SORRY [slow update]

By fatayaable

11.2K 4.2K 3K

Masa SMA adalah masa yang harus dipergunakan Aluna agar waktunya tidak terbuang sia-sia. Dan mempunyai 3 (tig... More

CUAP-CUAP PENULIS
BUKU HARIAN UNA (BH 1)
1. MISI 30 HARI
2. DUNIA KALE
3. ES DUREN
4. OMELAN KANJENG RATU
BUKU HARIAN UNA (BH 2)
5. PERIHAL KARA
6. BEKAL KALE
7. KESAL!
8. KAKAK KELAS
9. PERMINTAAN
10. PAHAT HATI
BUKU HARIAN UNA (BH 3)
#CAST SORRY
11. SATURSAD
BUKU HARIAN UNA (BH 4)
12. BIOSKOP
13. GELISAH
BUKU HARIAN UNA (BH 5)
14. BACK TO THE MOON
BUKU HARIAN UNA (BH 6)
15. SELEKSI HATI
16. JADI, GUE HARUS GIMANA?
17. TO THE BONE
18. FALL FOR YOU
BUKU HARIAN UNA (BH 7)
19. MELUKIS SENJA
INTERMEZO~
20. STORY OF KALE
21. THE FACT IS ...
BUKU HARIAN UNA (BH 8)
22. PENGUMUMAN
23. KARANTINA

24. TROUBLE MAKER

160 18 4
By fatayaable

POV KALE

Sabtu kali ini mungkin akan menjadi hari yang sempurna bagi Aluna karena setelah latihan public speaking terus menerus di depan cermin, Mom dan Dad, serta Javier dan Lily, dia menjadi yakin seribu persen kalau dia akan berhasil. Cewek gue itu memang positive vibes sekali.

Sementara gue lebih tampak percaya diri setelah melatih diri untuk enggak grogi di depan panggung. Gue enggak mau Aluna kecewa dengan gue nantinya. Dia sudah seperti piala hidup gue yang patut gue perjuangkan, dan gue enggak mau merusaknya.

Adapun tiga tema yang harus gue, Aluna, dan peserta lain kuasai adalah Transformasikan Hidupmu, Kenali Dirimu Lebih Dalam, dan Keluargaku, Inspirasiku. Nanti saat di atas panggung, para peserta harus mempresentasikan tema yang disebutkan oleh dewan juri selama tiga menit.

Gue menatap para tamu undangan di ballroom SMA Extraordinary. Kedua orang tuanya Ada Mama, Papa yang sedang mengobrol dengan orang tuanya Venya. Ah... gue takut gue jadi emosi di atas panggung nanti gara-gara lihat mereka mengingat kejadian beberapa jam lalu di rumah.

"Kale sayang," panggil Kara sambil menuruni tangga, lalu dia tertawa, "geli ah gue manggil lo kayak gitu. Enggak jadi deh. Eh," dia menepuk pundak gue yang sedang memakai sepatu di ruang tamu, "gue enggak bisa dateng dari awal acara. Tapi gue usahain dateng, ya. Kan gue juga udah janji sama Aluna."

"Mau ke mana?"

"Calvin kecelakaan. Gue mau nengok."

"Udah putus, kan? Ngapain ditengok?"

"Gimana dong, Le? Semalam dia tiba-tiba nelpon gue ampe nangis gitu, minta balikan. Ya jelas gue tolaklah. Gue enggak mau hidup gue hancur lagi untuk kedua kalinya. Tapi pagi ini, gue malah dapet kabar itu."

Gue mengulas senyum tipis. "Gue aja masih enggak tahu nasib gue bakal gimana, Kak. Mama Papa sama sekali enggak mau dengerin gue. Mereka dukung penuh Venya, tapi enggak pernah dukung gue. Sebenernya yang anaknya itu Venya apa gue, sih? Aneh banget."

Kara menepuk-nepuk bahu gue. "Sabar ya, Le. Terus lo mau gimana?"

"Kayaknya gue ngekos aja deh. Enggak betah lama-lama di sini. Mau belajar juga enggak tenang kalo ditanyain soal Venya mulu."

"Ya udah. Nanti gue bantu cariin kosannya."

Tiba-tiba terdengar kehebohan dari lantai atas. Suara pintu berdebum keras disusul derap sepatu hak tinggi. "Ayo, Pa, nanti kita telat! Enggak enak sama Venya dan orang tuanya."

Gue menatap kedua orang tuanya yang menuruni tangga. Rasanya ada sesuatu yang menyangkut di tenggorokan. "Kak, gue mau kabur lagi aja."

Dan selama di perjalanan tadi, telinga gue merasa panas. Ingin sekali dia berteriak saat mereka terus menyebut-nyebut nama orang yang bahkan enggak ada di tempat.

Sebuah genggaman hangat menjemput gue kembali ke Bumi.

"Are you okay?" tanya Aluna. Penampilannya sangat serasi bila disandingkan bersama gue. Gaun putih selutut dengan rambut yang diikat pita putih di belakang membuat Aluna tampak cantik nan elegan.

Gue menghela napas, memijit pelipisnya. "Gue enggak yakin."

"Demam panggung lagi?"

Gue menghadap Aluna utuh seraya menggenggam kedua tangannya. "Na, kita pergi ke Laut Cina Selatan-nya kapan? Besok bisa?"

Baru saja Aluna ingin menjawab, Javier sudah lebih dulu berteriak. "Hei, calon pemenang ambasador!" Dia berjalan beriringan bersama Lily ke arah mereka. Sebuah kamera tampak tergantung manis di lehernya. "Foto dulu dong, Guys!" Dia mengangkat kamera dan bersiap memfoto. "Gila, kalian berdua emang mahkluk ajaib banget!"

***

Sesuai jadwal yang telah ditentukan, malam puncak dimulai pukul tujuh. Semua peserta bersiap untuk penampilan bakat. Banyak peserta yang menampilkan bakatnya secara solo. Ada pula yang berpasangan. Termasuk Venya dan Gema. Mereka rupanya mau enggak kalah dengan gue sama Aluna. Venya katanya akan unjuk gigi dalam bidang menyanyi, sedangkan Gema akustik.

"Sayang," Venya merangkum wajah gue tiba-tiba agar melihatnya. Padahal gue sedang berbicara dengan Berryl yang beberapa menit lalu memainkan piano sekaligus menyanyi secara solo, "doain gue ya, biar lancar. Suara gue agak serak nih, tadi kebanyakan minum soda gara-gara grogi."

Bukannya merespons Venya, gue malah celingukan mencari keberadaan Aluna. Karena yang gue butuhkan sekarang adalah Aluna. Sampai akhirnya, gue bisa terlepas dari Venya karena Gema menarik tangan Venya dengan kesal sambil berkata, "Cepetan, Nya, durasi!"

Enggak lama mereka keluar menuju panggung utama, gue lihat Aluna muncul dari balik tirai hitam ruang make up. Tangan kanannya memegang dadanya, dan dengan sigap gue berdiri mendekatinya.

"Le, peluk gue cepetan."

Gue malah melongo usai mendengar permintaannya. Enggak salah, nih?

"Kale Kasyavani Hakim, gue mau mati ini. Tolongin gue!"

Seketika gue sadar kalau smartwatch Aluna terus berbunyi. "Ah, lo ngomongnya mulai ngaco lagi. Gue enggak suka." Gue segera menarik tubuh Aluna ke dalam dekapan. Gue usap punggung dan kepala Aluna agar dia merasa hangat. Enggak peduli tatapan atau bisikan yang melihat adegan ini. Yang penting Aluna. Itu saja. "Lo enggak bakal kenapa-napa. Gue janji."

"Le, udah. Sekarang lo bisa lepasin gue."

Kale rangkum wajahnya. "Lo enggak usah mikirin apa-apa, oke? Kalo masalah menang kalahnya, kita bakal tetep jalan. Laut Cina Selatan, kan?"

"Bagian selatan pulau Jawa, Le. Gue tuh pengen ngajak lo ke Jogja."

Gue terdiam sesaat, lalu tersenyum. "Oh, Jogja. Ya udah, nanti kita ke Jogja. Ini ada dalam list misi lo juga, kan?" Aluna hanya berkedip lembut. "Oke, gue bantu wujudinnya."

"And then a hero comes along... With the strength to carry on...." Suara Venya terdengar sumbang. Lalu, terdengar suara batuk darinya yang mengundang rasa penasaran finalis di belakang panggung, membuat beberapa di antara mereka mengintip ke panggung utama. Petikan gitar tetap mengalun sesuai irama lagu Hero, tapi enggak terdengar lagi suaranya Venya.

Gue berdecak. "Suaranya beneran hilang."

Aluna berkedip bingung. "Venya? Gue mau lihat."

"Jangan!" Gue menarik tangan Aluna. "Di sini aja udah. Enggak usah cari masalah. Abis ini kita giliran kita tampil, Na."

"So when you feel like hope is gone... Look inside you and be strong...." Gema melanjutkan nyanyian. Dan ternyata suara Gema lebih merdu dibandingkan Venya tadi hingga akhirnya terdengar tepuk tangan yang meriah dari para penonton.

Beberapa menit kemudian, Venya masuk dengan wajah kesal. Dia pun menangis. Dengan suara serak, nyaris hilang, dia berteriak, "Kenapa jadi hancur gini, sih?"

Enggak ada respons dari Gema, kecuali berjalan tenang dan duduk di samping Aluna.

Tiba-tiba mata Venya menyalang ke arah Aluna. "Ini semua gara-gara lo, Aluna!" Dia mendorong dada Aluna hingga punggung Aluna terdorong ke dinding.

Sontak gue langsung memeluk Aluna, melindunginya dari serangan Venya berikutnya.

"Lo apa-apaan sih, Nya?"

Gema.

Gue menoleh ke belakang untuk melihat situasi. Ternyata Gema berdiri menghadang Venya yang ingin memukul Aluna.

"Lo yang apa-apaan? Gue kan ngajak lo ikut buat gagalin mereka berdua!"

"Iya sih tadinya gue pengen gagalin mereka. Tapi setelah gue pikir lagi dan lihat tingkah lo yang makin aneh ke Aluna, mending gue jagain Aluna." Dia mendengkus, lalu mendekatkan wajahnya. "Karena gue tahu lo pasti enggak akan diem lihat Aluna berdua sama Kale."

Gue speechless.

"Ini ada apa ribut-ribut?" tanya Sita. Mungkin teriakan keduanya tadi membuat Sita dan Dewa masuk untuk menangani keributan. "Aluna kenapa?"

Sebelumnya memang gue memberitahu panitia tentang kekurangan Aluna saat karantina terakhir kemarin. Hal itu tentunya enggak diketahui oleh Aluna. Gue melakukannya diam-diam. Selain itu, untuk berjaga-jaga bila ada hal yang enggak diinginkan dengan Aluna.

"Udah enggak apa-apa, Kak."

"Beneran, Na?" tanya gue, memastikan. "Kalo masih sakit, undur aja waktu tampilnya. Tunggu lo baikkan dulu."

Aluna menggeleng. "Enggak usah, Le. Gue bisa, kok."

"Oke. Kalian siap-siap, ya." Pandangan Sita berpindah pada Venya seraya bertelak pinggang. "Venya, lo tuh ya bikin masalah mulu. Kemaren maksa buat jadi peserta, sekarang malah ribut sama finalis lain. Mau lo apa, sih?" Dia berdecak ketika mendapati Venya sama sekali enggak meresponsnya. "Lo ribut lagi, kami akan diskualifikasi!" []

Continue Reading

You'll Also Like

110M 3.4M 115
The Bad Boy and The Tomboy is now published as a Wattpad Book! As a Wattpad reader, you can access both the Original Edition and Books Edition upon p...