereka cari.

"Pathra membentuk pedang sekaligus menguarkan aroma semerbak bagai sedang berdiri di taman. Rin merupakan Pandai Besi yang juga menguasai tipe Penyembuh. Lalu ...." Wei Liwei menggantung kata-kata sembari mengangkat Pathra tinggi-tinggi di udara. "Ini merupakan warna kelabu yang paling stabil yang pernah kulihat berpuluh tahun lamanya."

Ravn ingat satu perihal ini.

Biasanya, Aoran Kelabu hanya unggul di dalam satu kelasnya. Itu dapat ditandai melalui warna kelabu yang sedang diperlihatkan Pathra. Jika kelabunya gelap, biasanya kelas Hitam akan lebih dominan. Hal tersebut tentu berlaku sebaliknya dengan kelas Putih.

Namun, kini batu ajaib di tangan Wei Liwei menunjukkan warna kelabu yang tak begitu gelap maupun terlalu terang. Artinya, kelas dan tipe yang dimiliki Rin berada di tingkatan yang setara.

Si gadis sekadar termangu. Dirinya bahkan tidak pernah berlatih Aora, atau mengetahui bahwa orang tuanya merupakan Aoran. Lantas apakah kini ia bisa mengatakan dirinya hebat? Patutkah ia percaya akan penyelamatan yang ia lakukan di menara Shavena?

"Tenanglah." Ravn membuyarkan lamunannya. "Menjadi Aoran Kelabu tidaklah buruk, sepatutnya kau berbangga. Kita bahkan belum mengetahui elemenmu, kau bahkan sudah terlihat terbebani seperti itu."

Oh, ya. Ada benarnya. Pathra masih berada dalam genggaman Wei Liwei.

Tanpa berbasa-basi, keturunan naga angin tersebut lekas meletakkan si batu bening ke wadah kristal. Reaksinya jelas nyaris serupa sebagaimana Pathra sebelumnya menyampaikan Aora yang dimiliki Ravn, tetapi kali ini hampir semua kristal yang mengitarinya memancarkan cahaya.

Namun, permata putih memiliki kemilau yang lebih unggul dari yang lain.

"Aoran yang begitu menarik," ungkap Wei Liwei memecah takjub kedua muridnya. Jelas pandangan mereka lekas tertuju kepada sang guru yang mengumbar senyum kepada Rin.

Itu berhasil mengundang banyak tanya di benak si gadis sekali lagi. Pun, kali ini lamunan itu menular ke Ravn pula.

Teramat sangat jarang Aoran dapat menguasai sembilan elemen sekaligus. Walau ada peluangnya, tetap saja nyaris mustahil. Konon lagi jika ia merupakan Aoran Kelabu. Memikirkannya saja sukses memahat kernyit dalam di kening Ravn dalam-dalam.

Mungkinkah ini merupakan pengaruh anak iblis itu? Tanpa sadar batinnya bertanya-tanya tanpa tahu Rin telah berpaku tatap pada ekspresinya yang telanjur keras. Kalau begitu—

"Tidak perlu pusing-pusing berpikir terlalu jauh." Kini Wei Liwei merebak pikirannya. "Memang tidak menutup kemungkinan kalau Rin dapat mengendalikan semua elemen yang dipampangkan Karista. Namun, untuk saat ini, selain elemen cahaya, seluruh cahaya yang memancar dari kristal lainnya lebih redup pijarnya.

"Maka, Rin ... kalau kau tidak keberatan, aku akan melatih bagian-bagian yang lebih unggul saja darimu. Bagaimana menurutmu?"

Tampaknya itu satu-satunya langkah terbaik. Pun, memang tidak ada salahnya melatih keunggulan sebelum memulai memandang kelemahan.

Rin mengangguk setuju pada akhirnya.

"Kalau begitu tes Aora selesai sekarang." Demikian Wei Liwei mengumumkan sembari memungut Pathra dari dalam Karista. "Sejauh ini, apakah kalian memiliki pertanyaan?"

Perihal reaksi Pathra yang lain, barangkali Rin bisa menanyakannya kepada Ravn nanti. Namun, setidaknya ia tidak berhenti di satu topik saja usai menatapi Wei Liwei yang terus memegangi Pathra sedemikian bebasnya.

"Jika Pathra memang selalu bereaksi ketika ada Aoran di dekatnya, lantas mengapa ia masih berwujud semula? Padahal Guru senantiasa menggenggamnya secara bebas meski ia sudah menyelesaikan tugasnya setelah dipungut kembali dari Karista."

Senyum Wei Liwei merekah sempurna karena pertanyaannya.

Ya, itu benar-benar pertanyaan yang sangat bagus.

>>>>

Continue Reading

You'll Also Like

366K 21.1K 25
KAILA SAFIRA gadis cerdas berusia 21 tahun yang tewas usai tertabrak mobil saat akan membeli martabak selepas menghadiri rapat perusahaan milik mendi...
The Rain on The Grass By nsa

Historical Fiction

3.4K 645 23
Neferuti merasa gagal menjadi anak yang berbakti karena tidak dapat menolong adiknya yang sakit-sakitan. Oleh karena itu, dia bertekad untuk menjadi...
1.9K 195 7
Tolol adalah kata yang tepat untuk mendeskripsikan keadaanku saat ini. Terlalu berharap kepada komet membuatku lengah, jatuh kemudian terhanyut oleh...
69.4K 6K 31
Love started with the Command, but grew up without the Plan. Fyka Sakura nekad terbang ke Tokyo untuk mengikuti wasiat mendiang Ibunya agar menc...