Babu || Kim Junkyu (Re-write)

By Millenniums12

2.6K 426 99

[Local Version] Ada siswi baru di sekolah. Namanya Naya Harisha. Kehadirannya menarik atensi seisi sekolah ka... More

Prolog
BAB 1
BAB 2
BAB 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15
BAB 16
BAB 17

Bab 8

129 23 4
By Millenniums12

Naya's POV

Klek!

Lagi-lagi kutemukan susu strawberry di dalam lokerku. Ini kali ke tiga. Loker setiap kelas diletakkan di belakang tempat duduk seluruh penghuni kelas. Dan aku kebetulan tak pernah menguncinya karena sama sekali tak pernah meletakkan barang berharga di dalamnya. Terkadang, aku menaruh seragam sekolah atau buku tiap kali aku terburu-buru menuju suatu tempat dan tak sempat untuk memasukkannya ke dalam tas sekolahku.

Awalnya, aku berpikir bahwa pengirim susu strawberry ini mungkin salah mengira bahwa lokerku ini adalah loker orang lain, karena memang tak ada nama di setiap loker. Namun, pada susu kedua yang kutemukan di dalam lokerku, tertempel selembar sticky note di depannya bertuliskan 'tetep semangat ya, Naya cantik!'.

Sementara kali ini, pada sticky note yang tertempel di susu strawberry ke tiga ini tertulis 'aku harap kamu bakal lebih sering senyum kaya tempo hari kedepannya. Semangat untuk hari ini, Naya<3'.

Aku tersenyum? Tempo hari? Satu-satunya yang terlintas dalam benakku adalah saat Ryena bicara padaku di markas Juna cs, setelah para siswi yang memfitnahku minta maaf. Aku ingat hari itu diriku tersenyum lama sekali karena Ryena.

Aku sama sekali tak mengenali tulisan tangan pada sticky note yang sudah dua kali aku temukan pada susu strawberry dalam lokerku. Yang jelas bukan tulisan Juna, karena aku tahu betul tulisan tangannya.

"Kenapa? Ada yang gangguin lo lagi?"

Ryena tiba-tiba muncul di pintu, menatapku dengan tatapan khawatir.

"Nggak kok," sahutku. "Boleh aku tanya sesuatu?" izinku, saat atensi Ryena tertuju pada susu strawberry yang ada di tanganku.

"Boleh. Apa?"

"Yang suka naruh susu strawberry di loker aku, itu kamu atau bukan, ya?" tanyaku ragu-ragu. Aku tetap ingin memastikan meski yakin sekali bukan Ryena pengirimnya. Masa ia memujiku cantik? Harusnya aku yang memujinya begitu.

"Bukan. Gue cuma pernah sengaja titip susu strawberry waktu Juna nyuruh lo beli sesuatu ke minimarket, yang emang mau gue kasih ke lo karena gue tau lo suka susu strawberry. Tapi kalau naruh di loker nggak pernah. Gue gak pernah naruh apapun di loker lo," ucapnya seraya berjalan mendekat ke arahku. Kini hanya ada kami berdua, karena anak seisi kelas sudah berhamburan ke kantin.

Senyum Ryena tiba-tiba merekah. "Wow, Naya ... sekarang lo bahkan punya secret admirer?" godanya.

Aku menggaruk kepala, merasa kikuk. "Apa salah kirim ya? Ini ke tiga kalinya aku nemuin susu strawberry di loker aku."

"Mana mungkin salah kirim, jelas-jelas ada nama lo di situ. Dan di sekolah ini yang namanya Naya tuh cuma lo doang," ujarnya. "... Kok tulisan tangannya kaya gak asing ya?" Ia terus memperhatikan tulisan tangan di selembar sticky note yang tertempel pada susu strawberry du tanganku. "... Jangan-jangan pengirimnya anak kelas gue?"

Anak kelas 12-A?
Jika dugaanku benar bahwa saat aku tersenyum adalah waktu di markas tempo hari, maka pengirimnya kemungkinan adalah kawan satu gengnya Juna? Dan kawan satu gengnya Juna yang ada di kelas 12-A adalah Shafiq, Daniel, dan Aji.

"Gue jadi penasaran pengen cari tau!" ucap Ryena kelihatan gemas, menyadarkan aku dari dugaan yang kurasa tak perlu aku pikirkan. "... Tapi jangan deh. Kalau dia sengaja naruh susu di loker lo tanpa nyantumin nama, mungkin dia pengen jadi pengangum rahasia lo aja. Gue yakin, dia bakal nunjukkin diri kalau udah saatnya," ucapnya lagi.

Aku sontak tersenyum dan kembali menatap tulisan manis di selembar sticky note berwarna pink di tanganku. Siapapun pengirimnya, aku ingin berterima kasih, karena susu ke dua yang dia kirim untukku sedikit memberiku kekuatan untuk tetap datang ke sekolah selama ini.

"Ryena, ngomong-ngomong ... kenapa kamu selalu baik sama aku?" tanyaku, selalu penasaran soal ini sejak lama.

"Lo ngingetin gue sama diri gue sendiri waktu SD. Waktu itu, gue juga sering ditindas dan gak ada satupun yang belain gue," ujarnya, persis seperti yang dibicarakan Juna pada kawan-kawannya tempo hari. "Sorry banget ya, Nay, gue gak bisa banyak bantu lo soal Juna. Lo tau sendiri lah, dia suka ngomel kalau gue baik sama lo," lanjutnya, kali ini setengah berbisik.

Aku menggeleng. "Kamu udah banyak bantu aku selama ini. Aku gak tau harus lakuin apa buat bales semua yang udah kamu lakuin buat aku."

"Lo beneran mau bales semua itu?"

"Iya."

"Kalau gitu jadi temen gue," pintanya.

"Aku? Jadi temen kamu?" Aku masih mencerna ucapannya. "Gimana ceritanya Babunya Juna jadi temen Favoritnya Juna?" ucapku lantas tertawa kecil.

"Gue nggak pernah anggap lo sebagai Babunya Juna. Di mata gue, lo itu Naya Harisha, cewe yang paling bikin gue iri di sekolah ini."

"Apa nggak kebalik?" tanyaku heran setengah mati. Karena aku benar-benar iri padanya yang sangat cantik, pintar, disukai banyak orang dan kelewat baik hati. Tapi dia malah tertawa.

"Suatu saat nanti gue bakal kasih tau lo alesannya, kenapa gue iri banget sama lo. Pokoknya mulai hari ini lo jadi temen gue, ya!" tegasnya, sebelum berlari pergi dengan senyum di wajah cantiknya dan kemudian menghilang dari pandanganku.

***

Lagi-lagi sore ini kulihat Noel berdiri di depan gerbang sekolah. Ia terlihat masih mengenakan seragam sekolahnya dan motornya terparkir tepat di belakangnya. Senyumnya mengembang waktu melihatku berdiri di gerbang dengan pandangan tertuju padanya.

"Nay," panggilnya seraya melambaikan tangan ke arahku.

Aku langsung berlari menghampirinya. "Kok kamu di sini?" tanyaku penasaran.

"Pulang bareng, yuk!" ajaknya, persis seperti waktu pertama kali datang menjemputku ke sekolah.

"Wow, masih punya muka ya buat datang ke sini?"

Aku dan Noel menoleh ke arah yang sama waktu mendengar suara Juna. Laki-laki itu sudah berdiri tak jauh di belakangku, bersama Farhan dan Beni di belakangnya seperti biasa.

Juna mendekat ke arahku dan Noel. "Lain kali mau duel apa lagi? Gue nggak sabar buat ngalahin lo untuk yang ke-tiga kalinya," ucapnya yang terdengar jelas merupakan sebuah ejekan terhadap Noel. Ia tertawa meremehkan bersama Farhan dan Beni setelahnya.

"Nanti ya gue mikir dulu. Intinya gue gak bakal nyerah!" Noel mendekat ke arah Juna. Jarak mereka kini hanya sekitar 30 cm. Sedangkan aku berdiri di sisi antara mereka berdua.

"Hebat lo ya gak ada kapok-kapoknya. Udah taruhin uang 20 juta, udah rela gue tonjokin sampai bonyok, masih gak nyerah juga. Padahal sampai kapanpun lo gak bakal bisa dapetin Naya!"

Kedua mataku membelalak mendengar perkataan Juna barusan. Apa maksudnya?

"Lagian emangnya lo mau apa sih kalau berhasil dapetin Naya? Jadiin dia sebagai babu lo?" tanya Juna membuat sorot penuh kebencian terlihat makin jelas di sepasang mata Noel.

"Gue bukan orang brengsek kaya lo!" ucap Noel tak terima. Setelahnya ia menyeringai dan bersuara lagi. "Kasian banget sih lo. Pasti karena lo gak disukain papa lo sendiri, makanya lo ngejadiin Naya sebagai pelampiasan—"

"Sialan lo!"

Bugh!

"Noel!"

Aku reflek berseru memanggil Noel yang sudah jatuh tersungkur akibat tonjokkan Juna. Seketika kami menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada di sekitar gerbang sekolah.

"Noel, kamu gak apa-apa?" Aku berjongkok di sebelah Noel yang berusaha duduk sambil menyeka sudut bibirnya yang sedikit berdarah.

"Gakpapa kok Nay," jawabnya. Di saat begini, dia masih sempat-sempatnya menunjukkan cengirannya.

Dan aku baru tersadar akan sesuatu. Saat ini Juna tengah menatapku dengan tatapan aneh. Aku tahu betul bagaimana cara dia menatapku biasanya—penuh kebencian. Namun kali ini berbeda. Aku bisa merasakan kekesalan, namun tatapan itu sulit untuk aku artikan.

"Jaga mulut lo atau tangan gue bakal bikin muka lo lebih bonyok dari kemarin!" ancam Juna seraya menatap Noel penuh dendam. Tak lama ia melangkah pergi bersama Farhan dan Beni yang juga sempat melayangkan tatapan tajam pada Noel.

Setelah aku membantunya berdiri, Noel mengantarku pulang. Di sepanjang jalan aku hanya diam dan sibuk memikirkan maksud dari perkataan Juna tadi. Apa aku benar-benar merupakan alasan kenapa Noel berurusan dengan Juna selama ini?

"Nanti malem mau jalan berdua nggak?" ajak Noel begitu aku turun dari motornya tepat di depan rumahku. Walaupun sudut bibirnya mengeluarkan sedikit darah, ia masih sempat tersenyum manis padaku.

Satu hal yang membuatku tak habis pikir. Bagaimana bisa dia bersikap seakan tak terjadi apa-apa? Padahal aku bingung setengah mati memikirkan perkataan Juna tadi.

Aku menatapnya dengan tatapan serius, begitu dia ikut turun dari motornya dan berdiri satu langkah di hadapanku.

"Yang Juna bilang tadi, maksudnya apa?" tanyaku membuat raut wajah Noel berubah 180°. Aku tahu ada sesuatu yang tak beres.

"Noel, jawab yang jujur! Kenapa kamu terus berurusan sama Juna? Awalnya, aku pikir balapan waktu itu sama sekali gak ada hubungannya sama aku, karena Juna memang banyak nerima ajakan balap motor. Dan aku kira dia kebetulan usil jadiin aku sebagai bahan taruhannya. Tapi setelah itu, kenapa kamu masih berurusan sama dia dengan duel di ring tinju? Terus apa maksud ucapan dia tadi? Kamu berurusan sama dia karena aku?" cecarku, karena dia masih tak kunjung bicara.

"Aku ... aku cuma iseng aja nantangin dia balap motor. Duel di ring tinju pun cuma buat seneng-seneng aja," jawabnya. Membuat dirinya sendiri kelihatan konyol karena dia sama sekali tak memiliki bakat untuk berbohong.

"Jawab yang jujur! Apa aku bener-bener ada kaitannya sama semua yang kamu lakuin itu?" Aku kembali mendesaknya untuk menjawab jujur, karena aku merasa dia menyembunyikan sesuatu. Dan dia makin kelihatan gugup. Sampai akhirnya dia menutup kedua matanya sejenak dan menghela nafas panjang.

"Aku ngelakuin itu semua buat bebasin kamu dari status Babunya Juna," ujarnya membuatku terkejut bukan main.

"Siapa yang minta kamu buat lakuin itu?" tanyaku marah, dan lagi-lagi Noel hanya diam. "Semua sikap kamu aneh! Kenapa kamu tiba-tiba datang ke hidup aku, bersikap baik sama aku dan selalu bertingkah layaknya seorang teman buat aku? Bahkan kamu nyoba bebasin aku dari Juna sampai rela kehilangan uang puluhan juta dan rela dihajar habis-habisan sampai wajah kamu luka-luka. Kenapa kamu lakuin itu semua? Emang kalau aku terbebas dari Juna, kamu mau apa? Ngubah status aku jadi pesuruh kamu kaya yang Juna bilang tadi?"

"Nggak gitu, Nay!" Noel menggeleng penuh kesunghuhan, "aku berani sumpah gak ada niat jahat. Aku ... aku punya alasan kenapa lakuin itu semua. Cepat atau lambat aku bakal kasih tau kamu alasannya, yang jelas bukan sekarang."

Aku masih menatapnya dengan tatapan marah. "Terserah. Aku gak peduli apapun alasan kamu. Mulai sekarang jangan pernah datang ke sini lagi! Jangan pernah datang ke sekolah untuk nemuin aku, dan jangan pernah ikut campur soal urusan aku lagi!"

"Nay!"

Dia memanggilku saat aku melangkah masuk dan meninggalkannya begitu saja. Aku tentu mengabaikannya. Aku tak ingin mendengar apapun lagi.

Cepat-cepat aku melangkah menuju kamar dan lantas mengunci pintu. Aku bersandar pada permukaan pintu setelah menjatuhkan tas sekolah ke lantai.

Air mataku luruh begitu saja. Rasanya sakit waktu mengingat betapa parahnya luka di wajah Noel malam itu. Sakit karena kini aku tahu bahwa diriku-lah penyebab ia terluka separah itu.

Kenapa Noel harus melakukan itu semua? Kenapa dia harus merelakan uang puluhan juta dan rela dihajar habis-habisan oleh Juna hanya demi aku?

Aku menangis dengan rasa sesak yang mulai memenuhi dada. Setengah diriku menyesali semua perkataanku pada Noel tadi. Aku tak ingin dia menjauh. Tapi aku lebih tak ingin melihatnya melakukan sesuatu lagi untuk membebaskan aku dari Juna. Aku tahu ia sama sekali tak memiliki niat buruk terhadapku, tapi aku tak ingin dia sampai terluka lagi karena seseorang sepertiku.

Aku ini siapa?
Memangnya layak diperjuangkan sampai sebegitunya? Aku bahkan tak pernah memperjuangkan diriku sendiri.

***

Malam harinya, aku berjalan sendirian seraya menenteng kantung plastik berisi bubur dalam kotak styrofoam untuk ibu yang aku beli di depan gang. Sesekali aku berkaca menggunakan kamera ponsel dan menatap wajahku sendiri. Kedua mataku terlihat sembab.

Mungkin ini terdengar konyol, tapi sore tadi aku menangis cukup lama karena Noel. Aku masih terpikir soal dia. Sebenarnya apa alasan yang dia maksud itu? Kenapa selama ini dia baik sekali padaku sampai melakukan berbagai cara untuk membebaskan aku dari Juna? Apa karena aku menolongnya di halte waktu itu? Bukankah dia sudah membalasnya dengan mengantarku pulang dan membelikanku es krim?

Rasanya kepalaku seperti akan meledak memikirkan itu semua. Aku jadi pusing sendiri, sampai menendang-nendang kerikil di sepanjang jalan karena kesal. Dan tanpa ku sadari, aku telah sampai di depan rumah.

Tapi, kehadiran seseorang di depan pagar yang tengah berdiri seraya melihat-lihat ke dalam area rumahku menyita atensiku. Seseorang yang amat sangat tak asing di mataku. Motornya terparkir tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Ju-na?" panggilku ragu-ragu.

Laki-laki itu terpaku sejenak waktu mendengar panggilanku. Sebelum akhirnya ia berbalik dan ternyata benar, ia Juna!

Kenapa dia ada di sini?
Sebelumnya aku tak pernah terbayang bahwa ia akan mendatangi tempat tinggalku.

Perlahan, dia mendekat ke arahku.
Dia kelihatan terkejut melihat kedua mataku yang memang sembab karena menangis cukup lama sore tadi.

Tapi aku juga sama terkejutnya karena satu hal. Ada apa dengan raut wajahnya? Ada apa dengan tatapannya? Dia terlihat sedih dan tak berdaya. Dia seperti bukan Juna yang aku kenal.

Biasanya aku cuma kerap melihat wajah marahnya, raut wajah kesal atau penuh kebencian. Baru kali ini aku melihat raut wajahnya sedih begini.

"Juna ... ada apa?" tanyaku dengan takut-takut, saat dia berdiri tepat di hadapanku dan menatapku dengan tatapan sendu.

Dia masih diam. Cukup lama dia hanya menatap kedua mataku lamat-lamat. Sampai tiba-tiba dia mempersempit jarak antara aku dengannya. Kemudian kurasakan wajahnya mendarat di bahu kananku.

Juna membenamkan wajahnya di atas bahu kananku, lalu sesaat kemudian aku bisa mendengar isak tangisnya.

Aku tertegun.
Juna menangis?
Seorang Juna Argatama menangis di bahuku? Situasi tak masuk akal macam apa ini?

-TBC-



















Sore guys~
Marhaban ya ramadhan ... Selamat menunaikan ibadah puasa untuk yang menjalankan. Semoga kita semua selalu dikasih kesehatan supaya puasanya lancar, aamiin🥰
Aku sengaja up sore sore, barangkali bisa nemenin yang lagi nunggu waktu buka xixi^^
Jangan lupa vote dan komen ya😉

Continue Reading

You'll Also Like

1K 139 8
katanya sepupu, masa gitu? ft. kazuha from lesserafim
5.8K 707 12
''ada yang masih mau mengganggunya siap-siap kalian berurusan dengan JAY !!!'' Jay yang dikenal suka menganggu siapa pun yang menurutnya menganggu da...
594 177 12
[mini story] Tujuan awal dari seorang Riki bukan membuat gadis yang dia temui menjadi jatuh cinta padanya. Namun tidak dapat dielakkan jika dia juga...
238K 25.9K 45
Who knows Nara's life gonna be so different when this boy come to her life? Highest Rank : [01.04.18] #146 in Fanfiction [23.12.18] #24 in ShortStor...