S U G A R M O M M Y

By mymoonbooster

57.9K 3.8K 1K

Jeon Jung Kook (21) membutuhkan biaya kuliah dan biaya rumah sakit sang ibunda yang sedang jatuh koma. Hingga... More

Pengantar
CAST
Hutang Keluarga
Tergoda [M]
Nama Lain [M]
Kartu Nama
Remuk Redam
Membutuhkan Waktu
Peliharaan
Ingin Bertemu
Bom Waktu
Menjual Harga Diri [M]
Ancaman Tersukarela [M]
Ciuman Berbeda [M]
Tidak Tahu Diri
Obsesi Seok Jin
Lelah [M]
Posisi Bercinta[M]
Terhina
Bayi yang Merajuk [M]
Kabur
Pengakuan
Menantang [M]
Protektif
Gertakan
Goyah
Melampaui Batas
Siput Laut [M]

Sesuatu yang Berharga

512 68 29
By mymoonbooster

Hi apakah masih ada yang ingat dengan karyaku ini ?

Sebenarnya ini sudah lama di draft tapi, aku sedikit kesulitan dengan waktu luang untuk mengeditnya.

Makasi sudah harga karya aku yang seberapa ini. ^^




Yuk jangan Silent Reader. Tolong bantu hargai penulis dengan memberikan komentar dan vote ya, biar aku semangat buat lanjut!

Semoga gak bosen ya! Selamat membaca ^^


𝓂𝓎𝓂𝑜𝑜𝓃𝒷𝑜𝑜𝓈𝓉𝑒𝓇 𝓅𝓇𝑒𝓈𝑒𝓃𝓉,

【S】【U】【G】【A】【R】

【M】【O】【M】【M】【Y】




Bulan purnama malam itu memantulkan cahayanya yang lembut, berkilauan menari-nari di permukaan air laut. Di bawah cahayanya, dua insan itu tampak duduk bersama di atas pasir. Diam di antara mereka bukan mengartikan kekosongan, namun memenuhi isi hati tanpa perlu perantara kata.

Dengan lembut, Jung Kook melingkarkan lengannya di sekitar pinggang Joo Hyun dari belakang. Menyampaikan kehangatan pada tubuh mungil juwitanya. 

Sedangkan Joo Hyun terlihat nyaman bersandar di dada Jung Kook. Posisi ini membuat Joo Hyun dapat merasakan tiap ketukan jantung Jung Kook yang menyentuh punggungnya.  Menjadikannya seperti serenade, berbaur dengan suara debur ombak yang menyapa lembut daratan.

"Noona, sebenarnya ada sesuatu yang ingin aku ceritakan padamu." suara Jung Kook memecah keheningan di antara mereka. "Ini soal, ibuku"

Joo Hyun merasa getaran emosi dalam cerita Jung Kook. Ia perlahan mengubah cara duduknya. Wajahnya kini terarah kepada Jung Kook, menatap dengan penuh perhatian dan rasa ingin tahu. 

Jung Kook menarik napas dalam-dalam. "Ibuku... "Ia menatap jelaga wanita pujaannya dalam-dalam. Terlihat sendu ia saat bercerita soal sang Ibunda. "Ibuku sebenarnya sedang koma, Noona. Sudah cukup lama, dan dokter tidak dapat memastikan kapan ia akan tersadar. Awal mula aku meneleponmu saat itu, karena untuk membayar biaya rumah sakit Ibuku yang menunggak."

Joo Hyun tidak bereaksi apapun. Ia tak bisa berpura-pura tidak tahu apa-apa. Sebenarnya Joo Hyun diam-diam menyelidiki Jung Kook semenjak malam pertama mereka bercinta. Pemuda itu benar-benar berhasil membuat Joo Hyun penasaran setengah mati.

Joo Hyun memegang tangan Jung Kook dengan penuh kehangatan. "Hmm. Sesungguhnya aku sudah banyak mencari tahu banyak hal tentangmu. Aku sudah mengetahui kondisi keluargamu."

Jung Kook terdiam sesaat. Jadi Joo Hyun sudah mengetahuinya? Tapi kenapa Joo Hyun tetap mengingininya?

Jika alasannya karena kekayaan, tentu ia tidak sepadan dengan suami Joo Hyun yang kaya raya itu.

Jika itu karena kepuasan semata. Joo Hyun memiliki banyak uang. Wanita itu bisa membayar berapapun untuk mendapatkan pemuda lain di luar sana yang dapat memenuhi rasa nafsunya. Jung Kook bahkan berani bertaruh, diluar sana banyak laki-laki yang lebih ahli bercinta dibanding dengan dirinya.

Tapi kenapa Joo Hyun tetap mengingininya? 

Atau mungkin Joo Hyun hanya merasa iba?

"Noona, merasa kasihan padaku?" tanya Jung Kook hati-hati, mencari kepastian. Logika kecilnya menebak, Joo Hyun mungkin hanya merasa empati. 

Joo Hyun menggeleng kecil. "Lebih tepatnya, aku merasa kasihan pada diriku sendiri" Jung Kook sedikit memiringkan kepalanya saat mendengar pernyataan Joo Hyun. Matanya membulat, nampak sangat manis ketika kebingungan. Joo Hyun pun tersenyum tipis. Ia merasa terhibur dengan ekspresi lugu Jung Kook itu. "Aku merasa kasihan dengan diriku sendiri karena berusaha mencari-cari kelemahanmu. Karena aku berpikir dengan begitu aku bisa menawarkanmu uang agar kau kembali kepadaku."

Jung Kook memandang Joo Hyun dengan penuh kesungguhan. Apakah itu pertanda bahwa cinta sendirinya ini memiliki kesempatan untuk bersambut? Mungkin. Hanya sedikit. Tapi mungkin saja kan, Joo Hyun sebenarnya juga mencintainya?

"Sebenarnya, cepat atau lambat aku memiliki niat untuk menemuimu tanpa iming-imingan uang. Kau tahu, sesungguhnya itu sedikit melukai harga diriku. Tapi aku tidak bisa mengelak karena memang benar-benar membutuhkannya" ucap Jung Kook dengan raut wajah yang mencerminkan kerentanan tersembunyi di balik kata-katanya.

Perkataan itu menenggelamkan senyum Joo Hyun. Ia mendengarkan dengan penuh perhatian saat merasakan nada keberatan yang terdengar dalam suara Jung Kook. Dia mencoba menghiburnya, "Dan aku menginginkanmu. Jadi kupikir tidak ada masalah dengan hal itu."

"Noona, bagiku, itu adalah masalah." Jung Kook bersikeras. Bukanlah mustahil ia bisa kabur dengan uang sebanyak itu. Namun ketulusan yang ia miliki tidak bisa di takar dengan uang. Ia tidak ingin disamakan dengan para laki-laki pemikat wanita di klub malam. 

Joo Hyun mendengus remeh "Lalu bagaimana? Kau berniat mengembalikan uang sebanyak itu kepadaku, Bunny?"

"Tentu saja."

Joo Hyun mendapati dirinya terheran-heran melihat ekspresi serius Jung Kook itu. Baginya, mengikat Jung Kook dengan uang adalah hal yang wajar dan tidak masalah sama sekali. Oh, tentu saja, ia sudah terbiasa membayar gigolo tampan di luar sana untuk melayani nafsunya. Toh para laki-laki itu tidak mempermasalahkan bayarannya. Tapi Jung Kook berbeda. Membuat Joo Hyun sedikit tak percaya jika laki-laki dengan pendirian yang tegar seperti itu masih ada di dunia yang fana ini.

"Aku bukan rentenir." Joo Hyun merengut. Ia memahami jika Jung Kook memiliki harga diri yang ingin dijunjung. Namun, ia juga tidak terlalu menyukai konsep yang Jung Kook tawarkan itu. "Uangku banyak. Dan aku tidak mau meminjamkan uang"

Jung Kook tersenyum melihat bibir Joo Hyun yang mengerucut. Nampak lucu dan polos. Kontras sekali dengan aura kharisma yang terpancar dikala pertemuan pertama mereka. "Tidak ada rentenir yang secantik Noona." 

"Aku tidak tahu itu sebuah pujian atau sindiran" cibir Joo Hyun. "Pokoknya aku tidak mau-" Ia ingin berbicara lagi, namun tiba-tiba suara menggema dari dalam perutnya.  

"Noona, apa itu suara yang baru saja aku dengar? Apakah itu suara ombak atau apa?" Jung Kook merasa gemas saat mendengar suara perut Joo Hyun yang berbunyi. Matanya berkelip antusias, sementara senyumnya menciptakan nuansa keakraban di antara keduanya.

"Apa? Aku tidak dengar apa pun. Itu hanya suara laut kok." Joo Hyun merasa malu. Sebenarnya ia sama sekali belum makan selama pesta tadi. Ia akan menganggapnya sebagai diet saja. Lagi pula tak enak hati juga jika meminta makanan kepada Jung Kook. Hari ini saja pemuda itu sudah mengeluarkan banyak uang untuk membeli helm hingga pakaian untuknya.

Namun, perut Joo Hyun tiba-tiba bersuara lagi. Alhasil, Jung Kook tak mampu menahan tawanya yang meledak. "Sepertinya laut punya suara yang unik ya, Noona. Itu monster laut atau apa?"

Joo Hyun tidak menjawab. Ia memalingkan muka, mencoba menyembunyikan wajahnya yang mulai memerah. 

Jung Kook melihat bagaimana wajah Joo Hyun berubah, dari kesal menjadi malu. Sebuah sisi yang begitu jarang ditemui. Ternyata wanita dewasa dan seorang penggoda itu juga memiliki sisi seperti gadis kecil yang malu-malu. Membuat denyut jantung Jung Kook berdetak lebih cepat.

"Bilang dong sama Oppa, kalau adik lapar. Hmm?" 

"Ah menyebalkan" Joo Hyun menggumam kesal ketika Jung Kook memperlakukannya seperti anak-anak. 

"Ayo, adek cantik. Kita pergi makan enak sama Oppa."

"Diam!"

Tanpa ragu, Jung Kook meraih pipi Joo Hyun dan mencubitnya dengan gemas. "Jangan sembarang menerima tawaran permen dari orang asing, ya? Makan sama Oppa saja, oke?"

"Berisik!" Joo Hyun menanggapi dengan nada kesal sambil balas mencubit perlahan pipi Jung Kook. 

Jung Kook hanya tertawa geli, "Tapi kan lucu, Noona. Kau terlihat lebih manis seperti ini."

"Aku ini bukan bocah kecil, Jung Kook! Aku serius ini!" ancam Joo Hyun sambil merajuk.

Namun, kemudian sadar bahwa posisi mereka cukup lucu karena sedang saling mencubit pipi satu sama lain, keduanya pun langsung tertawa. Gelak keduanya beralun, menyatu bersama ombak dan menciptakan melodi kebahagiaan di tepi pantai.


.

.


Saat Jung Kook bilang akan mengajak Joo Hyun ke tempat makan yang enak, Joo Hyun pikir itu adalah sebuah kedai di pasar. Namun siapa sangka motor butut itu memasuki jalan setapak dan naik ke atas bukit. 

Joo Hyun terkejut saat melihat pemandangan yang menakjubkan dari atas bukit. Mereka bisa melihat ombak yang tenang bergulir ke arah pantai, dihiasi oleh sinar bulan yang menerangi tepian air. Perjalanan mereka berlanjut hingga akhirnya mereka mencapai sebuah rumah tua bergaya tradisional di puncak bukit.

Rumah sederhana itu menggunakan kayu sebagai bahan utama. Beratap genteng melengkung dan dinding kayu yang dipernis. Warna dinding kayunya telah memudar menjadi abu-abu kecoklatan yang khas karena terpapar cuaca selama bertahun tahun. Retakan kayu dan corak usang terlihat mempesona seakan menggambarkan kisah panjang.  Pepohonan di sekitarnya pun mulai menggugurkan daun-daun kering mereka, menciptakan hamparan warna-warni yang menyelimuti tanah di sekitar rumah. Rumah itu benar-benar bagaikan potret hidup dari masa lalu.

Pintu rumah tiba-tiba terbuka dengan suara gemerincing kayu. Seorang wanita yang telah lanjut usia keluar tergopoh-gopoh menyambut kedatangan Jung Kook. Ia adalah Nenek Lim. Sorot wajahnya berseri-seri ia saat mendengar suara motor Jung Kook yang khas. Mengartikan Jung Kook memang sudah sering kemari.

"Aigo, Jung kook-ah!" serunya, suara yang terdengar ramah dan penuh kegembiraan.

"Halmeonie!" balas Jung Kook ramah. "Aku lapar!"

Sang Nenek tersenyum cerah. "Ayo makan, aku sudah memasak lauknya" kemudian matanya menangkap sosok lain di belakang punggung Jung Kook. Seorang wanita langsing yang begitu cantik. 

"Jung Kook-ah, siapa dia? Baru kali ini kamu membawa teman."

Jung Kook tersenyum lebar, menikmati ekspresi penasaran Nenek Lim. "Halmonie, dia bukan teman biasa. Ini adalah pacarku. Namanya Joo Hyun."

Nenek Lim terkejut mendengar pengakuan itu, matanya membulat dan tatapannya beralih antara Jung Kook dan Joo Hyun. Joo Hyun, tak kalah terkejut, mencoba menyembunyikan raut kagetnya. Namun, Jung Kook hanya mengedipkan salah satu matanya dengan ekspresi nakal pada Joo Hyun.

"Cantikkan, Halmonie?" tanya Jung Kook sambil menikmati momen kejutan yang dia ciptakan.

Nenek Lim melihat Joo Hyun dengan senyuman syahdu. "Astaga, Jung Kook-ah! Kau membawa Bidadari ke rumah ku. Cantik sekali." Nenek Lim meraih tangan Joo Hyun. Joo Hyun terkesiap oleh kehangatan yang ditawarkan tangan kurus dan berkeriput itu. Dadanya berdesir oleh sentuhan keibuan yang Nenek Lim berikan.

Joo Hyun menatap Jung Kook dengan ekspresi meminta penjelasan. Jung Kook pun memberikan anggukan tipis seakan mengisyaratkan Joo Hyun untuk mengikuti alurnya saja.

 "Te-terima kasih, Halmonie" ucap Joo Hyun akhirnya.

"Ya ampun bahkan suaranya terdengar manis sekali!" puji Nenek Lim kegirangan. 

Joo Hyun tersenyum malu-malu. Ia merasa kikuk dengan suasana ini. Namun disaat yang sama entah enapa merasa nyaman. Nenek Lim mengingatkan Joo Hyun dengan mendiang sang Nenek.  

"Kalian benar-benar menggemaskan loh!" Jung Kook tertawa melihat reaksi antara Nenek Lim dan pujaan hatinya.

Setelah sambutan dari Nenek Lim, mereka pun masuk ke dalam rumah yang terasa hangat dan penuh dengan aroma masakan rumahan. Ruangan itu dihiasi dengan benda-benda antik dan foto-foto keluarga. 

"Noona, mangkuknya sudah aku isi nasi, ini tolong tinggal di taruh saja, ya."

Dengan semangat Joo Hyun dan Jung Kook membantu menyiapkan meja makan lesehan. Joo Hyun sebenarnya tidak terlalu akrab dengan kegiatan menyiapkan makanan karena kehidupannya yang terbiasa di lingkungan rumah penuh pelayan. Namun dengan senang hati ia menerima arahan dan bantuan dari Jung Kook. Melakukan hal ini ternyata cukup menyenangkan.

Dalam sekejab semua hidangan tertata rapi. Di tengah meja terletak beberapa mangkuk dan piring kecil berisi banchan, hidangan pendamping yang beragam, seperti kimchi, namul (sayuran rebus), dan jidan (telur dadar gulung). Di atas meja juga terdapat tiga mangkuk berisi nasi putih yang harum, serta sup yang mengepul dari panci besar. Joo Hyun dan Jung Kook duduk bersila di sekeliling meja lesehan itu.

"Selamat makan!" Seru Jung Kook dan Nenek Lim bersamaan. Joo Hyun tertegun, mereka sangat kompak dan nampak gembira melahap makanan mereka.

"Noona, coba sop nya deh. Sop buatan Halmeonie sangat enak!" sahut Jung Kook dengan semangat sembari menyodorkan semangkuk sop. "Noona, coba kimchinya, pasti bikin lidahmu bergoyang!" ia mengambil sejumput kimchi dengan sumpit dan menaruhnya di atas nasi Joo Hyun. "Ini juga harus coba deh-"

"Bocah ini. Kau tidak lihat mangkuk Nak Joo Hyun sudah benar-benar penuh?" tegur Nenek Lim sembari tertawa. 

Jung Kook meringis. "Noona harus makan banyak biar gemuk!"

Joo Hyun tersenyum melihat antusiasme Jung Kook. Ia pun mengambil sendok kecil dan mencicipi sop dengan penuh kesopanan. Tatapan Jung Kook tak sedikitpun lepas dari setiap gerak-gerik Joo Hyun. Ia bahkan tak tertarik dengan mangkoknya sendiri.  

"Hmm, benar, sopnya lezat. Terima kasih, Halmeonie."

Bibir Jung Kook merekah senang. "Benarkan?"  Matanya berbinar-binar memperhatikan Joo Hyun mengunyah makanan. "Kimchinya, Noona, ayo coba."

Joo Hyun tersenyum sambil menjawab dengan penuh keanggunan, "Tentu. Aku suka dengan makanan pedas." 

"Telurnya juga-"

"Perlahan saja makannya Nak Joo Hyun, jangan dengarkan Bocah berbadan besar ini." Nenek Lim tertawa melihat interaksi mereka. Bagaimana Jung Kook yang terlihat ceria dan Joo Hyun yang memiliki sifat lebih tenang adalah penghiburan baginya. "Kau juga, Jung Kook-ah, makan yang benar. Jangan pelototi Joo Hyun terus!"

Mereka pun melanjutkan makan malam mereka dengan penuh keceriaan, membuat rumah tua di atas bukit itu dipenuhi kehangatan.

Sembari menikmati teh hangat, Nenek Lim menceritakan kepada Joo Hyun bahwa ia tinggal sendirian di rumah itu. Ia menjelaskan bahwa sudah lama kepergian keluarganya karena musibah bencana alam, dan kini Jung Kook yang menjadi sosok yang selalu ada untuknya. Meski hidup dalam kesendirian, Nenek Lim mengaku merasa cukup bahagia karena memiliki Jung Kook yang perhatian dan setia membantunya. Jung Kook sudah seperti cucunya sendiri. Joo Hyun pun mendengarkan cerita tersebut dengan penuh simpati, merasa tersentuh oleh hubungan akrab di antara Jung Kook dan Nenek Lim.

Joo Hyun semakin mengenal sisi lain dari Jung Kook melalui cerita-cerita yang dibagikan oleh Nenek Lim. Dari cerita sedih hingga cerita lucu. Bahkan katanya Jung Kook cukup populer di pasar. 

Nenek Lim menggoda dengan senyum penuh keceriaan, menciptakan sedikit kegugupan di wajah Joo Hyun. "Dipasar banyak sekali yang ingin Jung Kook jadi menantu loh, Nak Joo Hyun. Kau harus hati-hati," ucapnya sambil menatap keduanya dengan tajam, seakan memberikan semacam peringatan lucu.

"Ah, jadi kau cukup populer di pasar ya Tuan Jeon?" ucap Joo Hyun dengan selidik. "Pantas saja betah ya?"

Jung Kook menelan ludah takut-takut. Kenapa rasanya jadi seakan-akan ia sedang berselingkuh dari Joo Hyun? "Mu-mungkin karena sering membantu Halmeonie di pasar." Ia meraih cangkir teh hangat yang disajikan Nenek Lim dan menyerahkan satu juga kepada Joo Hyun. "Halmeonie, cepat ceritakan bagaimana kerennya aku!" rengek Jung Kook merasa tidak terima karena Nenek Lim seperti sengaja menggali lubang untuknya.

Malam itu dipenuhi gelak tawa di antara mereka, seiring dengan cerita-cerita yang terus mengalir dari bibir Nenek Lim dan Jung Kook. 



Kamar itu adalah ruangan yang sederhana namun bergaya kuno. Dinding-dinding kayu alami dan lantai yang dilapisi tikar anyaman. Di pojok ruangan, terdapat ondol, sistem pemanasan lantai tradisional Korea, yang bekerja dengan cara mengalirkan udara panas di bawah lantai.

Nenek Lim dengan cermat menyusun yo, yaitu alas tidur tradisional. Selimut halus dan bantal-bantal bulat menambah kenyamanan. 

Joo Hyun, meski awalnya merasa agak canggung, ia dapat merasakan kenyamanan yang luar biasa ketika dia berbaring di atas yo. Sementara ondol memberikan kehangatan dari bawah lantai. Joo Hyun lantas membiarkan dirinya terbawa oleh suasana tenang kamar tersebut. 

Nenek Lim, dengan senyum ramah, memberikan selimut tambahan pada Joo Hyun. Kemudian perlahan menyampaikan pesan dengan nada yang lembut, "Nak, aku melihat bahwa Jung Kook adalah seorang pemuda yang sangat baik. Dia mungkin terlihat lugu, namun hatinya begitu tegar. Aku berharap kau bisa melihat kebaikan yang ada dalam dirinya."

Dengan cahaya lembut lampu kertas hanji yang menyinari wajah Nenek Lim, ekspresi penuh kekhawatiran tergambar jelas. "Aku tahu hidup ini tak selalu mudah, tapi Jung Kook selalu berusaha keras. Aku memohon padamu, Nak Joo Hyun, untuk mencintainya dengan tulus. Mungkin, hanya mungkin, kau bisa menemukan sesuatu yang berharga di dalam hatinya."

Setelah menyampaikan pesannya, Nenek Lim menepuk pundak Joo Hyun dan memberikan senyuman hangat. "Aku tahu kalian berdua bisa melalui banyak hal bersama. Semoga kalian menemukan kebahagiaan sejati." Setelah itu, ia berbaring disisi Joo Hyun dan terlelap di dalam selimut, membiarkan kata-katanya menyatu dengan keremangan.


♡ 𝓉𝑜 𝒷𝑒 𝒸𝑜𝓃𝓉𝒾𝓃𝓊𝑒𝒹 ♡

"Kau juga, Jung Kook-ah, makan yang benar. Jangan pelototi Joo Hyun terus!"
(Jung Kook kalau makan sambil fokus sama sesuatu beneran kek melotot gitu. wkwkwk)


Panjang yaa... Aku benar benar berusaha membuat chapter ini agar terkesan hangat. Semoga tergambarkan ya moment mereka ^^


Jangan lupa vote dan komen ya dear!

Makasi atas semua support kalian. >.<

Continue Reading

You'll Also Like

3M 181K 63
Masa putih abu yang seharusnya cerah kini berubah menjadi gelap karena seseorang telah merenggut kehormatannya. Kisah dimana seorang gadis desa yang...
59.5K 4.6K 18
[TAMAT] ✓ WARNING! BEBERAPA PART DIPRIVATE, FOLLOW AKUNKU DULU AGAR BISA BACA DENGAN LENGKAP! SARAWAT PEMBULLY X TINE KORBAN BULLY. PEMBULLY DAN KORB...
16.9M 751K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
15K 2.2K 50
Dimulai dari Irene yang menganggap taehyung itu suaminya,membuat taehyung terlibat dalam kehidupannya.dan membuat mereka menjalani hubungan karena it...