Transmigrasi Jadi Sekretaris...

By mustika2601

590K 33.4K 1.1K

Bagaimana jadinya kalau kalian menjadi Alena yang tiba-tiba bangun ada di pertemuan rapat dan semua mata tert... More

Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33

Bab 18

20.4K 1.1K 26
By mustika2601

Sampai di kamar Mahesa, Alena membantu Mahesa untuk melepaskan jas di tubuhnya dan juga membantunya untuk berbaring di tempat tidur.

"Ada yang bisa saya bantu lagi pak?" Tanya Alena setelah melihat Mahesa yang berbaring di tempat tidur.

"Kepala saya pusing." Balas Mahesa jujur. "Kamu bantu saya untuk memijat kecil kepala saya." Lanjut Mahesa.

"Bapak yakin?" Tanya Alena ragu walaupun dia sudah bersentuhan kulit dengan Mahesa, Alena masih ragu untuk bersentuhan lagi dengan Mahesa.

"Cepat." Ucap Mahesa mengambil tangan Alena dan meletakan di dahinya yang ternyata sangat panas.

"Bapak demam." Ucap Alena kaget dan melepaskan tangan Mahesa dari tangannya. "Stok obat bapak ada?" Lanjut Alena lembut dan juga merasa khawatir melihat kondisi Mahesa saat ini.

"Di dalam laci." Ucap Mahesa menunjuk laci yang ada di samping tempat tidurnya. "Tapi saya belum makan siang jadi belum bisa minum obat." Lanjut Mahesa yang di sertai bunyi perutnya.

'krukk'

Mendengar bunyi perut Mahesa, Alena langsung melihat ke arah Mahesa. "Pantas bapak sakit begini, tubuh bapak aja gak bapak jaga." Ucap Alena.

"Saya dari bandara langsung ke perusahaan, mana sempat saya mampir untuk makan siang." Jelas Mahesa.

Baru Alena akan membalas ucapan Mahesa, malah terhenti setelah mendengar bunyi bel apartemen Mahesa.

"Bantu saya membuka pintu." Suruh Mahesa setelah mendengar bunyi bel apartemennya.

"Baik pak." Ucap Alena keluar dari kamar Mahesa.

Membuka pintu apartemen Mahesa, Alena melihat laki-laki yang mengunakan jas putih dan juga ada Gino yang berdiri di sampingnya.

Gino setelah di beritahu sopir tadi kalau Mahesa tidak mau ke rumah sakit, tapi tetep pergi ke apartemen dengan Alena langsung mengajak dokter pribadi keluarga Mahesa untuk pergi ke apartemen Mahesa untuk mengobatinya.

"Saya yakin, bos gak akan mau ke rumah sakit kalau sakit begini." Ucap Gino setelah melihat Alena yang membuka pintu apartemen Mahesa. "Makannya saya langsung bawah kan DOKTER kesini." Lanjut Gino sedikit teriak supaya di dengar Mahesa di dalam kamarnya.

Gino sudah tahu kalau Mahesa tidak akan mau ke rumah sakit kalau dia sakit begini, selain untuk pemerikasaan kesehatan yang dia lakukan sekali tiga bulan dan juga pemerikasaan traumanya terhadap perempuan itupun di paksa mamanya, Mahesa tidak akan pergi ke rumah sakit.

Intinya Mahesa akan pergi ke rumah kalau itu sangat penting menurutnya.

"Silahkan masuk pak." Suruh Alena ke Gino dan dokter tersebut.

"Sebenarnya bos gak mau ke rumah sakit itu, karena gak mau disuntik." Ucap Gino yang jiwa gosipnya kembali muncul dan mengeraskan suaranya supaya di dengar Mahesa.

Gino juga ingin membalas dendam ke Mahesa, karena gara-gara Mahesa sampai sekarang dia masih bermusuhan dengan pacarnya nomornya juga sudah di blokir, apalagi saat dia pulang perjalanan bisnis ternyata pacarnya pergi jalan-jalan keluar negeri dengan temannya, padahal dia juga sudah menyiapkan hadiah spesial untuk pacarnya itu.

"Yang benar aja pak, seorang pak Mahesa yang dingin dan galak serta suka memerintah ternyata takut di suntik."  Ucap Alena merasa tidak percaya mendengar ucapan Gino. "Pantas saja dari tadi bapak Mahesa menolak di ajak ke rumah sakit, ternyata takut di suntik, padahal ke rumah sakit gak harus di suntik juga." Lanjut Alena menggelengkan kepalanya mengetahui salah satu sifat kekanak-kanakan Mahesa.

"Jangan anggap bos terlalu sempurna." Ucap Gino. "Dia juga ada kekurangannya." Lanjut Gino terus berjalan menuju kamar Mahesa dengan Alena dan dokter.

Saat Alena akan membuka pintu kamar Mahesa ternyata pintu kamarnya terkunci.

"Terkunci." Ucap Alena yang mengetuk pintu Mahesa. "Bapak buka pintunya, Ini ada dokter yang mau mengobati bapak dan gak disuntik juga kok pak." Lanjut Alena yang masih berusaha mengetuk pintu kamar Mahesa.

"Biarin aja Alena." Ucap Gino melihat Alena yang masih mengetuk pintu kamar Mahesa. "Bos gak akan membukakan kita pintu." Lanjut Gino melihat pintu kamar Mahesa yang tertutup.

"Terus kita harus bagaimana pak?" Tanya Alena. "Padahal pak Mahesa tubuhnya panas dan dia juga sempat mengeluh pusing." Lanjut Alena.

"Biarin aja." Ucap Gino. "Bos pasti kuat, lagian saat perjalanan bisnis kemaren bos juga jarang tidur, buktinya sampai sekarang dia masih hidup aja. Bos sudah terbiasa seperti ini, bentar lagi bos juga sembuh dengan sendirinya." Lanjut Gino santai.

"Pantas pak Mahesa sakit begini ternyata yang ada di pikirannya cuma pekerjaan aja." Ucap Alena. "Mudah-mudahan pasangan saya gak seperti pak Mahesa yang gila kerja sampai kesehatannya aja gak dia jaga, apalagi mau jaga pasangannya nanti." Lanjut Alena di samping Gino dan dokter tersebut.

"Belum juga mengaku ternyata sudah di tolak." Ucap Gino setelah mendengar ucapan Alena. "Sepertinya perjalanan bos masih panjang." Lanjut Gino melihat Alena yang sudah duduk di sampingnya.

"Bapak ngomong apa?" Tanya Alena yang kurang jelas mendengar ucapan Gino.

Awalnya Gino merasa sedikit ragu membiarkan Alena berdua dengan Mahesa di apartemen, takut Alena dengan mudah akan suka dengan Mahesa, apalagi Mahesa yang membuat orang mudah suka dengannya, diam aja sudah banyak yang tertarik dengannya.

"Saya mau kamu buatkan bos makan siang, soalnya dari tadi bos belum makan." Ucap Gino.

"Emangnya disini ada bahan makanan yang mau di masak?" Tanya Alena sedikit ragu karena Mahesa yang baru pulang dari perjalanan bisnis dengan Gino.

"Kamu jangan khawatir, setiap hari akan ada orang yang mengisi stok kulkas bos dan semuanya lengkap kamu tinggal milih aja apa yang mau kamu masak." Jelas Gino. "Kalau gitu kamu pamit dulu." Lanjut Gino keluar dari kamar Mahesa dengan dokter tersebut.

"Tunggu pak, barang-barang saya masih ada di perusahaan." Ucap Alena yang masih mengingat tasnya masih ada di perusahaan Mahesa.

Alena tidak menyangka Mahesa akan mengajaknya untuk ke apartemen, Alena yang awalnya takut kalau Mahesa benar-benar memecatnya dengan patuh mengikuti Mahesa dan melupakan tasnya yang masih berada di dalam ruangannya.

"Kamu tenang aja, besok saya akan berikan tas kamu." Ucap Gino. "Kamu bantu saya untuk jaga bos, karena masih banyak yang saya urus di perusahaan." Lanjut Gino.

Mendengar ucapan Gino yang telah membahas tentang pekerjaan Alena tidak berani lagi untuk menolak ucapan Gino.

Keluar dari apartemen Mahesa, Gino langsung tersenyum melihat ke arah pintu Mahesa yang sedang tertutup. "Sepertinya bos masih perlu perjuangan untuk mendapatkan Alena." Ucap Gino dalam hati tersenyum senang.

Sedangkan dokter tadi hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kekakuan Gino, padahal dari tadi dia sudah menolak ajakan Gino karena sudah tahu akan kejadian seperti ini.

Setelah dia dikasih tahu Gino, kalau sekarang di apartemen Mahesa ada perempuan yang dia sukainya makannya dia setuju dengan tawaran Gino untuk pergi ke apartemen Mahesa. Dia juga penasaran perempuan seperti apa yang di sukai Mahesa.

"Saya lihat perempuan tadi bahasa aja." Ucap dokter tersebut.

"Dia baru satu bulan bekerja dengan bos, pasti ada sesuatu yang gak kita ketahui tentang dia sehingga bos suka dengannya." Ucap Gino. "Lagian cuma Alena yang saya tahu bisa menolak pesona bos sampai sekarang." Lanjut Gino.

"Saya setuju dengan ucapan kamu dan saya lihat perempuan tadi memang gak tertarik dengan bos." Ucap dokter tersebut. "Kamu gak takut di pecat bos?" Lanjut dokter tersebut ke Gino.

"Palingan bonus saya aja yang berkurang, mana berani bos pecat saya." Ucap Gino santai. "Lagian saya sudah berusaha membantu bos untuk cuma berdua dengan Alena di apartemennya." Lanjut Gino.

Baru selesai berbicara Gino sudah dapat pesan dari Mahesa.

"Selesaikan file yang kemaren dalam waktu tiga hari atau mau kembali ke luar negeri." Pesan Mahesa yang membuat Gino langsung terdiam.

Melihat Gino yang terdiam melihat telponya dokter tersebut dengan cepat pergi dari apartemen Mahesa takut Mahesa juga akan marah kepada-nya.

"Sial." Ucap Gino kesal padahal dia keperusahaan cuma mau mengamankan tas Alena dan tidak menyangka akan ikut bekerja lembur dengan Diki, Dani dan Pandu juga, parahnya lagi dia baru habis perjalanan bisnis yang juga butuh istirahat. "Selajutnya saya juga yang akan sakit." Lanjut Gino.

******

Disinilah Alena sekarang berdiri di depan pintu Mahesa sambil membawa bubur sumsum dia masak, setelah melihat keadaan Mahesa tadi, Alena memutuskan untuk membuatkan Mahesa bubur sumsum yang cocok untuk orang sakit.

"Bapak buka pintunya." Ucap Alena lagi sambil mengetuk pintu Mahesa.

Mahesa yang sudah tahu kalau Gino dan dokter sudah pergi langsung membuka Alena pintu kamarnya.

Melihat Mahesa yang berdiri di depannya yang sudah memakai baju rumahan kaos hitam dan celana panjang hitam yang jauh sekali dengan Mahesa yang berpakaian formal yang biasa dia lihat walaupun seperti itu tidak menghilangkan aura pemimpin seorang Mahesa.

"Ini bubur sumsum yang saya masak untuk bapak." Ucap Alena sambil masuk kedalam kamar Mahesa dan meletakkan bubur sumsum yang dia bawah di atas meja kecil di samping tempat tidur Mahesa.

Mahesa melihat Alena masuk ke kamarnya juga mengikuti Alena dari belakang dan duduk di samping tempat tidurnya.

"Saya gak takut di suntik." Ucap Mahesa tiba-tiba. "Menurut saya sakit saya ini gak perlu ke dokter, cukup minum obat aja yang sudah saya siapkan." Lanjut Mahesa lagi melihat kearah Alena yang sedang menyiapkan bubur sumsum untuk dia makan.

"Iya saya percaya." Ucap Alena memutar matanya males melihat ke lakukan Mahesa. "Mendingan bapak makan dulu buburnya, habis itu baru makan obatnya." Lanjut Alena yang di anggukki Mahesa.

Semua orang juga tahu kalau sebenarnya Mahesa takut di suntik, kalau melihat kelakukan Mahesa yang tiba-tiba mengunci kamarnya setelah mendengar ada dokter yang datang ke  apartemennya.

Mendengar ucapan Alena, Mahesa langsung mengambil bubur sumsum yang ada di tangan Alena.

Melihat itu Alena juga kembali meletakkan tangannya di dahi Mahesa yang buat Mahesa menjadi kaku dengan tindakan Alena.

"Panasnya sudah mulai berkurang." Ucap Alena setelah meletakkan tangannya di dahi Mahesa.

"Hmm..." Dehem Mahesa sambil memegang lengan baju Alena untuk melepaskan tangan Alena yang ada di dahinya.

"Ternyata memang benar bapak cukup kuat, buktinya tanpa melakukan apapun panas tubuh bapak turun sendiri." Jelas Alena yang ikut duduk di samping Mahesa. "Ayo makan buburnya pak di jamin enak." Lanjut Alena melihat Mahesa yang masih tidak menyentuh buburnya tapi masih melihat ke arahnya.

"Hmm..." Dehem Mahesa memakan bubur masakan Alena.

Baru suapan pertama Mahesa langsung menyukai bubur yang Alena buat, pantas saja dia melihat Dani dan Diki bersikeras menyuruh Alena untuk membuatkan dia bekal makan siang.

Bubur aja bisa seenak ini di buat Alena, apalagi masakan yang lainnya pikir Mahesa.

Tanpa sadar Mahesa langsung menghabiskan bubur sumsum yang Alena buat.

Alena melihat Mahesa yang sudah menghabiskan buburnya membantu Mahesa untuk mengambil obat yang ada di dalam laci untuk Mahesa minum.

Selesai memberikan Mahesa obat, Alena langsung pamit pulang ke Mahesa.

"Lebih baik bapak istirahat dulu." Ucap Alena menyuruh Mahesa untuk berbaring di tempat tidurnya.

"Tunggu sebentar." Ucap Mahesa yang beranjak dari tempat tidurnya dan pergi mengambil kotak kecil yang telah dia tarik di dalam lemarinya. "Ini buat kamu." Lanjut Mahesa melemparkan kotak kecil tersebut kearah Alena.

"Ini apa pak?" Tanya Alena heran sambil melihat kotak kecil di tangannya.

"Buka aja." Ucap Mahesa ke arah Alena.

Mendengar ucapan Mahesa, Alena langsung membuka kotak kecil tersebut yang ternyata berisi kalung yang sangat cantik.

"Kalung." Ucap Alena sambil melihat kalung yang ada di dalam kotak ke arah Mahesa. "Bapak gak salah?" Lanjut Alena melihat kalung yang begitu cantik di depannya.

"Ambil aja." Ucap Mahesa santai dan juga cukup senang dengan reaksi Alena yang sangat menyukai kalung dia beli.

Mahesa duga Alena tidak akan mau menerima pemberiannya melihat sikap Alena kedirinya selama ini dan juga Alena yang menolak uang pemberian mamanya.

"Makasih pak." Ucap Alena senang dan kembali memasukan kalung tersebut kedalam kotak.

Alena tidak mau munafik dia sudah lama ingin membeli kalung seperti ini di kehidupan sebelumnya, walupun dia masih bisa membelinya dengan uang di tinggalkan orang tuanya. Dia cukup sayang untuk membelikan uangnya untuk kalung, apalagi sebelumnya dia masih belum dapat pekerjaan dan masih bergantung dengan uang di tinggalkan orang tuanya.

"Baguslah Kalau kamu suka." Balas Mahesa. "Ini sebagai permintaan maaf saya yang curiga waktu itu kamu menggoda saya." Lanjut Mahesa.

"Owhh itu, gak apa-apa." Ucap Alena yang masih fokus melihat kotak kalungnya. "Saya juga mintak maaf waktu itu terlalu lancang dengan bapak. Saya duga bapak akan pecat saya waktu itu, ehh tiba-tiba saya dapat kabar kalau bapak ternyata pergi perjalanan bisnis yang lebih cepat dengan jadwal yang di tetapkan." Lanjut Alena melihat ke arah mehasa dengan senyum lembutnya.

"Iya karena ada beberapa hal yang harus saya selesaikan." Ucap Mahesa menghindari tatapan Alena ke arahnya. "Kalau gitu saya mau istirahat, kalau kamu mau pulang, silahkan." Lanjut Mahesa berjalan kembali tempat tidurnya.

Sebenarnya dia ingin lama-lama berada di dekat Alena tapi dia juga ingin menghubungi Alden untuk menanyakan tentang keadaannya yang sekarang.

Walupun dia masih bisa menerima sentuhan Alena tapi dia juga merasakan tubuhnya juga masih sedikit menolak sentuhan Alena.

"Kalau gitu saya kembali ke perusahaan dulu pak." Ucap Alena melihat ke arah Mahesa yang menatapnya. "Terima kasih kalungnya pak." Lanjut Alena keluar dari kamar Mahesa setelah mendapat anggukan dari Mahesa.

*****

Semoga suka dengan kelanjutan ceritanya.

Kalau ada yang aneh dan merasa tidak puas dengan alurnya komen aja ya.

Komen aja kalau ada typo dan jangan lupa sarannya juga.

Jangan lupa follow vote dan komennya.

Continue Reading

You'll Also Like

92.1K 6.6K 22
Sebagai pembunuh selama 10 tahun Helen mencapai titik jengahnya. Tidak ada hal baru yang membuatnya memiliki nafsu untuk hidup. Pelariannya saat ini...
1.3M 125K 47
Di novel 'Kisah Naqila', Nathaniel Varendra adalah sosok antagonis paling kejam. Ia bahkan tak segan membunuh seseorang yang dianggap mengusik ketena...
429K 47.6K 44
Karena kesamaan rupa antara gundik yang ditemuinya di rumah bordil dengan Parvis Loine sang tokoh utama wanita sekaligus gadis yang dicintai oleh Ize...
826K 75.3K 37
Lembayung Rinai Kayana. Wanita itu tidak menyangka bahwa hidupnya dalam sekejap hancur berkeping-keping setelah mengetahui fakta menyakitkan tentang...