Lantunan Surah Asy-Syams

By RaniahAmelia

123K 9.7K 1.3K

"Yayah! Mau kan jadi Yayah benelannya Aila?" tanya Aira dengan begitu gemas. Fadhil tersenyum lembut sambil m... More

1. Pagi Hari
2. Karena Seekor Kucing
3. Om Baik
4. Panggilan Ayah
5. Seperti Ayah dan Anak Sungguhan
6. Anak Manis Menggemaskan
7. Bertemu Bunda
9. Gantungan Kuna
10. Pura-pura
11. Jodoh Cerminan Diri
12. Jalan-jalan
13. Es Krim dan Sedekah
14. Sakit
15. Gambaran Sebuah Keluarga
16. Kriteria Pendamping
17. Kue untuk Aira
18. Masjid Al-Yusra
19. Aira dan Rasa Cemburunya
20. Jika Allah Menghendaki
21. Teman Berbagi Cerita
22. Adik Perempuan Fadhil
23. Perlombaan Orang Tua dan Anak
24. Semut Istimewa
25. Kilas Balik
26. Bimbang
27. Sebuah Jawaban
28. Alhamdulillah, Sah!
29. Salat Sunah Dua Rakaat
30. Peluk Yayah!
31. Panggilan Baru
32. Rumah Kita
33. Seperti Matahari
34. Tidur Sendiri
35. Mentaati Suami
36. Pacaran Setelah Menikah
37. Istri seorang Fadhillah
38. Hubungan yang Semakin Dekat
39. Rumah Mertua

8. Hanya Orang Lain

3.5K 242 54
By RaniahAmelia

بِسْـــــمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْـــــمِ

Assalamu'alaikum semuaaa🤗

Apa kabar hari ini? Semoga semuanya senantiasa di berikan kesehatan dan keselamatan oleh Allah SWT... Aamiin

Udah pada salat wajib?

Baca Al-Qur'an sudah juga?

Yuk sebelum baca ceritanya... Baca sholawat dulu...

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Allahumma sholli 'alaa sayyidina Muhammad, wa 'alaa aali sayyidina Muhammad.

Alhamdulillah saya balik lagi up part terbaru dari Aira...

Jangan lupa untuk pencet tombol bintang alias vote sebelum baca yaaa...

Komen komen juga yaa...

Jika ada kesalahan ketik atau penyampaian saya mohon di koreksi...

Happy reading guys🤗🤗🤗

♡ ♡ ♡

Perjalanan menuju rumah Nayara sedikit terhambat saat ini. Mobil Salsa bahkan terjebak macet sejak sepuluh menit lalu. Biasannya jalur ini jarang macet. Adapun terjadi itu pasti di waktu-waktu pagi atau sore saat orang-orang sibuk beraktivitas.

"Dari tadi diam aja Nay, kenapa?" tegur Salsa yang saat ini sedang duduk santai sambil menyenderkan punggungnya. Mumpung masih macet, dirinya bisa meregangkan otot-ototnya sebentar.

"Nggak kenapa-kenapa Sal," timpal Nayara seadanya. Perempuan itu lantas menatap sang putri yang sedang sibuk sendiri di kursi belakang.

Melihat sahabatnya itu menatap Aira, Salsa ikut meliriknya sebentar. "Nay tadi Aira beneran di temuin sama CEO Mahnoor?" tanya Salsa masih tak percaya dengan itu.

Nayara melirik sahabat itu. "Udah beberapa kali kamu nanya itu Sal. Masih nggak percaya juga?" timpal Nayara sambil menatap heran sahabatnya itu.

Salsa tersenyum menampilkan deretan giginya. "Percaya sih Nay. Cuma kaya gimana ya... Kaya ini tuh hal yang luar biasa gitu loh. Tahu kamu kerja di Mahnoor aja aku kaget. Ini... Aira sama kamu ketemu CEO nya loh Nay. Gimana nggak lebih kaget aku," ungkap perempuan dengan rambut di ikat tinggi itu.

Nayara menggeleng pelan sambil mengulas senyuman mendengar ucapan sahabatnya

"Nay! Anak-anak di kampus sering gosip soal CEO Mahnoor tahu. Perusahaan itu kan lagi naik-naiknya tuh tiga tahunan ini. Terus banyak yang cari tahu soal siapa yang punyanya. Eh ternyata yang punya sekaligus pendiri perusahaan itu ternyata CEO-nya sendiri. Mana katanya masih muda banget. Katanya sih sekarang sekitar 27 tahunan umurnya. Mana ganteng katanya. Bener emang?" tanya Salsa.

Nayara terdiam sesaat, sebelum melirik sahabatnya. "Mungkin iya sekitar segitu. Aku kurang tahu Sal," jawab Nayara.

Salsa yang mendengar jawaban kurang yakin dari Nayara seketika saja mencebik. Heran dengan sahabatnya itu. Padahal sudah ketemu langsung tapi jawabannya ragu-ragu.

"Kamu tadi katanya ketemu sama CEO nya. Kok jawaban ragu sih Nay, heran aku."

Nayara melirik sahabat sekali lagi. "Iya ketemu, tapi aku nggak perhatikan. Mana berani aku lihatnya Sal. Jaga pandangan," jawab Nayara. Dan saat itu juga Salsa menghembuskan nafas berat. Dirinya lupa soal sahabatnya yang satu ini. Nayara mana mungkin mau memperhatikan laki-laki yang tidak ada hubungan dengan dirinya.

"Aku lupa soal itu. Tapi nggak masalah, aku bisa lihat sosmednya," ungkap Salsa sambil mengeluarkan ponselnya. Seketika itu juga membuat Nayara geleng-geleng kepala.

Selagi Salsa sibuk berselancar di sosmednya, Nayara kembali melihat Aira sambil memikirkan sesuatu. Interaksi Aira kepada Fadhil tadi masih menguasai pikiran Nayara sejak tadi. Panggilan yang di sematkan Aira pada Fadhil membuatnya mengingat kembali ucapan Salsa maupun nasihat kedua orangtuanya.

"... Lagipula Nay, di usia Aira sekarang. Dia butuh sosok ayah untuk perkembangannya."

"Naya suatu saat Aira pasti menginginkan sosok Ayah. Dia pasti ingin kasih sayang dan perlindungan dari sosok Ayah. Ibu bilang gini karena Ibu sayang sama kamu, sayang juga sama Aira."

Ucapan-ucapan yang di katakan Salsa pagi tadi. Juga ucapan ibunya beberapa hari lalu kembali terputar di pikiran Nayara. Apa yang mereka katakan memang benar. Nayara tak bisa membantah, mau bagaimanapun peran orang tua adalah yang terpenting dalam perkembangan dan pertumbuhan seorang anak.

Namun jika di tanya kepada dirinya, apa Nayara siap untuk menjalani sebuah ikatan dengan seseorang agar Aira mendapat perhatian seorang ayah? Nayara ragu dirinya bisa siap. Walaupun demi putrinya, tapi Nayara masih takut. Bayang-bayang masa lalu masih berkeliaran di kepala dan hatinya, membuat rasa takut untuk membangun ikatan itu tak bisa hilang dalam diri Nayara. Dirinya belum bisa meskipun itu demi putrinya sendiri.

"Maafkan Bunda, Aira. Bunda nggak bisa memenuhi kebutuhan kamu akan sosok Ayah. Maafkan Bunda yang masih belum bisa keluar dari rasa sakit di masa lalu ini. Maafkan Bunda... Tapi Bunda janji, Bunda akan berusaha untuk membahagiakan kamu meskipun hanya seorang diri," batin Nayara. Bahkan tanpa sadar, air mata Nayara sudah menetes saat ini. Cepat-cepat ia menghapusnya sebelum Salsa maupun Aira melihatnya.

"Ih Nay! Kok nggak ada fotonya sama sekali sih. Lihat!" Tiba-tiba Salsa bersuara sambil menunjukkan layar ponselnya. Lalu jari perempuan itu menggeser-geser layarnya memperlihatkan satu akun sosmed yang memiliki banyak sekali followers.

Di sana tidak banyak postingan. Foto profilnya pun hanya foto logo perusahaan yang sangat Nayara kenali. Mahnoor Nabiha. Selain itu, kebanyakan postingan isinya hanya kata-kata. Beberapa foto makanan, pemandangan dan juga tak lupa beberapa barang-barang bermerek Mahnoor.

"Kamu yakin itu punya CEO Mahnoor? Bukan akun Mahnoor?" tanya Nayara.

"Iya beneran ini akun dia, aku dapet akunnya setelah search di situs pencarian. Tuh nama di bio nya juga sama dengan namanya yang ada di situs. Fadhillah Dzuhairi Amani," ungkap Salsa.

Nayara mengangguk-angguk mengerti. Lalu ia teringat saat bekerja, sering kali Nayara tanpa sengaja mendengar perkataan rekan kerjanya ataupun karyawan lain yang membicarakan tentang atasannya. Kebanyakan mengatakan kalau Fadhil adalah sosok yang mengutamakan aturan agama. Terbukti dengan adanya peraturan-peraturan seperti wajib mengenakan berjilbab bagi karyawan wanita yang beragama islam, harus salat tepat waktu dan lain sebagainya. Jelas sekali sosok atasannya ini adalah seseorang yang paham akan agama islam. Tak heran jika sosial medianya bersih dari potret diri.

"Ck! Pantes nggak ada foto!" suara melengking Salsa seketika menarik atensi Nayara kembali pada sahabatnya itu.

"Kenapa?" tanya Nayara.

"Lihat Nay, dia ngambil kuliah S1 di mana," titah Salsa sambil memperlihatkan biodata Fadhil yang Salsa temukan di situs.

"Di Kairo! Pasti tipe-tipe paham agama nih. Nggak salah lagi. Mana mungkin mau posting foto-fotonya. Kaya kamu tuh, tertutup orangnya. Cocok nih Nay sama kamu," celetuk Salsa sambil menaikturunkan alisnya.

Nayara yang mendengarnya langsung terdiam selama beberapa saat.

"Jangan gitu Sal," ucapnya.

"Jangan gitu gimana? Aku cuma memberikan pendapat aja," sahut Salsa sambil memfokuskan diri melihat-lihat ponselnya lagi. Membuka sosmed milik Fadhil sekali lagi. Melihat beberapa postingan orang yang menandai akun itu.

"Heran deh, dari mana anak-anak di kampus tahu kalau dia ganteng ya? Fotonya juga nggak ada—" Tiba-tiba Salsa menghentikan ucapannya saat itu. Pun dengan jarinya yang berhenti bergerak di atas layar ponsel.

Namun situasi hening itu hanya bertahan beberapa detik sampai suara nyaring dari samping Salsa membuyarkan suasana itu.

"Yayah! Tante Sa punya foto Yayah?" teriakan Aira terdengar dekat di telinga dua perempuan seusia itu. Mereka sontak saja melirik ke tengah-tengah mereka dimana Aira sedang berdiri sambil menyembulkan kepalanya di sela kursi pengemudi dan kursi yang di duduki Nayara.

"Yayah! Itu Yayah Aila!" ucapnya sekali lagi dengan begitu senang. Bahkan Aira sudah tersenyum manis saat ini.

Salsa melirik Nayara dengan tatapan penuh tanya. Berharap sahabatnya itu mau menjelaskan sesuatu. Namun perhatian Nayara malah beralih ke arah Aira saat itu.

"Aira, tadi Bunda bilang apa? Aira ingat?" tanya Nayara.

Gadis kecil berkuncir dua itu memiringkan kepalanya ke arah Nayara sambil melengkungkan bibirnya ke bawah. "Ingat. Aila ingat, ndak boleh panggil Yayah. Tapi kan Yayah bolehin Aila panggil Yayah," cicit anak itu.

"Sayang, Pak Fadhil itu bukan ayahnya Aila. Jadi nggak boleh panggil gitu. Dan lagi, Aira baru aja kenal kan sama Pak Fadhil?" tanya Nayara. Saat itu Aira mengangguk kecil.

"Jadi nggak boleh panggil begitu ya?" ungkap Nayara lagi.

Aira menunduk kecil saat itu. Bibirnya masih tampak cemberut sambil menahan perasaan ingin menangis. Sedikit memberanikan diri, Aira kembali menatap wajah sang ibu yang setia memandanginya.

"Tapi... Bunda Aila ndak punya Yayah. Teman-teman Aila semuanya punya Yayah. Aila aja yang ndak punya. Aila juga... Mau punya Yayah... Aila mau Yayah... Hiks." Seketika itu juga isak tangis tak bisa lagi anak itu tahan. Gadis kecil itu terisak kecil setelah menuntaskan apa yang dirinya rasakan.

Nayara yang melihat itu sontak saja membawa Aira ke kursi depan dengan hati-hati. Lalu memeluknya erat sambil mengusap-usap kepala belakang dan punggung anak itu dengan sayang.

Perempuan berjilbab itu lantas memejamkan matanya sambil menciumi sisi kepala Aira yang menangis pelan di pelukannya. Tak bisa di pungkiri, perkataan Aira berhasil menggoreskan hati Nayara. Perempuan itu merasa dirinya bukanlah sosok ibu yang baik. Ia tak bisa memberikan hal yang paling dibutuhkan oleh putrinya saat ini. Sungguh Nayara merasa buruk karena belum bisa melawan rasa takutnya demi kebahagian sang putri.

"Maafkan Bunda sayang, maaf," gumam Nayara sambil menciumi sisi kepala Aira.

Salsa terdiam melihat Nayara dan Aira. Sedikit ia pun merasakan perasaan tak nyaman akibat ucapan Aira tadi. Merasa sedih dan kasihan dengan anak itu. Pun dengan sahabatnya. Ia tahu dengan jelas bagaimana sulitnya Nayara dulu. Ia tahu sesakit apa masa lalu sahabatnya. Dan bagaimana masa lalu itu berdampak pada kehidupan Aira saat ini, Salsa jadi ingin ikut menangis.

Perlahan Salsa mengusap tangan atas Nayara. Membuat perempuan itu melirik ke arahnya. "Jangan diingat kembali. Aku yakin kamu sosok yang kuat. Suatu hari pasti akan ada masanya hati kamu akan berdamai dengan masa lalu itu. Dan Aira pasti akan mendapatkan sosok yang dia butuhkan," kata Salsa.

Nayara mengangguk sambil mengusap puncak kepala Aira. "Aku harap masa itu cepat datang. Aku juga sedang berusaha untuk bisa berdamai dengan masa lalu. Tapi untuk saat ini. Aku belum bisa," kata Nayara.

"Aku tahu. Dan aku akan selalu dampingi kamu dan bantu kamu untuk keluar dari trauma itu Nay. Insyaallah," tutur Salsa.

Nayara tersenyum tipis mendengar kata-kata Salsa. Ia kemudian kembali fokus pada Aira yang masih menangis.

"Sudah sayang," bisik Nayara. Aira menggeleng kuat saat itu.

"Ndak bisa hiks," isaknya.

"Aira cantiknya Tante, masa nangis sih? Udah dong sayang, katanya tadi pagi mau boneka? Nanti kita beli deh," bujuk Salsa. Namun sekali lagi Aira menggeleng.

"Aila... Mau belinya hiks baleng Yayah!" jawab anak itu.

Salsa dan Nayara saling berpandangan saat itu. "Sayang, jangan seperti ini hm... Bunda jadi sedih kalau Aira seperti ini terus," ungkap Nayara.

Mendengar itu seketika saja Aira menjauhkan wajahnya dari pundak Nayara. Beralih menatap Nayara sambil sesegukan dan air mata yang masih berlinang.

Nayara mengangkat tangannya, mengusap pipi Aira yang basah. "Aira nggak mau kan kalau lihat Bunda sedih?" tanya Nayara. Saat itu juga Aira mengangguk.

"Kalau gitu jangan nangis ya?" pinta Nayara. Seketika itu Aira langsung mengusap kedua pipinya kasar. Menghilangkan jejak basah di sana.

"Aila ndak akan nangis," ucap Aira pelan. Nayara tersenyum melihat putrinya itu.

"Anak pintar. Dengar sayang, Bunda melarang Aira untuk memanggil Pak Fadhil dengan panggilan Yayah itu ada alasannya," kata Nayara.

Aira terdiam menatap wajah ibunya itu dengan serius. Gadis itu mendengar baik-baik ucapan Nayara. "Pak Fadhil itu bukan siapa-siapa kita, sayang. Bahkan Aira maupun Bunda baru kenal dengan Pak Fadhil hari ini kan?"

Aira mengangguk saat itu.

"Pak Fadhil memang baik. Sangat baik malahan. Dia jaga Aira, dia main bersama Aira, dia juga belikan Aira banyak makanan. Tapi sayang, semua itu bukan berarti Aira boleh panggil-panggil orang lain dengan sebutan itu. Alhamdulillah kalau orangnya baik dan nggak marah kaya Pak Fadhil. Kalau orangnya malah tersinggung dan marah gimana?" kata Nayara.

"Aila nangis," kata gadis itu.

"Hm. Maka kalau begitu, jangan panggil Yayah ya? Mungkin sekarang Pak Fadhil bolehin Aira dan tidak marah sama kamu. Tapi kedepannya, kita tidak tahu sayang."

"Tapi Yayah baik kok," kata Aira masih dengan pendiriannya.

Mendengar itu Nayara diam, tak tahu harus menjelaskan seperti apa pada putrinya ini.

"Aira, begini sayang. Pak Fadhil itu bukan siapa-siapa kita. Dia orang lain Nak. Kita nggak kenal dengan dia. Dengarkan ucapan Bunda ya. Aira anak baik, kan? Nurut sama Bunda ya," tutur Nayara. Dan barulah saat itu Aira mengangguk walaupun sekilas.

"Pintar. Makasih mau dengarkan Bunda, sayang." Nayara mencium sekilas pipi putrinya itu.

Salsa yang melihat itu langsung tersenyum kecil. Lalu perhatiannya segera berpindah pada jalanan. Dimana kendaraan-kendaraan lain mulai melaju perlahan-lahan.

♡ ♡ ♡

Fadhil terlihat begitu serius menatap layar laptopnya. Membaca seksama laporan-laporan yang di kirimkan para pegawainya untuk dirinya periksa. Tak lama pintu di ketuk oleh seseorang. Dan sesegera mungkin Fadhil menyahut mempersilahkan orang itu masuk tanpa mengalihkan perhatiannya dari laptop.

"Assalamu'alaikum," ucap seseorang yang tidak lain adalah Asad. Lelaki itu kemudian melenggang masuk menghampiri Fadhil.

"Waalaikumusalam," balas Fadhil.

"Kopi Pak." Asad menaruh satu cup kopi panas di atas meja kerja Fadhil.

Sementara Fadhil menjawabnya dengan sebuah gumaman. Lelaki itu masih sibuk dengan pekerjaannya yang banyak tertunda sejak tadi.

"Ada yang bisa saya kerjakan, Pak? Saya sedikit senggang," kata Asad yang kini sudah duduk di kursi kosong di depan meja kerja Fadhil.

Fadhil melirik Asad sekilas, lalu tersenyum kecil. "Tidak. Sedikit lagi sudah selesai," balasnya. Kemudian Fadhil kembali pada pekerjaannya. Ia meraih kopi yang di bawa Asad. Meminumnya perlahan.

"Coba aja tadi kamu izinkan saya untuk kerjakan sebagian Dhil. Pasti udah selesai dari tadi. Sekarang pasti udah bisa pulang kaya biasa," celetuk Asad.

"Kalau kamu mau pulang duluan, silahkan Sad. Lagipula saya tidak mau melepas tanggung jawab saya. Pekerjaan ini tugas saya, tanggung jawab saya yang harus saya tunaikan," jawabnya.

Asad mengangguk pelan. Fadhil memang sangat disiplin dan penuh rasa tanggung jawab. "Iya saya paham. Kalau begitu cepat selesaikan. Saya mau pulang Pak Bos," kata Asad sambil meminum kopi miliknya.

"Kalau sudah tidak sabar, pulang duluan saja Sad."

"Menemani dan membantu pekerjaan bos saya adalah salah satu tugas saya juga di sini, Pak Fadhil. Saya juga tidak mau lepas tanggung jawab. Entar di kira makan gaji buta saya," guraunya.

"Ada-ada aja kamu," ungkap Fadhil. "Oh ya. Sad bisa tolong ambilkan dokumen-dokumen di meja sana. Tadi saya lupa simpan kembali," ungkap Fadhil sambil melirik meja di dekat sofa.

Asad segera saja bangkit dari kursinya. Lalu menghampiri meja di tengah ruangan itu dan mengambil beberapa dokumen yang di maksud Fadhil. Namun saat dirinya sedikit menunduk. Pandangan Asad tertarik pada sebuah benda yang tergeletak di atas karpet. Asad lantas mengambilnya dan membolak-balik benda itu sekadar untuk memperhatikan.

"Dhil, kayanya ini punya Aira ketinggalan," kata Asad sambil menghampiri Fadhil. Ia menaruh dokumen yang di ambilnya ke atas meja kerja Fadhil. Pun dengan benda yang ditemukannya.

Mendengar nama Aira di sebut oleh Asad. Fadhil langsung melirik benda yang di bawa Asad. Sebuah gantungan kunci unicorn.

"Gantungan di tas Kuna?" gumam Fadhil.

"Hah, apa Dhil?" tanya Asad. Ia kurang mendengar jelas gumaman sahabatnya.

Fadhil melirik Asad, lalu menggeleng. Sementara tangannya beralih meraih gantungan itu.

"Tidak apa-apa Sad," katanya.

Fadhil kemudian menghentikan sejenak pekerjaannya. Lelaki itu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Ia mengangkat gantungan kuda unicorn itu sejajar wajahnya. Menatapnya lekat-lekat hingga membuat Asad yang melihatnya terheran-heran.

"Kenapa Dhil?" tanyanya.

Fadhil menggulirkan tatapannya pada Asad. Ia kemudian tersenyum, tak lama kemudian terkekeh.

"Nggak ada. Hanya tiba-tiba teringat Aira. Membayangkan reaksi anak itu saat tahu benda ini menghilang." Fadhil mengacungkan gantungan itu ke hadapan Asad.

Mengingat kalau Aira sangat senang dengan unicorn hingga memberi unicorn itu nama. Sudah jelas kalau Aira pasti sangat menyukai hewan itu. Dan benda di tangan Fadhil ini sepertinya adalah salah satu kesayangan Aira seperti halnya tas yang dipakai anak itu.

Dalam otak Fadhil terbayang jelas bagaimana ekspresi menggemaskan Aira yang sedang mencari-cari benda kesayangannya ini. Bibirnya pasti melengkung ke bawah dengan mata yang berkaca-kaca.

Membayangkan itu Fadhil jadi ingin melihat Aira lagi. Ia ingin mengusap pipi bulat Aira. Lalu menghibur gadis itu dengan memberikan benda di tangannya saat ini. Pasti akan sangat menyenangkan bisa bertemu Aira dan bermain dengan anak itu seperti tadi.

Fadhil menggelengkan kepalanya. Mengusir segala pemikiran yang membuat dirinya merindukan Aira.

"Rindu ya? Hey Anak manis, apa yang kamu berikan pada saya hm? Kenapa saya merasa tersihir sehingga ingin terus bertemu dengan kamu," gumam Fadhil dalam hati.

Fadhil mengulas senyuman tipis. Lalu membuang nafasnya perlahan. Lelaki itu bangkit dari tempatnya. Merapikan laptopnya, lalu mengambil beberapa dokumen yang harus dirinya kerjakan dan memasukkannya ke dalam tas.

"Mau kemana Dhil? Udah selesai?" tanya Asad heran.

"Belum, saya kerjakan di rumah saja," kata lelaki itu.

Asad mengerutkan keningnya mendengar penuturan Fadhil. Sejak kapan lelaki itu mau membawa pulang pekerjaan? Selama yang dirinya tahu, Fadhil itu paling jarang membawa pulang pekerjaan jika bukan karena hal yang begitu mendesak. Dan sekarang?

"Aneh kamu Dhil. Pasti ada apa-apa," curiganya.

Fadhil melirik Asad. "Tidak ada yang aneh. Lagipula saya sudah lelah. Butuh asupan energi dari masakan Mama. Saya tidak mau tertinggal makan malam. Nanti masakan Mama bisa dihabiskan Sophia sama Fawaz. Saya kebagian gigit jari," balas Fadhil.

Asad yang mendengar itu di buat geleng-geleng kepala. "Terserah kamu Dhil," ungkapnya.

Fadhil tersenyum ringan. Lalu melanjutkan aktivitasnya merapikan meja. Tak lupa ia juga mengantongi gantungan unicorn milik Aira. Ia akan memberikannya secepatnya pada Aira. Walaupun Aira menggemaskan saat sedih. Tapi Fadhil juga tak tega membiarkan anak manis itu menangis. Semoga anak itu tidak sedih saat tahu aksesoris Kuna miliknya hilang.

—Lantunan Surah Asy-Syams—

A/N

Gimana nih? Semoga suka dengan part ini...

Lanjut?

Jangan lupa untuk vote dan komen...

Ngomong-ngomong besok udah masuk bulan Rajab... Dimana pada bulan ini banyak sekali keutamaannya... Salah satunya itu amal kita yang akan di lipatgandakan... Jadi jangan sampai kelewat yaa.. perbanyak puasa di bulan ini... Buat yang masih punya hutang puasa ramadhan yuk segera di bayar... Mumpung masih bulan Rajab...

Perbanyak istighfar, sholawat, juga dzikir... Doa yang banyak juga terutama di malam ini... Di malam pertama bulan Rajab...

Amalkan juga ya dzikir ini selama bulan Rajab ya guys...

Allahummaghfirli warhamni watub 'alayya

Baca sebanyak 70× sesudah salat subuh dan magrib...

Semoga bermanfaat....

Ambil baiknya lalu buang buruknya dari part ini...

See you next part>>>>

12 Januari 2024

Continue Reading

You'll Also Like

157K 3.8K 9
[DIHARAPKAN FOLLOW TERLEBIH DAHULU, SEBELUM MEMBACA] SEMENTARA AKU UNPUBLIK DULU, MAU REVISI Ratu tidak pernah menyangka bahwa dirinya akan mengalami...
Ayila By peach.lovey

General Fiction

1.2K 101 11
Nur Ayila khodijah Seorang santriwati dari pesantren Ar-Rahman. Dia sudah menjadi santri disana selama 3 tahun, setelah dia lulus di Tsanawiyah, dia...
512K 53K 39
Muhammad Al Birru Akbar. Seorang laki-laki yang tidak lepas dari dunia malam. Saking bandelnya, Ummanya memilih untuk mencarikan Al Birru jodoh, agar...
853 123 17
Takdir mempertemukan seorang mahasiswa berandal sekaligus CEO muda nan obsesif pemilik nama Sharon Darendra (21 tahun) dengan seorang dokter cantik b...